Vous êtes sur la page 1sur 12

GANGGUAN PERILAKU

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Perilaku Abnormal


Abnormalitas dilihat dari sudut pandang biologis berawal dari pendapat bahwa patologi
otak merupakan faktor penyebab tingkah laku abnormal. Pandangan ini ditunjang lebih kuat
dengan perkembangan di abad ke-19 khususnya pada bidang anatomi faal, neurologi, kimia dan
kedokteran umum.
Berbagai penyakit neurologis saat ini telah dipahami sebagai terganggunya fungsi otak
akibat pengaruh fisik atau kimiawi dan seringkali melibatkan segi psikologis atau tingkah
laku.Akan tetapi kita harus perhatikan bahwa kerusakan neurologis tidak selalu memunculkan
tingkah laku abnormal, dengan kata lain tidak selalu jelas bagaimana kerusakan ini dapat
mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Fungsi otak yang kuat bergantung pada efisiensi sel saraf atau neuron untuk
mentransmisikan suatu pesan melalui synaps ke neuron berikutnya dengan menggunakan zat
kimia yang disebut neurotransmiter. Dengan ketidakseimbangan bio kimia otak inilah yang
mendasari perspektif biologis munculnya tingkah laku abnormal. Akan tetapi selain dari patologi
otak sudut pandang biologis juga memandang bahwa beberapa tingkah laku abnormal ditentukan
oleh gen yang diturunkan.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa itu perilaku abnormal ?
b. Apa penyebab perilaku abnormal ?
c. Apa saja faktor-faktor abnormalitas ?
d. Apa karakteristik perilaku abnormal ?
e. Apa saja jenis-jenis perilaku abnormal ?

1.3. Tujuan Makalah


a. Mengetahui pengertian perilaku abnormal.
b. Mengetahui penyebab perilaku abnormal.
c. Mengetahui faktor-faktor abnormalitas.
d. Mengetahui karakteristik perilaku abnormal.
e. Mengetahui jenis-jenis perilaku abnormal.
GANGGUAN PERILAKU

