Vous êtes sur la page 1sur 1

ADAM YANG DITINGGALKAN

oleh Amerita
Namanya Adam, remaja yang menghabiskan waktunya berjualan minuman yang ia
jajakan dengan kotak dari kayu yang di kalungkan di lehernya. ibunya seorang asisten rumah
tangga disebuah rumah tak jauh dari rumahnya. Ayahnya sudah lama pergi, meninggalkan
mereka dengan kewajiban-kewajiban dan beban yang harus mereka pikul sendiri. Tidak jelas
mengapa ayahnya pergi, ia hanya bangun disuatu pagi dan memutuskan untuk meninggalkan
Adam dan Ibunya. Ada yang bilang ayahnya pergi merantau mencari kehidupan yang lebih
baik, ada pula yang mengatakan bahwa Ayahnya sudah pergi dengan janda yang notabenenya
seorang pengusaha kaya. Ayah Adam bukanlah seorang pria yang biasa biasa saja. Wajahnya
bisa di katakan rupawan, tinggi, berbadan kekar dan dengan kulit sawo matangnya ia semakin
terlihat gagah.
Tak banyak yang Adam ingat tentang Ayahnya, hanya cerita-cerita semasa kecil yang
diulang-ulang ibunya. Karna pada saat ayahnya pergi, usia Adam barulah 5 tahun. Adam
sering bertanya pada ibunya tentang alasan kepergian ayahnya, namun seperti tak ingin
mengingatnya lagi, Marsinah hanya diam dan menceritakan hal lain yang baik-baik, seperti
saat kelahiran Adam. Marsinah bercerita bahwa ayahnya Adam sangat senang saat Adam
lahir. Menjadi suatu pertanyaan bagi Adam, “kalau ia senang atas kelahiranku, mengapa
meninggalkanku semudah itu?” ungkap Adam.
Marsinah, Ibunda Adam, bekerja dari pagi hingga sore. seperti pekerjaan asisten
rumah tangga lainnya, ia menyapu, mengepel, mencuci pakaian, hingga memasakkan makan
siang untuk tuannya. Marsinah mengaku bahwa Adam sebenarnya tak perlu berjualan karna
gaji Marsinah cukup untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Namun hal itu tak membuat Adam
berbalik, ia hanya tak ingin membebankan Ibunya dengan semua kebutuhannya disekolah.
bagi Adam, Ibunya adalah seorang wanita yang seharusnya tidak bekerja, laki lakilah yang
seharusnya bekerja.
Adam bersekolah dari pagi hingga jam 1 siang, lalu setelah pulang ia akan makan
siang dengan lauk yang telah disiapkan ibunya. Biasanya hanya ceplokan telor dengan aneka
sayur yang mereka tanam sendiri dibelakang rumah. Lalu setelah itu ia akan langsung
berangkat berjualan. Biasanya ia berjualan dipasar-pasar. Lalu saat senja tiba, ia akan pulang
dengan uang hasil dagang tak lebih dari 30 ribu rupiah. Tak banyak memang, namun ia
sangat bersyukur. pernah suatu hari dagangannya tidak ada yang laku, bahkan karenanya ia
harus pulang berjalan kaki kira kira 5 km karna tak punya uang untuk ongkos.

Vous aimerez peut-être aussi