Vous êtes sur la page 1sur 7

Aspek Penentu Pertumbuhan dan Perkembangan Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta merupakan kota yang memiliki perkembangan kota yang berlangsung
dengan sangat cepat. Pembentukan Kota Yogyakarta dimulai dari adanya kraton sebagai pusat
pemerintahan, pusat kebudayaan kota Yogyakarta. Di dalam perkembangannya, kota Yogyakarta
lebih dikenal sebagai kota pelajar dikarenakan banyak bermunculan perguruan-perguruna tinggi
ataupun swasta. Berdirinya perguruan tinggi sebagai pusat pendidikan membuat daerah sekitar
perguruan tinggi akan mengalami perkembangan yang tinggi. Bukan hanya kraton dan perguruan
tinggi saja namun dengan dibangunnya jalan lintas kota yang banyak digunakan sebagai jalur
transportasi perdagangan yang melewati daerah Yogyakarta menimbulkan tumbuhnya atau
berdirinya fasilitas-fasilitas umum guna menunjang perkembangan tersebut. Fasilitas yang
dibangun seperti bandara, terminal, stasiun, berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar, dan
juga daerah sepanjang jalur lintas kota tersebut.

1. Aspek Budaya
Peran utama dari Kota budaya adalah mempertahankan nilai kultural yang dimiliki dalam
pembangunan yang ada, sehingga arah pengembangan kota tetap terarah berdasarkan nilai-
nilai budaya dan historis yang dimiliki.
Perencanaan kota Yogyakarta didasarkan pada Keraton yaitu keserasian makna
filosofis sumbu imajiner yang merupakan garis lurus Krapyak–Kraton-Tugu, yang masing-
masing di antaranya berdiri bangunan-bangunan yang mempunyai arti dan makna tentang
proses kehidupan manusia, mulai dari lahir sampai mati. Penggal jalan Tugu-Kraton (Jalan
Mangkubumi – Malioboro - Ahmad Yani - Trikora) sebagai jalur penghubung Kraton dan
Tugu kini merupakan jalan yang sangat sibuk dan padat. Pada penggal ini dominasi fungsi
kawasan merupakan kawasan perkantoran, jasa dan perdagangan. Terdapat banyak bangunan
modern, serta sebaran pariwisata. Berbeda dengan Penggal Kraton-Panggung Krapyak (Jalan
Gading – D.I Panjaitan) dimana fungsi kawasan merupakan pemukiman, sehingga aktivitas
di kawasan ini tidak terlalu padat.
2. Aspek Pendidikan
Yogyakarta merupakan kota yang dikenal sebagai kota pendidikan. Potensi pendidikan di
Yogyakarta tidak hanya diakui oleh masyarakat setempat, tetapi juga oleh masyarakat di
seluruh Indonesia. Identitas tersebut membuat Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan
banyak diminati masyarakat dalam kota, luar kota, bahkan masyarakat luar negeri. Kampus
sebagai wadah masyarakat luas dalam menimbah ilmu dapat menjadi pusat pertumbuhan
baru yang menyebabkan perubahan terhadap kawasan sekitarnya. Kawasan Babarsari
merupakan salah satu kawasan yang memiliki perkembangan fasilitas pendidikan cukup
pesat. Pada kawasan Babarsari terdapat beberapa kampus yang menjadi faktor
berkembangnya kawasan disekitarnya. Kawasan Babarsari menjadi kawasan yang padat,
mengingat setiap tahunnya ratusan mahasiswa berdatangan dari berbagai wilayah untuk
menimba ilmu dan menetap di kawasan ini.

Selain para mahasiswa, kesempatan ini digunakan oleh para masyarakat atau
pendatang dari tempat lain untuk menetap dan membuat usaha di kawasan sekitar kampus.
Keberadaan kampus selalu didukung oleh keberadaan fasilitas barang dan jasa untuk
menunjang segala bentuk kegiatannya. Melihat potensi tersebut, masyarakat melakukan
urbanisasi ke kawasan Babarsari sehingga kawasan Babarsari lebih padat sebagai akibat
dari pertambahan penduduk. Tingkat peningkatan populasi manusia di Kawasan
Babarsari menyebabkan pengelolaan ruang semakin bertambah serta lahan yang
dibutuhkan pun semakin meningkat.

