Vous êtes sur la page 1sur 54

BAB I

PENDAHULLUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah
reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini
yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxik
epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai
eritema multiforme (EM).
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat. Sinonimnya antara lain :
sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema
poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.
Etiologi SSJ suit ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai
faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap
obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur,
bakteri, parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin,
digitalis, kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar
X), lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan). Patogenesis SSJ sampai
saat ini belum jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas
tipe III (reaksi kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari
antigen atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi
hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah
reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik.
Insiden SSJ dan nekrolisis epidermal toksik (NET) dierkirakan 2-3%per
juta populasi setiaptahundi Eropa dan Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada
dewasa.
Di bagian ini setiap tahun terdapat kira-kira 12 pasien, umumnya pada
dewas. Hal tersebut berhubungan dengan kausaSSJ yang biasannya disebabkan
oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum menurun
seperti pada usia lanjut.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-baru
ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan TEN pada
dasar penentuan kriteria klinis.Konsep yang diajukan tersebut adalah untuk
memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum SJS/TEN. Eritem
multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi pasca infeksi, sering
rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan SJS/TEN ditandai oleh blister
yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi karena reaksi yang diinduksi oleh
obat dengan angka morbiditas yang tinggi dan prognosisnya buruk. Dalam konsep
ini, SJS dan TEN kemungkinan sama-sama merupakan proses yang diinduksi obat
yang berbeda dalam derajat keparahannya. Terdapat 3 derajat klasifikasi yang
diajukan :
1. Derajat 1 : erosi mukosa SJS dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

Dari jumlah kejadian diatas dan kondisi penyakit yang memerlukan


pendeteksian dan penanganan spesifik, penulis tertarik untuk menulis makalah “
Asuhan Keperawatan sindrom steven johnson”.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat mengetahui Asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami Sindrom Stevens-Johnson.

1.2.2. Tujuan Khusus:


a. Mahasiswa Mampu menjelaskan konsep teori Sindrom Stevens-Johnson
b. Mahasiswa Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan penyakit Sindrom
Stevens-Johnson
c. Mahasiswa Mampu merumuskan diagnose keperawatan.
d. Mahasiswa Mampu membuat rencana tindakan asuhan keperawatan pada pasien
Sindrom Stevens-Johnson
e. Mahasiswa Mampu menerapkan rencana yang akan di susun.
f. Mahasiswa Mampu menyimpulkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan

1.3 Metode Penulisan


Dalam penyususnan makalah ini menggunakan metode study pustaka,
dengan cara mengambil referensi dari beberapa sumber yang ada hubungannya
dengan Sindrom Stevens-Johnson.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1.Konsep Teori Penyakit


2.1.1. Pengertian
Sindrom Steven Johnson (SSJ) adalah sindrom yang mengenai kulit,
selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan
sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai
purpura (Djuanda, 2007).
Sindrom Steven Johnson adalah sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir diorifisium, dan mata dengan keadaaan umum bervariasi dengan ringan
sampai yanng berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura. (Muttaqin arif, 2012)
Stevens-Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit di mana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini di perkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. (NANDA, NIC-NOC)

2.1.2. ANATOMI FISIOLOGI KULIT

GAMBAR PERMUKAAN KULIT

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi tubuh
dari lingkungan luar, kulit tidak bisa terpisah dari kehidupan manusia yang
merupakan organ assensial dan vital, kulit juga merupakan cermin kesehatan dari
kehidupan seseorang. Luas kulit orang dewasa 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15%
berat badan. Kulit juga sangat komplek, elastis dan sensitif, bervariasi pada
keadaaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh.
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang bewarna terang (fair skin),
pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi,sserta
warna hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa.
Kulit secara garis besar tersususn atas 3 lapisan utama yaitu :
1. Lapisan epidermis (kutikel)
2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)
3. Lapisan subkutis (hypodermis)
1. Lapisan epidermis terdiri dari :
a. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling luar dan terdiri
atas sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya berubah menjadi
keratin (zat tanduk).
b. Stratum lusidum terdapat langsung dibawah lapisan korneum, yang merupakan
lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
protein yang disebut eleidin. Lapisan ini tampak/nyata pada telapak tangan dan
kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapisan sel-sel
gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar serta terdapat inti diantaranya dan
terdapat jelas pada telapak tangan dan kaki.
d. Stratum spinosum (stratum malphigi) disebut juga picle cell layer (lapisan
akanta). Sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen. Stratum balase
terdiri dari sel yang berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertical pada
pebatasan dermo epidermal seperti pagar (palisade) dan merupakan lapisan
epidermis yang paling bawah, sel basal ini mengadakan mitosis yang berfungsi
refroduktif.
Lapisan ini terdiri dari dua jenis sel yaitu?
a) Sel-sel ini berbentuk kolumnar denagn protoplasma terbentuk inti lonjong dan
besar berhubungan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.
b) Sel pembentuk melamin (melanosit) atau clear sell merupakan sel bewarna muda,
dengan sitiplasma basofilik dan inti gelap yang mengandung butir pigmen
(melanosomes).
2. Lapisan dermis
Lapisan ini tepatnya dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada epidermis
dan terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat. Secara garis besar elemen seluler
dan folikel rambut dibagi dua yaitu?
a. Pars papilare adalah bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare adalah bagian yang dibawahnya menonjol kearah subkutan terdiri
dari serabut-serabut penunjang, misalnya serabut (kolagen, elastin, dan retikulin).
Dasar (matriks) lapisan ini terdiri atas cairan kental, asam hialuronat dan
kondroitin sulfat yang terdapat pula fibroblast.
Serabut kolagen dibentuk oleh fibroblast, membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur
(dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga stabil). Serabut elastin
biasanya bergelombang, berbentuk amorf, mudah mengembang dan lebih elastis.
3. Lapisan subkutis
Lapisan ini adalah kelanjutan dari dermis dan terdiri dari jariangan ikat longgar
berisi sel-sel lemak didalam nya lapisan sel sel lemak disebut panikulus adipose
yang berfungsi sebagai cadangan makanan.
Bagian lain yang terdapat pada lapisan subkutis adalah :
a) Ujung-ujung saraf tepi
b) Pembuluh darah
c) Getah bening
Vaskularisasi dikulit diatur oleh 2 pleksus yaitu :
a) Pleksus yang terletak dibagian atas dermis (pleksus superficial) dan mengadakan
anastomosis di papil dermis
b) Pleksus yang terletak disubkutis (pleksus profunda) mengadakan anastomosis.
Adneksa kulit
Adneksa kult terdiri dari :
1.Kelenjar – kelenjar
2.Kuku
3.Rambut
1. Kelenjar kulit terdapat di lapisan Dermis yang terdiri dari :
a. Kelenjar Keringat (Glandula Sudorifera)
ada dua macam kelenjar keringat yaitu :
1) Kelenjar Ekrin yang kecil-kecil dan terletak dangkal pada dermis dengan secret
yang encer, dan telah terbentuk sempurna pada 28 minggu kehamilan, berfungsi
40minggu setelah kelahiran berbentuk spiral dan bermuara langsung di
permukaan kulit, terbanyak di telapak dan kaki.
2) Kelenjar Apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih
kental, dipengaruhi oleh saraf adrenergic, labio minora dan saluran telinga luar.
3) Fungsi apokrin pada manusia belum jelas, pada waktu lahir kecil, dan pada
pubertas mulai besar dan mengeluarkan secret keringat yang mengandung air,
elektrolit, asam laktat dan glukosa, pH sekitar 4-6,8.
b. Kelenjar palit (grandula sebasea)
Terletak diseluruh permukaan kulit kecuali di telapak kaki dan kaki. Kelenjar palit
disebut juga kelenjar holokrin karena tidak berlumen dan secret kelenjar ini
berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar.
Kelenjar palit terdapat disampaing akar rambut (folikel rambut). Sebelum
mengandung trigleserida, asam lemak bebas, skualen, wax ester, dan kolestrol.
Sekresi dipengaruhi oleh hormon hedrogen, dan berfungsi aktif pada usia
pubertas.
2. Kuku
Kuku adalah lapisan terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal.
Bagian-bagian dari kuku adalah :
a. Nail vood (akar kuku) terbenam dalam kulit.
b. Badan kuku bagian yang terbuka di atas jaringan lunak kulit
c. Ujung kuku bagian yang bebas (pertumbuhannya lebih kurang 1 mm/minggu)
d. Nail grove (sisi kuku) bagian yang agak cekung membentuk alur kuku.
e. Epinilium (kulit tipis) bagian proksimal yang menutupi kuku
f. Hiponiklum kulit yang ditutupi bagian kulit.
3. Rambut
Rambut adalah suatu pertumbuhan yang keluar dari kulit dan terdapat diseluruh
tubuh, kecuali pada telapak tangan dan kaki. Bagian yang terbenam dalam kulit
disebut akar rambut, bagian yang berada diluar kulit disebut batang rambut. Dua
(2) macam tife rambut yaitu :
a. Rambut lanugo yang merupakan rambut halus tidak mengandung pigmen dan
terdapat pada bayi
b. Rambut terminal yaitu rambut yang lebih kasar dengan banyak pigmen,
mempunyai medulla dan terdapat pada orang dewasa.
Fungsi kulit
Fungsi kulit utama yaitu :
a. Proteksi
b. Absorbs
c. Ekskresi
d. Persepsi
e. Pengaturan suhu tubuh (termoregulator)
f. Pembentukan pigmen
g. Pembentukan vitamin D
h. Keratinisasi
1. Fungsi proteksi adalah menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisi atau
meknis.
a. Gangguan fisis missal nya :
- tekanan
- gesekan
- tarikan
b. gangguan kimiawi missal nya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan.
Contohnya : lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya.
- gangguan bersifat panas misalnya : radiasi, sengatan sinar ultra violet
- gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur
2. fungsi absobsi
fungsi absobsi adalah kulit yang sehat dan tidak budah menyerab air, larutan dan
benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap mudah diserap, begitu pula yang
larut dalam lemak. Stratum korneum mampu untuk menyerap air dan mencegah
kehilangan air dan mencegah kehilangan air dan elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh.

