Vous êtes sur la page 1sur 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya. Upaya pembangunan kesehatan ini dilakukan oleh
Puskesmas untuk turut mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, yaitu mewujudkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan memiliki visi yakni mewujudkan kecamatan sehat,
sehingga Puskesmas bertanggung jawab untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan dengan cara meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya
(Kemenkes RI, 2011).

Puskesmas sebagai penanggungjawab penyelengara upaya kesehatann


terdepan, hadir di tengah masyarakat bukan hanya sebagai pusat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat tetapi juga sebagai pusat komunikasi masyarakat.
Puskesmas dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya pembaharuan (inovasi)
baik di bidang kesehatan maupun upaya pembangunan lainnya di masyarakat.
Oleh karena itu, Puskesmas juga merupakan agen perubahan sehingga
masyarakat lebih berdaya dann timbul gerakan-gerakan upaya kesehata yang
bersumber pada masyarakat (Kemenkes RI, 2007).

Pada dasarnya, upaya kesehatan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu


upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan
wajib Puskesmas ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan
global, serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Sedangkan upaya keesehatan pengembangan
Puskesmas ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan d
masyarakat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas tersebut
(Kemenkes RI, 2011).

Promosi kesehatan merupakan salah satu upaya kesehatan wajib yang


dilakukan oleh Puskesmas. Promosi kesehatan dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes RI, 2005).

Pada hakikatnya, promosi kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok ataupun
individu yang bertujuan agar masyarakat, kelompok ataupun individu tersebut
dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dan dapat
berpengaruh terhadap perilakunya. Untuk itu, pelaksana promosi kesehatan
memerlukan pengetahuan yang baik mengenai metode penyampaian pesan
kesehatan, alat bantu pendidikan kesehatan dan teknik penyampaian serta
media yang digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Oleh karena pentingnya promosi kesehatan yang harus
dilakukan oleh Puskesmas, maka hal ini menarik minat penulis untuk
menyusun makalah dengan judul “Promosi Kesehatan Puskesmas.”

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung serta untuk meningkatkan pemahaman dokter muda
mengenai promosi kesehatan Puskesmas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Promosi Kesehatan


Pada saat Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada
dinyatakan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu proses untuk
memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka. Promosi kesehatan dapat juga diartikan sebagai upaya yang
dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo,
2012).

Berdasarkan World Health Organization (WHO), promosi kesehatan adalah


proses mengupayakan individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengandalkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya. Bertolak dari
pengertian yang dirumuskan WHO, Indonesia merumuskan pengertian
promosi kesehatan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan
bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Kemenkes RI, 2005).

Promosi kesehatan dapat dirumuskan sebagai upaya puskesmas dalam


melaksanakan pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit
dan meningkatka kesehatan setiap individu, keluarga serta lingkungannya
secacra mandiri dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber
masyarakat. Secara operasional, upaya promosi kesehatan di puskesmas
dilakukan agar masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) sebagai bentuk pemecahan masalah-masalah kesehatan yang
dihadapi, baik masalah kesehatan yang diderita maupun yang berrpotensi
mengancam, secara mandiri. Disamping itu, petugas kesehatan Puskemas
diharapkan mampu menjadi teladan bagi pasien, keluarga dan masyarakat
yang melakukan PHBS (Kemenkes RI, 2007).

2.2 Visi dan Misi Promosi Kesehatan


2.2.1 Visi
Visi adalah impian, cita-cita atau harapan yang ingin dicapai oleh
suatu kegiatan atau program. Visi promosi kesehatan (khususnya
Indonesia) tidak terlepas dari visi pembangunan kesehatan di
Indonesia, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kesehatan
RI No. 36 Tahun 2009, yakni: “Meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi”.
Promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat
di Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi
pembangunan kesehatan di Indonesia tersebut. Sehingga promosi
kesehatan dapat dirumuskan: “Masyarakat mau dan mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatannya” (Notoatmodjo, 2012).

Berdasarkan Notoatmodjo (2012), visi promosi kesehatan antara lain :


a. Mau (willigness) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
b. Mampu (ability) memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
c. Memelihara kesehatan, berarti mau dan mampu mencegah
penyakit, melindungi diri dari gangguan-gangguan kesehatan.
d. Meningkatkan kesehatan, berarti mau dan mampu meningkatkan
kesehatannya. Kesehatan perlu ditingkatkan karena derajat
kesehatan baik individu, kelompok atau masyarakat itu bersifat
dinamis tidak statis.
2.2.2 Misi
Untuk mewujudkan visi promosi kesehatan yakni masyarakat mau dan
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya diperlukan
upaya-upaya. Upaya-upaya untuk mewujudkan visi ini disebut misi
promosi kesehatan yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai
visi (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Ottawa Charter tahun 1984 secara umum misi promosi


kesehatan ini ada 3 hal antara lain (Notoatmodjo, 2012) :
a. Advokat (Advocate)
Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan
dari berbagai tingkat dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan
kegiatan ini adalah meyakinkan para pejabat pembuat keputusan
atau penentu kebijakan bahwa program kesehatan yang akan
dijalankan tersebut penting. Oleh sebab itu, perlu dukungan
kebijakan atau keputusan dari pejabat tersebut.
b. Menjembatani (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi mediator atau
menjembatani antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain
sebagai mitra. Dengan kata lain promosi kesehatan merupakan
perekat kemitran di bidang pelayanan kesehatan. Kemitraan adalah
sangat penting sebab tanpa kemitraan niscaya sektor kesehatan
tidak mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang begitu
kompleks dan luas.
c. Memampukan (Enable)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan mau dan mampu memelihara
serta meningkatkan kesehatannya, promosi kesehatan mempunyai
misi utama untuk memampukan masyarakat. Hal ini berarti baik
secara langsung atau melalui tokoh-tokoh masyarakat, promosi
kesehatan harus memberikan keterampilan-keterampilan kepada
masyarakat agar mereka mandiri di bidang kesehatan. Telah kita
sadari bersama bahwa kesehatan dipengaruhi banyak faktor luar
kesehatan seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan sebagainya. Oleh
sebab itu, dalam rangka memberdayakan masyarakat di bidang
kesehatan, maka keterampilan di bidang ekonomi (pertanian,
peternakan, perkebunan), pendidikan dan sosial lainnya perlu
dikembangkan melalui promosi kesehatan ini.

2.3 Tujuan dan Sasaran Promosi Kesehatan


Tujuan dilaksanakannya promosi kesehatan oleh Puskesmas ialah untuk
meningkatkan kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga)
dan masyarakat, sehingga pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasnya, serta individu sehat, keluarga dan masyarakat
dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah
kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(Kemenkes RI, 2011)

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan terdapat tiga jenis sasaran, yaitu


(Kemenkes RI, 2011) :
1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) dalam upaya promosi kesehatan ialah pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat. Sasaran ini dihharapkan mempu mengubah perilaku hidup
mereka menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perubahan ini
diharapkan mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti pemuka
masyarakat dan pemerintah. Pemuka masyarakat diharapkkan mampu
memberikan teladan dalam mempraktikkan PHBS, sedangkan pemerintah
diharapkan mampu mengupayakan sumber daya dan sarana yang
diperlukan bagi terciptanya PHBS.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder ialah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(pemuka adat, pemuka agama, dll) maupun pemuka formal (petugas
kesehatan, pejabat pemerintahan, dll), organisasi kemasyarakatan dan
media massa. Mereka diharapkan dapat turut sertta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara: 1) berperan sebagai panuan dalam mempraktikkan PHBS, 2)
menyebarluaskan informasi tentang PHBS, 3) menciptakan suasana yang
kondusif bagi PHBS, dan 4) berperan sebagai kelompok penekan (pressure
group) guna mempercepat terbentunya PHBS.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang
lain yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitas atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkakan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
dengan cara:
1. memberlakukan kebijakan/perauran perundang-undangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya
PHBS dan kesehatan masyarakat
2. membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana, dan lain-lain) yang
dapat mempercepat teciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat
dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat luas
pada umumnya.