3. Aspek Jaringan Transportasi


Selain karena keberadaan keraton, faktor lain yang mempengaruhi pesatnya pertumbuhan
Kota Yogyakarta adalah karena keberadaan infrastruktur transportasi skala wilayah yang
jangkauan pelayanannya sampai ke luar Indonesia sehingga membuka pintu bagi para
pendatang. Kota Yogyakarta memiliki bandar udara Adi Sucipto yang sejak tahun 2008
membuka rute penerbangan internasional. Dari segi transportasi darat, keberadaan Stasiun
Tugu Yogyakarta sebagai stasiun terbesar di Kota Yogyakarta merupakan gerbang bagi para
pendatang dari kota-kota lain di pulau Jawa. Selain itu, Yogyakarta juga memiliki Ring Road
yang melingkari tepian Kota Yogyakarta. Selain membuka pintu bagi para pendatang,
keberadaan infrastruktur transportasi ikut mempengaruhi perkembangan bentuk Kota
Yogyakarta.
a. Pertumbuhan yang Didorong oleh Perkembangan Jaringan Transportasi Udara
Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota yang memiliki bandara bertaraf
internasional, yaitu Bandara Adisucipto (ejaan lama: Adisujipto). Bandara yang berlokasi
di Kabupaten Sleman ini melayani kebutuhan transportasi udara untuk pihak militer dan
warga sipil. Selain itu, bandara juga melayani latihan terbang bagi para kader penerbang.
Seiring dengan pembangunan Bandara Adisutjipto, kegiatan masyarakat di sekitar
bandara juga mulai berkembang. Berbagai potensi bisnis dapat dikembangkan di daerah
ini, mengingat kota Kota Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata utama dan
kebutuhan akan turis domestik maupun internasional sangat tinggi di daerah ini. Adapun
potensi bisnis yang dapat dikembangkan di daerah ini adalah:
- Bisnis Kuliner
Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki beragam jenis kuliner seperti
Gudeg dan warung Angkringan yang menjadi ciri khas kota Kota Yogyakarta.
Kebutuhan akan kuliner bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta
menjadi kebutuhan utama sehingga bisnis seperti ini banyak berkembang di daerah
ini terutama dekat tempat wisata atau bandara.
- Bisnis Penginapan
Wisatawan yang mengunjungi Kota Yogyakarta tidak dapat menikmati
budaya yang disajikan hanya dalam satu hari, sehingga kebutuhan akan penginapan
sangat tinggi di daerah ini.
- Bisnis Rental Kendaraan
Walaupun sudah tersedia angkutan umum yang memadai, kendaraan pribadi
kadang juga menjadi pilihan yang baik bagi wisatawan yang ingin mengelilingi Kota
Kota Yogyakarta dengan leluasa.
- Bisnis Toko Oleh-Oleh/Suvenir
Mengunjungi sebuah kota yang kaya akan budaya tidak cukup jika tidak
membeli kerajinan tangan atau camilan khas daerah tersebut.
- Bisnis Travel Agent
Bagi wisatawan internasional, mungkin pemahaman akan seluk beluk kota ini
masih sedikit sehingga dibutuhkan guide atau pemandu untuk membantu menjelajahi
kota yang memiliki julukan kota pelajar ini.
Semua potensi bisnis yang menjanjikan itu semakin berkembang dengan dibangunnya
Bandara Adisutjipto yang menjadi gerbang utama wisatawan domestik bahkan
mancanegara untuk mengunjungi Yogyakarta.
Pola transportasi yang terbentuk juga semakin beragam dengan dibangunnya Bandara
Adisutjipto. Mengingat lokasi dari bandara ini berada diluar Kota Yogyakarta.
Pembangunan jalan antar kota antar provinsi semakin digencarkan. Moda transportasi
penghubung seperti Bus TransKota Yogyakarta, Bus Damri, dan Kereta Api juga
semakin ditingkatkan kualitasnya. Dengan adanya pembangunan Bandara Adisutjipto,
pola pemekaran penduduk mengarah ke Kabupaten Sleman, lokasi didirikannya Bandara
Adisutjipto. Pusat ekonomi yang sebelumnya berada di Kota Yogyakarta juga mengalami
perambatan ke Kabupaten Sleman. Hal ini terlihat dengan banyaknya pendatang atau
masyarakat asli Kabupaten Sleman yang mencoba berbagai peluang bisnis seperti yang
dijelaskan diatas.