2.1. Pengertian Perilaku Abnormal


Perilaku abnormal adalah kekalutan mental & melampaui titik kepatahan mental atau
dikenal sebagai nervous breakdown. (get mental breakdown). Sepanjang sejarah budaya barat,
konsep perilaku abnormal telah dibentuk, dalam beberapa hal, oleh pandangan dunia waktu itu.
Contohnya, masyarakat purba menghubungkan perilaku abnormal dengan kekuatan supranatural
atau yang bersifat ketuhanan. Para arkeolog telah menemukan kerangka manusia dari Zaman
Batu dengan lubang sebesar telur pada tengkoraknya. Satu interpretasi yang muncul adalah
bahwa nenek moyang kita percaya bahwa perilaku abnormal merefleksikan serbuan/invasi dari
roh-roh jahat. Mungkin mereka menggunakan cara kasar yang disebut trephination-menciptakan
sebuah jalur bagi jalan keluarnya roh tertentu.
Pada abad pertengahan kepercayaan tersebut makin meningkat pengaruhnya dan pada
akhirnya mendominasi pemikiran di zaman pertengahan. Doktrin tentang penguasaan oleh roh
jahat meyakini bahwa perilaku abnormal merupakan suatu tanda kerasukan oleh roh jahat atau
iblis. Rupanya, hal seperti ini masih dapat dijumpai di negara kita, khususnya di daerah
pedalaman. Pernah saya melihat di tayangan televisi yang mengisahkan tentang seorang ibu
dirantai kakinya karena dianggap gila. Oleh karena keluarga meyakini bahwa sang ibu didiami
oleh roh jahat, maka mereka membawa ibu ini pada seorang tokoh agama di desanya. Dia diberi
minum air putih yang sudah didoakan. Mungkin inilah gambaran situasi pada abad pertengahan
berkaitan dengan penyebab perilaku abnormal. Lalu apa yang dilakukan waktu itu? Pada abad
pertengahan, para pengusir roh jahat dipekerjakan untuk meyakinkan roh jahat bahwa tubuh
korban yang mereka tuju pada dasarnya tidak dapat dihuni. Mereka melakukan pengusiran roh
jahat (exorcism) dengan cara, misalnya: berdoa, mengayun-ayunkan tanda salib, memukul,
mencambuk, dan bahkan membuat korban menjadi kelaparan. Apabila korban masih
menunjukkan perilaku abnormal, maka ada pengobatan yang lebih kuat, seperti penyiksaan
dengan peralatan tertentu.
Keyakinan-keyakinan dalam hal kerasukan roh jahat tetap bertahan hingga bangkitnya
ilmu pengetahuan alam pada akhir abad ke 17 dan 18. Masyarakat secara luas mulai berpaling
pada nalar dan ilmu pengetahuan sebagai cara untuk menjelaskan fenomena alam dan perilaku
manusia. Akhirnya, model-model perilaku abnormal juga mulai bermunculan, meliputi model-
model yang mewakili perspektif biologis, psikologis, sosiokultural, dan biopsikososial.
Di bawah ini adalah penjelasan-penjelasan singkatnya,
Perspektif biologis: Seorang dokter Jerman, Wilhelm Griesinger (1817-1868) menyatakan bahwa
perilaku abnormal berakar pada penyakit di otak. Pandangan ini cukup memengaruhi dokter
Jerman lainnya, seperti Emil Kraepelin (1856-1926) yang menulis buku teks penting dalam
bidang psikiatri pada tahun 1883. Ia meyakini bahwa gangguan mental berhubungan dengan
penyakit fisik. Memang tidak semua orang yang mengadopsi model medis ini meyakini bahwa
setiap pola perilaku abnormal merupakan hasil dari kerusakan biologis, namun mereka
mempertahankan keyakinan bahwa pola perilaku abnormal tersebut dapat dihubungkan dengan
penyakit fisik karena ciri-cirinya dapat dikonseptualisasikan sebagai simtom-simtom dari
gangguan yang mendasarinya.
Perspektif psikologis: Sigmund Freud, seorang dokter muda Austria (1856-1939) berpikir
bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara kekuatan-kekuatan di dalam
pikiran bawah sadar. Model yang dikenal sebagai model psikodinamika ini merupakan model
psikologis utama yang pertama membahas mengenai perilaku abnormal.
Perspektif sosiokultural: Pandangan ini meyakini bahwa kita harus mempertimbangkan
konteks-konteks sosial yang lebih luas di mana suatu perilaku muncul untuk memahami akar dari
perilaku abnormal. Penyebab perilaku abnormal dapat ditemukan pada kegagalan masyarakat
dan bukan pada kegagalan orangnya.
Masalah-masalah psikologis bisa jadi berakar pada penyakit sosial masyarakat, seperti
kemiskinan, perpecahan sosial, diskriminasi ras, gender,gayahidup,dansebagainya.
Perspektif biopsikososial: Pandangan ini meyakini bahwa perilaku abnormal terlalu
kompleks untuk dapat dipahami hanya dari salah satu model atau perspektif. Mereka mendukung
pandangan bahwa perilaku abnormal dapat dipahami dengan paling baik bila memperhitungkan
interaksi antara berbagai macam penyebab yang mewakili bidang biologis, psikologis, dan
sosiokultural.

2.2. Penyebab Perilaku Abnormal


Menurut tahap – tahap berfungsinya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat dibedakan sebagai
berikut :
1. Penyebab Primer ( Primary Cause )
Penyebab primer adalah kondisi yang tanpa kehadirannya suatu gangguan tidak akan muncul.
Misalnya infeksi sipilis yang menyerang system syaraf pada kasus paresis general yaitu sejenis
psikosis yang disertai paralysis atau kelumpuhan yang bersifat progresif atau berkembang secara
bertahap sampai akhirnya penderita mengalami kelumpuhan total. Tanpa infeksi sipilis gangguan
ini tidak mungkin menyerang seseorang.
2. Penyebab yang Menyiapkan ( Predisposing Cause )
Kondisi yang mendahului dan membuka jalan bagi kemungkinan terjadinya gangguan tertentu
dalam kondisi – kondisi tertentu di masa mendatang. Misalnya anak yang ditolak oleh orang
tuanya (rejected child) mungkin menjadi lebih rentan dengan tekanan hidup sesudah dewasa
dibandingkan dengan orang – orang yang memiliki dasar rasa aman yang lebih baik.
3. Penyebab Pencetus ( Preciptating Cause )
Penyebab pencetus adalah setiap kondisi yang tak tertahankan bagi individu dan mencetuskan
gangguan. Misalnya seorang wanita muda yang menjadi terganggu sesudah mengalami
kekecewaan berat ditinggalkan oleh tunangannya. Contoh lain seorang pria setengah baya yang
menjadi terganggu karena kecewa berat sesudah bisnis pakaiannya bangkrut.
4. Penyebab Yang Menguatkan ( Reinforcing Cause )
Kondisi yang cenderung mempertahankan atau memperteguh tinkah laku maladaptif yang sudah
terjadi. Misalnya perhatian yang berlebihan pada seorang gadis yang ”sedang sakit” justru dapat
menyebabkan yang bersangkutan kurang bertanggungjawab atas dirinya, dan menunda
kesembuhannya.
5. Sirkulasi Faktor – Faktor Penyebab
Dalam kenyataan, suatu gangguan perilaku jarang disebabkan oleh satu penyebab tunggal.
Serangkaian faktor penyebab yang kompleks, bukan sebagai hubungan sebab akibat sederhana
melainkan saling mempengaruhi sebagai lingkaran setan, sering menadi sumber penyebab
sebagai abnormalitas . Misalnya sepasang suami istri menjalani konseling untuk mengatasi
problem dalam hubungan perkawinan mereka. Sang suami menuduh istrinya senang berfoya –
foya sedangkan sang suami hanya asyik dengan dirinya dan tidak memperhatikannya. Menurut
versi sang suami dia jengkel keada istrinya karena suka berfoya – foya bersama teman –
temannya. Jadi tidak lagi jelas mana sebab mana akibat.

