Vous êtes sur la page 1sur 34

INFARK MIOKARD

KELOMPOK 3

LA ODE AGUSTINO SAPUTRA

WA ODE YULIANTI TOGALA

SALMIAH

MUSLIMIN

SRI MAHARDIKA

SYAHRA RAMADHANI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019
BAB I
KONSEP KEPERAWATAN

A. Konsep Penyakit Infark Miokard Akut


1. Akut Miokard Infark
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan
total arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis
yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner
dengan stenosis ringan (50-60%).
a. Pengertian
1) Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark
adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu.
2) Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara
aliran darah dan kebutuhan darah miokard.
3) Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringanjantung
akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang.
4) Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan
myocardial bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang
diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark myocardium dapat
berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan
kematian mendadak.
5) Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium.
Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan
bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Infark
miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat
suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner
berkurang.
6) Infark miokard akut atau sering juga disebut akut miokard infark
adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung
terganggu.

Jadi, disimpulakan bahwa Akut Miokard Infark (AMI) merupakan suatu


keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot jantung yang
disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba sehingga kebutuhan oksigen meningkat tanpa
disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

b. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura,
atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan
ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya
infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia
dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme
arteri menurunkan aliran darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak
ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan
atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat
meningkat.
4. Infark Miokard tipe 4
a) Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard
(contohnya troponin) 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat
pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang memicu
terjadinya infark miokard.
b) Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan
stenttrombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal.
Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass
koroner. Terdapat 2 faktor resiko yaitu yang dapat diubah dan tidak
dapat diubah. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang
tidak dapat diubah yaitu
a) Usia
b) jenis kelamin
c) ras
d) riwayat keluarga.

Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya


usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor
resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat
proses aterogenik (Santoso,2005). Faktor- faktor tersebut yaitu
1. abnormalitas kadar serum lipid
2. hipertensi
3. merokok
4. diabetes
5. obesitas
6. faktor psikososial
7. konsumsi buah-buahan
8. diet dan alkohol
9. aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).

Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard


pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark
miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang
mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan
kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya
efek perlindungan estrogen (Santoso, 2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko
adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol
atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol
Education Program(NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor
penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention
Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga
menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan
tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa.
Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard
berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak
sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner
sebesar 50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark
miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit
kardiovaskuler berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut
Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian
miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Obesitas
meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai
IMT > 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2.
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di
abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL,
peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan
diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006). Faktor psikososial seperti
peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang
tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko
terkena aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang
mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan
bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki
kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark
miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki
kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit (Beers,
2004).
Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh:
1) Arteriosklerosis
Aterosklerosis adalah kondisi yang dikarakteristikan dengan
adanya akumulasi abnormal dari substansi lemak dan jaringan fibrosis
dalam dinding pembuluh darah.

2) Spasme pembuluh darah koroner

3) Penyumbatan/oklusi koroner karena emboli/thrombus.

c. Patofisiologi
Infark miokard atau nekrosis iskemik pada miokardium, diakibatkan
oleh iskemia pada miokard yang berkepanjangan yang bersifat irreversible.
Waktu diperlukan bagi sel-sel otot jantung mengalami kerusakan adalah
iskemia selama 15-20 menit. Infark miokard hampir selalu terjadi di ventrikel
kiri dan dengan nyata mengurangi fungsi ventrikel kiri, makin luas daerah
infark, makin kurang daya kontraksinya. Secara fungsional, infark miokard
menyebabkan : berkurangnya kontraksi dengan gerak dinding abnormal,
terganggunya kepaduan ventrikel kiri, berkurangnya volume denyutan,
berkurangnya waktu pengeluaran dan meningkatnya tekanan akhir-diastole
ventrikel kiri. Gangguan fungsi tidak hanya tergantung luasnya infark, tetapi
juga lokasinya karena berhubungan dengan pasokan darah. Infark juga
dinamakan berdasarkan tempat terdapatnya seperti infark subendokardial,
infark intramural, infark subepikardial, dan infark transmural. Infark
transmural meluas dari endokardium sampai epikardium. Semua infark
miokard memiliki daerah daerah pusat yang nekrotik/infark, dikelilingi
daerah cedera, diluarnya dikelilingi lagi lingkaran iskemik. Masing-masing
menunjukkan pola EKG yang khas. Saat otot miokard mati, dilepaskan enzim
intramiokard, enzim ini membantu menentukkan beratnya infark. Jaringan
otot jantung yang mati, diganti jaringan parut yang dapat mengganggu
fungsinya (Dr. Jan Tambayong, 2007).
d. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala infark miokard (TRIAS) adalah sebagai berikut.
1. Nyeri
a) Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak
mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian
atas, ini merupakan gejala utama.
b) Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri
tidak tertahankan lagi.
c) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat
menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya
lengan kiri).
d) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan
tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis
berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

e. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a) CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat
antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam.
b) LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama
untuk kembali normal.
c) AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari.
2. CK/CPK (creatin posfo Kinase)
Enzim berkonsentrasi tinggi dalam jantung dan otot rangka,
konsentrasi rendah pada jaringan otak, berupa senyawa nitrogen yang
terfosforisasi dan menjadi katalisastor dalam transfer posfat ke ADP
(energy). Kadarnya meningkat dalam serum 6 jam setelah infark dan
mencapai puncak dalam 16-24 jam, kembali normal setelah 72 jam.
Peningkatan CPK merupakan indicator penting adanya kerusakan
miokardium.
Nilai normal :
Dewasa pria : 5-35 Ug/ml atau 30-180 IU/L
Wanita : 5-25 Ug/ml atau 25-150 IU/L
Anak laki-laki : 0-70 IU/L
Anak wanita : 0-50 IU/L
Bayi baru lahir : 65-580 IU/
No. Peningkatan CPK Penyebab
Peningkatan 5 kali atau lebih atau lebih dari nilai normal Infark
jantung.
Polimiositis
Distropia muskularis duchene
a. Peningkatan ringan/sedang (2-4 kali nilai normal) Kerja berat
Trauma
Tindakan bedah
Injeksi I.M
Miopati alkoholika
Infark miokard/iskemik berat
Infark paru/edema paru
b. Dengan hipitiroidisme Psikosis akut
3. CKMB (Creatinkinase label M dan B)
Jenis enzim yang terdapat banyak pada jaringan terutama otot,
miokardium, dan otak. Terdapat 3 jenis isoenzim kreatinase dan diberu label
M (muskulus) dan B (Brain), yaitu :
Isoenzim BB : banyak terdapat di otak

Isoenzim MM : banyak terdapat pada otot skeletal

Isoenzim MB : banyak terdapat pada miokardium bersama MM

Otot bergaris berisi 90% MM dan 10% MB

Otot jantung berisi 60% MM dan 40% MB

Peningkatan kadar enzim dalam serum menjadi indicator terpercaya adanya


kerusakan jaringan pada jantung.

Nilai normal kurang dari 10 U/L

Nilai > 10-13 U/L atau > 5% total CK menunjukkan adanya peningkatan
aktivitas produksi enzim.

Klinis:

Peningkatan kadar CPK dapat terjadi pada penderita AMI, penyakit otot
rangka, cedera cerebrovaskuler. Peningkatan iso enzim CPK-MM, terdapat
pada penderita distrofi otot, trauma hebat, paska operasi, latihan berlebihan,
injeksi I.M, hipokalemia dan hipotiroidisme.
Peningkatan CPK-MB : pada AMI, angina pectoris, operasi jantung,
iskemik jantung, miokarditis, hipokalemia, dan defibrilasi jantung.
Peningkatan CPK-BB : terdapat pada cedera cerebrovaskuler, pendarahan
sub arachnoid, kanker otak, cedera otak akut,syndrome reye, embolisme
pulmonal dan kejang.
Obat-obat yang meningkatkan nilai CPK : deksametason, furosemid,
aspirin dosis tinggi, ampicillin, karbenicillin dan klofibrat.
4. LDH (laktat dehidrogenase)
Merupakan enzim yang melepas hydrogen dari suatu zat dan menjadi
katalisator proses konversi laktat menjadi piruvat. Tersebar luas pada
jaringan terutama ginjal, rangka, hati dan miokardium. Peningkatan LDH
menandakan adanya kerusakan jaringan. LDH akan meningkat sampai
puncak 24-48 jam setelah infark dan tetap abnormal 1-3 minggu
kemudian.
Nilai normal : 80-240 U/L