2.4 Strategi Promosi Kesehatan


Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang
didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh
semangat (4) kemitraan.

Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam


mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu individu,
keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu,
mau dan mampu mempraktikkan program. Bina suasana adalah pembentukan
suasana lingkungan sosial yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya
program serta penciptaan panutan-panutan dalam mengadopsi program dan
melestarikannya. Sedangkan advokasi adalah pendekatan dan motivasi
terhadap pihak-pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung
keberhasilan pembinaan program baik dari segi materi maupun non materi.

1. Pemberdayaan
Dalam upaya promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan
bagian yang sangat penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung
tombak. Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi kepada
individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus-menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu
klien, agar klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar
(aspek knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice). Oleh sebab itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat
dibedakan adanya :
a. pemberdayaan individu
b. pemberdayaan keluarga
c. pemberdayaan kelompok/masyarakat.

Dalam mengupayakan agar klien tahu dan sadar, kuncinya terletak pada
keberhasilan membuat klien tersebut memahami bahwa sesuatu (misalnya
diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya. Sepanjang klien
yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa sesuatu itu
merupakan masalah, maka klien tersebut tidak akan bersedia menerima
informasi apa pun lebih lanjut. Saat klien telah menyadari masalah yang
dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih
lanjut tentang masalah yang bersangkutan.

Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan


fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan
mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bias dicegah dan atau diatasi.
Di sini dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh
masyarakat sebagai panutan (misalnya tentang seorang tokoh agama yang
dia sendiri dan keluarganya tak pernah terserang diare karena perilaku
yang dipraktikkannya).

Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan


serta menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak
dijumpai lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di
bidang kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang
kerjasamanya, baik di antara mereka maupun antara mereka dengan
pemerintah, agar upaya pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan
berhasilguna. Setelah itu, sesuai ciri-ciri sasaran, situasi dan kondisi, lalu
ditetapkan, diadakan dan digunakan metode dan media komunikasi yang
tepat.

2. Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan
sesuatu apabila lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di
rumah, organisasi siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-
orang yang menjadi panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan
lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) menyetujui atau mendukung
perilaku tersebut. Oleh karena itu, untuk memperkuat proses
pemberdayaan, khususnya dalam upaya meningkatkan para individu dari
fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.

Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu :


a. Bina Suasana Individu
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh
masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi
individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka
agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia
menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan
suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
b. Bina Suasana Kelompok
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi,
organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda,
serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama
pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini
kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau
mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut
lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol
sosial terhadap individu-individu anggotanya.
c. Bina Suasana Publik
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,
seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain,
sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-
media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut
lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum
atau opini publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau
pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung
atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota
masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku
yang sedang diperkenalkan.
3. Advokasi
Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk
mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait
(stakeholders). Pihak-pihak yang terkait ini berupa tokoh-tokoh
masyarakat (formal dan informal) yang umumnya berperan sebagai
narasumber (opinion leader), atau penentu kebijakan (norma) atau
penyandang dana. Juga berupa kelompok-kelompok dalam masyarakat dan
media massa yang dapat berperan dalam menciptakan suasana kondusif,
opini publik dan dorongan (pressure) bagi terciptanya PHBS masyarakat.
Advokasi merupakan upaya untuk menyukseskan bina suasana dan
pemberdayaan atau proses pembinaan PHBS secara umum.

Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui


advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi
umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu :
a. mengetahui atau menyadari adanya masalah,
b. tertarik untuk ikut mengatasi masalah,
c. peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif pemecahan masalah,
d. sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah,
e. memutuskan tindak lanjut kesepakatan.

Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana,


cermat dan tepat. Bahan-bahan advokasi harus disiapkan dengan matang,
yaitu:
a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi
b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah
d. Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based
e. Dikemas secara menarik dan jelas
f. Sesuai dengan waktu yang tersedia
Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih
efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama,
melalui pembagian tugas dan saling-dukung, maka sasaran advokasi akan
dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. Sebagai
konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara
cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.

4. Kemitraan
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan
lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu :
a. Kesetaraan
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-
masing berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk
sama rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia
mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang
dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama. Bila kemudian
dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena
kesepakatan.
b. Keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran
dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai
dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru
layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan
kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari
“pertengkaran” tersebut.
c. Saling menguntungkan
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang
didapat oleh semua pihak yang terlibat. Program promosi kesehatan dan
kegiatan-kegiatan kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan
keuntungan-keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung)
bagi semua pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila
mungkin.

Strategi untuk meningkatkan program promosi kesehatan, perlu dilakukan


dengan langkah kegiatan sebagai berikut :
1. Advokasi di tingkat propinsi dan kabupaten
Advokasi dilakukan agar lintas sektor, lintas program atau LSM
mengetahui tentang program promosi kesehatan dengan harapan mereka
mau untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Mendukung rencana kegiatan promosi kesehatan, dapat berupa dana,
kebijakan politis, maupun dukungan kemitraan;
b. Sepakat untuk bersama-sama melaksanakan program promosi
kesehatan; serta
c. Mengetahui peran dan fungsi masing-masing sektor/unsur terkait.
2. Menjalin kemitraan di tingkat kecamatan
Tim fasilitator harus lebih aktif menjalin kemitraan dengan TKC untuk :
a. Mendukung program kesehatan.
b. Melakukan pembinaan teknis.
c. Mengintegrasikan program promosi kesehatan dengan program lain
yang dilaksanakan oleh sektor dan program lain, terutama program
usaha kesehatan sekolah, dan program lain di puskesmas.
3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat mengelola program promosi
kesehatan, mulai dari perencanaan, implementasi kegiatan, monitoring dan
evaluasi harus dilaksanakan sendiri oleh masyarakat.
4. Peran Berbagai Pihak dalam Promosi Kesehatan
a. Peran Tingkat Pusat
Ada 2 unit utama di tingkat pusat yang terkait dalam promosi
kesehatan, yaitu:
• Pusat Promosi Kesehatan dan
• Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan
Pengelolaan promosi kesehatan di tingkat Pusat perlu mengembangkan
tugas dan juga tanggung jawab antara lain:
• Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia
yang terkait dengan kegiatan promosi kesehatan secara nasional
• Mengkaji metode dan teknik-teknik promosi kesehatan yang effektif
untuk pengembangan model promosi kesehatan di daerah
• Mengkoordinasikan dan mengsinkronisasikan pengelolaan promosi
kesehatan di tingkat pusat
• Menggalang kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan lain
yang terkait
• Melaksanakan kampanye kesehatan terkait Pamsimas secara
nasional
• Bimbingan teknis, fasilitasi, monitoring dan evaluasi
b. Peran Tingkat Propinsi
Sebagai unit yang berada dibawah secara sub-ordinasi Pusat, maka
peran tingkat Provinsi, khususnya kegiatan yang diselenggrakan oleh
Dinas Kesehatan Provinsi antara lain sebagai berikut:
• Menjabarkan kebijakan promosi kesehatan nasional menjadi
kebijakan promosi kesehatan local (provinsi) untuk mendukung
penyelenggaraan promosi kesehatan dalam wilayah kerja
• Meningkatkan kemampuan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
promosi kesehatan, terutama dibidang penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat
• Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan
pemberdayaan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat
pada level provinsi
• Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai
pihak serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan
dengan lintas program dan lintas sektor terkait dalam pencapaian
program dalam level Provinsi
c. Peran Tingkat Kabupaten
Promosi Kesehatan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten,
khususnya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dapat mencakup hal-hal sebagai berikut:
• Meningkatkan kemampuan Puskesmas, dan sarana kesehatan lainnya
dalam penyelenggaraan promosi kesehatan, terutama dibidang
penggerakan dan pemberdayaan masyarakat.
• Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan
kegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat.
• Membangun suasana yang kondusif dalam upaya melakukan
pemberdayaan masyarakat.
• Menggalang dukungan dan meningkatkan kemitraan dari berbagai
pihak serta mengintegrasikan penyelenggaraan promosi kesehatan
dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