3. Fungsi eksresi
4. Fungsi eksresi adalah mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna atau sisa
metabolisme dalam tubuh berupa NaCL, Urea, asam urat dan ammonia.
5. Fungsi persepsi
Fungsi persepsi adalah fungsi terhadap ransangan panas yang diperankan oleh
badan-ruffini di dermis dan subkutis.
6. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Pengaturan suhu tubuh adalah peran kulit untuk mengeluarkan keringat dan
mengerutkan otot (kontraksi oto) pembuluh darah kulit.
7. Fungsi pembentukan pigmen
Fungsi pembentukan pigmen yang terletak dilapisan basal ini bersal dari rigi saraf
(melanosif) dan peran untuk menentukan warna kulit, ras maupun individu
8. Fungsi penbentukan vitamin D
Fungsi penbentukan vitamin D yang dapat mengubah 7 dihidrogsi kolestrol
dengan bantuan sinar matahari, kebutuhan vitamin tidak cukup dengan sinar
matahari sehingga vitamin D dapat diperlukan dengan pemberian system vitamin
D sistemik.
9. Fungsi keratinisasi
Fungsi keratinisasi yang terdapat pada epidermis dewasa yang mempunyai tiga (3)
jenis sel utama yaitu :
1) Keratinosis dimulai dari sel basah yang mengadakan pembelahan sehingga terjadi
perubahan bentuk menjadi sel spinosum makin ke atas sel granulosum
2) Sel langerhans
3) Sel melanosit

2.1.3. ETIOLOGI
Penyeban utama adalah alergi obat, lebih dari 50%.sebagian kecil karena
infeksi, vaksinas, penyakit graft-versus-host, neoplasma, dan radiasi.
Pada penelitian adhi djuanda selaama 5 tahun(1998-2002) SSJ yang
diduga alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul
karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat.
Kausa yang lain amoksisilin, kotrimokssasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan
adiktif.

1.1.4. PATOFISIOLOGI
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena alergi tipe II dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresitipasi sehingga terjadi aktivitas sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan pada jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi
akibat limposit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang
sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
WOC sindrom Stevens Johnson
Menurut muttaqin dan sari

Reaksi alergi tipe III dan IV


Terbentuknya kompleks antigen antibodi
Aktivasi sistem komponen

Sensitivitas limposit T
Akumulasi neutropil
Peningkatan Respon Radang
Kerusakan jaringan pada organ sasaran
Kerusakan integritas jaringan
Trias gangguan pada kulit, mukosa, dan mata
Respons lokal: eritema, vesikel dan bula
Respons inflamasi
sistemik
Kerusakan sarap perifer
Port de
infeksi
Gangguan gastrointestinal demam Malaise

Kondisi kerusakan jaringan kulit


Nyeri
Risiko tinggi infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang Defisit perawatan diri
Gangguan gambaran diri Kecemasan
Respons
psikologi

Gambar 6.5. Patofiologi sindrom Stevens Johnson pada masalah keperawatan.

2.1.5. TANDA DAN GEJALA


Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan
umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya dari penyakit akut
dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa : Kelainan kulit, Kelainan
selaput lendir di orifisium dan Kelainan mata.

1. Kelainan Kulit
Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan
bula kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
juga disertai purpura.

2. Kelainan Selaput lender di orifisium


Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut (100%),
kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan dilubang
hidung dan anus jarang ditemukan (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikal dan bula yang cepat memecah hingga menjadi
erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Di mukosa mulut juga dapat terbentuk
pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam
yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius
bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita
sukar/tidak dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan
keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan Mata
Kelainan mata, merupakan 80 % diantara semua kasus; yang tersering
ialah konjungtivitis kataralis, selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan iridosiklitis.
Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,
misalnya : nefritis dan onikolosis.

2.1.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Pemeriksaan Laboratorium :
 Tidak ada pemeriksaan labor (selain biopsi) yang dapat membantu dokter dalam
menegakkan diagnosa.
 Pemeriksaan darah lengkap (CBC) dapat menunjukkan kadar sel darah putih
yang normal atau leukositosis nonspesifik. Penurunan tajam kadar sel darah putih
dapat mengindikasikan kemungkinan infeksi bakterial berat.
 Pemeriksaan elektrolit
 Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi dicurigai terjadi.
 Pemeriksaan bronchoscopy, esophagogastro duodenoscopy (EGD), dan
kolonoskopi dapat dilakukan
B. Imaging Studies
Chest radiography untuk mengindikasikan adanya pneumonitis
C. Pemeriksaan histopatologi dan imonohistokimia dapat mendukung
ditegakkannya diagnosa.

