Vous êtes sur la page 1sur 12

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OP LAPARATOMI
1. KONSEP DASAR
1.1 Pengertian
Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat
terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus (Jitowiyono,
2012).
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi (Syamsulhidayat, 2013).
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dfan
fistuloktomi.

1.2 Etiologi
1) Trauma abdomen (tumpul atau tajam).
2) Peritonitis.
3) Perdarahan pada saluran pencernaan.
4) Sumbatan pada usus halus dan usus besar.
5) Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).
1.3 Pathway

Trauma abdomen, Peritonitis,


Perdarahan, Sumbatan pada usus,
Masa pada abdomen

Hospitalisasi

Rencana Pembedahan

Insisi Bedah Laparatomy

Menyebabkan perlukaan pada abdomen

Terputusnya inkontinuitas jaringan Luka insisi tidak bedah tidak terawat

Merangsang pengeluaran Adanya peningkatan luekosit


Histamine dan Prostagladin

Nyeri Resiko tinggi infeksi


1.4 Klasifikasi
1). Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan, eksplorasi
dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen dan
saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam
pelvis.
2). Paramedian yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5
cm). Terbagi atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis
operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah,
serta plenoktomi. Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain :
merupakan bentuk insisi anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan
saraf, dan insisi mudah diperluas ke arah atas dan bawah.
3). Transverse upper abdomen incision yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4). Transverse lower abdomen incision yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4
cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi appendectomy.

1.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
 Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
 Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
 Kelemahan
 Mual, muntah, anoreksia
 Konstipasi

1.5 Indikasi Laparatomy


1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
 Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
 Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum)
yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau
sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis
primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat
penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis,
perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering
kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis
tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus
biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat.
Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus
halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan
pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara
lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada dibawahnya
akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar yang mempunyai
mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan penyumbatan
dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan
tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi
lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding.

1.6 Komplikasi
a. Syok
1) Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai
dengan ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
b. Hemorrhagi
1) Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika
kenaikan tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang
tersangkut dengan tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
3) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur
slip karena pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi
terinfeksi atau mengalami erosi oleh selang drainage.
Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus,
kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
c. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
d. Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding
pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru,
hati, dan otak.
e. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
f. Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,
mikroorganisme; gram positif. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan
dehisensi luka atau eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-
tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui
insisi.Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,
kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding
abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

1.6 Penatalaksanaan Medis


a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan.
c. Pemantauan status pernafasan dan CV.
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul
jika diindikasikan.
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex :
komponen darah, albumin, plasma atau pengganti plasma).
f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
2 MANAJEMEN KEPERAWATAN
2.6 Pengkajian Keperawatan
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama
seperti pada kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari dua tahap :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian dan
2) Riwayat Kesehatan Pasien.
a. Alasan Masuk Perawatan Menggambarkan tentang hal-hal yang
menjadikan pasien dibawa ke Rumah Sakit dan dirawat.
b. Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif yang paling
menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien peritonitis
ialah nyeri di daerah abdomen, mual, muntah, demam (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1104).
c. Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari keluhan utama dan
data yang menyertai menggunakan pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 :
10).
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang
faktor resiko penyebab masalah kesehatan sekarang serta jenis penyakit
dan kesehatan masa lalu. Pada klien post operasi akibat peritonitis, perlu
dikaji mengenai riwayat penyakit saluran pencernaan (seperti Typhoid,
Apendicitis, dll) dan riwayat pembedahan sebelumnya.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga, Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji
tentang penyakit yang menular atau penyakit menurun yang ada dalam
keluarga.
3) Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan
selama di rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit meliputi :
a. Pola Nutrisi, Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan
makanan, alergi terhadap makanan dan nafsu makan. Biasanya pada klien
post operasi akibat peritonitis terdapat mual, muntah dan anoreksia.
b. Pola Eliminasi, Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi
buang air besar, konsistensinya dan keluhan selama buang air besar.
Frekuensi buang air kecil, warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada
klien dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat
intake cairan yang tidak adekuat akibat pembedahan.
c. Pola Istirahat dan Tidur, Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah
lama tidur dalam sehari, kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi
bisa ditemukan gangguan pola tidur karena nyeri.
d. Pola Personal Hygiene, Pola personal hygiene yang harus dikaji adalah
kemampuan klien perawatan diri seperti mandi, gosok gigi, keramas,
gunting kuku, dll. Pada klien dengan post operasi biasanya klien tidak dapat
melakukan personal hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak
akibat pembedahan dan nyeri.
e. Pola Aktivitas, Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari.
Pada klien dengan post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak
akibat nyeri.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan biasanya
tampak lemah, gelisah, meringis.
b. Pemeriksaan Fisik Persistem:
 Sistem Pernafasan Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan
karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas merupakan hal yang harus
dikaji pada klien dengan post operasi. Pernafasan cepat dan pendek
sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan yang bising karena
obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi krekels.
 Sistem Kardiovaskuler, Pada klien post operasi biasanya ditemukan
tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi dan
penurunan suhu tubuh.
 Sistem Gastrointestinal, Ditemukan distensi abdomen, kembung
(penumpukan gas), mukosa bibir kering, penurunan peristaltik usus
juga biasanya ditemukan muntah dan konstipasi akibat pembedahan.
 Sistem Perkemihan, Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine
menjadi pekat / gelap, terdapat distensi kandung kemih dan retensi
urine.
 Sistem Muskuloskeletal, Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi
akibat nyeri di abdomen dan efek dari pembedahan atau anastesi
sehingga menyebabkan kekakuan otot.
 Sistem Neurologi, Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan keparahan
nyeri post operasi tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi
individu serta toleransi yang ditimbulkan oleh nyeri.
 Sistem Integumen, Ditemukan luka akibat pembedahan di area
abdomen. Karakteristik luka tergantung pada lamanya waktu setelah
pembedahan.
5) Aspek Psikologis
a. Status Emosional, Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah
dan labil, karena proses penyakit yang tidak diketahui / tidak pernah
diderita sebelumnya dan akibat pembedahan.
b. Konsep Diri yaitu :
 Body Image / Gambaran Diri, Mencakup persepsi dengan
perasaan terhadap tubuhnya,
bagi tubuh yang disukai dan tidak disukai.
 Harga Diri, Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh memenuhi ideal diri. Aspek
utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang
lain.
 Ideal Diri, Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran
dan harapan terhadap penyakitnya.
 Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat
dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas /peran
tersebut.
 Identitas, Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan
klien terhadap status dan posisinya.
c. Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress atau
mengganggu keseimbangan (Keliat, : 2001). Seseorang yang
mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu
penyembuhan penyakit.
d. Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang
untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi.
e. Harapan dan Pemahaman Klien tentang Kondisi Kesehatan yang
dihadapi. Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan
bantuan dengan efisien.
6) Aspek Sosial dan Budaya, Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi
dan interaksi interpersonal, gaya hidup faktor sosiokultural serta support
sistem yang ada pada klien.
7) Aspek Spiritual, Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan
terhadap Tuhan dan cara untuk menjalankan ibadah.
8) Data Penunjang, Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi / obat-obatan
yang diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan
kepada klien seperti pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan Rontgen.