2.5 Metode dan Media Promosi Kesehatan


Metode promosi kesehatan dapat digolongkan berdasarkan teknik
komunikasi, sasaran yang dicapai dan indera penerima dari sasaran promosi.
2.5.1 Berdasarkan Teknik Komunikasi
a. Metode penyuluhan langsung.
Dalam hal ini para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap
muka dengan sasaran. Termasuk di sini antara lain : kunjungan
rumah, pertemuan diskusi (FGD), pertemuan di balai desa,
pertemuan di Posyandu, dan lain-lain.
b. Metode yang tidak langsung.
Dalam hal ini para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap
muka dengan sasaran, tetapi ia menyampaikan pesannya dengan
perantara (media). Umpamanya publikasi dalam bentuk media cetak,
melalui pertunjukan film, dsb.
2.5.2 Berdasarkan Jumlah Sasaran yang Dicapai
a. Pendekatan perorangan
Dalam hal ini para penyuluh berhubungan secara langsung maupun
tidak langsung dengan sasaran secara perorangan, antara lain :
kunjungan rumah, hubungan telepon, dan lain-lain.
b. Pendekatan kelompok
Dalam pendekatan ini petugas promosi berhubungan dengan
sekolompok sasaran. Beberapa metode penyuluhan yang masuk
dalam ketegori ini antara lain : pertemuan, demostrasi, diskusi
kelompok, pertemuan FGD, dan lain-lain.
c. Pendekatan masal
Petugas Promosi Kesehatan menyampaikan pesannya secara
sekaligus kepada sasaran yang jumlahnya banyak. Beberapa metode
yang masuk dalam golongan ini adalah pertemuan umum,
pertunjukan kesenian, penyebaran tulisan/poster/media cetak
lainnya, pemutaran film.
2.5.3 Berdasarkan Indera Penerima
a. Metode melihat/memperhatikan
Dalam hal ini pesan diterima sasaran melalui indera penglihatan,
seperti penempelan poster, pemasangan gambar/photo, pemasangan
koran dinding, pemutaran film
b. Metode pendengaran
Dalam hal ini pesan diterima oleh sasaran melalui indera pendengar,
umpamanya : penyuluhan lewat radio, pidato, ceramah.
c. Metode “kombinasi”
Dalam hal ini termasuk : demonstrasi cara (dilihat, didengar, dicium,
diraba dan dicoba)
Media promosi kesehatan adalah media atau alat peraga dalam promosi
kesehatan, dapat diartikan sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang
dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk memperlancar
komunikasi dan penyebar-luasan informasi. Biasanya alat peraga digunakan
secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan photo dan
sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik secara kombinasi
maupun tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Alat peraga harus mudah dimengerti oleh masyarakat sasaran
2. Ide atau gagasan yang terkandung di dalamnya harus dapat diterima oleh
sasaran

Alat peraga yang digunakan secara baik memberikan keuntungan-keuntungan


:
1. Dapat menghindari salah pengertian/pemahaman atau salah tafsir.
2. Dengan contoh yang telah disebutkan pada bagian atas dapat dilihat bahwa
salah tafsir atau salah pengertian tentang bentuk plengsengan dapat
dihindari.
3. Dapat memperjelas apa yang diterangkan dan dapat lebih mudah
ditangkap.
4. Apa yang diterangkan akan lebih lama diingat, terutama hal-hal yang
mengesankan.
5. Dapat menarik serta memusatkan perhatian.
6. Dapat memberi dorongan yang kuat untuk melakukan apa yang
dianjurkan.

Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar, yaitu :


1. Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya baik hidup maupun mati
Merupakan alat peraga yang paling baik karena mudah serta cepat dikenal,
mempunyai bentuk serta ukuran yang tepat. Tetapi alat peraga ini
kelemahannya tidak selalu mudah dibawa ke mana-mana sebagai alat
bantu mengajar. Termasuk dalam macam alat peraga ini antara lain :
a. Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja.
b. Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti
cacing dalam botol pengawet.
c. Sample yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti
oralit.
2. Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya.
Benda tiruan bisa digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi
kesehatan. Hal ini dikarena menggunakan benda asli tidak memungkinkan,
misal ukuran benda asli yang terlalu besar atau terlalu berat. Benda tiruan
dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti tanah, kayu, semen,
plastik dan lain-lain.
3. Gambar/media grafis, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan
a. Poster
Poster adalah sehelai kertas atau papan yang berisikan gambar-gambar
dengan sedikit kata-kata. Kata-kata dalam poster harus jelas artinya,
tepat pesannya dan dapat dengan mudah dibaca pada jarak kurang lebih
6 meter. Poster biasanya ditempelkan pada suatu tempat yang mudah
dilihat dan banyak dilalui orang misalnya di dinding balai desa, pinggir
jalan atau papan pengumuman. Gambar dalam poster dapat berupa
lukisan, ilustrasi, kartun, gambar atau photo. Poster terutama dibuat
untuk mempengaruhi orang banyak, memberikan pesan singkat. Karena
itu cara pembuatannya harus menarik, sederhana dan hanya berisikan
satu ide atau satu kenyataan saja. Poster yang baik adalah poster yang
mempunyai daya tinggal lama dalam ingatan orang yang melihatnya
serta dapat mendorong untuk bertindak.
b. Leaflet
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-
kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar
yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet
digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentan suatu masalah,
misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, deskripsi
tentang diare dan pencegahannya. Leaflet dapat diberikan atau
disebarkan pada saat pertemuanpertemuan dilakukan seperti pertemuan
FGD, pertemuan Posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet
dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana seperti di photo
copy.
4. Gambar alat optic, seperti photo, slide atau film.
a. Photo
Sebagai bahan untuk alat peraga, photo digunakan dalam bentuk :
• Album, merupakan foto-foto yang isinya berurutan, menggambarkan
suatu cerita, kegiatan dan lain-lain. Dikumpulkan dalam sebuah
album. Album ini bisa dibawa dan ditunjukan kepada masyarakat
sesuai dengan topik yang sedang di diskusikan. Misalnya album
photo yang berisi kegiatan-kegiatan suatu desa untuk merubah
kebiasaan BABnya menjadi di jamban dengan CLTS sampai
mendapat pengakuan resmi dari Bupati.
• Dokumentasi lepasan, merupakan photo-photo yang berdiri sendiri
dan tidak disimpan dalam bentuk album. Menggambarkan satu
pokok persoalan atau titik perhatian. Photo ini digunakan biasanya
untuk bahan brosur, leaflet.
b. Slide
Slide pada umumnya digunakan dengan sasaran kelompok atau grup.
Slide ini sangat effektif untuk membahas suatu topic tertentu, dan
peserta dapat mencermati setiap materi dengan cara seksama, karena
slide sifatnya dapat diulang-ulang.
c. Film
Film lebih kearah sasaran secara masal, sifatnya menghibur namun
bernuansa edukatif.