2.1.7. PENATALAKSANAAN
a. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk dan lesi
menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid merupakan
tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari.
Pasien steven-Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason
6×5 mg intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara cepat,
setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari, deksametason
intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone yang
diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari, sehari kemudian
diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Lama
pengobatan kira-kira 10 hari. Seminggu setelah pemberian kortikosteroid
dilakukan pemeriksaan elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi,
misalnya bila terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah
garam bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok dekanoat
dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa (dosis untuk anak
tergantung berat badan).

b. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia yang dapat
menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang menyebabkan alergi,
berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya gentamisin dengan dosis 2 x
80 mg.

c. Infus dan tranfusi darah


Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting karena
pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan tenggorokan serta
kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan infus misalnya glukosa 5 %
dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi perbaikan dalam 2-3 hari, maka
dapat diberikan transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut,
terutama pada kasus yang disertai purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura
yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena
sehari dan hemostatik.

d. Topikal :
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in orabase. Untuk
lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim sulfadiazine perak.

2.1.8. KOMPLIKASI
1. Bronkopneumonia (16%)
2. sepsis
3. kehilangan cairan/darah
4. gangguan keseimbangan elektrolit
5. syok
6. kebutaan gangguan lakrimasi

2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian
1. Biodata
a. Identitas klien meliputi nama, umur : sering terjadi pada anak-anak di bawah 3
tahun, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, No register, dan
diagnosa medis.
b. Identitas orang tua yang terdiri dari : Nama Ayah dan Ibu, usia, pendidikan,
pekerjaan/sumber penghasilan, agama, dan alamat.
c. Identitas saudara kandung meliputi nama, usia, jenis kelamin, hubungan dengan
klien, dan status kesehatan.

2. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan saat ini juga, alasan kenapa masuk rumah sakit

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Gejala awal yang muncul pada anak. Bisa demam tinggi, malaise, nyeri, batuk,
pilek, Kulit eritema, papul, vesikel, bula yang mudah pecah sehingga terjadi erosi
yang luas, sering didapatkan purpura.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan Kemungkinan memakan
makanan/minuman yang terkontaminasi, infeksi obat-obatan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Berkaitan erat dengan penyakit keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota
keluarga yang pernah menderita penyakit yang sama.

4. Pemberian Sistem
a. Aktivitas
Gejala: kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas biasanya.
Tanda: kelelahan otot.
Peningkatan kebutuhan tidur, soporous sampai koma.

b. Sirkulasi
Gejala: palpitasi.
Tanda: takikardi, mur-mur jantung.
Kulit, membran mukosa pucat, ruam di seluruh tubuh
Defisit saraf kranial dan/atau tanda perdarahan cerebral.
c. Eliminasi
Gejala: nyeri tekan perianal, nyeri.
d. Integritas ego
Gejala: perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Tanda: depresi, menarik diri, ansietas, takut, marah, mudah terangsang.
Perubahan alam perasaan, kacau.
e. Makanan/cairan
Gejala: kehilangan nafsu makan, anoreksia, mual.
Perubahan rasa/penyimpangan rasa.
Penurunan berat badan.
f. Neurosensori
Gejala: kurang/penurunan koordinasi.
Perubahan alam perasaan, kacau, disorientasi, ukuran konsisten.
Pusing, kesemutan parastesi.
Tanda: otot mudah terangsang, aktivitas kejang.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri orbital, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, nyeri tekan sternal, kram
otot.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, fokus, pada diri sendiri.
h. Pernapasan
Gejala: napas pendek dengan kerja minimal.
Tanda: dispnea, takipnea, batuk.
Gemericik, ronki.
Penurunan bayi napas.
i. Keamanan
Gejala: riwayat infeksi saat ini/dahulu, jatuh..
Gangguan penglihatan/kerusakan.
Perdarahan spontan tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda: demam, infeksi.
Kemerahan, purpura, perdarahan retinal, perdarahan gusi, atau epistaksis.
Pembesaran nodus limfe, limpa, atau hati (sehubungan dengan invasi jaringan)
Papil edema dan eksoftalmus.
j. Seksualitas
Gejala: perubahan libido.
Perubahan aliran menstruasi, menoragia.
Lipopren.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: riwayat terpajan pada kimiawi, mis : benzene, fenilbutazon, dan
kloramfenikol(kadar ionisasi radiasi berlebihan, pengobatan kemoterapi
sebelumnya, khususnya agen pengkilat.
Gangguan kromosom, contoh sindrom down atau anemia franconi aplastik

2.2.2. Diagnosis Keperawatan


1. Kerusakan pada integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi lokal
2. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat
respons sekunder dari kerusakan krusta pada mukosa mulut.
3. Risiko tinggi Infeksi b.d. penurunan imunitas, adanya port de entree pada lesi.
4. Nyeri b.d kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak.
5. Defisit perawatan diri b.d. kelemahan fisik secara umum.
6. Gangguan gambaran diri (citra diri) b.d. perubahan struktur kulit, perubahan
peran keluarga.
7. Kecemasan b.d. kondisi penyakit, penurunan kesembuhan.
2.2.3. Intervensi Keperawatan
Tujuan intervensi keperwatan adalah peningkatan integritas jaringan kulit,
terpenuhinya intake nutrisi harian, penurunan risiko infeksi, menurunkan stimulus
nyeri, mekanisme koping yang efektif, dan penurunan kecemasan. Untuk risiko
infeksi dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien NET. Pada
gangguan gambaran diri (citra diri), intervensi dapat disesuaikan pada masalah
yang sama pada pasien psoariasis. Sementara itu, intervensi defisit perawatan diri
dan kecemasan dapat disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien pemfigus
vulgaris.

Gangguan Integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi


Tujuan : Dalam 5 x 24 jam integritas kulit membaik secara optimal
Kriteria evaluasi :
Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi proarisis berkurang.
Kaji kerusakan jaringan kulit Menjadi data dasar untuk memberikan
yang terjadi pada klien informasi intervensi perawatan yang akan
digunakan.
Lakukan tindakan peningkatan Perawatan lokal kulit merupakan
integritas jaringan penatalaksanaan keperawatan yang penting.
Jika diperlukan berikan kompres hangat, tetapi
harus dilaksanakan dengan nhati-hati sekali
pada daerah yang erosif atau terkelupas. Lesi
oral yang nyeri akan membuat higiene oral
dipelihara.
Lakukan oral higiene Tindakan oral higiene perlu dilakukan untuk
menjaga agar mulut selalu bersih. Obat kumur
larutan anestesi atau agen gentian violet dapat
digunakan dengan sering untuk membersihkan
mulut dari debris, menmgurangi rasa nyeri
pada daerah ulserasi dan mengendalikan bau
mulut yang amis. Rongga mulut harus dicatat,
serat dilaporkan. Vaselin (atau salep yang
diresepkan dokter) dioleskan pada bibir.

Gambar 6.7 Tindakan oral higiene mengfgunakan gentian violet dapat dilakukan
dengan sering untuk membersihkan mulut dari debris dan untuk mmeningkatkan
integritas mukosa mulut dan menurunkan risiko infeksi pada rongga mulut.