Berdasarkan sumber asalnya, sebab – sebab perilaku abnormal dapat digolongkan sedikitnya
menjadi tiga yaitu:
1. Faktor Biologis
Adalah berbagai keadaan biologis atau jasmani yang dapat menghambat perkembangan ataupun
fungsi sang pribadi dalam kehidupan sehari – hari seperti kelainan gen, kurang gizi, penyakit
dsb. Pengaruh – pengaruh faktor biologis lazimnya bersifa menyeluruh. Artinya mempengaruhi
seluruh aspek tingkah laku, mulai dari kecerdasan sampai daya tahan terhadap stress.

2. Faktor – faktor psikososial


a) Trauma Di Masa Kanak – Kanak
Trauma Psikologis adalah pengalaman yang menghancurkan rasa aman, rasa mampu, dan harga
diri sehingga menimbulkan luka psikologis yang sulit disembuhkan sepenuhnya. Trauma
psikologis yang dialami pada masa kanak – kanak cenderung akan terus dibawa sampai ke masa
dewasa.
b) Deprivasi Parental
Tiadanya kesempatan untuk mendapatka rangsangan emosi dari orang tua, berupa kehangatan,
kontak fisik,rangsangan intelektual, emosional dan social. Ada beberapa kemungkinan sebab
misalnya:
1.Dipisahkan dari orang tua dan dititipkan di panti asuhan.
2.Kurangnya perhatian dari pihak orang tua kendati tinggal bersama orang tua di rumah.
c) Hubungan orang tua – anak yang patogenik
Hubungan patogenik adalah hubungan yang tidak serasi, dalam hal ini hubungan antara orang tua
dan anak yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak.
d) Struktur keluarga yang patogenik
Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung diantara para
anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat dan
selanjutnya muncul pola gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada empat struktur
keluarga yang melahirkan gangguan pada para anggotanya:
1. Keluarga yang tidak mampu mengatasi masalah sehari-hari. Kehidupan keluarga karena berbagai
macam sebab seperti tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki
pengetahuan dan keterampilan secukupnya.
2. Keluarga yang antisosial Keluarga yang menganut nilai – nilai yang bertentangan dengan
masyarakat luas.
3. Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah.
4. Keluarga yang tidak utuh. Keluarga dimana ayah / ibu yang tidak ada di rumah, entah karena
sudah meninggal atau sebab lain seperti perceraian, ayah memiliki dua istri dll.
e) Stress berat
Stress adalah keadaan yang menekan khususnya secara psikologis. Keadaan ini dapat
ditimbulkan oleh berbagai sebab, seperti :
1) Frustasi yang menyebabkan hilangnya harga diri.
2) Konflik nilai.
3) Tekanan kehidupan modern.
3. Faktor – Faktor Sosiokultural
Meliputi keadaan obyektif dalam masyarakat atau tuntutan dari masyarakat yang dapat berakibat
menimbulkan tekanan dalam individu dan selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan
seperti :
a. Suasana perang dan suasana kehidupan yang diliputi oleh kekerasan,
b. Terpaksa menjalani peran social yang berpotensi menimbulkan gangguan, seperti menjadi
tentara yang dalam peperangan harus membunuh.
c. Menjadi korban prasangka dan diskriminasi berdasarkan penggolongan tertentu seperti
berdasarkan agama, ras, suku dll.