Kondisi yang meningkatkan LDH

No. Peningkatan LDH Kondisi atau penyebab

a. Peningkatan 5X nilai normal atau lebih Anemia megaloblastik

Karsinoma metastasis

Shok dan hypoxia

Hepatitis

Infark ginjal

b. Peningkatan sedang (3-5 X normal) Miokard infark

Infark paru

Kondisi hemolitik

Leukemia

Infeksi mononukleus

Delirium remens

Distropia otot
c. Peningkatan ringan (2-3Xnormal) Penyakit hati

Nefrotik sindrom

Hipotiroidisme

Kolagitis

5. Troponin
Merupakan kompleks protein otot globuler dari pita I yang
menghambat kontraksi dengan memblokade interaksi aktin dan myosin.
Apabila bersenyawa dengan Ca++ , akan mengubah posisi molekul
tropomiosin sehingga terjadi interaksi aktin-miosin. Protein regulator ini
terletak didalam apparatus kontraktil miosit dan mengandung 3 sub unit
dengan tanda C, I, T.
Peningkatan troponin menjadi pertanda positif adanya cedera sel
miokardium dan potensi terjadinya angina. Nilai normal < 0,16 Ug/L
6. SGOT (Serum glutamik oksaloasetik transaminase)
Enzim transaminase sering juga disebut juga AST (aspartat amino
transferase) katalisator-katalisator perubahan asam amino menjadi asam
alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan terutama hati
dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi kedalam serum menunjukan
adanya kerusakan terutama pada jaringan jantung dan hati.
Pada penderita infark jantung, SGOT akan meningkat setelah 12
jam dan mencapai puncak setelah 24-36 jam kemudian, dan akan kembali
normal pada hari ke-3 sampai hari ke-5.

Nilai normal :

Laki-laki s/d 37 U/L

Wanita s/d 31 U/L

Kondisi yang menyebabkan peningkatan SGOT

No. Peningkatan SGOT Kondisi/penyebab


Peningkatan ringan (< 3X normal)

Peningkatan sedang (3-5X normal)

Peningkatan tinggi (>5X normal)

7. SGPT (serum glutamik pyruvik transaminase)


Merupakan enzim transaminase yang dalam keadaan normal
berada dalam jaringan tubuh terutama hati. Sering disebut juga ALT
(alanin aminotransferase). Peningkatan dalam serum darah
mengindikasikan adanya trauma atau kerusakan pada hati.
Nilai normal :

Laki-laki : s/d 42 U/L

Wanita : s/d 32 U/L

a. Peningkatan SGOT/SGPT : > 20X normal : hepatitis virus, hepatitis


toksis.
b. Penigkatan 3-10x normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronik aktif,
obstruksi empedu ekstra hepatic, sindrom reye, dan infark miokard
(AST>ALT).
c. Peningkatan 1-3X nilai normal : pancreatitis, perlemakan hati, sirosis
Laennec, dan sirosis biliar.
8. HBDH (alfa hydroxygutiric dehidrogenase)
Merupakan enzim non sfesifik. Untuk diagnostic miokard infark.
Pemeriksaaan ini bertujuan untuk membedakan LDH 1,2 dan LDH 3,4.
Penigkatan HBDH biasanya juga menandai adanya miokard infark dan
juga diikuti peningkatan LDH.

9. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T
tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang
terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya
nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0= tidak mengalami nyeri

1= nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas

2= nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,


mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan
lainnya.

Lokasi infark dan sadapan EKG-nya :


a) infark anterior : elevasi ST pada v1-v4 menandakan oklusi pada
arteri desenden anterior kiri.
b) infark inferior : elevasi ST pada II,III,AVF, menandakan oklusi pada
arteri koronaria kanan.
c) infark ventrikel kanan : elevasi ST pada II,III,AVF,V4R,
menandakan oklusi pada arteri koronaria kanan.
d) infark lateral : elevasi ST pada I,AVL,V5,V6, menandakan oklusi
pada arteri sirkumfleksi kiri dapat merupakan bagian dari berbagi sisi
infark.
e) infark posterior : depresi segmen ST disadapan V1-V2 dengan
gelombang responden meningkat menandakan oklusi pada arteri
koronaria kanan atau arteri sirkumfleksi kiri atau keduanya dapat
merupakan bagian dari sisi infark yang lain termasuk inferior.

e. Diagnostik klinis
1) EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2) Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3) Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup.
4) Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu
gerakan dinding dan kemampuan pompa.
5) Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6) Elektrolit: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
7) Pemeriksaan obat: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8) Pemeriksaan tiroid: peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9) Laju sedimentasi: Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10) GDA/nadi oksimetri: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

f. Komplikasi
Adapun komplikasi akibat dari akut miokard infark, yaitu :