Gangguan integritas kulit b.d. lesi dan reaksi inflamasi


Intervensi Rasional
Tingkatan asupan nutrisi Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
Evaluasi kerusakan jaringan dan Apabila masih belum mencapai dari kreteria
perkembangan pertumbuhan evaluasi 5 x 24 jam, maka perlu dikaji ulang
jaringan faktor-faktor mmenghambat pertumbuhan dan
perbaikan dari lesi
Lakukan intervensi untuk Perwatan ditempat khusus untuk mencegah
mencegah komplikasi infeksi. Monitor dan evaluasi adanya tanda
dan gejala komplikasi. Pemantauan yang ketat
terhadap tanda-tanda vital dan pencatatan
setiap perubahan yang serius pada fungsi
respiratorius, rental, atau gastrointestinal dapat
mendeteksi dengan cepat dimulainya suatu
infeksi.
Tindakan asepsis yang mutlak harus selalu
dipertahankan selama pelaksanaan perawatan
kulit yang rutin.m encuci tangan dan
mengenakan sarung tangan steril ketika
melaksanakan prosedur tersebut diperlukan
setiap saat.
Ketika keadaannya meliputi bagian tubuh
yang luas, pasien harus dirawat dalam sebuah
kamar pribadi untuk mencegah kemungkinan
infeksi silang dari pasien-pasien lain.
Para pengunjung harus mengenmakan pakaian
pelindung dan mencuci tangan mereka
sebelum menyentuh pasien. Orang-orang yang
menderita penyakit menular tidak boleh
mengunjungi pasien sampai mereka sudah
tidak lagi berbahaya bagi kesehatan pasien
tersebut.
Kolaborasi untuk pemberian Kolaborasi pemberian glukokorikoid misalnya
kortikosteroid metil prednisolon 80 – 120 mg petoral (1,5-2
mg/KgBB/hari)atau pemberian deksametason
injeksi (0,15-0,2 mg/ KgBB/hari).
Kolaborasi untuk mpemberian Pemberian antibiotik untuk infeksi dengan
antibiotik catatan menghindari pemberian sulfonamide
dan antibiotik yang sering njuga sebagai
penyebab SJS misalnya penisilin,
cephalosporin. Sebaiknya antibiotik yang
ndiberikan bertdfasarkan hasil kultur kulit,
mukosa, dan sputum. Dapat dipakai injeksi
gentamisin 2 – 3 x 80 mg iv (1-15
mg/KgBB/kali {setiap pemberian})

Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat efek
sekunder dari kerusakan krusta pada mulut
Tujuan dalam waktu 5 x 24 jam setelah dibersihkan asupan nutrisi pasien
terpenuhi.
Kriteria evaluasi :
Pasien dapat mempertahankan status asupan anutrisi yang adekurat.
Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Penurunan berat badan selama 5 x 24 jam tidak melebihi dari 0,5 kg
Intervensi Rasional
Kaji status nutrisi pasien, turgor Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
kulit, badan dan derajat untuk menetapkan pilihan intervensi yang
penurunan berat badan, tepat.
integritas mukosa oral, Berat badan pasien ditimbang setiap hari (jika
kemampuan menelan, serta perlu gunakan timbangan tempat tidur).
riwayat mual/muntah. Lesi oral dapat mengakibatkan disfagia
sehingga memerlukan pemberian makanan
melalui sonde atau terapi nutrisi parenteral
total.
Formula enteral atau suplemen enteral yang
diprogramkan diberikan melalui sonde sampai
pemberian peroral dapat ditoleransi.
Penghitungan jumlah kalori per hari dan
pencatatan semua intake, serta output yang
akurat sangat penting.

Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d. intake tidak adekuat efek
sekunder dari kerusakan krusta pada mulut
Intervensi Rasional
Evaluasi adanya alergi makanan Beberapa pasien mungkin mengalami alergi
dan kontraindikasi makanan. terhadap beberapa penyakit lain, seperti
diabetes melitus, hipertensi, gout, dan lainnya
yang memberikan manifestasi terhadap
persiapan komposisi makanan yang akan
diberikan.
Fasilitas pasien memperoleh Memperhitungkan keinginan individu dapat
diet biasa yang disukai pasien memperbaiki asupan nutrisi.
(sesuai indikasi).
Lakukan dan ajarkan perawatan Menurunkan rasa tak enak karena sisa
mulut sebelum dan sesudah makanan atau bau obat yang dapat
makan, serta sebelum dan merangsang pusat muntah.
sesudah intervensi /
pemeriksaan peroral.
Fasilitas pasien memperoleh Asupan minuman mengandung kafein
diet sesuai indikasi dan anjurkan dihindari karena kafein adalah stimulan sistem
menghindari asupan dari agen saraf pusat yang mengikatkan aktivitas
iritan. lambang dan sekresi pepsin.
Berikan makan dengan perlahan Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
pada lingkungan yang tenang. makan tanpa adanya distraksi / gangguan dari
luar.
Anjurkan pasien dan keluarga Meningkatkan kemandirian dalam pemenuhan
untuk berpartisipasi dalam asupan nutrisi sesuai dengan tingkat toleransi
pemenuhan nutrisi. individu

Gamabr 6.8 Pasien dan keluarga diajarkan dalam mpemenuhan asupan nutrisi
mandiri. Dengan perlahan asupan nutrisi diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi.
Kolaborasi dengan ahli gizi Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi
untuk menetapkan komposisi yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
dan jenis diet yang tepat. kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik pasien.

Nyeri b.d. kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak


Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri/hilang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi Skala nyeri
0-1 (0-4). Dapat mengindentifikasi aktivitas yang bmeningkatkan atau
menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah.
Intervensi Rasional
Kaji nyeri dengan pendekatan Menjadi parameter dasar untuk mengetahui
PQRST. sejauh mana intervensi yang diperlakukan dan
sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi
manajemen nyeri keperawatan.

Nyeri b.d. kerusakan jaringan lunak, erosi jaringan lunak


Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu pasien Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
dengan tindakan pereda nyeri dan nonfarmakologi lainnya telah
nonformakologi dan noninvasif menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan :
 Atur posisi fisiologi Posisi fisiologi akan meningkatkan asupan O2
ke jaringan yang mengalami peradangan.
Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah
yang berlawanan dengan letak dari lesi.
Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lokal
dilakukan imobilisasi untuk menurunkan
respons peradangan dan meningkatkan
kesembuhan.
 Istirahatkan klien Istirahat diperlukan selama pase akut. Kondisi
ini akan meningkatkan suplai darah pada
jaringan yang mengalami peradangan.

 Bila perlu premedikasi sebelum Kompres yang basah dan sejuk atau terapi

mmelakukan perawatan luka. rendaman merupakan tindakan protektif yang


dapat mengurangi rasa nyeri. Pasien dengan
lesi yang luas dan nyeri harus mendapatkan
premedikasi dahulu dengan preparat analgesik
sebelum perawatan kulitnya mulai dilakukan.
 Manajemen lingkungan : Lingkungan tenang akan menurunkan
lingkungan tenang dan batasi stimulus nyeri ekternal dan pembatasan
pengunjung. pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjungyang berbeda di
ruangan.
 Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan
pernapasan dalam menurunkan nyeri sekunder dari peradangan.

 Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


saat nyeri. menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat

 Lakukan manajemen sentuhan. membantu menurunkan nyeri.


Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat
membantu menurunkan nyeri. Masase ringan
dapat meningkatkan aliran darah dan dengan
otomatis membantu suplai darah dan oksigen
ke area nyeri dan menurunkan sensai nyeri.
Kolaborasi dengan dokter, Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
pemberian analgetik. nyeri akan berkurang.

2.2.4. Implementasi keperawatan


Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan mencapai tujuan
spesifik. Implementasi dilakukan pada klien dengan sindrom steven jhonson,
Tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah dilakukan
sebelumnya. Dalam tindakan ini diperlukan kerja sama antara perawat sebagai
pelaksana asuhan keperawatan, tim kesehatan, klien dan kluarga agar asuhan
keperawatan yang diberikan bisa berkesinambungan sehingga klien dan keluarga
dapat menjadi mandiri.