2.6 Pelaksana Promosi Kesehatan


Memperhatikan strategi promosi kesehatan tersebut di atas, maka dapat
dikatakan bahwa terdapat dua kategori pelaksana promosi kesehatan, yaitu (1)
setiap petugas kesehatan dan (2) petugas khusus promosi kesehatan (disebut
penyuluh kesehatan masyarakat).
1. Setiap Petugas Kesehatan
Setiap petugas kesehatan yang melayani pasien dan ataupun individu sehat
(misalnya dokter, perawat, bidan, tenaga gizi, petugas laboratorium dan
lain-lain) wajib melaksanakan promosi kesehatan. Namun demikian tidak
semua strategi promosi kesehatan yang menjadi tugas utamanya,
melainkan hanya pemberdayaan. Pada hakikatnya pemberdayaan adalah
upaya membantu atau memfasilitasi pasien/klien, sehingga memiliki
pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk mencegah dan atau
mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya (to facilitate problem
solving), dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan
informasi atau konsultasi.
2. Petugas Khusus Promosi Kesehatan
Petugas khusus promosi kesehatan diharapkan dapat membantu para
petugas kesehatan lain dalam melaksanakan pemberdayaan, yaitu dengan:
a. Menyediakan alat bantu/alat peraga atau media komunikasi guna
memudahkan petugas kesehatan dalam melaksanakan pemberdayaan.
b. Menyelenggarakan bina suasana baik secara mandiri atau melalui
kemitraan dengan pihak-pihak lain.
c. Menyelenggarakan advokasi dalam rangka kemitraan bina suasana dan
dalam mengupayakan dukungan dari pembuat kebijakan dan pihak-
pihak lain (sasaran tersier).

2.7 Kegiatan Promosi Kesehatan


2.7.1 Kegiatan Promosi Kesehatan di dalam gedung puskesmas
Kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung puskesmas adalah promosi
kesehatan yang dilaksanakan di lingkungan dan gedung puskesmas seperti di
tempat pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat,
tempat pembayaran dan halaman puskesmas. Kegiatan ini dilaksakan sejalan
dengan pelayanan yang diselenggarakan puskesmas. Berikut perincian bentuk
kegiatan promosi kesehatan yang dapat dilakukan di dalam gedung puskesmas.
a. Di tempat pendaftaran
Kegiatan promosi kesehatan di tempat pendaftaran dapat dilakukan
dengan penyebaran informasi melalui media seperti poster, leaflet,
selebaran yang dapat dipasang/diletakkan di depan loket pendaftaran.
Adapun jenis informasi yang disediakan, yaitu alur pelayanan puskesmas,
jenis pelayanan kesehatan, denah poliklinik, informasi masalahah
kesehatan yang menjadi isu saat itu, peraturan kesehatan seperti dilarang
merokok, dilarang meludah sembarangan, membuang sampah pada
tempatnya dan lain-lain.
Memberikan salam kepada pengunjung puskesmas termasuk dari
kegiatan promosi karena telah terjadi komunikasi awal yang menimbulkan
kesan yang baik dan menyejukan bagi pasien/pengunjung puskesmas
sehingga mengurangi beban yang diderita.
b. Di poliklinik
Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan
waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien berkenaan
dengan penyakitnya atau obat yang harus ditelannya. Tetapi jika hal ini
belum mungkin dilaksanakan, maka dapat dibuka klinik khusus bagi para
pasien rawat jalan yang memerlukan konsultas atau konseling.
Guna memudahkan pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus
disediakan berbagai media misalnya lembar balik (flashcard), poster,
gambar-gambar atau model-model anatomi, dan boleh juga brosur yang
bisa dibawa oleh pasien.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah
orang yang mengantarkannya ke puskesmas. Mereka ini tidak dalam
keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari
berbagai media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di
poliklinik khususnya di ruang tunggu, perlu dipasang meda seperti poster,
selebaran, yang berisi informasi tentang berbagai penyakit dan
pencegahannya. Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai
penyakit yang di derita pasien, diharapkan dapat membantu puskesmas
memberikan informasi kepada pasien.
Pemasangan poster dan media komunikasi lainnya, mendorong
pasien untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki agar penyakit atua
masalah kesehatan yang dideritanya dapat segera diatasi.
c. Di ruang pelayanan KIA dan KB
Di ruang pelayanan KIA dan KB selain dijumpai pasien sakit
(misalnya bayi atau balita), sebagian besar pengunjung adalah ibu-ibu atau
wanita yang tidak sakit, yaitu ibu-ibu yang memeriksakan kehamilannya
atau hendak bersalin, atau mereka yang memerlukan pelayanan
kontrasepsi. Petugas kesehatan di pelayanan KIA dan KB tersebut perlu
meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
pasien/individu berkenaan dengan pelayanan yang didapatnya. Jika belum
mampu, dapat dilimpahkan ke klinik khusus.
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien/individu yang
mendapat pelayanan KIA dan KB, juga orang yang mengantarkannya ke
puskesmams. Oleh karena itu, di pelayanan KIA dan KB perlu dipasang
poster-poster atau disediakan selebaran-selebaran tentang berbagai
penyakit, khususnya yang menyerang bayi dan balita. Di samping itu,
tentang pentingnya memeriksakan kehamilan teratur, pentingnya tablet Fe
bagi ibu hamil, pentingnya imunisasi lengkap bagi bayi, pentingnya
pemberian ASI ekslusif, pentingnya memantau tumbuh-kembang balita
dan lain-lain.
Dengan mendapatkan informasi yang benar tentang berbagai hal
tersebut, pengantar diharapkan dapat membantu puskesmas memberikan
informasi kepada pasien/individu tersebut. Pasien/individu pun merasa
dalam suatu lingkungan yang mendorongnya untuk berilaku sesuai yang
dikehendaki untuk kesehatannya.
d. Di ruang perawatan Inap
Pemberdayaan terhadap pasien rawat inap dilakukan terhadap pasien
ibu-ibu bersalin, pasien yang sudah dalam fase penyembuhan dan pasien
penyakit kronis (kanker, tuberkulosis, dan lain-lain). Tujuannya adalah
agar pasien tidak kambuh dan dapat menjaga kesehatannya setelah pulang
ke rumah terutama bagi pasien yang menderita penyakit kronis. Beberapa
cara pemberdayaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Di tempat tidur
Penyuluhan di tempat tidur dilakukan terhadap pasien rawat inap
yang belum dapat atau masih sulit meninggalkan tempat tidurnya dan
harus terus berbaring. Dalam hal ini petugas kesehatan puskesmas
mendatangi pasien/individu, duduk di samping tempat tidur pasien
tersebut, dan melakukan penyuluhan.
Oleh karena harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain, maka
alat peraga atau media komukasi yang digunakan haruslah yang mudah
dibawa-bawa sepeti lembar balik, gambar-gambar atau foto. Alat
peraga tersebut sebaiknya sesedikit mungkin mencantumkan kata-kata
atau kalimat.
2. Penggunaan bahan bacaan (biblioterapi)
Bahan bahan bacaan sebagai sarana untuk membantu pasien rawat
inap puskesmas. Di negara maju perpustakaan yang dimiliki
puskesmas tidak hanya berperan dalam mendukung perkembangan
pengetahuan petugas, melainkan juga dalam upaya penyembuhan
pasien.
Pasien boleh meminjam bahan bacaan yang diminati untuk
beberapa lama, dan mengembalikan bahan bacaan yang telah selesai
dibacanya.
Bagi pasien yang tidak dapat membaca (misalnya bagi pasien karena
sakit mata), maka biblioterapi dapat digabung dengan bedside health
promotion. Dalam hal ini petugas kesehatan membantu pasien
membacakan sambil melakukan promosi kesehatan.
3. Penyuluhan berkelompok
Terhadap pasien yang dapt meninggalkan tempat tidurnya dalam
waktu singkat, dapat dilakukan promosi kesehatan secara berkelompok
(3-6 orang). Untuk itu, di bangsal perawatan yang bersangkutan harus
disediakan suatu tempat atau ruangan untuk berkumpul. Penyuluhan
berkelompok ini selain untuk meningkatkan pengetahuan serta
mengubah sikap dan perilaku pasien, juga sebagai sarana bersosialisasi
para pasien. Oleh karena itu, kegiatan ini lebih bersifat menghibur,
santai dan dapat diselilingi rekreasi. Misalnya dengan sekali waktu
menyelenggarakan promosi kesehatan berkelompok di halaman
puskesmas.
Untuk penyuluhan berkelompok, sebaiknya digunakan alat peraga
atau media komunikasi untuk kelompok juga menggunakan metode
yang bersifat menghibur seperti permainan, simulasi. Lebih baik
digunakan media yang lebih besar agar mudah terbaca seperti flipchart,
poster atau standing banner. Jika penyuluhan kelompok dilakukan di
ruangan, dapat digunakan laptop, lcd projektor dan layarnya untuk
menayangkan gambar-gambar atau bahkan film.

