Vous êtes sur la page 1sur 18

Pendekatan Klinis pada Penyakit Jantung Bawaan type

Cyanotic

B6

Gabriel Enrico Pangarian 102010208


Syella Trianuary 102012421
Thena Artika Anggun 102013422
Irena 102014054
Keisha Deandra Christie 102014078
Rio Yosua Saputra 102014139
Mariska Nada Debora 102014139
Kartika Dewi 102014220

Tahun Akademik 2015/2016


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

1
Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia.
Perkembangannnya sudah dimulai dari dalam kandungan hingga lahir. Tetapi tidak semua
orang mempunyai jantung yang normal, ada beberapa yang mempunyai kelainan. Kelainan-
kelainan jantung pada anak dibagi menjadi dua golongan yaitu penyakit jantung bawaan
(PJB) dan penyakit jantung didapat. Penyakit jantung bawaan (PJB terbagi alagi menjadi
PJB dengan sianosis dan PJB tanpa sianosis.
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan penyakit jantung yang bersifat
kongenital, dengan kelainan terdapat pada struktur anatomis jantung bayi/anak selama
organogenesis. Penyakit jantung bawaan ini selain sianotik, terdapat pula penyakit jantung
bawaan asianotik yang tidak menyebabkan kebiruan pada tubuh bayi/anak. Pada penyakit
jantung bawaan sianotik, kelainan struktur anatomis jantung bayi/anak menyebabkan
kebiruan pada kulit dikarenakan bercampurnya darah bersih dengan darah kotor akibat defek
yang dapat terjadi pada septum, maupun pada pembuluh darah besar yang keluar dari
jantung. Kebiruan pada kulit bayi/anak ini harus ditanggapi sebagai sebuah masalah
kesehatan yang serius, dikarenakan jiwa bayi/anak dapat terancam akibat masalah ini.
Walaupun sampai saat ini diagnosis dini untuk penyakit jantung bawaan sianotik masih sulit
ditegakkan, namun dengan berbekal riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, hasil
pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang seperti rontgen dada, maka bukan tidak
mungkin dapat ditegakkan beberapa diagnosis banding untuk selanjutnya menentukan
diagnosis kerja yang tepat. Penyakit jantung bawaan sianotik, menempati porsi 26% dari
penyakit jantung bawaan secara umum, sisanya merupakan penyakit jantung non-sianotik.
Menurut patofisiologinya, penyakit jantung bawaan sianotik dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok yaitu kelompok dengan (1) sirkulasi pulmonal dan sistemik yang independen
dengan manifestasi sianosis yang berat seperti pada transposisi arteri besar; (2) sirkulasi
pulmonal yang tidak adekuat akibat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan seperti tetralogi
Fallot, atresia pulmonal, atau atresia trikuspid; (3) pencampuran sirkulasi pulmonal dan
sistemik yang terdapat pada anomali total drainase vena pulmonalis serta penyakit jantung
bawaan kompleks. Meskipun saat ini, berkat kemajuan teknologi kedokteran, sudah banyak
bayi/anak dapat diselamatkan dan memiliki jantung yang berfungsi normal namun masalah
penyakit jantung bawaan sianotik masih perlu untuk terus dievaluasi dari segi diagnosis dan
tatalaksana, dengan demikian maka dapat ditemukan alur diagnosis dan tatalaksana yang
tepat bagi bayi/anak pengidap penyakit ini, agar mereka tetap dapat tumbuh dan berkembang
selayaknya anak-anak lainnya.1
2
Isi :
Anamnesis
 Apakah ada kesulitan menyusu atau minum susu dari botol saat bayi? Apakah bayi
menjadi sesak napas/dispnea dan mengeluarkan keringat berlebihan/diaforesis saat
menyusu?

 Apakah ada riwayat batuk dan pilek yang berulang? Bila bayi mengalami serangan sesak
napas berulang, pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, retraksi dada, batuk,
grunting dan tidak bisa istirahat lebih dari 6 kali setahun maka indikasikan dengan alir
darah pulmonal yang tinggi akibat left to right shunt.

 Apakah bayi/anak sianosis? Sianosis sering tidak diperhatikan saat bayi/anak dalam
keadaan istirahat dan hanya dianggap sebagai warna tua yang normal, namun orang tua
akan lebih berhati-hati ketika bayi/anak menjadi kebiruan pada bibir, kuku, dan kulitnya
ketika anak menangis. Sianosis ini harus benar-benar diperhatikan dan ditanyakan apa
saja faktor yang mendukungnya, lama episodenya, dan apakah lidah serta membrana
mukosa juga sianotik untuk membedakan sianosis akibat penyakit jantung kongenital
ataukah sianosis yang berasa dari sebab lain.