2.2.5. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
penilaian dari perubahan keadaan yang dirasakan klien sehubungan dengan
pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan. Tahap ini merupakan kunci dari
keberhasilan dalam melaksanakan proses keperawatan, dari hasil evalusi ini
merupakan kemungkinan yang akan terjadi untuk menentukan asuhan
keperawatan selanjutnya. Meskipun evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses
keperawatan tetapi tidak berhenti sampai disini, jika maslah belum teratasi atau
timbul masalah baru maka tindakan perlu dilanjutkan atau dimodifikasi kembali.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi
melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri, protozoa
maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat mengenali
antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan penyakit sistem imun
dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven Johnson atau yang biasanya
disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah atau akut berat. Penyakit ini
disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas terhadap obat, infeksi virus,
bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya. Apabila mengalami penyakit ini maka
akan mengalami tanda dan gejala seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput
lendir orifisium, dan kelainan pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah dengan tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum,
khusus sistemik dan topikal.
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis
erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,
mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat
Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua dokter,
dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki. Namun dokter
tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya.

4.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam rangka
meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-saran adalah sebagai
berikut :
1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven
johnson hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat dilakukan
tindakan keperawatan.

2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik
secara teoritis maupun praktek tentang penyakit steven johnson agar dapat
melakukan tindakan keperawatan.
3. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga
pada penderita steven johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis yang
seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan untuk
mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit steven johnson.
DAFTAR PUSTAKA

Adhi, Djuanda. 2007. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas kedokteran
universitas Indonesia. Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta.


Salemba Medika.

Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-


NOC. 2013. Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.

Hetharia, Rospa. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen.


Diposkan oleh daniz fikhri di 09.04
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Senin, 28 April 2014

syndrom steven jhonson Askep + kasus

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Penyakit.


2.1.1. Pengertian.
Syndrome Steven Johnson (SSJ) adalah Syndrome yang mengenai kulit, selaput
lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat.
Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel / bula dapat disertai purpura.( Djuanda, 1993
: 107 ).
Syndrome Steven Johnson (SSJ) adalah penyakit kulit akut dan berat yang terdiri
dari eropsi kulit, kelainan mukosa dan konjungtivitis. ( Junadi, 1982 : 480 ).
Syndrome Steven Johnson (SSJ) adalah syndrome kelainan kulit berupa eritema,
vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang
oritisium dan dengan keadaan umum bervariasi dan baik sampai buruk. ( Mansjoer, A,
2000 : 136 ).
Jadi syndrome steven johnson (SSJ) adalah suatu syndrome berupa kelainan kulit
pada selaput lendir oritisium mata, genital.
2.1.2. Anatomi
Fisiologi Sistem Integumen.

Gambar 1

Gambar 2
2.1.3. Etiologi.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa faktor yang dapat
dianggap sebagai penyebab, adalah :
1. Alergi obat secara sistemik ( misalnya penisilin, analgetik, anti- peuritik ) : Penisilline dan
semisintetiknya, Sterptomecine, Sulfonamide, Tetrasiklin, Anti piretik / analgetik (dentat,
salisil / perazolon, metamizol, metampiron, dan paracetamol ). Kloepromazin,
Karbamazepin, Kirin antipirin, Tegretol.
2. Inspeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, dan parasit ).
3. Neoplasma dan faktor endoktrin.
4. Faktor fisik ( sinar matahari, radiasi, sinar x ).
5. Makanan.
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,
walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.
SSJ dapat disebabkan infeksi virus: herpes simplex virus, influenza, mumps, cat-
scratch fever, histoplasmosis, Epstein-Barr virus, atau sejenis), reaksi allergi karena obat-
obatan (diclofenac, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin, penicillins, barbiturates,
sulfonamides, phenytoin, azithromycin, modafinil, lamotrigine, nevirapine, ibuprofen,
ethosuximide, carbamazepine, etambutol, tetracyclin, digitalis, kontraseptif, makanan
(coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain penyakit colagen, keganasan
(carcinomas and lymphomas), atau faktor idiopathic (lebih dari 50%). SSJ juga dilaporkan
sebagai akibat pemakaian obat herbal yang tidak umum yang mengandung ginseng.
Syndrome steven jhonson (SSJ) dapat juga disebabkan oleh pemakaian narkotika jenis
cocaine. (dr. Mulyadi Tedjapranata, 2009)
2.1.4. Patofisiologi.

Patogenesisnya belum
jelas, disangka disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro presitipasi sehingga
terjadi aktivasi neutrofil yang kemudian melepaskan lysozim dan menyebabkan
kerusakan jaringan dan organ sasaran (target organ). Reaksi tipe IV terjadi akibat lysozim
T yang tersensitisasi berkontrak kembali dengan antigen yang sama kemudian lysozim
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang. (Agung Hidayat, 2009).
(Sumber :
siti,
kresno,
2003)
2.1.5. Manifestasi Klinis
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia kurang dari 3 tahun. Keadaan umumnya
bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita
dapat berespons sampai koma. Mulainya dari penyakit akut dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri
tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :


a. Kelainan kulit
b. Kelainan selaput lendir di orifisium
c. Kelainan mata

1. Kelainan Kulit.

Kelainan kulit terdiri atas eritema, papul, vesikel, dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Dapat juga disertai purpura.

2. Kelainan Selaput lender di orifisium.

Kelainan di selaput lendir yang sering ialah pada mukosa mulut, kemudian genital,
sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan. Kelainan berupa vesikal dan bula
yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga
dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna
hitam yang tebal. Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius
bagian atas dan esophagus. Stomatitis ini dapat menyeababkan penderita sukar/tidak
dapat menelan. Adanya pseudo membran di faring dapat menimbulkan keluhan sukar
bernafas.

3. Kelainan Mata.
Kelainan mata yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang.
a. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka
penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.
b. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan
edema intrasel di epidermis.
c. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta
terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
2.1.7. Kompikasi .

Komplikasi yang tersering ialah bronkopneumonia, kehilangan cairan / darah,


gangguan keseimbangan elektrolit dan syok. Pada mata dapat terjadi kebutaan karena
gangguan lakrimal.
2.1.8. Penatalaksanaan.
Pada umumnya penderita SSJ datang dengan keadan umum berat sehingga terapi
yang diberikan biasanya adalah :
a. Cairan dan elektrolit, serta kalori dan protein secara parenteral.
b. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi
kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
c. Kotikosteroid parenteral: deksamentason dosis awal 1mg/kg BB bolus, kemudian
selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kg BB tiap 6 jam. Penggunaan steroid sistemik masih
kontroversi, ada yang mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada
anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang
signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan
menyelamatkan nyawa.
d. Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat
(Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk
usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin
dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6
tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian
antibiotik topikal.
e. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
f. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
g. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
h. Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi,
berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya
klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

(dr. Mulyadi Tedjapranata, 2009)


2.1.9. Prognosis.
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila
terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis. (dr. Mulyadi
Tedjapranata, 2009)