4. Pemanfaatan ruang tunggu


Lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pasien rawat inap
adalah para penjenguk. Biasanya para penjenguk ini sudah
berdatangan beberapa saat sebelum waktu kunjunngan dimulai. Agar
para penjenguk tertib saat menunggu waktu berkunjung, sebaiknya
puskesmas menyediakan ruang tunggu bagi mereka. Jika demikian,
ruang tunggu ini dapat digunakan sebagai sarana untuk bina suasana.
Pada dinding ruang tunggu dapat dipasang berbagai poster,
disediakan berbagai boks berisi selebaran atau leaflet yang boleh
diambil secara gratis. Dengan berbagai informasi tersebut diharapkan
para penjenguk mendapat informasi yang nantinya dapat disampaikan
juga kepada pasien yang akan dijenguknya.

5. Pendekatan keagamaan
Suasana yang mendukung terciptanya perilaku untuk mempercepat
penyembuhan penyakit dapat pula dilakukan dengan pendekatan
keagamaan. Dalam hal ini para petuugas kesehatan baik dengan upaya
sendiri ataupun dengan dibandu pemuka agama, mengajak pasien
untuk melakukan pembacaan doa-doa. Rujukan terhadap kitab suci
untuk memperkuat nasihat biasanya dilakukan, sehingga pasien pun
merasa lebih yakin akan kebenaran perilaku yang harus
dilaksanakannya untuk mempercepat penyembuhan penyakitnya.
Acara keagamaan ini dapat pula dilakukan secara personal ataupun
berkelompok. Juga dapat melibatkan keluarga dan teman-teman
pasien. Frekuensinya bisa seminggu sekali, sebulan dua kali atau
sesuai dengan kemampuan puskesmas.
e. Di laboratorium
Di laboratorium, selain dapat dijumpai pasien, juga
individu/pengunjung (orang sehat), dan para pengantarnya. Kesadaran
yang ingin diciptakan dalam diri mereka adalah pentingnya melakukan
pemeriksaan laboratorium, yaitu bagi pasien adalah untuk ketepatan
diagnosis yang dilakukan oleh dokter, bagi pengunjung yang sehat lainnya
adalah untuk memantau kondisi kesehatan, agar dapat diupayakan untuk
tetap sehat.
Pada umumnya pasien atau pengantarnya tidak tinggal terlalu lama
di laboratorium. Oleh karena itu, di kawasan ini sebaiknya dilakukan
promosi kesehatan dengan media yang bersifat swalayan seperti poster
yang dapat dibaca atau leaflets yang dapat diambil gratis.
f. Di Kamar Obat
Di kamar obat juga dapat dijumpai baik pasien/individu, keluarga
atau pengantarnya. Kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka
adalah tentang 1) manfaat obat generik dan keuntungannya jika
menggunakan obat generik, 2) kedisiplinan dan kesabaran dalam
menggunakan obat, sesuai dengan petunjuk dokter, 3) pentingnya
memelihara taman obat keluarga (TOGA) dalam rangka memenuhi
kebutuhan akan obat-obatan sederhana.
Disamping dipasang poster dan disediakan leaflet tentang
informasi kesehatan, di tempat ini dapat dioperasikan tape recorder/player
yang menyampaikan pesan-pesan tersebut.
g. Di tempat pembayaran
Sebelum pulang, pasien rawat inap yang sudah sembuh atau
kerabatnya harus singgah ditempat pembayaran. Di ruang perpisahan ini
hendaknya tetap menyampaikan salam hangat dan ucapan selamat jalan,
semoga semakin bertambah sehat. Perlu juga disampaikan bahwa
kapanpun kelak pasien membutuhkan lagi pertolongan, jangan ragu-ragu
untuk datang lagi ke puskesmas. Mereka juga diingatkan kembali untuk
menjaga dan mempromosikan kesehatan dilingkungannya.
h. Di Klinik Khusus
Klinik khusus diselenggarakan dalam rangka meningkatkan upaya
promosi kesehatan di dalam gedung puskesmas. Khususnya untuk
pelayanan yang perlu mendapat tambahan dalam hal promosi
kesehatannya. Biasanya karena pasien terlalu banyak sedangkan petugas
kesehatan yang melayani terbatas atau karena pasien dan keluarganya
memang memerlukan informasi/konsultasi khusus misalnya tentang
sanitasi/kesehatan lingkungan, gizi, KB, kesehatan reproduksi, HIV/AIDS,
dan lain-lain. Dalam hal ini beberapa puskesmas mengembangkan klinik-
klinik khusus sebagai upaya inovasi seperti Klinik Gizi, klinik sanitasi,
klinik konsultasi remaja dan lain-lain.
Kegiatan promosi kesehatan yang diselenggarakan di klinik-klinik
khusus ini umumnya adalah berupa layanan konseling. Umumnya
pelayanan di sini berupa membantu upaya pemecahan masalah yang
dirujuk dari poliklinik atau pelayanan KIA & KB.
Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada
pasien/individu yang perlu diperhatikan dan dipraktikan oleh petugas
kesehatan puskesmas adalah 1) memberikan suasana gembira dan
semangat hidup, 2) menghargai pasien/klien sepenuh hati, 3) melihat
pasien/individu sebagai subyek, 4) mengembangkan dialog yang
menyentuh perasaan, 5) memberikan keteladanan.
i. Di Halaman
Di halaman puskesmas, yaitu di tempat parkir, taman, dinding,
pagar, kantin/kios dan tempat ibadah dapat dilakukan promosi kesehatan.
1. Di tempat parkir puskesmas
Tempat parkir puskesmas biasanya berupa lapangan parkir,
sebaiknya dilakujkan promosi kesehatan bersifat umum.
Misalnya tentang pentingnya melaksanakan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), seruan presidden tentang kesehatan,
himbauan untuk menggunakan obat generik berlogo, bahaya
merokok, bahaya mengkonsumsi minuman keras, bahaya
menyalahgunakan napza dll.
Pesan-pesan tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk
baliho di sudut lapangan parkir. Pengaturan dalam pemasangan
media komunikasi ini harus dilakukan dengan konsultasi
kepada ahlinya, sehingga mudah ditangkap oleh mereka yang
berada dilapangan parkir, tanpa merusak keindahan lapangan
tersebut.
2. Di taman puskesmas
Puskesmas pada umumnya memiliki taman, baik di
halaman depan, di sekeliling, atau pun dibelakang gedung
puskesmas. Taman-taman ini digunakan sebagai sarana
memperkenalkan tanaman yang berkhasiat obat. Di taman
puskesmas sekaligus ditunjukkan jenis-jenis tanaman dengan
kandungan gizinya, bahkan dapat ditampilkan berbagai hewan
sumber protein hewani, seperti ikan, unggas, kelinci dll.
3. Di dinding Puskesmas
Di dinding puskesmas dapat ditampilkan pesan-pesan
promosi kesehatan misalnya dalam bentuk poster. Namun
demikian, agar penampilan pesan ini tidak merusak keindahan
gedung atau ruangan puskesmas disarankan tidak banyak
memasang poster di dinding.
4. Di pagar pembatas kawasan puskesmas
Pada saat-saat tertentu, misalnya kampanye hari kesehatan
nasional, hari AIDS, dll di pagar pembatas sekeliling kawasan
puskesmas, khususnya yang berbatasan dengan jalan dapat
dipasang spanduk-spanduk.
5. Di kantin/kios kawasan puskesmas
Kantin/kios dapat dimanfaatkan untuk promosi kesehatan.
Pesan-pesan yang ditampilkan disesuaikan dengan fungsi
sarana, misalnya ditampilkan pesan yang berkaitan dengan
konsumsi gizi seimbang, di kios bacaan ditampilkan tentang
bagaimana membaca secara sehat dsb. Bentuk media
komunikasi yang cocok adalah poster, dan leaflet, yang dapat
diambil secara gratis
6. Di tempat ibadah
Pesan-pesan yang ingin disampaikan dapat dilakukan
dengan pemasangan poster, penyediaan leaflet, brosus atau
selebaran. Pesan sebaiknya berupa pesan-pesan untuk
kesehatan jiwa dan pentingnya menjaga kebersihan/kesehatan
lingkungan.