2.3. Faktor Abnormalitas


Penyebab yang mendasari seseorang abnormal menurut Kartini Kartono (1989) sebagai berikut:
 Faktor keturunan (hereditas)
1. Idiopathy (penyakit yang timbul dari dalam organ tubuh)
2. Psikosis (penyakit mental yang parah)
3. Neurosis (penyakit saraf)
4. Ideocy (ketidak sempurnaan mental pada tingkat rendah)
5. Psikosis sifilitik
 Faktor sebelum lahir (pranatal)
1. Kekurangan nutrisi
2. Infeksi
3. Luka
4. Keracunan
5. Menderita penyakit
6. Menderita psikosis
7. Trauma pada kandungan
 Faktor ketika lahir (natal)
1. Kelahiran dengan tang (tangverlossing)
2. Asphixia (kekurangan O2 dalam udara pernafasan)
3. Prematurity (lahir sebelum waktunya)
4. Primogeniture (primipara = wanita yang hamil sekai dan melahirkan anak pertama)
 Faktor setelah lahir (pascanatal)
1. Pengalaman traumatik
2. Kejang atau stuip
3. Infeksi pada otak atau selaput otak
4. Kekurangan nutrisi
5. Faktor psikologis
2.4. Karakteristik Perilaku Abnormal
1. Kejarangan statistic
Salah satu aspek perilaku abnormal adalah perilaku tersebut jarang ditemukan. Perkataan yang
mengungkapkan bahwa seseorang dianggap normal adalah orang tersebut tidak menyimpang
jauh dari rata-rata pola trait atau perilaku tertentu.
2. Pelanggaran norma
Perilaku tersebut melanggar norma sosial atau mengancam atau mencemaskan mereka yang
mengamatinya.
3. Distress pribadi
Karakteristik lain dari perilaku abnormal adalah perilaku menciptakan tekanan dan siksaan besar
pada orang yang megalaminya
4. Disabilitas atau disfungsi perilaku
Disabilitas yaitu ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup (seperti
hubungan kerja atau pribadi), karena abnormalitas.
5. Yang tidak diharapkan (Unexpectedness)
Tidak semua distress atau diabilitas masuk dalam bidang psikologi abnormal. Distress seringkali
dianggap abnormal bila hal tersebut merupakan respons yang tidak diharapkan terhadap stressor
lingkungan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku abnormal itu adalah perilaku yang jarang ditemukan,
melanggar norma sosial, menciptakan tekanan bagi yang mengalaminya, yang menyebabkan
ketidakmampuan individu untuk hidup normal, dan menjadi respons yang tidak diharapkan oleh
lingkungan. Oleh karena itu, suatu perilaku yang dianggap abnormal adalah perilaku yang sesuai
dengan criteria diatas. Dimana harus terdapat semua criteria yang sesuai agar dapat digolongkan
sebagai perilaku abnormal. Sebab tidak semua perilaku abnormal yang sesuai dengan satu
criteria, juga akan sesuai untuk criteria yang lainnya.

2.5. Jenis-jenis Perilaku Abnormal


1. Gangguan Kecemasan
Sebagian besar kita merasa cemas dan tegang bila menghadapi situasi yang mengancam dan
menekan. Persaan ini merupakan reaksi yang normal terhadap stress. Kecemasan dianggap
abnormal bila terjadi dalam situasi yang oleh kebanyakan orang dapat diatasi dengan mudah.
Gangguan kecemasan mencakup sekelompok gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala
utama (kecemasan merata dan gangguan panik) atau kecemasan dialami bila individu berupaya
mengendalikan perilaku maladaptif tertentunya (fobia dan obsesi kompulsif).
Gangguan kecemasan merata dan Gangguan Panik
Kecemasan merata (generalized anxiety).
Selalu merasa bersalah/khawatir, cenderung memberikan respon yang berlebihan pada stress
yang ringan. Setiap hari hidup dalam ketegangan. Terus menerus mengkhawatirkan segala
macam masalah yang mungkin terjadi dan sult sekali berkonsentrasi dan mengambil keputusan.
Keluhan fisik yang lazim antara lain tidak dapat tenang,tidur terganggu,kelelahan,macam-macam
sakit kepala,kepeningan,jantung berdebar-debar.