2.2. Konsep Askep


2.2.1. Pengkajian.
A. Pengkajian
a. Anamnesa riwayat pengobatan pasien
b. Pemariksaan secara Haed to toe
c. Pemeriksaan fisik
Agar data yang diperoleh dalam pengkajian benar-benarr tepat, pengkajian harus
dilakukan dengan pencahayaan yanng menadai kulit harus dikaji secara menyeluruh dan
tidak terbatas pada lokasi abnormal saja
Pengkajian kulit.
1. Insfeksi
Warna kult, Kelembapan kulit, Lesi, Kelainan di selaput lendir yang sering ialah mukosa
mulut, kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan, mata
yang sering ialah konjungtivitis, perdarahan, simblefarop, ulkus kornea, iritis dan
iridosiklitis Kelainan juga dapat dilihat berupa vesikal dan bula yang cepat memecah
hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Juga dapat terbentuk
pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam yang
tebal.
2. Palpasi
Turgor kulit, Edema, Elastis kulit
c. Gambaran klinik
d. Histopatologi
f. Riwayat kesehatan : riwayat alergi, reaksi alergi terhadap makanan, obat serta zat kimia,
masalah kulit sebelumnya dan riwayat kanker kulit.
g. Riwayat Kesehatan Kelauarga : ada atau tidak anggota keluarga yang mengalami riwayat
penyakit alergi
h. Pemeriksaan kulit infeksi dan
I : Warna, suhu, kelembapan, kekeringan, factor
P : Turgor kulit, edema
- Data Fokus
DS : Gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandanganya kabur, aktivitas menurun.
DO : Kemerah-merahan, memegangi tenggorokan, gelisah untuk melihat, tampak lemas dalam
aktivitas
- Data Penunjang
 Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
 Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah,
degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.
 Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG,
IgM, IgA.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan.
Adapun diagnosa yang dapat dianggkat dengan pasien yang mengalami gangguan
syndron steven johnson (Hetharia, rospa : 2009 )
1. Gangguan rasa nyaman, demam, nyeri kepala, tenggorokan b.d adanya bula
2. Gangguan pemenuhan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh b.d sulit menelan
3. Gangguan integritas kulit b.d bula yang mudah pecah
4. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurang informasi
5. Potensial terjadi infeksi sekunder b.d efek samping terpasangnya infus dan
terapis steroid
2.2.3. Rencana Keperawatan.
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1. Gangguan rasaTujuan :  Berikan kompres dingin
nyaman, demam,Klien merasa nyaman dalam  Berikan pakaian yang tipis
nyeri kepala,waktu 2 x 24 jam dari bahan yang menyerap
tenggorokan b.dKriteria hasil :  Hindarkan lesi kulit dari
adaya bula Nyeri berkurang / hilangEkpresi manipulasi dan tekanan
muka rileks  Usahakan pasien bias
istirahat 7-8 jam sehari.
 Monitor balance cairan

 Monitor suhu dan nadi tiap 2


jam
2. Gangguan Tujuan :  Kaji kemampuan klien untuk
pemenuhan nutrisi :Kebutuhan nutrisi terpenuhi menelan
Kurang dariselama perawatan  Berikan diet cair
kebutuhan tubuh b.dKriteria hasil :  Jelaskan pada klien dan
sulit menelan Tidak ada tanda-tanda dehidrasi keluarga tentang pentingnya
Diet yang disediakan habis nutrisi bagi kesembuhan
Hasil elektrolit serum dalam klien
batas normal  Monitoring balance cairan
 Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi dan gangguan
elekrolit

 K/P kolaborasi untuk


pemasangan NGT
3. Gangguan integritasTujuan :  Kaji tingkat lesi
kulit b.d bula yangKerusakan integritas kulit  Hindarkan lesi dari
mudah pecah menunjukan perbaikan dalam manipulasi dan tekanan
waktu 7-10 hari  Berikan diet TKTP
Kriteria hasil :  Jaga linen dan pakaian tetap
Tidak ada lesi baru kering dan bersih
Lesi lama mengalami involusi
Tidak ada lesi yang infekted  Berikan terapi topical sesuai
dengan program
4. Kurang pengetahuanTujuan :  Kaji tingkat pengetahuan
tentang prosesPengetahuan klien/keluarga klien/ keluarga tentang
penyakit b.d kurangakan meningkat setelah penyakitnya
informasi diberikan penyuluhan kesehatan  Jeslakan proses penyakit
Kriteria hasil : dengan bahasa yang
Klien/keluarga mengerti tentang sederhana
penyakitnya  Jelaskan tentang prosedur
Klien/keluarga kooperatif dalam perawatan dan pengobatan
perawatan /pengobatan
 Berikan catatan obat-obat
yang harus dihindari oleh
klien
5. Potensial terjadiTujuan :  Hindari lesi kulit dari
infeksi sekunder b.dTidak terjadi infeksi sekunder kontaminasi
efek sampingselama dalam perawatan  Dresing infus dan lesi tiap
terpasangnya infusKriteria hasil : hari
dan terapis steroid Tidak ada tanda infeksi  Kaji tanda –tanda infeksi
lokal maupun sistemik
 Ganti infus set dan abocatin
tiap 3 hari

 Kolaborasi untuk
pemeriksaan Ro thorax dan
labortorium
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 10 Maret 2011
Tanggal masuk rumah sakit : 08 Maret 2011
Ruang/kamar : Angrek/ 10
No register : 1245227

a. identitas
nama : Tn . A
umur : 20 tahun
jenis kelamin : laki- laki
agama : islam
alamat : Jl. Flamboyan 4 Bengkulu
penanggung jawab pasien
nama : Tn .B
pekerjaan : PNS
umur : 23 Thn
hubungan dengan pasien : ayah pasien
alamat : Jl. Flamboyan. 4 Bengkulu

2. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien datang ke RSUD DR.M. Yunus pada tanggal 08 maret 2010 dengan keluhan gatal-
gatal pada tubuh klien, serta adanya bengkak dan kemerahan pada kulit dan lidah klien,
saat dilakukan pengkajian ulang tingkat kesadaran klien somnolen serta kemerahan dan
bengkak pada kulit, tetapi rasa gatal-gatal masih dirasakan oleh klien.
B.Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sering mengalami alergi terhadap makanan laut seperti udang.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada keluarga klien yang menderita peanyakit yang sama dengan klien
3.Pola Kebiasaan Sehari-hari
No Kebiasaan Dirumah Dirumah sakit
1. A. Makan
- Frekuensi 3 x sehari 3 x sehari
- Porsi 1 porsi 1/2 porsi
- Jenis nasi, lauk, sayur nasi, lauk, sayur
- Masalah tidak ada ada terasa pahit
B. Minum
- Frekuensi 6 – 7 gelas sehari 5 – 6 gelas sehari
- Jumlah 1200 – 1400 cc/hari 1000 – 1200 cc/hari
- Jenis air putih air putih
Eliminasi

2. A. BAB 1 x sehari 1 x sehari


- Frekuensi lembek lembek
- kontiunitas kuning kuning
- Warna khas khas
- Bau
B. BAK 5-6 x sehari 5-6 x sehari
- Frekuensi 1000—1200 cc/hari 1000—1200 cc/hari
- Jumlah putih bening putih bening
- Warna khas amoniak khas amoniak
- Bau
Istirahat Tidur 6-7 jam/hari 4-5 jam/hari
- Jumlah tidur Pakai bantal, lampu Pakai bantal
- Kebiasaan tidur Tidak ada ada
3. Gangguan Personal Hygien
A. Mandi 2 x sehari 2 x sehari
- Frekuensi Ya Ya
- Pakai Sabun
B. Cuci Rambut 3 x/minggu Tidak ada
- Frekuensi Ya -
- Pakai Shampo
C. Sikat Gigi 3 x sehari 2 x sehari
- Frekuensi Ya Ya
- Pakai Pasta ya Ya
4. Aktivitas Sehari-hari Mandiri Mandiri
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Pengkajian pada Tn A pada tanggal 10 Maret 2011:
a. Keadaan Umum : Klien dalam tingkat kesadaran somnolen
b. TTV :