 Apakah anak sering jongkok setelah melakukan aktivitas fisik? Riwayat


jongkok/squatting pada anak yang biru mengindikasikan Tetralogy of Fallot atau ToF.
Tanyakan bagaimana aktivitas fisik anak, apakah sesuai dan sepadan dengan anak
sebayanya, apakah justru anak cepat lelah dan pertumbuhannya tidak baik.

 Apakah anak sering mengalami nyeri dada dan palpitasi? Palpitasi yang sering pada anak
sianosis mengindikasikan anomali Ebstein.

 Tanyakan mengenai riwayat keluarga, apakah ada keluarga yang mengalami penyakit
jantung kongenital atau penyakit jantung lainnya.

 Tanyakan mengenai riwayat pra-natal dan riwayat partus. Bagaimana berat badan ibu,
jumlah kehamilan, lama kehamilan/masa gestasi, komplikasi, perdarahan abnormal,
penyakit, pajanan terhadap penyakit tertentu sebelum dan selama kehamilan, dan apakah
ibu ada mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti hormon seks dan trimethadione yang

3
dapat menyebabkan TGA dan ToF. Proses kelahiran perlu ditanyakan lebih jauh
mengenai detilnya.

 Tanyakan mengenai riwayat tumbuh dan kembang anak hingga saat ini dan pola aktivitas
fisik anak.2-4

Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik untuk kasus penyakit jantung bawaan sianotik pada anak dimulai
dengan menilai keadaan umum pasien, mulai dari dengan usia, bukti penyakit akut atau
kronis, adanya ketidaksesuaian antara tinggi badan dengan berat badan dan deformitas.

 Pemeriksaan Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital

Pertama-tama tentu dalam pemeriksaan harus menilai keadaan umum pasien,


termasuk bagaimana kesadarannya, keadaan gizi, dan apakah penderita dalam keadaan
distress atau tidak. Kemudian perhatikan apakah ada malar flush atau tidak karena pada
curah jantung yang berkurang dan berlangsung kronis terlihat gambaran pipi kebiru-
biruan akibat dilatasi kapiler dermis. Keadaan seperti ini akan tampak pada stenosis
mitral dengan komplikasi hipertensi pulmonal. Lihat pada anak terjadi sianosis atau tidak,
dimana sianosis adalah warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir yang disebabkan
kadar “reduced hemoglobin” lebih dari 5% di kapiler kulit.3 Setelah melihat keadaan
umum pasien selanjutnya pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah,
frekuensi napas, suhu, dan nadi.
Pada kasus didapatkan hasil tampak sakit berat, anak sianosis, dan diaforetik. Hasil
tanda-tanda vital yaitu nadi 150 kali per menit, nafas 52 kali permenit, suhu 36,3o C.

 Pemeriksaan Toraks

Inspeksi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Lihat pada kulit toraks apakah terdapat benjolan,
pelebaran kapiler (spider nevi), peruahan warna kulit dan sebagainya. Selain itu lihat
bentuk toraks bentuk simetris atau asimetris, perhatikan deformitas yang tampak apabila
terlihat adanya deformitas, seperti pectus excavatum (Funnel chest), pectus carinatum
4
(pigeon chest), barrel chest, kyphoscoliosis, dan sebagainya. Amati dinding toraks pada
saat pasien melakukan inspirasi serta ekspirasi apakah toraks simetris atau asimetris
antara kanan dan kiri. Serta lihat juga apakah denyut dari apex cordis terlihat atau tidak.1

Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Perabaan dilakukan
pada permukaan toraks, dan sela iga pasien diminta untuk melaporkan apakah pada
perabaan terasa nyeri atau tidak, selain itu perhatikan apakah denyut apex cordis teraba
atau tidak serta lihat bagaiman posisinya.5
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu
untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan
menghasilkan suara. Perkusi normal pada paru akan terdengar suara sonor pada kedua
lapangan paru, kecuali daerah jantung. Pada perkusi batas antara jantung dan paru akan
terdengar suara redup atau pekak di lapang toraks.
Bila pada perkusi terdengar pekak (dullness) pada salah satu bagian paru, maka hal ini
dapat disebabkan adanya cairan atau jaringan solid yang mengganti jaringan paru,
misalnya pada pneumonia lobaris dimana alveoli penuh dengan cairan dan sel darah,
dapat pula efusi pleura hemotoraks dan lain-lain. Bila suara perkusi terdengar hipersonor,
dapat terdengar pada keadaan dimana paru-paru dipenuhi lebih banyak udara, seperti pada
asma.5
Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara
yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop
bertujuan untuk mendengarkan adanya bising abnormal maupun normal. Auskultasi
dilakukan pada jantung dan juga paru. Pada jantung perhatikan bunyi jantung pertama
dan kedua apakah terpisah secara normal atau tidak, kemudian adakah bunyi tamabahan
seperti gallop, murmur sistolik, murmur diastolik, gesekan (rub), klik, serta bruit karotis.5
Pada paru perhatikan bunyi seperti wheezing, ronchi, crackles, stridor, friction rub, dan
lain-lain.5
Dalam kasus tetralogy of fallot (TOF) murmur sistolik ejeksi grade 2-4/6 di intrcostae
2. Hasil dari pemeriksaan fisik toraks didapatkan suara napas vesikuler, ronki -/-,
wheezing -/-, suara jatung 1-2 murni regular, terdengar murmur sistolik ejeksi grade 2/6
di ICS 2. Pada ekstremitas didapati clubbing finger.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium

5
Pada pemeriksaan laboratorium, akan ditemukan kadar hemoglobin, hematokrit dan
hitung sel darah merah yang biasanya akan meningkat secara sekunder akibat desaturasi
atrial.

 Pemeriksaan Roentgenografi

Radiografi dada menunjukkan adanya ukuran jantung yang normal dengan dasar yang
sempit, cekungan tepi kiri jantung pada daerah yang biasanya ditempati oleh arteria
pulmonalis. Ventrikel kanan yang mengalami hipertrofi biasanya terlihat apabila terdapat
apeks jantung yang terangkat sehingga menimbulkan siluet jantung yang berbentuk
seperti sepatu boot atau sepatu kayu (boot shaped-heart atau coeur en sabot). Segmen
arteri pulmonar yang utama biasanya konkaf, dan bila terdapat arkus aorta di sebelah
kanan, katup aortanya ada di samping kanan trakea. Penampakan vaskuler paru akan
menurun. Daerah hilus dan lapangan paru-paru relatif terang, karena aliran darah
pulmonal berkurang dan/atau oleh karena ukuran arteria pulmonalis yang mengecil.

 Pemeriksaan Elektrokardiografi

Pada pemeriksaan EKG, terdapat axis QRS yang berpindah ke sebelah kanan dengan
range antara +90 sampai +180 derajat. Gelombang P biasanya normal atau bila tidak,
gelombang P berbentuk runcing tinggi atau kadang bifida Gelombang T dapat positif.
Gambaran RVH biasanya dapat ditemukan. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan
bahwa terdapat deviasi sumbu ke kanan sebagai bukti adanya hipertrofi ventirkel kanan.

 Pemeriksaan Ekokardiografi

Pada pemeriksaan ekokardiografi dua-dimensi, biasanya memberikan pertanda diagnostik


yang baik yang akan mengungkap adanya penebalan dari ventrikel kanan, aorta yang
overriding, dan adanya VSD besar subaortik. Obstruksi di tingkat infundibulum dan
katup pulmonal dapat diidentifikasi dan ukuran dari arteri pulmonalis proksimal dapat
diukur. Anatomi dari arteri koronaria perlu divisualisasikan, dikarenakan cabang
abnormal yang menyeberang traktus aliran keluar ventrikel kananakan menjadi risiko
ketika dilakukan transeksi selama pembedahan di area yang mengalami pembesaran.
Ekokardiografi ini memberikan hasil diagnostik yang baik dikarenakan fungsinya yang
dapat memberi informasi mengenai luas penumpangan aorta pada sekat, lokasi dan
derajat penyumbatan saluran aliran keluar ventrikel kanan, ukuran cabang arteri
pulmonalis proksimal dan sisi arkus aorta. Eko juga dapat dilakukan untuk mengetahui
6
apakah duktus arteriosus paten memasok sebagian aliran darah pulmonal. Eko ini dapat
meniadakan keharusan untuk melakukan kateterisasi.

 Kateterisasi Jantung dan Angiokardiografi

Kateterisasi jantung dilakukan untuk memperagakan tekanan sistolik dalam ventrikel


kanan sama dengan tekanan sistemik, dengan penurunan tekanan yang mencolok ketika
kateter masuk arteria pulmonalis. Rata-rata tekanan arteria pulmonalis biasanya 5-10
mmHg; tekanan atrium kanan biasanya normal. Tingkat saturasi oksigen arterial
bergantung pada besarnya shunt dari kanan ke kiri; pada penderita yang agak sianotik
pada istirahat biasanya 75-85%. Pada tidak adanya shunt dari kiri ke kanan, sampel darah
dari vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan dan arteria pulmonalis, kadar oksigennya
akan sama. Secara singkat, kateterisasi jantung digunakan untuk melihat apakah ada shunt
kanan ke kiri di ventrikel. Angiografi ventrikel kanan akan memperlihatkan adanya
obstruksi jalur keluar aliran ventrikel kanan dan shunt kanan ke kiri di tingkat ventrikel.
Indikasi mayor untuk kateterisasi jantung ialah untuk melihat secara anatomis letak arteri
koronaria dan arteri pulmonar distal.3,7