2.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op
Laparatomi adalah
1. Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi.
2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka operasi.

1.3 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa Ke- 1 : Ganggguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka
insisi.
Tujuan : Skala Nyeri berkurang
Kriteria Hasil : Pasien secara verbal mengatakan nyeri hilang, pasien dapat
beristirahat, pasien tampak rileks, dan pasien dapat melakukan aktivitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji skala nyeri, lokasi nyeri, Mengetahui sejauh mana tingkat
dan karakteristik nyeri. nyeri dan merupakan indikator
secara dini untuk memberikan
tindakan selanjutnya.
2. Kaji TTV dan Keadaan umum Mengetahui perkembangan pasien.
pasien.
3. Anjurkan pasien napas dalam. Pernapasan yang dalam dapat
menghirup O2 secara adekuat
sehingga otot-otot menjadi relaksasi
sehingga dapat mengurangi rasa
nyeri.
4. Berikan lingkungan yang Mengurangi reseptor nyeri.
nyaman.
5. Pertahankan Menurunkan kenyaman pada
puasa/penghisapan NGT pada peristaltik usus dini dan irigasi
awal gaster/ muntah
6. Berikan analgesik sesuai Untuk menghilangkan rasa nyeri
indikasi. yang dirasakan.

2. Diagnosa ke- 2 Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan adanya luka


operasi.
Tujuan : Bebas dari tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil : Luka kering dan bersih, suhu tubuh normal.
Intervensi Rasional
1. Rawat luka dengan tehnik Menghinari terjadinya kontaminasi
aseptik (infeksi sekunder)
2. Anjurkan kien untuk Menjaga kebersihan dan
menjaga kebersihan luka terhindarnya kontaminasi
operasi.
3. Berikan diet cukup tinggi Diet tktp membantu untuk
kalori dan protein merangsang pertumbuhan jaringan
4. Observasi tanda-tanda Mendeteksi sedini mungkin
infeksi. terjadinya infeksi
5. Kolaborasi denan tim dokter Fungsi interdependent perawat,
dlam pemberian antibiotik untuk mencegah pertumbuha
kuman.
6. Kaji keadaan penyembuhan Mendeteksi sedini mungkin
luka keadaan penyembuhan luka.

2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi merupakan penatalaksanaan perencanan keperawatan oleh
perawat pada pasien dengan bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dan
keluarga pasien.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan, dan kualitas data, teratasi atau tidak masalahnya pasien, serta
pencapaian tujuan dan ketepatan intervensi keperawatan.
Evaluasi yang di harapkan dari masing-masing diagnosa adalah :
1. Skala Nyeri berkurang .
2. Pasien secara verbal mengatakan nyeri hilang, pasien dapat beristirahat,
pasien tampak rileks, dan pasien dapat melakukan aktivitas.
3. Bebas dari tanda-tanda infeksi .
4. Luka kering dan bersih, suhu tubuh normal.

Vous aimerez peut-être aussi