TD : 120/90 mmhg
N : 68x/menit.
S : 38,50C.
RR : 26x/menit

1. Pemeriksaan Kepala :
Inspeksi : Warna rambut hitam, penyebaran merata, adanya bintik—bintik kemerahan pada wajah
klien.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan.
a.) Mata
Inspeksi : Tidak terdapat sekret, konjungtiva anemis, penglihatan baik, adanya bintil-
bintik kemerahan pada daerah mukosa mata.
b.) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan, tidak terdapat secret, adanya bintik-
bintik kemerahan.
c.) Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir berbintik-bintik kemerahan, tidak terdapat lesi adanya
kemerahan pada daerah faring.

d.) Telinga
Inspeksi : Bersih tidak terdapat serumen, adanya bintik kemerahan
Palpasi : Tidak terdapat benjolan, tidak ada peradangan, pendengaran baik.
2. Leher :
Inspeksi : warna kulit merata, adanya bintik-bintik kemerahan.
Palpasi : tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid
3. Dada/Thorak :
Inspeksi : Bentuk dada simetris, adanya bintik-bintik kemerahan, warna kulit sama
dengan sekitar adanya otot bantu pernapasan.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan, pengembangan paru kiri & kanan tidak sama.
Perkusi : Bunyi jantung dullness, bunyi paru resonances.
Auskultasi : Pernapasan psikuler.
4. Abdomen :
Inspeksi :adanya bntik-bintik kemerahan, tidak ada luka bekas operasi, warna sama
dengan sekitar.
Palpasi : Tidak terdapat benjolan.
Auskultasi : Bising usus 20x/menit.
Perkusi : Bunyi tympani.
5. Genetalia :
Inspeksi : Tidak terdapat lesi, warna sama dengan sekitar, adanya bintik-bintik
kemerahan, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada pembengkakan.
6. Extremitas :
a.) Atas : Tangan kanan terpasang infus, pergerakan lemah,reflek bisep & trisep baik.
b.) Bawah : Pergerakan lemah,reflek patela baik, reflek bisep & trisep baik.

7. Kulit : Putih, turgor baik, texture halus, klien banyak mengeluarkan keringat, adanya
bintik-bintik pada kulit.
b. Pemeriksaan Penunjang.
a. Leukosit : 15.000/mm3

b. Imunologi : Deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG,
IgM, IgA.

PENATALAKSANAAN MEDIS

1. Pemantauan glukosa darah


Pada saat datang atau umur 3 jam, kemudian tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila kadar
glukosa 45 gr% dua kali berturut-turut.
2. Pemantauan elektrolit.

3.2 ANALISA DATA

Nama : Tn. A. No. Reg : 12345


Umur : 20 th. Ruangan : angrek.
No. Data Senjang. Interprestasi Data Masalah
1. DS : Klien mengatakan Gangguan rasa
demam nyeri pada kepala Kontak antigen & antibody nyaman: Nyeri &
dan Kerongkongan. peningkatan suhu
Do : S : 38 ºC. Leukosit tubuh.
: 15.000/mm3 Reaksi Hipersensifitas
Kerongkongan tampak
kemerahan.
Terjadinya Inflamasi
Gangguan
DS : klien menatakan Peningkatan suhu tubuh, nyeri pemenuhan nutrisi :
2. nyeri pada saat menelan kepala & kerongkongan. Kurang dari
dan kurang nafsu makan kebutuhan tubuh.
Do : Klien terlihat lemas
& konjungtiva.
Kontak antigen & antibody

Reaksi Hipersensifitas

Terjadinya Inflamasi

DS ; Klien menyatakan Gangguan integritas


kulitnya terasa gatal. kulit
3. Nyeri Pada Kerongkongan

DO : Adanya binti-bintk
kemerahan pada kulit dan
mukosa klien.
Kesulitan Menelan

Intake nutrisi tidak adekuat

Kontak antigen & antibody

Reaksi Hipersensifitas

Terjadinya Inflamasi

Peradangan pada kulit


Gangguan integritas kulit

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn. A. No. Reg : 12345


Umur : 20 th. Ruangan : Angrek.

No Diagnosa
Keperawa
1. Gangguan
nyaman;
peningkat
suhu tub
reaksi
hipersens
2. Gangguan
pemenuh
nutrisi :
dari keb
tubuh b.d
pada
kerongkon
Gangguan
3.
integritas
b.d adan
yang
pecah

3.4 INTERVENSI
Nama : Tn. A No. Reg : 12345
Umur : 20 th. Ruangan : Angrek.
No Hari/ Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional Paraf &
dx tanggal Hasil nama

1. Rabu, Setelah di lakukan A. Mandiri : 1. Untuk memantau Apr


10 Maret perawatan selama 1. observasi TTV sejauh mana per-
i
2010 3x24 jam diharapkan ubahan TTV
2. Untuk mengurangi
demam nyeri kepala,
nyeri keron-gkongan
dan kerongkongan
klien
dapat teratasi, 2. anjurkan klien
3. Dengan kompres
dengan kriteria hasil : untuk banyak
aliran darah lancar
S : 37,5 ˚C minum air hangat
sehingga terjadi
Klien tidak lagi
proses penguapan
merasa nyeri kepala 3. lakukan kompres
& kerongkongan. hangat
4. Menurunkan suhu
Leukosit : 4000 /mm3
tubuh & meng-
urangi nyeri

B. Kolaborasi :
4. Kolaborasi dalam
pemberian obat
penurun panas,
dan penghilang
nyeri
2. Rabu, 10 Setelah di lakukan A. Mandiri : Apr
Maret 2010 perawatan selama 1. Observasi TTV. 1. Untuk mengontrol
i
4x24 jam kebutuhan 2. Kaji kebutuhan status fisik pasien.
nutrisi klien dapat nutrisi klien 2.mengetahui jumlah
terpenuhi dengan asupan nutrisi yang
kriteria hasil : dibutuhkan
Klien tidak lagi nyeri
pada saat menelan
dan nafsu makan 3. menerapkan diit
klien meningkat. B. Kolaborasi : yang sesuai dengan
Klien terlihat segar & 3. Kolaborasi penyakit klien
konjungtiva dengan tim medis
unanemis. dalam pemberian
nutrisi yang
seimbang

Apr
i
Setelah dilakukan
perawatan selama 1. Untuk memantau
3. Rabu, 10 7X24 jam diharapkan sejauh mana
Maret 2010 iritasi kulit yang 1. Observasi TTV perubahan yang
diderita kilen dapat terjadi pada pasien
teratasi dg kriteria 2. Mengetahui sejauh
hasil: mana penyebaran
Binti-bintik iritasi kulit tersebut
kemerahan tIdak 3. Menghindari kulit
ditemukan lagi. 2. Kaji bintik-bintik kering
Klien tidak mengaruk- pada kulit dan
garuk area yang
mukosa
teiritasi

4. Mengurangi
kemerahan.
3. Anjurkan klien
diberi body lotion

B. Kolaborasi :
4. kolaborasi dalam
pemberian obt
topical
3.5 IMPLEMENTASI
Nama : Tn. A No. Reg : 12345.
Umur : 20 th. Ruangan : Angrek.
No dx. Hari/tanggal Implementasi Respon Hasil Paraf &
nama

Rabu, 10 Maret
2010

1. 08.30 WIB 1. Mengobservasi ttv 1. N : 70x/menit. Apri


2.Mengkaji penyebaran S : 38,50C.
iritasi RR : 26x/menit.
2. 09.00WIB 3. Melakukan kompres 2. Bintik kemerahan
hangat. berkurang. Apri
1. 09.30 WIB 4. menganjurkan klien 3. Suhu tubuh kembali
untuk minum air normal.
hangat 4. Nyeri pada Apri
3. 10.30 WIB 5. memberikan asupan kerongkongan klien
nutrisi dan pemberian berkurang.
obat. 5. Asupan nutrisi &
pengobatan yang di Apri

2. 12.00 WIB butuhkan pasien


terpenuhi.
Apri

Kamis, 11
Maret 2010 Apri
1,2,3. 08.30 WIB 1. Mengobservasi ttv 1. N : 70x/menit. Apri
3. 09.00WIB 2.mengkaji S : 37,50C.
penyebaran iritasi RR : 26x/menit. Apri
2. 09.30 WIB 3. Kolaborasikan dalam 2. Bintik kemerahan
memberikan nutrisi Apri
berkurang
dan obat.
12.00 WIB 3. Asupan nutrisi &
pengobatan yang di
butuhkan pasien
terpenuhi.