WD : Tetralogi of Fallot

Tetralogi Fallot atau ToF mengacu kepada serangkaian abnormalitas anatomis yang
memiliki 2 penampilan umum, yaitu defek septum ventrikel yang besar dan tidak terhalang
apa pun disertai dengan adanya obstruksi alir keluar ventrikel kanan. ToF merupakan
kelainan jantung kongenital yang paling umum dan diklasifikasikan sebagai penyakit jantung
bawaan sianotik dikarenakan ToF yang menyebabkan aliran darah ke paru untuk oksigenasi
tidak adekuat (terjadi right-to-left shunt) dan biasanya pasien dengan ToF mengalami
kebiruan segera setelah lahir. Gejala klinis yang terjadi bervariasi dari mulai anak yang
asimtomatis dan asianotik dengan bising jantung sampai kepada bayi baru lahir yang
hipoksik. Keparahan dari gejala bergantung pada tingkat obstruksi aliran keluar ventrikel
kanan atau right ventricle outflow obstruction (RVOT). Selain itu, pada tetralogi Fallot dapat
ditemukan pula adanya stenosis pulmonal infundibular, dan juga adanya aorta yang
mengalami overriding. Penampilan keempat dan terakhir dari tetralogi Fallot yaitu adanya
hipertrofi dari ventrikel kanan sebagai hasil dari adanya abnormalitas hemodinamika. Tingkat
keparahan dari stenosis infundibular dimulai dari ringan hingga ke stenosis pulmonal yang
7
berat dan bahkan dapat pula atresia pulmonal. Stenosis dari katup pulmonal dapat pula
dijumpai dan stenosis umumnya ditemukan di daerah supravalvular di bifurkasio dari
percabangan arteri pulmonalis atau di sebelah distal dari arteri pulmonalis.
Kemungkinan abnormalitas yang mungkin dapat terjadi ialah defek pada septum
atrium (sehingga disebut pentalogi Fallot) atau adanya abnormalitas arteri koroner. Kira-kira
25% pasien dengan ToF memiliki arkus aorta di sebelah kanan. ToF terjadi pada sekitar 6%
bayi baru lahir dengan penyakit jantung bawaan. Untuk penyebabnya sendiri masih belum
jelas diketahui.
Manifestasi klinis: manifestasi klinis dari ToF berhubungan secara langsung dengan
tingkat keparahan dari kelainan anatomisnya. Sebagian besar bayi dengan ToF mengalami
kesulitan dalam menyusu, dan gagal tumbuh atau failure to thrive. Bayi dengan atresia
pulmoner akan lebih sering lagi sianotik seiring dengan penutupan ductus arteriosus kecuali
bila terdapat kolateral bronkopulmoner. Saat lahir, beberapa bayi dengan ToF tidak
menunjukkan tanda-tanda sianosis tapi nanti di kemudian hari mereka akan mulai
menunjukkan adanya episode kulit yang pucat selama menangis atau menyusu (Tet spells).
Hypoxic tet spells sangat berpotensial pada kematian, dan merupakan episode yang tidak
dapat diprediksi pada pasien yang non-sianotik dengan ToF. Mekanismenya mungkin
disebabkan oleh karena spasme dari septum infundibular yang semakin memperburuk aliran
dari RVOTO. Anak-anak dengan ToF seringkali berusaha meningkatkan pulmonary blood
flow-nya dengan berjongkok. Berjongkok atau squatting ini merupakan mekanisme
kompensasi dan sangat khas untuk anak dengan ToF. Berjongkok akan meningkatan tahanan
vaskular perifer dan akan mengurangi shunt kanan ke kiri yang melalui VSD. Saat
berjongkok ini, anak akan merasa lebih nyaman untuk tetap berada dalam posisi knee-chest
ini. Berjongkok sering terdapat pada anak ToF setelah melakukan kegiatan fisik. Berjongkok
akan mengkompres sirkulasi pembuluh darah dari ekstremitas bawah sehingga akan
mengurangi aliran shunt dan meningkatkan pulmonary blood flow yang selanjutnya akan
segera meningkatkan saturasi dari oksigen arteri sistemik.
Anak-anak lebih tua dengan sianosis akan mengalami jenis sianosis yang lebih
ekstrem, dimana kulitnya akan berwarna kebiruan, sklera abu-abu dengan pembuluh darah
yang melebar dan jari tangan dan jari kaki tabuh (clubbing). Clubbing dapat ditemukan ketika
melakukan pemeriksaan fisik. Adanya peningkatan impuls di parasternal kiri
mengindikasikan adanya hipertrofi ventrikel kanan. Biasanya suara jantung pertama normal
yang selanjutnya diikuti dengan suara jantung kedua yang tunggal disebabkan oleh karena
suara penutupan pulmonal yang sangat lembut.
8
Serangan yang berbahaya pada ToF disebut sebagai serangan hipersianotik
paroksismal (serangan hipoksik biru atau Tet) yang merupakan masalah selama umur 2 tahun
pertama, dimana bayi/anak akan mengalami hiperpnea dan gelisah, sianosis bertambah,
terjadi pernapasan yang terengah-engah (gasping) dan dapat berlanjut dengan sinkop.
Serangan sering terjadi pagi hari, setelah episode menangis keras dan berlangsung selama 15-
30 menit. Serangan ini dicirikan dengan adanya peningkatan sianosis dan frekuensi
pernapasan. Serangan berat dapat sampai membuat anak kejang dan hemiparesis. Ketika
serangan bertambah berat, maka bayi diarahkan kepada posisi knee-chest, pemberian oksigen,
injeksi morfin subkutan dengan dosis tidak lebih dari 0,2 mg/kg sambil menenangkan bayi.
Pada keadaan bayi yang sudah asidosis metabolik, maka bila PO2 arterial di bawah 40
mmHg, segera koresi cepat dengan pemberian natrium bikarbonat intravena. Penyekat
adrenergik-beta dengan pemberian propanolol intravena telah digunakan pada beberapa
serangan berat terutama pada pasien yang takikardi.
Pada bayi/anak denga ToF dapat ditemui adanya sistolic thrill di bagian anterior
sepanjang left sternal border. SEM yang kasar dapat terdengar di area pulmonik dan left
sternal border, tetapi paling kuat pada linea parasternalis kiri. Ketika RVOTO-nya sedang,
murmur dapat tidak terdengar, S2 biasanya tunggal. Selama episode sianotik, murmur dapat
menghilang. Pada palpasi, dapat ditemukan predominan dari ventrikel kanan. Klik ejeksi
aorta juga dapat ditemui pada pasien ToF, batuk darah atau hemoptysis juga merupakan
gejala klinis dari ToF sebagai hasil dari ruptur kolateral di daerah bronkial pada anak yang
lebih tua.3,4