b. Pertumbuhan yang Didorong oleh Perkembangan Jaringan Transportasi Darat


Kota Yogyakarta sebagai pusat berbagai kegiatan mengalami perkembangan yang
cepat dan dinamis. Perkembangan yang paling mudah ditandai adalah perubahan wujud
fisik kota. Dibangunnya gedung-gedung pencakar langit, pusat perbelanjaan modern, dan
penambahan jaringan jalan sebagai bukti perubahan wujud fisik kota.
Pusat-pusat kegiatan yang berpusat di Kota Yogyakarta memberi prioritas
berkembangnya daerah-daerah pinggiran karena daerah pinggiran juga didukung oleh
adanya jaringan jalan yang memadai, pusat-pusat kegiatan masyarakat seperti perguruan
tinggi, pusat perniagaan. Keberadaan fasilitas-fasilitas inilah yang dapat memicu
timbulnya aktivitas lain yang pada akhirnya akan menarik banyak orang ke daerah
pinggiran ini. Daerah pinggiran pada Kota Yogyakarta ini terletak di zona utara, zona
timur, zona selatan, dan zona barat.
- Zona Utara
Perkembangan zona utara ini dimulai dari bagian selatan sesuai dengan jalur
transportasi. Di zona ini terdapat 3 jalur primer (jalur selatan menuju Kota Magelang
dan Semarang, jalur Ringroad utara, dan jalur timur menuju Solo) dan jalur sekunder
(jalur menuju Kecamatan Turi, Kaliurang, dan jalur Prambanan). Daerah permukiman
dengan kepadatan paling tinggi terdapat di daerah perbatasan dengan pusatkota. Kini,
permukiman telah mendominasi seluruh zona, terutama di sekitar jalur transportasi.
Perkembangan terjadi di sekitar jalur menuju Kota Magelang karena dipicu oleh
tumbuhnya sentra-sentra yang berbasis kegiatan ekonomi, sedangkan permukiman
yang pesat di sekitar jalur ringroad disebabkan karena tumbuhnya perguruan-
perguruan tinggi.
- Zona Selatan
Zona selatan terdiri dari empat kecamatan, meliputi Kecamatan Sewon, Bantul, Pleret
dan Jetis. Pola perkembangan jaringan jalan dan jalur transportasi di zona ini sangat
mempengaruhi perkembangan permukiman, sehingga pola besarnya adalah linear
mengikuti jalur transportasi menuju ke selatan.
Pada tahun 1992, permukiman hanya terlihat di bagian tengah zona (Kecamatan
Bantul dan Jetis). Pada tahun 1999, permukiman mendominasi di bagian utara
(perbatasan kota), namun disekitar jalur ringroad selatan masih didominasi oleh
persawahan. Pada tahun 2006, muncul permukiman di sekitar jalur-jalur tranportasi.
Perkembangan zona selatan dikategorikan lambat karena kurangnya daya tarik,
seperti tidak terdapatnya perguruan tinggi maupun pusat-pusat kegiatan perdagangan.
- Zona Barat
Zona barat dimulai ketika jaringan rel kereta api jalur selatan selesai dibangun. Zona
ini meliputi enam kecamatan yaitu Gamping, Godean, Seyegan, Sedayu, Kasihan dan
Pajangan. Perkembangan permukiman terjadi, terutama, di sekitar jaringan jalan yang
ada. Mengingat bahwa zona selatan ini dilewati oleh 3 jalur transportasi utama, yaitu
jalur Ringroad barat di sebelah timur, jalur selatan Jawa menuju kota Wates, dan jalur
barat menuju Godean, dengan adanya aksesibilitas seperti itu tentu saja zona ini
menjadi sangat memudahkan mobilitas para komuter. Permukiman ini tersebar di
sekitar jalur transportasi primer, yaitu jalur selatan dan jalur barat, sedangkan di
sepanjang jalur ringroad barat masih didominasi oleh lahan hijau berupa sawah dan
ladang.
- Zona Timur
Perkembangan di zona timur ini lebih mirip dengan zona barat, dimana
perkembangan zona ini dimulai sejak adanya jalur kereta api melintasi daerah ini.
Zona timur terdiri dari 3 kecamatan yaitu Banguntapan, Berbah dan Piyungan.