Jum’at, 12
1,2,3. Maret 2010 1. Mengobservasi ttv 1. N : 70x/menit. Apri
3. 14.30 WIB 2.Mengkaji S : 37,50C.
penyebaran iritasi RR : 26x/menit.
16.00WIB 3. Menganjurkan 2. Bintik kemerahan
pemberian body lotion berkurang. Apri
2. 19.00 WIB 4. Memberikan nutrisi 3. Mencegah kulit kering
dan obat.
& iritasi.
4. Asupan nutrisi &
pengobatan yang di
butuhkan pasien
Apri
terpenuhi.

3.6 EVALUASI

Nama : Tn. A No. Reg : 12345


Umur : 20 th. Ruangan : angrek.
No. Hari/tanggal Catatan Perkembangan Paraf & nama
1. Selasa, 12 Maret S : klien sudah tidak demam, klien Eka
2011 tidak nyeri kepala dan tengorokan
lagi.
O : S : 37,5 ºC. Lekosit : 4000 /mm3
A : Tujuan tercapai
P : intervensi di hentikan

2. Selasa, 12 Maret S : Klien mengatakan tidak nyeri Eka


2011 lagi pada saat menelan,dan nafsu
makannya meningkat.
O : Klien terlihat segar &
konjungtivanya tidak lagi anemis.
A : Tujuan tercapai
P : Intervensi dihentikan.
Eka
3. Selasa, 12 Maret S: Klien menyatakan masih gatal
2011 pada kulit.
O : bintik merah masih ada
A : tujuan belum dicapai
P ; intervensi no 3 & 4 dilanjutkan.

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien yang menalami syndron


steven johnson selama tiga hari mulai dari tanggal 10 maret 2011 sampai tanggal 12
maert 2011 dalam melaksanakan asuhan keparawatan. Oleh karena itu pada bab ini
penulis berusaha akan membahasnya yang meliputi semua tahapan proses keperawatan
mulai dari pengkajian sampai evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian

Pada proses pengkajian penulis memperoleh data dengan menggunakan metode


mencocokkan data yang diperolehkan dari teori yang diambil dari beberapa referansi
dengan beberapa khasus, setelah mencocokkan penulis mengakat beberapa keluahn
yang dimasukkan dalam pengkajian diantaranya keluhan gatal-gatal pada tubuh klien,
serta adanya bengkak dan kemerahan pada kulit, saat dilakukan pengkajian ulang
tingkat kesadaran klien soporous serta kemerahan dan bengkak pada kuit sudah agak
berkurang, tetapi rasa gatal-gatal masih dirasakan oleh klien.

4.2 Diagnosa dan Perencananan Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


No Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
1. Gangguan rasaTujuan :  Berikan kompres dingin
nyaman, demam,Klien merasa nyaman dalam  Berikan pakaian yang tipis
nyeri kepala,waktu 2 x 24 jam dari bahan yang menyerap
tenggorokan b.dKriteria hasil :  Hindarkan lesi kulit dari
adaya bula Nyeri berkurang / hilang manipulasi dan tekanan
Ekpresi muka rileks  Usahakan pasien bias
istirahat 7-8 jam sehari.
 Monitor balance cairan

 Monitor suhu dan nadi tiap


2 jam
2. Gangguan Tujuan :  Kaji kemampuan klien
pemenuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi untuk menelan
nutrisi : Kurang dariselama perawatan  Berikan diet cair
kebutuhan tubuhKriteria hasil :  Jelaskan pada klien dan
b.d sulit menelan Tidak ada tanda-tanda keluarga tentang
dehidrasi pentingnya nutrisi bagi
Diet yang disediakan habis kesembuhan klien
Hasil elektrolit serum dalam  Monitoring balance cairan
batas normal  Kaji adanya tanda-tanda
dehidrasi dan gangguan
elekrolit

 K/P kolaborasi untuk


pemasangan NGT
3. Gangguan integritasTujuan :  Kaji tingkat lesi
kulit b.d bula yangKerusakan integritas kulit  Hindarkan lesi dari
mudah pecah menunjukan perbaikan manipulasi dan tekanan
dalam waktu 7-10 hari  Berikan diet TKTP
Kriteria hasil :  Jaga linen dan pakaian
Tidak ada lesi baru tetap kering dan bersih
Lesi lama mengalami involusi
 Berikan terapi topical
Tidak ada lesi yang infected
sesuai dengan program

4.3 Implementasi keprawatan


Penalaksanaan tindakan keprawatan yang dilakukan secara nyata pada klien Tn. A
merupakan realisasi dari interfensi keprawatan dan sesuai dengan konsep dasar teori
yang dilaksanakan dengan spesifik dan akurat, hal ini dimaksudkan agar penerapannya
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

4.5 Evaluasi
Selama tiga hari perawatan pada tahap; evaluasi masalah teratasi sebagian dapat
teratasi , saat penulisan melaksanakan tindakan keprawatan dan penulis menilai
langsung perubahan terhadap kondisi atau keadaan klien.

BAB V
Kesimpulan & Saran
5.1 Kesimpulan
Steven johnson merupakan syndrom kelainan kulit pada selaput lendir orifisium
mata gebital. Prediksi : mulut, mata, kulit, ginjal, dan anus. Steven johnson tersebut
disebabkan oleh beberapa mikroorganisme virus & lain-lain. Syndrom ini jarang dijumpai
pada usia 3 tahun kebawah, kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat.
Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma,
mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, melaise,
nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.Syndrom steven johnson ditemukan
oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan S.C johnson, 1992 syndrom steven
johnson yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-
obatan.Angka kejadian syndrom steven johnson sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-
14 per 1 juta penduduk.

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marlyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hetharia, Rospa. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan sistem integuem. Jakarta :TIM
Internet http//blog : perawatngeblog.com. di akses tanggal 14 April 2010 pukul 19:30 WIB.
Internet http://childrenclinic.wordpress.com. diakses tanggal 04 April 2010 pukul 20:00 WIB.
Internet http://syukronaffdoc.blogspot.com /2009/04/stevens-johnson syndrome. Html. diakses
tanggal 04 April 2010 pukul 20:00 WIB.
Kresno, Siti. 2003. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FK Kedokteran UI
Kumar, Cotran, Robbins. 2004. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC.
Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan.jakarta : ECG
Rassner dan Steinert. 1995. Buku ajar dan Atlas Dermatologi. Jakarta : ECG
Wilkinson, M judith. 2007. Buku saku: Diagnosis keperawatan. Jakarta : ECG
Diposkan oleh Aprinosi Iswahyudi Putra di 08.28

Vous aimerez peut-être aussi