Diagnosis Banding

 Atresia Pulmonal dengan Defek Septal Ventrikel

Keadaan ini merupakan bentuk ekstrem dari tetralogi Fallot. Katup pulmonal mengalami
atresi, rudimenter atau tidak ada dan batang pulmonal atresi atau hipoplastik. Seluruh
curah jantung kanan diejeksikan ke aorta. Aliran darah pulmonal tergantung pada PDA
atau pada pembuluh darah bronkial. Prognosis akhir lesi ini bergantung pada tingkat
perkembangan cabang arteri pulmonalis. Jika percabangan ini berkembang baik,
perbaikan bedah dengan saluran buatan antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dapat

9
mudah dikerjakan. Jikat arteri pulmonalis hipoplastik sedang, prognosis lebih berhati-hati,
dan konstruksi ulang yang luas mungkin diperlukan. Jika arteri pulmonalis amat
hipoplastik, transplantasi jantung-paru menjadi satu-satunya terapi. Dikarenakan tidak
adanya arteri pulmoner maka alir darah pulmoner harus dilakukan melalui PDA atau
Multiple Aortopulmonary Collateral Arteries (MAPCAs). Gejalanya tergantung pada alir
darah pulmoner. Bila alir darah pulmoner inadekuat maka akan terjadi hipoksemia yang
berat dan perawatan segera dibutuhkan. Bayi baru lahir distabilkan dengan pemberian
prostaglandin E1 secara intravena untuk mengatur PDA sambil dipersiapkan untuk
pembedahan. Penyakit vaskular pulmonal umum terjadi pada atresia pulmonal dengan
VSD dan bahkan pasien yang telah menjalani operasi masih memiliki risiko untuk
menderita penyakit vaskular pulmonal.
Manifestasi klinis: Penderita dengan atresia pulmonal dan VSD datang dengan
keluhan yang serupa dengan tetralogi Fallot namun dalam derajat yang lebih berat.
Sianosis biasanya tampak dalam beberapa jam atau beberapa hari sesudah lahir; bising
sistolik tetralogi Fallot yang jelas biasanya tidak ada; suara jantung pertama disertai
dengan klik ejeksi yang disebabkan oleh akar aorta yang membesar; suara kedua cukup
keras dan tunggal; dan bising kontinu PDA atau aliran kolateral bronkial dapat didengar
pada seluruh prekordium, baik anterior maupun posterior. Kebanyakan penderita
mengalami sianosis berat dan membutuhkan pemberian infus prostaglandin E1.