c. Pertumbuhan yang Didorong oleh Perkembangan Jaringan Transportasi Rel


Pengembangan moda transportasi kereta api pada awalnya dihubungkan dengan
sejumlah daerah yang memiliki potensi. Salah satunya adalah Yogyakarta. Pembangunan
rel kereta api di Yogyakarta berkaitan dengan potensi sumber daya alam di Yogyakarta,
yaitu perkebunan. Potensi yang dimiliki ini tentunya berhubungan dengan lapisan tanah
di daerah ini. Sularto (1976 : 24) menyebutkan jika jenis tanah yang ada di Yogyakarta
terdiri dari 5 jenis, yaitu Regosol, Latertic, Limestone, Gromosol dan Alluvial.
Stasiun Tugu adalah stasiun kereta api terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Stasiun ini mengangkut penumpang dan juga barang-barang untuk kegiatan industri.
Stasiun ini juga merupakan stasiun utama pemberhentian jalur luar kota. Hal ini tentunya
berperngaruh bagi kehidupan masyarakat yang tinggal disekitar stasiun dalam berbagai
bidang. Hal yang paling dominan adalah perkembangan di bidang ekonomi. Adanya
stasiun tentu mendongkrak kehidupan ekonomi masyarakat. Lapangan kerja terbuka luas,
mulai dari pedagang asongan, penjual jasa (becak, delman, angkutan umum, dll) hingga
ke tempat makan dan tempat penjual cinderamata. Lama-kelamaan dibangun perumahan
bagi para pedagang dan pekerja yang berlapangan kerja disekitar stasiun. Hal ini tentunya
membuat stasiun menjadi pusat kegiatan hingga radius tertentu sekitar wilayah stasiun.
Keberadaan stasiun juga berpengaruh pada sosial dan budaya masyarkat setempat.
Kedatangan wisatawan lokal maupun asing pun tentunya mempengaruhi aktivitas
masyarakat setempat. Perlahan-lahan kualitas sumber daya manusia setempat meningkat
mengikuti perkembangan sosial budaya yang berkembang. Begitu pula disekitar Stasiun
Lempuyangan, stasiun kedua di Kota Yogyakarta yang beraktivitas khusus untuk kereta
dengan kelas bisnis dan ekonomi. Mayoritas penumpangnya adalah masyarakat ekonomi
rendah ke bawah yang bermata pencaharian sebagai pedagang dan juga mahasiswa. Hal
ini berpengaruh kepada wilayah sekitar Stasiun Lempuyangan, sehingga tebentuk pasar
lokal Lempuyangan yang terletak di dekat Stasiun. Hal ini membuktikan bahwa
pergerakan penumpang rel kereta api pada stasiun Lempuyangan berpengaruh aktif pada
pergerakan masyarakat di sekitar stasiun.

Laksmita Dwi Hersaputri “Pertumbuhan Kota Yogyakarta Yang Dipengaruhi Oleh


Pertumbuhan Jaringan Jalan” https://www.scribd.com/document/332398427/Pertumbuhan-
Kota-Yogyakarta-yang-Dipengaruhi-oleh-Pertumbuhan-Jaringan-Jalan (diakses pada tanggal
17 Maret 2019)
Tutik Rahayu Ningsih “Pengaruh Keberadaan Kampus terhadap Perubahan Fisik Kawasan di
Sekitarnya”
https://www.researchgate.net/publication/327401193_PENGARUH_KEBERADAAN_KAM
PUS_TERHADAP_PERUBAHAN_FISIK_KAWASAN_DI_SEKITARNYA_STUDI_KAS
US_KAWASAN_BABARSARI_KECAMATAN_DEPOK_YOGYAKARTA (diakses pada
tanggal 17 Maret 2019)
Suryanto, dkk “Aspek Budaya Dalam Keistimewaan Tata Ruang Kota Yogyakarta”
http://journals.itb.ac.id/index.php/jpwk/article/viewFile/1354/1032 (diakses pada tanggal 17
Maret 2019)

Vous aimerez peut-être aussi