1) Edema paru akut


Terjadi peningkatan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan
tekanan vena pulmonal sehingga meningkatkan tekanan hydrostatic yang
mengakibatkan cairan merembes keluar.
2) Gagal jantung
Karena ada kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya
kontraktilitas, sehingga jantung tidak mampu memompa darah dengan
adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
3) Syok kardiogenik
Karena adanya kerusakan jantung mengakibatkan penurunan
curah jantung, sehingga menurunkan tekanan darah arteri ke organ-
organ vital. Adapun tand-tandanya tekanan darah rendah, nadi cepat
dan lemah, hypoxia, kulit dingin dan lembab.
4) Tromboemboli
Murangnya mobilitas pasien dengan sakit jantung dan adanya
gangguan sirkulasi yang menyertai kelainan ini berleran dalam
pembentukan thrombus intracardial dan intravesikular
5) Disritmia
Gangguan irama jantung akibat penurunan oksigen ke jantung.
6) Rupture miokardium
Dapat terjadi bila terdapat infark miokardium, proses infeksi dan
disfungsi miokadium lain yang menyebabkan otot jantung melemah.
7) Efusi pericardial / tamponade jantung
Masuknya cairan kedalam kantung perikardium karena adanya
perikarditis dan gagal jantung.
g. Penatalaksanaan
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1) Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan
untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan
aritmia yang menyertai anastesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard,
ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia ventrikel dan VT
Kelas 1 C

Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

2) Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)

Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina


pektoris dan hipertensi

3) Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)

Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang

4) Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)

Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

Terapi medis:
1) Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan
disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan
prosedur elektif.
2) Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan
gawat darurat.
3) Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi
dan mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa
atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4) Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus
listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi
jantung.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Salah satu aspek penting perawatan pasien MI adalah pengkajian
keperawatan. Pengkajian dilakukan untuk mendapatkan data dasar tentang
informasi status terkini pasien, sehingga setiap perubahan bisa diketahui
sesegera mungkin. Pengkajian keperawatan harus sistematis dan ditunjukan
untuk mengidentifikasi kebutuhan jantung pasien dan menentukan prioritas
tadi.
Pengkajian sistematis pasien mencangkup riwayat yang cermat
khususnya yang berhubungan dengan gambaran gejala: nyeri dada, sulit
bernapas (dipnea), palpitasi, pingsan (sinkop) atau keringat dingin
(diaporesis). Masing-masing gejala harus di evaluasi waktu dan durasinya
serta factor yang mencetuskan dan yang meringankan.
Selain itu, pengkajian fisik yang lengkap dan tepat juga sangat penting
untuk mendekteksi adanya komplikasi. Setiap perubahan pada status pasien
harus dilaporkan segera. Metode sistematis yang digunakan dalam pengkajian
harus mengikuti parameter.
Tingkat kesadaran. Orientasi pasien terhadap waktu, tempat dan orang
dipantau dengan ketat. Terkadang terjadi perubahan status pengindraan
mental akibat terapi medis atau syok kardiogenetik yang mengancam.
Perubahan pengindraan berarti bahwa jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup untuk oksigenasi otak. Karena pasien mungkin mendapatkan obat
yang mempengaruhi fungsi pembekuan darah, maka pengawasan adanta
tanda-tanda pendarahan otak adalah kewajiban perawat yang sangat penting.
Dua perubahan yang harus diwaspadai adalah bicara pelo dan suara dengkur
pasien yang terdengar lebih berat pada saat tidur. Pasien yang mendapat
pengobatan yang mempengaruhi pembekuan darah harus dibangunkan
sesering mungkin untuk mengkaji status mentalnya.
Fungsi motorik dan tingkat kesadaran dapat diuji secara bersamaan
melalui kemampun merespon perintah sederhana. Misalnya, respon pasien
untuk “mengemgam tangan saya” memungkinkan perawat mengkaji status
mental maupu kekuatan genggaman masing-masing tangan.
Nyeri dada. Ada atau tidaknya nyeri dada adalah satu-satunya temuan
terpenting pada pasien dengan MI akut. Pada setiap episode nyeri dada, harus
dicatat EKG dengan 12 lead. Pasien bisa juga ditanya mengenai beratnya
nyeri dengan skala angka 0 sampai 10, dimana 0 tidak nyeri dan 10 terasa
nyeri paling berat.
Frekuensa dan irama jantung. Frekuensi dan irama jantung dipantau
terus-menerus ditempat tidur dengan monitor jantung jarak jauh. Frekuensi
dipantau akan adanya kenaikan dan penurunan yang tidak dapat dijelaskan;
irama dipantau akan adanya deviasi terhadap irama sinus. Awitan distrimia
dapat merupakan petunjuk bahwa jantung tidak cukup mendapatkan oksigen.
Bila terjadi distrimia tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain
oksigen yang adekut harus dicari, seperti kadar kalium serum terakhir. Pada
beberapa kasus mungkin diperlukan terapi medis antiditritmia.
Bunyi jantung. Bunyi jantung harus diauskultasi dengan stetoskop
yang baik. Bagian bell stetoskop digunakan untuk mendengarkan nada
rendah. Sedang diagfragma untuk mendengarkan suara tinggi. Bell stetoskop
diletakan diatas kulit dada dengan ringan, sebaliknya diagfragma diletakan
dengan mantap.
Bunyi jantung satu (S1), terdengar paling jelas diatas apeks jantung
yang menunjukan permulaan systole, harus diidentifikasi pertama kali. Bunyi
jantung dua (S2), terdengar paling jelas pada basis dan menunjukan
permulaan diastole, diidentifikasi kemudian.
Catat bunyi jantung yang tidak normal. Mencangkup bunyi jantung tiga
(S3), yang dikenal sebagai galop ventrikel dan bunyi jantung empat (S4), yang
dikenal sebaga galop antrial atau presistolik. S1 dan S2 cbersama-sama
terdengar seperti “lub-dub” S1 (“lub”) lebih keras di apeks, dan S2 (“dub”)
lebih keras dibasis. Suara S3 terdengar setalah S2 separti suara puisi pada kata
ken-tuck-y (S1-S2-S3). Suara jantung S4 mendahului S1 seperti irama puisi kata
Ten-nes-see. (S4-S1-S2).
Biasanya setalah terjadi MI akan timbul bunyi S3. Bunyi S3 dihasilkan
saat darah dalam ventrikel menghantam dinding yang tidak lentur dari
jantung yang rusak. Bunyi S3 merupakan tanda awal gagal ventrikel kiri yang
mengancam. Deteksi dini S3 yang di ikuti piñata laksanaan medis yang
agresif dapat mencegah edema paru yang mengancam jiwa.
Murmur jantung atau friction rub pericardium dapat didengar dengan
mudah sebagai bunyi tambahan. Bunyi ini lebih komplek untuk di diagnosa
namun dapat terdengar dengan mudah dan harus dilaporkan segera. Adanya ;
sedang friction rub menunjukan adanya pericarditis.
Tekanan darah. Tekanan darah diukur untuk menentukan respon
terhadap nyeri dan keberhasilan terapi, khususnya terapi vasodilator, yang
dikenal dapat menurunkan tekanan darah. Pengukuran tekan nadi perlu
diperhatikan dengan cermat. Tekanan nadi adalah perbedaan angka antara
tekanan sitole dan diastole. Penurun tekanan nadi bisa terjadi setelah MI.
volume sekuncup (jumlah darah yang disemprotkan pada setiap kontraksi
ventrikel) dapat disimpulkan dari tekanan nadi. Penurunan tekanan nadi
artinya terjadi pengurangan volume sekuncup.
Denyut nadi perifer. Denyut nadi perifer di evaluasi frekuensi dan
volumenya. Perbedaan frekuensi denyut nadi perifer dan frekuensi denyet
jantung menegaskan adanya distritmia seperti fibrilasi atrium. Denyut nadi
perifer paling sering di evaluasi untuk menentukan pencukupan aliran darah
ke exremitas. Pasien dengan MI akut rentan terhadap pembentukan thrombus
di anteri perifer. Denyut nadi perifer Yang melemah bisa merupakan petunjuk
bahwa sedang terjadi penyumbatan aliran darah.
Tempat infuse intravena sering diperiksa kelancaranya dan akan
adanya tanda-tandanya radang. Berbagai obat diberikan secara intravena
untuk mencegah perubahan kadar enzim serum yang dapat terjadi bila obat
diinjeksi secara intramuskuler. Maka penting sekali dipasang satu atau dua
infuse intravena pada pasien yang mengalami nyeri dada agar selalu tersedia
akses untuk pemberian obat darurat.
Warna kulit dan suhu. Kulit di evaluasi untuk mengetahui apakah
warnanya merah muda, hangat dan kering, yang menunjukan sirkulasi perifer
yang baik. Karena warna kulit setiap orang berbeda, maka tempat terbaik
untuk memeriksa warna kulit adalah pada kuku, selaput mukosa mulut, dan
cuping telinga. Pada tempat tersebut akan tampak biru atau ungu pada pasien
yang mengalami kesulitan mempertahan kan kebutuhan oksigen. Pasien yang
kulitnya dingin, lembeb atau berkeringat dingin (diaforesis) mungkin
merupakan respons terhadap terapi medis atau kolaps kardiovaskuler yang
berlanjut seperti pada syok kardiogenetik.
Paru setiap peningkatan atau penurunan frekuensi pernapasan harus
diawasi, seirinh dengan adanya kesulitan napas. Gerakan napas harus teratur
dan hambatan aliran udara.Napas pendek, dengan atau tampa sesak dan batuk
adalah kunci tanda klinis yang harus diperhatikan. Batuk kering pendek
sering merupakan tanda gagal jantung. Dada diauskultasi adanya wheezing
dan krekel. Wheezing di akibatkan oleh udara yang melintasi jalan sempit,
krekel terjadi apabila udara bergarak melalui air dan bila terjadi MI akut,
biasanya menunjukan gagal jantung.
Fungsi Gastrointestinal. Mual dan muntah dapat terjadi pada AMI.
Jumlah yang dimuntahkan harus dicatat, dan muntahan diperiksa akan adanya
darah. Pembatasan asupan makanan hanya berupa makanan cair, dapat
meringankan kerja jantung dengan cara mengurangi aliran darah yang
diperlukan untuk mencerna makanan padat. Jika diperlukan prosedur
invasive, maka kemungkinan aspirasi isi lambung ke paru dapat dikurangi
bila pasien hanya menelan makanan cair.
Abdomen dipalpasi adanya nyeri tekan dikeempat kuadran. Setiap
kuadran diauskultasi adanya bising usus. Dicatatat juga ada atau tidaknya
flatus. Arteri mesentrika sangat rentan terhadap trombus ventrikel
sehubungan dengan AMI; hilangnya motilitas usus adalah tanda cardinal
masalah ini. Setiap feses yang dikeluarkan diperiksa adanya darah, khususnya
pada pasien yang mendapat obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan
darah.
Status volume cairan. Pengukuran haluran urine sangat penting,
terutama dalam hubungannya dengan asupan cairan. Pada sebagian besar
kasus, cairan yang seimbang atau yang cenderung negative akan lebih baik
karena pasien dengan AMI harus menghindari kelebihan cairan dan
kemungkinan terjadi gagal jantung. Pasien harus diperiksa adanya edema.
Daerah sacrum dan bagian tubuh lain pada pasien tirah baring harus diamati
adanya edema sehubungan dengan peredaran darah yang statis perawat harus
waspada terhadap berkurangnya haluran urine (oliguliria); suatu tanda awal
syok kardiogenetik adalah hipotensi yang disertai oliguliria.
B. Diagnosa keperawatan

1. Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri ditandai


dengan : nyeri dada dengan / tanpa penyebaran, wajah meringis gelisah,
delirium, perubahan nadi, tekanan darah.
2. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan faktor-faktor listrik,
penurunan karakteristik miokard.
3. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan
tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.
4. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler
( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar edema paru/efusi, sekresi
berlebihan / perdarahan aktif ) ditandai dengan :

· Dispnea berat

· Gelisah

· Sianosis

· Perubahan GDA
· Hipoksemia
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan, adanya iskemik/ nekrosis
jaringan miokard ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan
darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
6. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas
biologis.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
fungsi jantung / implikasi penyakit jantung dan status kesehatan yang
akan datang , kebutuhan perubahan pola hidup ditandai dengan
pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya
kompliksi yang dapat dicegah.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.

NO INTERVENSI RASIONAL

1 Pantau / catat karakteristik Identifikasi karakteristik nyeri dada


nyeri dada pasien : lokasi, secara tepat akan menjadi acuan
radius, durasi, kualitas, dan untuk melakukan intervensi.
faktor-faktor yang
mempengaruhi.

2 Ukur dan catat tanda vital tiap supply O2 koroner yang adekuat
jam. dapat dimanifestasikan dengan
kestabilan tanda vital.

3 Beri posisi semifowler Posisi semifowler dapat


meningkatkan ekspansi dada dan
sirkulasi darah meningkat.
NO INTERVENSI RASIONAL

4 Beri O2 sesuai terapi Pemberian O2 dapat menambah


supply O2 miokard.