2.7.2 Kegiatan Promosi Kesehatan di luar gedung Puskesmas


Promosi kesehatan di luar gedung puskesmas adalah promosi kesehatan
yang dilakukan petugas puskesmas di luar gedung puskesmas yang artinya
promosi kesehatan dilakukan untuk masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung puskesmas yang dilakukan di luar
gedung puskesmas sebagai suatu upaya untuk meningkatkan PHBS melalui
pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat merupakan suatu
proses penggerakan dan pemberdayaan masyarakat, yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pencatatan, dan penilaian dalam membangun masyarakat untuk mau
dan mampu mengatasi masalahnya sendiri, sesuai kemampuannya khususnya
yang berkaitan dengan PHBS. Diharapkan masyarakat dapat bersama petugas
kesehatan melaksanakan hal-hal sebagai berikut
a. Mempersiapkan dan mengusulkan rencana aksi program PHBS
berdasarkan prioritas masalah kesehatan masyarakat yang dihadapi

b. Menggali dan mendorong partisipasi masyarakat

c. Bersama melaksanakan program secara efektif dan efisien


d. Ikut memantau dan membina

e. Melaporkan perkembangan pelaksanaan dan keberhasilan promosi


kesehatan di instansi terkait tingkat kecamatan.

Pelaksanaan promosi kesehatan di luar gedung dilakukan oleh puskesmas


bekerja sama dengan berbagai pihak potensial lainnya, dengan menerapkan ABG
(advokasi, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat), yaitu
a. Promosi kesehatan melalui pendekatan individu

b. Promosi kesehatan melalui pendekatan kelompok ( tim penggerak pkk,


posyandu, karang taruna, saka Bakti husada, majelia taklim)

c. Promosi kesehatan melalui pendekatan organisasi massa

2.8 Langkah-langkah Promosi Kesehatan di Puskesmas


Pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas pada dasarnya adalah
penerapan strategi promosi kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan
advokasi di tatanan sarana kesehatan. Oleh karena itu langkah awalnya adalah
berupa penggerakan dan pengorganisasian untuk memberdayakan para petugas
puskesmas agar mampu mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang
disandang pasien puskesmas dan menyusun rencana untuk menanggulanginya dari
sisi promosi kesehatan. Setelah itu, barulah dilaksanakan promosi kesehatan
sesuai dengan peluang-peluang yang ada, yaitu peluang di dalam gedung
puskesmas dan peluang di luar gedung puskesmas.
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dari dinas kesehatan
kabupaten/kota. Oleh karena itu, keberhasilan pelaksanaan promosi kesehatan di
puskesmas juga merupakan tanggung jawab dari dinas kesehatan kabupaten/kota.
Dengan demikian, sangat diperlukan keterlibatan dinas kesehatan kabupaten/kota
dalam pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas, khususnya dalam langkah
penggerakan dan pengorganisasian untuk memberdayakan petugas puskesmas.
Petugas puskesmas harus mendapat pendampingan oleh fasilitator dari dinas
kesehatan kabupaten/kota agar mampu melaksanakan : (1) Pengenalan Kondisi
Puskesmas, (2) Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS di Puskesmas, (3)
Musyawarah Kerja, (4) Perencanaan Partisipatif, (5) Pelaksanaan Kegiatan dan (6)
Pembinaan Kelestarian.

PENGENALAN KONDISI PUSKESMAS


Sebelum memulai promosi kesehatan di Puskesmas, perlu dilakukan
pengenalan kondisi institusi kesehatan untuk memperoleh data dan informasi
tentang PHBS di Puskesmas tersebut, sebagai data dasar (baseline data). Yang
digunakan sebagai standar adalah persyaratan Puskesmas yang Ber-PHBS (8
indikator proksi). Pengenalan kondisi Puskesmas ini dilakukan oleh fasilitator
dengan dukungan dari Kepala dan seluruh petugas Puskesmas.
Pengenalan kondisi Puskesmas dilakukan melalui pengamatan (observasi),
penggunaan daftar periksa (check list), wawancara, pemeriksaan lapangan atau
pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang ada.

IDENTIFIKASI MASALAH KESEHATAN DAN PHBS


Pengenalan kondisi Puskesmas dilanjutkan dengan identifikasi masalah,
yaitu masalah-masalah kesehatan yang saat ini diderita oleh pasien/pengunjung
dan masalah-masalah kesehatan yang mungkin akan terjadi (potensial terjadi) jika
tidak diambil tindakan pencegahan.
Masalah-masalah kesehatan yang sudah diidentifikasi kemudian diurutkan
berdasarkan prioritas untuk penanganannya. Identifikasi masalah dilanjutkan
dengan Survei Mawas Diri, yaitu sebuah survei sederhana oleh petugas-petugas
kesehatan di Puskesmas yang dibimbing oleh fasilitator. Dalam survei ini akan
diidentifikasi dan dibahas:
- Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan, baik
dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku. Dari segi PHBS harus
digali lebih lanjut data/informasi tentang latar belakang perilaku.
- Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk mengatasi masalah-masalah
kesehatan tersebut.
- Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) apa saja yang sudah ada (jika ada) dan
atau harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dalam rangka mengatasi
masalah-masalah kesehatan tersebut, jika perlu.
- Bantuan/dukungan yang diharapkan: apa bentuknya, berapa banyak, dari
mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan.

Selain untuk menggali latar belakang perilaku pasien/pengunjung, survei ini


juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para petugas
Puskesmas terhadap masalah kesehatan (termasuk infeksi nosokomial) khususnya
dari segi PHBS.

