Vous êtes sur la page 1sur 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT. atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan sebagai tugas
kompetensi kelompok. Shalawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan
kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-
pengikutnya sampai akhir zaman.

Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di
masa mendatang.

Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan,


bimbingan, dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa
hormat dan terima kasih kepada :
1. Allah SWT, yang telah memberi kehidupan dengan sejuknya keimanan,
2. teman-teman sejawat Fakultas Kedokteran Unsri,
3. semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
diberikan kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan
ini bermanfaat bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu
dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 24 Agustus 2016

Kelompok 4

Page 1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ 1


Tetanus Neonatorum
A. Definisi ............................................................................................. 3
B. Differential Diagnose ....................................................................... 3
C. Cara Mendiagnosis ........................................................................... 3
D. Epidemiologi .................................................................................... 4
E. Etiologi ............................................................................................. 4
F. Patofisiologi dan Patogenesis ........................................................... 5
G. Manifestasi Klinis ............................................................................ 7
H. Faktor Risiko .................................................................................... 8
I. Komplikasi ......................................................................................... 9
J. Tatalaksana ...................................................................................... 10
K. Edukasi dan Pencegahan ................................................................ 11
L. Prognosis ........................................................................................ 11
M. SKDI .............................................................................................. 13
Daftar Pustaka ........................................................................................... 14

Page 2
Tetanus Neonatorum

A. Definisi
Tetanus neonatorum adalah penyakit infeksi dengan kekakuan dan kejang
otot akibat dari Clostridium tetanii yang terjadi pada bayi baru lahir ( 0 – 1
bulan ), biasanya masuk melalui luka pemotongan tali pusat yang tidak steril.

B. Diagnosis Banding
1. Meningitis
2. Meningoenchepalitis
3. Enchepalitis
4. Tetani karena hipocalsemia atau hipomagnesemia
5. Trismus karena processefle
6. Komplikasi Tetanus Neonatorum
7. Bronkhopneumonia
8. Asfiksia
9. Sepsis Neonatorum

C. Cara Mendiagnosis
Diagnosis tetanus dapat ditegakkan dengan anamnesis dan melihat ciri
klinis atau manifestasi klinis dari pasien, baik itu tetanus pada umumnya
maupun pada jenis yang tidak khas.
Pada kasus tetanus neonatorum, yang perlu ditanyakan adalah mengenai
riwayat imunisasi tetanus ibu, siapa yang membantu proses kelahiran,
bagaimana proses kelahirannya, dimana dilakukan, apa yang dilakukan
terhadap pusar bayi, kapan bayi mulai kurang minum ASI, dan adakah tanda –
tanda spasme ketika disentuh, kejang, serta kekakuan. Pertanyaan –
pertanyaan ini akan bisa membantu kita untuk menegakkan diagnosis tetanus.
Jika kita mengetahui manifestasi klinis awal tetanus neonatorum, yaitu
kesulitan untuk minum ASI serta tangisan yang tidak berhenti, dimulai 3 – 12
hari setelah anak dilahirkan, disertai dengan riwayat imunisasi tetanus ibu
yang tidak lengkap, serta proses kelahiran yang dilakukan dirumah oleh orang

Page 3
yang tidak memiliki latar belakan medis dan menggunakan alat – alat yang
tidak steril, maka diagnosis tetanus neonatorum sudah dapat ditegakkan.

D. Epidemiologi
Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau
minggu kedua kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke
tujuh atau ke delapan, serta dapat membawa kematian pada 70 – 90% kasus.
Perawatan medis modern, yang langka di dunia ketiga di mana penyakit ini
amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari 50%.
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di
Asia, Timur Tengah, dan Afrika pada tahun 1978 – 1982 menekankan bahwa
penyakit tetanus neonatorum banyak dijumpai di daerah pedesaan negara
berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian
neonatal akibat penyakit tetanus neonatorum mencapai 51%. Pada kasus
tetanus neonatorum yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan
mendekati 100%, terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang
dari 7 hari.
Di Jepang, penurunan angka kematian akibat penyakit tetanus neonatorum
dari 0,036 per 1000 lahir hidup pada tahun 1947 menjadi 0,07 per 1000 lahir
hidup pada tahun 1961 terjadi pada saat keadaan sosial ekonomi dan proporsi
bayi-bayi yang dilahirkan di klinik atau rumah sakit meningkat dengan cepat
dan kontaminasi lanjutan dari bungkul tali pusat dapat dicegah. Pernyataan
tersebut di atas seccara implisit menyatakan bahwa keadaan sebaliknya atau
persalinan di rumah mengandung risiko tetanus neonatorum yang tinggi.
Nelson menyebutkan bahwa kasus tetanus neonatorum sering didapatkan pada
anak dengan berat badan lahir rendah.

E. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah clostridium tetani yang hidup anaerob.
Kuman ini mudah dikenal karena pembentukan spora dan karena bentuk yang
khas, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.
Sporanya dapat bertahan sampai bertahun-tahun bila tidak kena sinar

Page 4
matahari, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin bila dalam kondisi
baik.
Toksin daripada tetanus ini dapat menghancurkan sel darah merah,
merusak leukosit dan merupakan tetanospasmin, yaitu toksin yang neurotropik
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. Selain itu juga tidak jarang
ditemukan pada feses manusia, juga pada feses kuda, anjing, dan kucing. Pada
negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai pada neonatus, bakteri
masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus ini
dikenal dengan nama tetanus neonatorum.

F. Patogenesis dan Patofisiologi


Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Clostridium
tetani.Clostridium tetani adalah bakteri berbentuk basil yang memiliki sifat
obligat anaerob dan motil.Secara structural, bakteri ini tidak memiliki kapsul
memiliki spora yang yang tahan terhadap panas, kekeringan dan
disinfektan.Bakteri ini dapat dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga
bisa pada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja
binatang tersebut dan sporanya bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa
tahun.
Untuk bertunas, spora dari C. tetani membutuhkan kondisi anaerob, seperti
luka dengan potensial oksidasi-reduksi yang rendah (contoh: jaringan mati,
benda asing, infeksi aktif). Pada kasus tetanus neonatorum, C. tetaniumumnya
menjadikan tali pusat sebagai port d’ entrée infeksinya. Hal ini mungkin
terjadi karena bebarapa kondisi seperti ibu yang tidak divaksinasi, kelahiran di
rumah, pemotongan tali pusat yang tidak higenis, dan aplikasi substansi
infeksius pada tali pusat mengakibatkan luka pada tali pusat memudahkan
spora Clostridium tetani masuk dari luka tali pusat dan melepaskan
tetanospamin.
Tetanospamin akan berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada
motor neuron. Kemudian bergerak melalui sistem transpor aksonal retrograd
melalui sel-sel neuron hingga ke medula spinalis dan batang otak, seterusnya
menyebabkan gangguan sistim saraf pusat (SSP) dan sistim saraf perifer

Page 5
(Arnon, 2007). Gangguan tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi
presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi, yaitu asam
aminobutirat gama (GABA) dan glisin, sehingga terjadi epilepsi, yaitu lepasan
muatan listrik yang berlebihan dan berterusan, sehingga penerimaan serta
pengiriman impuls dari otak ke bagian-bagian tubuh terganggu (Abrutyn,
2008).

Ketegangan otot dapat bermula dari tempat masuk kuman atau pada otot
rahang dan leher, serta toksin pada beberapa tempat yaitu :
1. Sumsum tulang belakang,
Dapat dijumpai kekakuan ekstremitas, otot-otot dada, perut dan mulai
timbul kejang.
2. Korteks serebri otak
Penderita akan mengalami kejang spontan.

Page 6
3. Sistim saraf otonom
Tetanospasmin akan menyebabkan gangguan proses pernafasan,
metabolisme, hemodinamika, hormonal, pencernaan, perkemihan, dan
pergerakan otot. Kekakuan laring, hipertensi, gangguan irama jantung,
berkeringat secara berlebihan (hiperhidrosis) merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom (Ismoedijanto, 2006).
G. Manifestasi Klinis
Berdasarkan manifestasi klinis, tetanus dapat diklasifikasikan menjadi
tetanus generalisata, local, atau sefalik.
1. Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling sering dijumpai.
Awalnya dapat berupa tetanus local yang berkembang luas setelah
beberapa hari. Gejala yang sering muncul:
 Hipertonus otot,
 Spasme,
 Trismus: perasaan kaku pada rahang dan leher, biasanya penderita sulit
membuka mulutnya,
 Kaku di leher, bahu, serta ekstremitas (biasanya terekstensi),
 Abdomen papan (abdomen terasa keras dan rata),
 Risus sardonicus: kontraksi pada otot wajah (otot bibir mengalami
retraksi, mata tertutup parsial karena kontraksi M. orbicularis oculi,
alis terelevasi karena spasme otot frontalis),
 Opistotonus: kontraksi pada otot punggung sehingga menyebabkan
perubahan bentuk menjadi melengkung,
 Spasme pada otot-otot pernapasan.