5 Anjurkan dan bimbing pasien Teknik relaksisi dibutuhkan untuk


untuk tarik nafas dalam meminimalkan konsumsi O2
(teknik relaksisi), teknik miokard dan meningkatkan supply
distraksi, dan bimbingan O2 jaringan, teknik distribusi dan
imajinasi. imajinasi membantu mengalihkan
focus perhatian dari rasa nyeri.

6 Lakukan pemeriksaan ECG Pemeriksaan ECG tiap hari dan saat


tiap hari dan saat nyeri dada nyeri dada timbul berguna untuk
timbul. mendiagnosa luasnya infark.

7 Berikan terapi tirah baring Tirah bating/istirahat total dapat


(bedrest) selama 24 jam mengurangi konsumsi/demand O2
pertama post serangan. miokard.

8 Ciptakan lingkungan yang Stressor dari luar diminimalkan


tenang sehingga kebutuhan O2 miokard
berkurang.

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard


dengan kebutuhan tubuh.

NO INTERVENSI RASIONAL

1 Beri penjelasan pentingnya Menambah pengetahuan pasien,


tirah baring (bedrest) bahwa tirah baring dapat
mengurangi konsumsi oksigen
miocard sehingga pasien dapat
NO INTERVENSI RASIONAL

kooperatif selama perawatan.

2 Jelaskan akibat jika pasien Pada fase akut supply oksigen


banyak beraktivitas selama menurun oleh karena adanya
24 jam pertama post sumbatan pada miokard, aktivitas
serangan. dapat memperburuk hemodinamik.

3 Beri kesempatan pada pasien Umpan balik positif dari pasien dan
untuk bertanya tentang hal- keluarga menjadi tolak ukur sikap
hal yang belum dimengerti. kooperatif pasien.

4 Ukur dan catat tand vital Efek dari aktivitas terhadap


sebelum dan sesudah sirkulasi sistemik dan koroner
aktivitas. dapat ditunjukkan dalam
peningkatan tanda vital.

5 Bantu pasien dalam Kebutuhan ADL pasien dapat


memenuhi ADL. terpenuhi dengan bantuan perawat
untuk mengurang beban jantung
pasien.

6 Evaluasi respon pasien saat Adanya tanda-tanda tersebut


setelah aktivitas terhadap merupakan tanda adanya ketidak
nyeri dada, sesak, sakit seimbangan supply dan kebutuhan
kepala, pusing, keringat oksigen miokard.
dingin.

7 Hentikan aktivitas saat pasien Istirahat dibutuhkan untuk


mengeluh nyeri dada, sesak, mengurangi kebutuhan oksigen
sakit kepala, pusing, keringat miokard.
dingin.
NO INTERVENSI RASIONAL

8 Beri penjelasan pada pasien Pasien dapat waspada apabila ada


tanda – tanda memburuknya tanda-tanda penurunan
status hemodinamik akibat hemodinamik dan tahu cara
aktivitas: nyeri dada, sesak, menanggulanginya.
sakit kepala, pusing, keringat
dingin.

3. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler
sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan struktuaral seperti aneurisma
ventrikel dan kerusakan septum.

NO INTERVENSI RASIONAL

1 Ukur dan catat tanda vital Penurunan curah jantung dapat


tiap jam. dimanifestasikan dengan
peningkatan nadi, TD, HR.

2 Kaji adanya bunyi tambahan Bunyi S3 biasanya dihubungkan


pada Auskultasi. dengan kelebihan kerja ventrikel
kiri dan S4 berhubungan dengan
ischemic miokard.

Murmur menunjukkan gangguan


aliran darah normal pada jantung.

3 Auskultasi bunyi nafas Crecies menunjukkan kongesti paru


akibat penurunan fungsi miokard.
NO INTERVENSI RASIONAL

4 Pantau frekuensi dan irama Adanya nekrose / kematian otot


jantung dan catat adanya jantung dapat menyebabkan
irama disritmia melalui gangguan sistim konduksi dan
monitor (bedside monitor penurunan curah jantung.
ECG)

5 Observasi perfusi jaringan : Penurunan cardiac output dapat


Acral, kelembaban kulit dan mempengaruhi sirlulasi darah
perubahan warna kulit dan (perifer)
ujung-ujung jari dan nilai
Capilary Refill Time (SPO2)

6 Ciptakan lingkungan yang Lingkungan yang aman dan


aman dan nyaman, batasi nyaman menurunkan stressor luar
aktivitas. sehingga menurunkan konsumsi O2
miokard.