MUSYAWARAH KERJA
Musyawarah Kerja yang diikuti oleh seluruh petugas/karyawan Puskesmas,
diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survei Mawas Diri, sehingga masih menjadi
tugas fasilitator untuk mengawalnya. Dalam rangka pembinaan PHBS di
Puskesmas, Musyawarah Kerja bertujuan:
- Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang masih
dan kemungkinan akan diderita/dihadapi pasien/ pengunjung serta
langkah-langkah untuk mengatasi dan mencegahnya.
- Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalahmasalah kesehatan
yang hendak ditangani.
- Mencapai kesepakatan tentang pokja-pokja yang hendak dibentuk baru
atau diaktifkan kembali, jika diperlukan.
- Memantapkan data/informasi tentang potensi Puskesmas serta
bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber
bantuan/dukungan tersebut.
- Menggalang semangat dan partisipasi seluruh petugas/karyawan untuk
mendukung pembinaan PHBS di Puskesmas.
PERENCANAAN PARTISIPATIF
Setelah diperolehnya kesepakatan, fasilitator mengadakan pertemuan-
pertemuan secara intensif dengan petugas kesehatan guna menyusun rencana
pemberdayaan pasien dalam tugas masing-masing. Pembuatan rencana dengan
menggunakan tabel berikut:
No Perilaku yang PHBS yang di Pesan Peluang Metode
ada harapkan dan Media

Di luar itu, fasilitator juga menyusun rencana bina suasana yang akan
dilakukannya di Puskesmas, baik dengan pemanfaatan media maupun dengan
memanfaatkan pemuka/tokoh. Untuk bina suasana dengan memanfaatkan
pemuka/tokoh digunakan tabel berikut.
No Dukungan yang Pihak yang diadvokasi Pesan advokasi
diharapkan yang disampaikan

PELAKSANAAN KEGIATAN
Segera setelah itu, kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan biaya
operasional seperti pemberdayaan pasien/pengunjung dan advokasi dapat
dilaksanakan. Sedangkan kegiatan-kegiatan lain yang memerlukan dana dilakukan
jika sudah tersedia dana, apakah itu dana dari Puskesmas, dari pihak donatur atau
dari pemerintah. Pembinaan PHBS di Puskesmas dilaksanakan dengan
pemberdayaan, yang didukung oleh bina suasana dan advokasi.
a. Pemberdayaan
Pemberdayaan dilaksanakan oleh para petugas kesehatan
yang melayani pasien/pengunjung (dokter kecil, perawat, bidan,
laboran, penata rontgen, apoteker, dan lain-lain). Pemberdayaan
dilaksanakan di berbagai kesempatan, terintegrasi dalam pelayanan
masing-masing petugas kesehatan kepada pasien/pengunjung.
b. Bina Suasana
Bina suasana di Puskesmas selain dilakukan oleh fasilitator,
juga oleh pemuka/tokoh yang diundang untuk menyampaikan
pesan-pesan. Para pemuka/tokoh berperan sebagai
motivator/kelompok pendorong (pressure group) dan juga panutan
dalam mempraktikkan PHBS di Puskesmas.
Bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan
media seperti billboard di halaman, poster di dinding ruangan,
pertunjukan film, pemuatan makalah/berita di majalah dinding,
serta penyelenggaraan diskusi, mengundang pakar atau alim-ulama
atau figur publik untuk berceramah, pemanfaatan halaman untuk
taman obat/taman gizi dan lain-lain.
c. Advokasi
Advokasi dilakukan oleh fasilitator dan Kepala Puskesmas
terhadap pembuat kebijakan dan pemuka/tokoh masyarakat agar
mereka berperanserta dalam kegiatan pembinaan PHBS di
Puskesmas.
Para pembuat kebijakan misalnya, harus memberikan
dukungan kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agar
PHBS di Puskesmas dapat dipraktikkan. Para pemuka/tokoh
masyarakat diharapkan untuk ikut serta melakukan motivasi
terhadap pasien/pengunjung institusi kesehatan, berperan sebagai
kelompok pendorong dan berperilaku sebagai panutan dalam hal
PHBS di Puskesmas. Advokasi juga dilakukan terhadap para
penyandang dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu
upaya pembinaan PHBS di Puskesmas.

Kegiatan-kegiatan pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi di


Puskesmas tersebut di atas harus didukung oleh kegiatan-kegiatan (1) bina
suasana PHBS di Puskesmas dalam lingkup yang lebih luas (kabupaten/kota dan
provinsi) dengan memanfaatkan media massa berjangkauan luas seperti surat
kabar, majalah, radio, televisi dan internet; serta (2) advokasi secara berjenjang
dari dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota dan dari tingkat
kabupaten/kota ke kecamatan.

EVALUASI DAN PEMBINAAN KELESTARIAN.


Evaluasi dan pembinaan kelestarian PHBS di Puskesmas terintegrasi
dengan manajemen Puskesmas. Dengan demikian, evaluasi dan pembinaan
kelestarian PHBS di Puskesmas pada dasarnya juga merupakan tugas dari Kepala
Puskesmas, dengan dukungan dari berbagai pihak, utamanya pemerintah daerah
(dinas kesehatan kabupaten/ kota) dan pemerintah. Kehadiran fasilitator di
Puskesmas sudah sangat minimal, karena perannya sudah dapat sepenuhnya
digantikan oleh Kepala Puskesmas dengan supervisi dari dinas kesehatan
kabupaten/kota.
Perencanaan partisipatif dalam rangka pembinaan PHBS di Puskesmas,
sudah berjalan baik dan rutin serta terintegrasi dalam proses perencanaan
Puskesmas. Pada tahap ini, selain pertemuan-pertemuan berkala serta kursus-
kursus penyegar bagi para petugas kesehatan, juga dikembangkan cara-cara lain
untuk memelihara dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para petugas
kesehatan tersebut.

2.9 Promosi Kesehatan di Puskesmas Way Kandis


Kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas Way Kandis dilakukan dengan
menerapkan strategi promosi kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan
advokasi di tatanan sarana kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan di puskesmas
Way Kandis dilakukan oleh petugas puskesmas dari berbagai bagian dengan
komando dari bagian penanggung jawab program promosi kesehatan. Secara garis
besar, langkah awal yang dilakukan berupa mengidentifikasi masalah-masalah
kesehatan yang disandang pasien puskesmas dan menyusun rencana untuk
menanggulanginya dari sisi promosi kesehatan. Setelah itu, barulah dilaksanakan
promosi kesehatan sesuai dengan peluang-peluang yang ada, yaitu peluang di
dalam gedung puskesmas dan peluang di luar gedung puskesmas.
Berikut kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan dari puskesmas Way
Kandis.
No. Kegiatan
1 Entri data KS
2 Pertemuan Koordinasi PIS-PK
3 Kunjungan Rumah Keluarga Rawan Kesehatan
4 Pelayanan Posyandu Balita
5 Penyuluhan Massal
6 Penyuluhan GEMAR,DBD,Sosialisasi dan Pemantauan KTR
7 Penyuluhan ABAT/Kespro, HIV/AIDS,DBD dan sosialisasi KTR di
Sekolah (SMP,SMA)
8 Penyuluhan PHBS di Faskes
9 Pemantauan PHBS di TTK dan UKK
10 Pemantauan PHBS di TTU
11 Pemantauan PHBS RT dan IKL Rumah Sehat
12 Refreshing Kader
13 SMD
14 MMK
15 Pembina Saka Bakti Husada
16 Pemeriksaan Poskestren dan Panti
2.10 Critical Appraisal

TELAAH KRITIS JURNAL KEDOKTERAN

Telaah Jurnal VIA


A. Validity
1. Judul
Judul jurnal ialah “Pengembangan Media Promosi Kesehatan Sebagai
Upaya Pencegahan HIV/AIDS pada Pekerja Sektor Swasta Formal.” Judul
Jurnal ini cukup menarik dan menggambarkan isi utama penelitian. Judul
cukup jelas, tidak terlalu pendek ataupun terlalu panjang untuk
menjelaskan isi utama penelitian dan juga tidak menggunakan singkatan.