2. Tetanus lokal
Tetanus local merupakan yang paling ringan dibandingkan tetanus
lainnya. Biasanya gejala yang muncul berupa rasa kaku, kencang, dan,
nyeri pada otot disekitar luka. Seringkali terjadi spasme dan twitching dari
otot yang terkena.

Page 7
3. Tetanus sefalik
Tetanus sefalik biasanya terjadi setelah adanya luka pada kepala atau
wajah. Periode inkubasi biasanya pendek, hanya sekitar 1-2 hari. Terjadi
kelemahan dan paralisis otot-otot wajah. Pada periode spasme, otot wajah
biasanya berkontraksi. Spasme dapat melibatkan lidah dan tenggorokan
sehingga terjadi disartria, disfonia, dan disfagia. Seringkali tetanus sefalik
berkembang menjadi tetanus generalisata.

H. Faktor Risiko
Terdapat 5 faktor risiko utama terjadinya tetanus neonatorum, yaitu:
1. Faktor Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan
Clostridium tetani lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita
dengan gejala tetanus sering mempunyai riwayat tinggal di lingkungan
yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan lingkunga nadalah amat penting
bukan saja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai penyakit lain.

2. Faktor Alat Pemotongan Tali Pusat


Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat
meningkatkan risiko penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini
masih berlaku di negara-negara berkembang, dimana bidan-bidan yang
melakukan pertolongan persalinan masih menggunakan peralatan seperti
pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi baru lahir
(WHO, 2008).

3. Faktor Cara Perawatan Tali Pusat


Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih
menggunakan ramuan untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan
abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut akan dibalut dengan
menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu ritual
untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang

Page 8
tidak benar ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus
neonatorum(Chin, 2000).

4. Faktor Kebersihan Tempat Pelayanan Persalinan


Kebersihan suatu tempat pelayanan persalinan adalah sangat penting.
Tempat pelayanan persalinan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk
menimbulkan penyakit pada bayi yang akan dilahirkan, malah pada ibu
yang melahirkan. Tempat pelayanan persalinan yang ideal sebaiknya
dalam keadaan bersih dan steril (Abrutyn, 2008).

5. Faktor Kekebalan Ibu Hamil


Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat
membantu mencegah kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir.
Antibodi terhadap tetanus dari ibu hamil dapat disalurkan pada bayi
melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi Clostridium tetani.
Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir dari
ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

I. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai:
1. Laringospasm,
2. Kekakuan otot-otot pematasan,
3. Terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan
atelektaseserta(pneumonia aspiration),
4. Kompresi fraktur vertebra,
5. Laserasi lidah akibat kejang,
6. Rhabdomyolisis dan gagal ginjal,
7. Infeksi nosokomial,
8. Hipertensi,
9. Kematian.