7 Catat intake-output tiap 6 jam Penurunan cardiac output


menuebabkan penurunan perfusi
ginjal.

4. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang


terpajang atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang akan
datang.

NO INTERVENSI RASIONAL

1 Kaji pengetahuan pasien dan Dasar pengetahuan yang dimiliki


keluarga tentang penyakit pasien dan keluarga membantu
perawat dalam memberikan
NO INTERVENSI RASIONAL

jantung. penyuluhan kesehatan.

2 Beri penjelasan kepada Pendidikan kesehatan pada pasien


pasien dan keluarga tentang dan keluarga tentang penyakitnya
keadaan penyakitnya secara dibutuhkan untuk membangun
sederhana : Patofisiologi, sikap kooperatif.
penyebab, tanda dan gejala,
faktor predisposisi, terapi dan
perawatan.

3 Beri kesempatan kepada Evaluasi respon pasien dan


pasien dan keluarga untuk keluarga terhadap penjelasan yang
bertanya apabila ada yang diberikan.
belum jelas.

4 Jelaskan prosedur yang akan Kejelasan dari setiap prosedur


dilakukan dan perubahan dapat menjadi dasar sikap
yang diharapkan dari kooperatif pasien dan keluarga.
tindakan / prosedur tersebut.

5 Hindari adanya konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan


dengan pasien. emosi pasien.

6 Beri penjelasan tentang Pendidikan kesehatan dibutuhkan


bahaya merokok dan untuk merubah pola / gaya hidup
makanan tinggi kolesterol. pasien yang berhubungan dengan
penyakitnya.

7 Beri penjelasan tanda-tanda Identifikasi dini dapat membantu


memburuknya hemodinamik. pasien dalam penanganan secara
dini.
NO INTERVENSI RASIONAL

8 Libatkan keluarga dalam Pengawasan setelah pasien di


berpartisipasi aktif dalam rumah adalah tugas keluarga.
rehabilitasi di rumah.

Perbedaan antara Angina Pectoris dengan Akut Miokard infark adalah :

Angina Pectoris Akut Miokard Infark


- Nyeri dada di daerah - Nyeri dada kiri seperti
sternum, ditusuk-tusuk atau diiris-
- substernal atau dada iris menjalar ke lengan
sebelah kiri dan kadang- kiri,
kadang menjalar ke lengan - lebih intensif dan lama
kiri, punggung, rahang, serta tidak sepenuhnya
leher, atau ke lengan hilang dengan istirahat
kanan ataupun pemberian
- dapat timbul di tempat lain nitrogliserin.
seperti di daerah - Pada EKG terdapat
epigastrium, leher, rahang, elevasi segmen ST diikuti
gigi, bahu. dengan perubahan sampai
- Nyeri dada biasanya inversi gelombang T;
seperti tertekan benda kemudian muncul
berat, atau seperti di peras peningkatan gelombang Q
atau terasa panas, kadang- minimal di 2 sadapan.
kadang hanya mengeluh - Peningkatan kadar enzim
perasaan tidak enak di atau isoenzim merupakan
dada. indikator spesifik infark
- Nyeri timbul pada saat miokard akut yaitu
melakukan aktivitas dan kreatinin fosfoskinase
mereda bila aktivitas (CPK/CK), SGOT, LDH,
dihentikan alfa hidroksi butirat
- Lamanya nyeri dada dehidrogenase, dan
biasanya berlangsung 1-5 isoenzim CK-MB. Yang
menit paling awal meningkat
- Gambaran EKG saat adalah CPK
istirahat dan bukan pada
saat serangan angina
sering masih normal.
- Foto rontgen dada sering
menunjukkan bentuk
jantung yang normal.
- Perlu dilakukan exercise
test, positif bila EKG
menunjukkan depresi
segmen ST dan
gelombang T dapat
terbalik.
D. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Pasien menunjukan pengurangan nyeri
2. Tidak menunjukan kesulitan dalam bernapas
3. Perfusi jaringan terpelihara secara adekuat
4. Memperlihatkan berkurangnya kecemasan
5. Mematuhi program perawatan diri
6. Tidak menunjukan adanya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6,


EGC, Jakarta

Price & Wilson, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,


EGC, Jakarta

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta:
EGC ; 1994.

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta: EGC;

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made
Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC

http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-
miokard-akut/

Vous aimerez peut-être aussi