 Double Outlet Right Ventricle


Pada kasus penyakit jantung bawaan yang tidak umum ini, kedua arteri besar keluar dari
ventrikel kanan. Selalu ada VSD yang memungkinkan darah untuk keluar ke ventrikel
kiri. VSD terdapat pada posisi yang bervariasi. Stenosis pulmonal dapat ada pada kasus
ini, bila VSD terletak jauh dari arteri pulmonal. Bila VSD lebih dekat dengan arteri
pulmonar, maka aliran keluar aorta dapat mengalami obstruksi. Koreksi primer dini
dibutuhkan untuk kasus ini. Aliran dari ventrikel kiri diarahkan langsung ke aorta melalui
VSD. Bila aortanya cukup jauh dari VSD, maka dapat dilakukan arterial switch.
Ekokardiografi biasanya cukup untuk membuat diagnosis dan dapat menentukan orientasi
dari arteri-arteri besar sekaligus bagaimana hubungannya dengan VSD. Fisiologi pada
kasus ini serupa dengan fisiologi pada ToF.

 Transposition of Great Arteries

10
TGA merupakan kasus penyakit jantung bawaan kedua paling sering, terhitung pada 5%
dari semua kasus penyakit jantung bawaan. Rasio pria dengan wanitanya sebesar 3:1. Hal
ini disebabkan oleh karena abnormalitas embriologik pada pemisahan spiral dari trunkus
arteriosus yang mana terdapat aorta yang keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonal
yang keluar dari ventrikel kiri. Pasien dapat pula memiliki VSD atau bahkan septum
ventrikelnya dapat utuh. Bila tidak segera diperbaiki, maka transposisi ini seringkali
dikaitkan dengan insidens tinggi dari penyakit vaskular pulmonar dini. Karena sirkulasi
pulmonal dan sistemik berjalan paralel, maka tidak mungkin pasien bertahan hidup tanpa
memindahkan kedua jalur ini. PDA dan foramen ovale sangat penting keberadaannya
dalam kasus ini. Pasien akan mengalami sianosis yang berat.
Manifestasi klinis: Banyak neonatus mencapai berat badan 4 kg dengan sianosis yang
mencolok tanpa distres pernapasan atau murmur yang jelas. Bayi dengan VSD yang besar
dapat mengalami sianosis yang lebih ringan dan biasanya akan memiliki murmur yang
lebih jelas. Pada pemeriksaan radiografi, maka akan ditemukan gambaran egg on a string
yang memberikan gambaran mediastinum yang sempit. Untuk mengetahui secara jelas
anatomi dan fisiologi dari kasus ini maka dilakukan ekokardiografi sekaligus untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya koarktasio aorta.

 Total Anomalous Pulmonary Venous Return


Malformasi ini bertanggung jawab untuk sekitar 2% dari seluruh penyakit jantung
bawaan. Vena pulmonalis menemukan rute lain untuk bergabung dengan sirkulasi melalui
vena sistemik yang lebih besar, yang mana seharusnya vena pulmonalis ini bermuara ke
atrium kiri. Hal ini akan berujung pada pencampuran sempurna pada atrium kanan dan
berikutnya akan menyebabkan sianosis. Pada kasus ini, tidak ada hubungan vena
pulmonalis langsung ke atrium kiri dan semua darah yang kembali ke jantung (darah vena
sistemik dan pulmonal) kembali ke atrium kanan. Kelainan tempat masuk mungkin
atrium kanan secara langsung, vena kava superior atau inferior atau salah satu dari
cabang-cabang utamanya, atau vena kava superior kiri menetap yang bermuara ke dalam
sinus koronarius. Vena pulmonalis dapat pula bergabung dengan trunkus komunis (vena
desendens) yang turun ke bawah diafragma dan masuk sirkulasi vena melalui vena porta,
duktus venosus, atau vena kava inferior. Pada semua bentuk kasus ini, terdapat
pencampuran darah teroksigenasi dan darah deoksigenasi sebelum atau pada setinggi
atrium kanan. Darah dari atrium kanan berpindah ke atrium kiri melalui ASD dan
foramen ovale yang paten sehingga terjadi right to left shunt.
11
Manifestasi klinis: Pada pasien dengan komunikasi atrial besar cenderung memiliki
alir darah pulmonal yang tinggi dan biasanya terdapat kardiomegali daripada sianosis.
Pasien dapat sianosis ringan pada periode neonatal dan umur bayi awal. Biasanya bayi-
bayi dengan kasus ini kecil dan kurus. Pada pemeriksaan radiografi dapat terlihat adanya
kardiomegali yang melibatkan jantung kanan dan arteri pulmonal. Kontur jantung yang
khas ini disebut sebagai snowman appearance atau figur angka 8 dikarenakan adanya
kardiomegali dan pelebaran mediastinum superior. Pada pasien dengan obstruksi alir
balik vena pulmonal, bayi biasanya akan sianosis berat tidak lama setelah kelahiran dan
memerlukan terapi koreksi segera. Pada pemeriksaan radiogrrafi didapatkan ukuran
jantung yang kecil dengan adanya kongesti vena pulmonalis yang diasosiasikan dengan
air bronchogram. Pada pemeriksaan kardiografi, didapatkan ventrikel dan atrium kiri
yang kecil.