Gangguan Panik (Panic attacks)


Keadaan tiba-tiba yang penuh dengan keprihatinan atau teror akut yang meluap-luap. Pada saat
serangan panik individu merasa yakin bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi. Perasaan ini
disertai dengan gejala seperti jantung berdebar-debar,kehabisan nafas,berkeringat, otot-otot
bergetar,kepusingan, dan rasa muak. Semua ini akibat dari aktifnya bagian simpatetik sistem
saraf otonomik.

Fobia
Berbeda dengan angguan kecemasn merata,gangguan fobia mengandung ketakutan yang
spesifik. Seseorang yang bereaksi dengan ketakutan yang amat sangat terhadap suatu stimulus
atau situasi yang menurut kebanyakan orang tidaklah sangat berbahaya,disebut orang yang fobia.
Orang tersebut biasanya menyadari bahwa ketakutanya itu tidak rasional tapi dia tetap merasakan
kecemasan (mulai dari rasa rasa serba salah yang amat sangat sampai panik) yang hanya dapat
diredakan dengan menghindari benda atau situasi yang menakutkan itu. Rasa takut biasanya
tidak didiagnosa sebagai gangguan fobia apabila rasa takut tersebut tidak sangat mengganggu
kehidupan sehari-hari individu tersebut.

Gangguan obsesi kompulsif


Orang yang mengalami gangguan obsesi kompulsi merasa terpaksa berpikir tentang hal-hal tidak
mereka inginkan.
Obsesi: gangguan terus menerus dari pikiran/bayangan yang tidak diinginkan.
Kompulsif: desakan yang tak tertahankan untuk melaksanakan tindakan/ritual rutin tertentu.
Pikiran obsesi dapat dikaitkan dengan tindakan kompulsif (misalnya,pikiran tentang kuman
penyakit yang dihubungkan dengan kompulsi untuk mencuci alat-alat makan berkali-kali
sebelum dipakai).
Individu yang mengalami gangguan obsesi kompulsif,pikiran dan desakan ini sangat
mengganggu tetapi merasa tak berdaya mengendalikannya.

2. Gangguan afektif
Gangguan afektif adalah gangguan pada afeksi atau suasana hati (mood). Orang yang
terganggu ini dapat mengalami depresi atau manik (girang yang tidak wajar) yang parah
atau dapat berganti-ganti antara saat-saat depresi atau manik (girang yang tidak wajar)
yang parah dan dapat berganti-ganti antara saat-saat depresi atau saat-saat panik.
Perubahan suasana hati semacam ini mungkin saja sangat parah sehingga individu tersebut
perlu dirumahsakitkan.
 Episode manik
Episode manik ringan (hipomania) orangnya penuh energi ,antusias dan percaya diri. Terus
berbicara, berpindah-pindah kegiatan tanpa memikirkan waktu tidur yang cukup, dan membuat
rencana-rencana besar tetapi tidak diimbangi dengan pelaksanaannya. Perilaku manik bersifat
mendesak dan seringkali lebih mengekspresikan rasa kebencian daripada kegembiraan.
Episode manik yang parah ( mania) berperilaku seperti konsep yang terkenal tentang “raving
maniak” . Mereka sangat bersemangat dan harus selalu aktif. Mereka dapat bolak-
balik,menyanyi,berteriak, atau memukul-mukul dinding selama berjam-jam. Akan marah dan
menjadi ganas bila ada orang yang mengganggu kegiatan mereka.
Gangguan manik depresi
Individu yang mengalami manik dan mengalami depresi secara berganti-ganti dalam suatu
episode yang bersamaan. Kondisi ini disebut sebagai gangguan bipolar; individu beralih dari satu
kutub perasaan ke kutub perasaan yang lain. Gangguan bipolar atau gangguan manik depresif
jarang terjadi. Gangguan manik depresif berbeda dengan gangguan afeksi lainnya karena
gangguan ini cenderung terjadi pada usia yang lebih muda,lebih mungkin terjadi dalam
keluarga,memberi respons pada beberapa pengobatan terapis yang berbeda, dan mudah terjadi
lagi bila tidak diobati.