Page 9
J. Tatalaksana
Tujuan dari terapi adalah menetralkan toksin yang beredar sebelum toksin
masuk ke dalam sistem saraf pusat, menurunkan produksi toksin yang lebih
banyak, mengontrol gejala neuromuskuler dan otonom yang muncul serta
mempertahankan kondisi pasien sampai efek toksin menghilang. Perawatan
suportif sangat penting, menjaga jalan napas tetap terbuka untuk mendapatkan
ventilasi yang adekuat merupakan langkah yang sangat penting. Pemasangan
kateter saluran kencing bisa dilakukan bila terjadi retensi urin. Manajemen
lainnya yang penting adalah perawatan untuk mencegah pneumonia aspirasi
dan atelektasis serta menurunkan rangsangan yang dapat mencetuskan kejang.
Pasien paling baik dirawat pada bangsal terbuka yang mudah dilihat,
terdapat akses terhadap tindakan keperawatan yang cepat dan peralatan
resusitasi. ASI harus tetap diberikan dan ibu harus didorong untuk
berpartisipasi dalam observasi dan perawatan pasien. Asi peras dapat
diberikan melalui pipa lambung diantara periode spasme. Pemberian ASI
dimulai dengan setengah kebutuhan per hari dan dinaikkan bertahap sehingga
mencapai jumlah yang mencukupi kebutuhannya dalam 2 hari.
Metronidazol merupakan obat pilihan untuk eliminasi bentuk vegetatif Cl
tetani, biasanya diberikan selama 10-14 hari. Penicillin G 100.000 unit/kg/hari
sebagai pilihan kedua dapat diberikan selama 10 hari. Infeksi lain yang terjadi
bersamaan dapat diberikan terapi antibiotik spektrum luas. Antitoksin tetanus
5000 U intramuskular atau human tetanus immunoglobulin 500 U
intramuskular dapat diberikan untuk menetralkan toksin yang beredar dan tak
terikat.
Terapi medikamentosa pilihan untuk menghentikan spasme adalah
diazepam dengan dosis 10 mg/kg/hari secara intravena dalam 24 jam atau
dengan bolus intravena setiap 3 jam dengan dosis 0,5 mg/kg per kali
pemberian dengan maksimum dosis 40 mg/kg/hari. Bila jalur intravena tidak
terpasang, diazepam dapat diberikan melalui pipa lambung atau melalui rektal.
Bila perlu, dapat diberikan dosis tambahan 10 mg/kg/hari. Pemberian
diazepam harus dihentikan apabila frekuensi napas <30 kali/menit, kecuali
jika tersedia ventilator mekanik.

Page 10
K. Edukasi dan Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara:
1. Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) pada ibu hamil. Pada awalnya
sasaran program imunisasi TT untuk mencegah penyakit tetanus
neonatorum adalah ibu hamil. Menurut rekomendasi WHO, pemberian
imunisasi TT sebanyak 5 dosis dengan internal minimal antara satu dosis
ke dosis berikutnya seperti yang telah ditentukan, akan memberikan
perlindungannya seumur hidup. Saat ini imunisasi TT diberikan kepada
murid SD kelas VI, calon pengantin wanita, dan ibu hamil.
2. Peningkatan pelayanan antenatal dan pertolongan persalinan tiga bersih,
yaitu bersih diri, bersih tempat, dan bersih alat.
3. Promosi perawatan tali pusat yang benar.

L. Prognosis
Terdapat sistem scoring untuk menilai prognosis tetanus seperti Phillips
score (tabel 1) dan Dakar score (tabel 2). Kedua system skoring ini
memasukkan kriteria periode inkubasi dan periode onset, begitu pula
manifestasi neurologis dan kardiak. Phillips score juga memasukkan status
imunisasi pasien.
 Phillips score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedang; dan >18,
severitas berat.
 Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3, severitas
sedang dengan mortalitas 10-20%; 4, severitas berat denganm mortalitas
20-40%; 5-6, severitas sangat berat.

Page 11
Tabel 1. Phillips score

Page 12
Tabel 2. Dakar score

M. SKDI
Kompetensi penyakit 3B

Page 13
DAFTAR PUSTAKA

Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Game JW, Behrman RE. (2011). Nelson
Textbook of Pediatrics 19th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Tanto, Chris, dan Estiasari, Riwanti. (2014). Kapita Selekta Kedokteran: Tetanus.
Jakarta: Media Aesculapius.

Gomes, A. P. (2011). Neonatal Tetanus. Revista Brasileira de Terapia Intensiva.


[Online] 23 (4). hlm. 484 – 491. Tersedia di :
http://www.scielo.br./pdf/rbti/v23n4/en_a14v23n4.pdf. Diakses pada 12
Agustus 2016.
Laksmi ,Ni Komang Saraswita. (2014) . Penatalaksanaan Tetanus. [Online]
Tersedia di: http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_222CPD
Penatalaksanaan%20Tetanus.pdf. Diakses pada 13 Agustus 2016.
Konsil Kedokteran Indonesia. (2012). Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
[Online]. Tersedia di: .http://www.kalbemed.com/Portals/6/09_222CPD
Penatalaksanaan%20Tetanus.pdf . Diakses pada 13 Agustus 2016.
Ritarwan, K. (2009). Jurnal FK USU Tetanus Neonatorum. [Online]. Tersedia di:
http://www.library.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 18Agustus 2016.
Wibowo, T. & Anggraeni, A. (2012). Tetanus Neonatorum: Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
[Online] 1 (6). hlm. 29 – 32. Tersedia di : http://www.depkes.go.id.
[Diakses pada 12 Agustus 2016]

Page 14

Vous aimerez peut-être aussi