 Persistent Truncus Arteriosus


Kasus ini muncul pada sekitar 1% kasus dari malformasi jantung kongenital. Arteri besar
tunggal muncul dari jantung, lalu berikutnya akan bercabang untuk sirkulasi sistemik,
pulmonal dan koronaria. Trunkus muncul sebagai akibat dari kegagalan pemisahan TA
menjadi aorta dan arteri pulmonal. VSD biasanya dapat ditemukan. Pada pasien dengan
TA, darah dari kedua ventrikel keluar dari jantung melalui jalan keluar tunggal, sehingga
saturasi oksigen di arteri pulmonalis dengan arteri sistemik sama besarnya. Bila tahanan
vaskuler pulmonal relatif tinggi segera sesudah lahir, aliran darah pulmonal mungkin
normal, namun ketika tahanan pulmonal turun sesudah umur 1 bulan, aliran darah ke
paru-paru sangat bertambah dan terjadi gagal jantung kongestif. Karena volume aliran
darah pulmonal besar, sianosis minimal.
Manifestasi klinis: Alir darah pulmonal yang tinggi merupakan ciri khas dari sebagian
besar pasien dengan TA. Pasien-pasien ini biasanya asianotik dan menampilkan kesan
gagal jantung kongestif. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan prekordium yang
hiperaktif, sistolic thrill yang umum di LLSB, sebuah klik ejeksi sistolik dini yang keras
juga dapat terdengar. S2 biasanya tunggal. Pasien dengan alir darah pulmonal yang
rendah, cenderung untuk sianosis lebih awal. Manifestasi paling umum ialah adalah
kegagalan pertumbuhan, mudah lelah dan gejala gagal jantung. Alir darah pulmonal yang
deras pada masa bayi sesudah neonatus menampilkan gejala-gejala dispnea, infeksi
pernapasan berulang dan pertumbuhan fisik jelek. Pada anak yang lebih tua dengan aliran

12
darah pulmonal yang dibatasi akibat penyakit obstruktif vaskular pulmonal, sianosis
bersifat progresif, polisitemia dan jari tabuh dapat ditemukan.

 Single Ventricle
Pada ventrikel tunggal, kedua atrium mengosongkan isisnya melalui katup komunis atau
melalui dua katup AV terpisah ke dalam ruang ventrikel tunggal. Ruang ini mungkin
mempunyai sifat anatomik ventrikel kiri, kanan dan tengah-tengah. Sering ada anomali
jantung yang menyertai dan bervariasi. TGA dan adanya ruang saluran keluar yang tidak
berkembang di bawah salah satu dari pembuluh darah besar terjadi pada kebanyakan
penderita. Stenosis atau stenosis pulmonal sering ada.
Manifestasi klinis: Jika aliran keluar pulmonal tersumbat, tandanya dapat serupa
dengan tanda-tanda ToF: sianosis berat tanpa gagal jantung, Jika aliran pulmonal tidak
tersumbat, tandanya akan sama dengan transposisi dengan VSD: sianosis minimal dengan
gagal jantung yang berat. Dispnea dan kelelahan sering ada, kardiomegali ringan atau
sedang, kuat angkat parasternal kiri dapat diraba dan sering ada getaran sistolik. Bila
ventrikel tunggal disertai dengan aliran pulmonal yang tidak tersumbat, maka penderita
akan lebih sering datang dengan dispnea, takipnea dan gagal tumbuh disertai dengan
infeksi paru berulang. Apabila sudah terjadi penyakit vaskuler pulmonal, intensitas
sianosis akan bertambah, ukuran jantung akan mengurang dengan tanda-tanda gagal
jantung membaik.1-4,6,7