2. Pengarang dan institusi


Nama pengarang dan institusi sudah dituliskan sesuai aturan penulisan
jurnal.

3. Abstrak
Penulisan abstrak terdiri dari latar belakang, tujuan penelitian, metode
penelitian, hasil penelitian dan kesimpulan serta keywords. Jumlah kata
dalam abstrak adalah 322 kata. Secara keseluruhan abstrak memiliki nilai
informatif.

4. Pendahuluan
Pada pendahuluan terdapat latar belakang, permasalahan, tujuan dan
manfaat penelitian. Pendahuluan didukung oleh sumber pustaka yang kuat
dan relevan. Pada pendahuluan dijelaskan bahwa pekerja merupakan salah
satu kelompok yang berisiko tertular HIV melalui penyalahgunaan
narkoba. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN) dari tahun 2001
hingga november 2006 ada sebanyak 69,59% adalah pekerja dengan
52,97% nya adalah pekerja swasta. Untuk mencegah penularan HIV pada
pekerja perlu dilakukan upaya pencegahan yang terfokus untuk mencegah
prilaku beresiko HIV/AIDS yaitu penyalahgunaan narkoba. Promosi
kesehatan perlu dilakukan di tempat kerja untuk menyebarkan informasi
pencegahan narkoba pada pekerja. Promosi kesehatan tidak dapat lepas
dari media sebagai penyampai pesan. Media promosi kesehatan yang tepat
dapat mempermudah pemahaman sehingga sasaran dapat memutuskan
untuk mengadopsi prilaku positif yang disampaikan.
Dalam promosi kesehatan untuk pekerja tentunya harus menggunakan
media yang sesuai dengan keinginan dan karakter pekerja tersebut. Alasan
penelitian ini adalah untuk mengembangkan media promosi kesehatan
sebagai upaya pencegahan HIV/AIDS dengan tema kepedulian sesama
pekerja dalam pencegahan penyalahgunaan narkona pada pekerja sektor
swasta formal.

5. Metodologi
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian dilakukan melalui dua
tahap, yaitu tahap identifikasi kebutuhan media dan tahap pengembangan
media. Literatur review digunakan sebagai metode untuk identifikasi
kebutuhan media dan dilanjutkan dengan pengembangan media promosi
kesehatan. Pengembangan media promosi kesehatan dimulai dengan
pengembangan konsep awal, perancangan produk media, pre-test dengan
metode expert review dan pembuatan produk media.

6. Hasil
Berdasarkan hasil review dapat diketahui bahwa media poster dan film
adalah media informasi yang sesuai dengan kebutuhan pekerja dalam
merubah prilaku pekerja untuk peduli dalam pencegahan Narkoba
ditempat kerja terkait penularan HIV/AIDS, karena telah dirancang sesuai
dengan karakteristik dan keinginan pekerja.
Poster diharapkan dapat memiliki pesan yang sederhana dan langsung
pada tujuan, gambar yang menarik dan mendukung serta warna yang cerah
dan jelas. Sebaiknya poster memberikan pesan mengenai fakta yang tepat
dan menstimulasi emosi agar dapat mengenai sasaran dan mudah diingat.
Perlu diperhatikan pula bentuk, ukuran dan proporsi poster.
Media audiovisual mampu menimbulkan dampak yang kuat dengan
tekanan pada dua indra sekaligus yakni pengelihatan dan pendengaran.
Media film perlu memperhatikan latar belakang yang realistis, membuat
konflik yang tajam, pengambilan gambar yang menarik dan memasukkan
nilai nilai agama, sosial maupun budaya yang sesuai pada daerah sekitar
serta latar belakang musik pengiring film yang tepat. Perlunya disesuaikan
pesan moral pada film dengan karakter dan selera sasaran.
Media promosi tersebut diharapkan dapat diletakkan pada tempat yang
tepat dan strategis.

7. Pembahasan
Semua hal yang relevan dibahas pada pembahasan. Hal yang dikemukakan
pada hasil tidak sering diulang. Pembahasan dilakukan dengan
menghubungkannya dengan pertanyaan penelitian, teori dan hasil
penelitian terdahulu. Terdapat pembahasan mengenai keterbatasan
penelitian, dan kemungkinan dampaknya terhadap hasil.

8. Penutup
Kesimpulan didasarkan pada data penelitian. Kesimpulan tersebut sahih.
Dibagian akhir penutup tidak dikemukakan saran, namun pada akhir
abstrak disarankan agar selanjutnya dilakukan intervensi dan evaluasi..

9. Daftar Pustaka
Daftar pustaka telah disusun sesuai dengan aturan jurnal dan semua yang
tertulis pada daftar pustaka tertera pada naskah.

B. Importance
Penelitian ini penting mengingat peran promosi kesehatan sebagai
pencegahan penyakit di masyarakat dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Promosi kesehatan tidak dapat lepas dari media yang
membantu menyampaikan pesan pesan promosi kesehatan. Media promosi
kesehatan haruslah disesuaikan dengan sasaran dan pesan yang ingin
disampaikan. Pemilihan media promosi dan pengembangan media promosi
haruslah memperhatikan beberapa aspek penting. Dalam penelitian ini,
dapat diketahui pemilihan media promosi yang tepat sesuai sasaran dan hal
yang perlu di perhatikan dalam pengembangan media promosi. Sehingga
diharapkan, pesan pesan dalam promosi kesehatan dapat tersampaikan
dengan baik dan dapat menginisiasi sasaran untuk mengadopsi prilaku
positif yang disampaikan.

C. Applicability
Penelitin ini dasarkan pada penggunaan promosi kesehatan pada
pencegahan penyakit dan meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia.
Dengan adanya penelitian ini, dapat dijadikan acuan dalam memilih media
yang tepat dalam promosi kesehatan dan hal hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan media promosi kesehatan yang disesuaikan dengan
sasaran promosi kesehatan di masyarakat.
BAB III
SIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Promosi kesehatan oleh Puskesmas dilakukan sebagai salah satu upaya
kesehatan wajib untuk tercapainya tujuan kesehatan nasional
2. Promosi kesehatan oleh Puskesmas memiliki tujuan dan sasaran terhadap
pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan masyarakat.
3. Strategi promosi kesehatan terdiri dari pemberdayaan, yang didukung oleh bina
suasana dan advokasi, serta dilandasi oleh kemitraan.
4. Promosi kesehatan dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan penyuluh
kesehatan masyarakat dengan menggunakan metode dan media yang
disesuaikan
5. Kegiatan promosi kesehatan di Puskesmas dapat dilaksanakan di dalam
maupun di luar gedung Puskesmas.
6. Langkah-langkah penyelenggaraan promosi kesehatan di Puskesmas dilakukan
dengan pengorganisasian dan pemberdayaan petugas, identifikasi masalah
kesehatan, perencanaan dan pelaksanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1114/MENKES/VIII/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi
Kesehatan RI. Jakarta. Kementerian Kesehatan Indonesia.

Kemenkes RI. 2007. Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2011. Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan :


Panduan bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Notoatmodjo S. 2005. Promosi Kesehatan : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka


Cipta.

Notoadmojo, 2012. Promosi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: PT Rineka Cipta.
LAMPIRAN

Vous aimerez peut-être aussi