 Skisofrenia
Gangguan yang ditandai dengan parahnya,
a. Kekacauan kepribadian.
b. Distorsi realita.
c. Ketidakmampuan untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Biasanya muncul pada umur sangat muda; puncaknya antara umur 25 th-35 th. Kadang-kadang
berkembang secara lamban sebagai proses yang sedikit demi sedikit. Meningkat pada perilaku
mengasingkan diri dan perilaku yang tidak wajar. Gangguan skisofrenia dapat juga terjadi secara
tiba-tiba, ditandai dengan kerancuan yang intens dan kekacauan emosi.
Kasus ini timbul dengan segera yang disebabkan oleh adanya saat stress pada individu yang
memiliki gaya hidup :
− Cenderung menyendiri.
− Suka bekerja sendiri.
− Merasa tidak aman.
Ciri-ciri Skisofrenia :
a. Kekacauan Pikiran dan Perhatian.
Kesulitan umum untuk menyaring stimulus yang relevan. Individu tersebut menanggapi
begitu banyak stimulus yang bersamaan dan sulit mengambil makna.Pembicaraan para
penderita ini tidak relevan, tidak ada ujung pangkalnya.
b. Kekacauan Persepsi.
Dalam fase yang akut seringkali dilaporkan bahwa dunia tampak lain bagi penderita tersebut.
Ketidakmampuan memahami sesuatu sebagai suatu keseluruhan.
c. Kekacauan Afektif.
d. Tidak dapat merespon rangsangan emosional secara wajar dan normal. Namun ekspresi emosi
yang datar ini/tumpul ini dapat menyembunyikan kekacauan dalam hatinya dan dapat tiba-
tiba sangat marah. Kadang-kadang penderita mengukapkan perasan yang tidak relevan
dengan situasi/pikiran yang diungkapkan.
e. Delusi dan Halusinasi.
Penderita dengan tahap akut dalam proses pikiran dan persepsi yang menyimpang disertai
pula dengan berbagai delusi. Delusi yang paling umum adalah keyakinan bahwa kekuatan
eksternal mencoba mengendalikan pikiran dan tindakan orang tersebut.
- Delusi penganiayaan : Paranoid.
- Delusi kehebatan : Orang tersebut kuat dan penting.
Halusinasi dapat terjadi sendiri atau merupakan bagian dari keyakinan.
- Halusinasi Auditorik : Suara-suara.
- Halusinasi Visual : Melihat mahluk-mahluk aneh,malaikat.
- Halusinasi Sensorik : Bau busuk, rasa racun, perasaan disentuh.

3. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak wajar dalam mengatasi
stress atau memecahkan masalah. Sifat-sifat tersebut biasanya muncul pada masa
remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup.

3.1. Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku abnormal itu adalah perilaku yang jarang
ditemukan, melanggar norma sosial, menciptakan tekanan bagi yang mengalaminya, yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk hidup normal, dan menjadi respons yang tidak
diharapkan oleh lingkungan. Oleh karena itu, suatu perilaku yang dianggap abnormal adalah
perilaku yang sesuai dengan criteria diatas. Dimana harus terdapat semua criteria yang sesuai
agar dapat digolongkan sebagai perilaku abnormal. Sebab tidak semua perilaku abnormal yang
sesuai dengan satu criteria, juga akan sesuai untuk kriteria yang lainnya.

3.2. Saran
Kita perlu memahami perilaku abnormal seseorang, sebab “Orang Berperilaku Abnormal”
biasanya tampak di dalam kelas dan bahkan dia menampakkan perilaku bermasalah itu di dalam
keseluruhan interaksi dengan lingkungannya.
Manusia merupakan individu yang khas, penghampiran terhadap permasalahan individu
memerlukan penanganan yang berbeda. Teknik-teknik membantu mahasiswa berperilaku
abnormal memberikan wawasan dalam memberikan bantuan terhadap murid bermasalah.
Jadi sebagai sesama manusia, kita harus mengetahui mengapa itu bisa terjadi dan seorang
mahasiswa yang baik harus bisa mengerti apa yang dialami oleh teman sekitarnya dengan baik
dan solusi yang tepat agar orang yang berprilaku abnormal dapat keluar dari masalah yang
dihadapi.
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,A.Aziz Alimul.2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Surabaya: Salemba Medika.

Sarwono, Sarlito Wirawan.1983.Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Suyati, Sri. dkk. 1995. Psikologi Industri dan Sosial, Semarang : Pustaka Jaya.

King, Laura A., 2010. Psikologi Dasar, Jakarta : Salemba Humanika

Nevid, Jeffrey S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal, Edisi ke 5. Jakarta: PT. Gramedia

Nevid, Jeffrey S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal, Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama

Vous aimerez peut-être aussi