Etiologi

Penyebab dari PJB dengan sianosis yaitu tetralogy of fallot merupakan kelainan yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada masa embrio. Faktor
eksogen seperti lingkungan. Diferensiasi bentuk jantung akan sempurna pada akhir bulan
kedua kehamilan. Apabila selama dua bulan pertama ibu menderita penyakit (mis. Rubella),
minum obat-obatan, terpapar sinar x pada trimester pertama kehamilan, atau penyakit virus
lain, talidomid, hipoksia dapat mempengaruhi perkembangan jantung pada masa embrio.
Faktor endogen juga berpengaruh pada perkembangan sistem kardiovaskular seperti
penyakit genetic dan sindroma tertentu. Walaupun faktor genetik mempunyai peranan kecil,
beberapa keluarga mempunyai insiden PJB yang tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada
angota keluarga yang sama. Terkadang kelainan jantung berhubungan dengan jenis kelamin.
Pada anak laki-laki banyak terdapat aortic stenosis (AS), koarktasio aorta, tetralogy of fallot

13
(TOF), sedangkan pada anak perempuan yaitu persisten duktus arteriosus (PDA), arterial
septal defect (ASD), dan pulmonary stenosis (PS). Tetapi bisa juga gabungan keduanya atau
multifaktorial antara eksogen dan endogen.3

Epidemiologi
Tetralogi Fallot mewakili setidaknya 10% dari kasus penyakit jantung kongenital/bawaan
yang terjadi pada 3-6 bayi setiap 10.000 kelahiran dan yang paling sering menjadi penyebab
tersering dari penyakit jantung bawaan sianotik. Kelainan ini bertanggung jawab pada sekitar
sepertiga dari semua penyakit jantung kongenital pada pasien yang usianya di bawah 15
tahun. Pada sebagian besar kasus, tetralogi Fallot bersifat sporadik dan non-familial. ToF
terjadi lebih umum pada pria dibandingkan wanita. Kelainan ini diasosiasikan dengan
anomalia ekstrakardiak lainnya seperti sumbing bibir dan palatum, hipospadia, dan
abnormalitas pada tulang kraniofasial. Studi genetik mengemukakan bahwa pada beberapa
pasien ToF terdapat delesi dari segmen pita kromosom 22q11.2 dan ada perubahan
submikroskopik lainnya. ToF selain pada manusia, juga ditemukan pada mamalia lain seperti
pada kuda dan tikus.

Patofisiologi
Bila saluran keluar aliran ventrikel kanan tersumbat sempurna, dalam keadaan ini terjadi
atresia pulmonal, anatomi cabang arteria pulmonalis sangat bervariasi, mungkin ada segmen
batang arteria pulmonalis yang berlanjut dengan aliran ventrikel kanan, dipisahkan oleh katup
pulmonal fibrosa tetapi tidak berlubang, atau seluruh segmen batang arteri pulmonalis
mungkin tidak ada. Kadang, cabang arteri pulmonalis dapat terputus. Pada kasus yang lebih
berat ini, aliran darah dipasok pulmonal dapat dipasok oleh duktus arteriosus paten atau PDA
dan oleh arteria kolateral aortopulmonal besar yang keluar dari aorta.
VSD pada ToF biasanya non-restriktif dan besar, terletak tepat di bawah katup aorta dan
terkait pada kuspid aorta posterior dan kanan. VSD mungkin jarang terdapat pada bagian
dalam sekat ventrikel. Arkus aorta ada di sisi kanan pada sekitar 20% kasus, akar aorta
hampir selalu besar dan menumpang VSD sampai berbagai tingkat.
Aliran balik vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan normal. Bila ventrikel
kanan berkontraksi pada adanya stenosis pulmonal yang mencolok, maka darah akan melalui
shunt VSD masuk ke aorta. Akibatnya, terjadi desaturasi arteria dan sianosis yang menetap.
Aliran darah pulmonal, bila sangat dibatasi olej penyumbatan aliran keluar ventrikel kanan,
dapat ditambah dengan sirkulasi kolateral bronkial (MAPCA) dan terutama pada masa dekat
14
neonatus oleh PDA. Tingkat penyumbatan aliran keluar ventrikel kanan akan menentukan
waktu mulainya gejala, keparahan sianosis, dan tingkat hipertrofi ventrikel kanan. Bila
penyumbatan pada aliran keluar ventrikel kanan ringan sampai sedang, dan ada
keseimbangan shunt di sebelah VSD, penderita mungkin tidak tampak sianotik (tetralogi
Fallot asianotik atau pink Fallot atau atipikal Fallot atau “merah”).1,3

Tata Laksana

Bayi yang asimtomatis tidak membutuhkan perawatan medis yang spesial. Sampai saat ini,
terapi bedah masih menjadi terapi definitif untuk pasien sianosis dengan ToF. Tujuan utama
dari terapi medis ialah untuk mempersiapkan bayi untuk menjalani proses bedah. Untuk bayi
dengan episode sianosis akut, menempatkan mereka dalam posisi knee-chest dapat membantu
dengan tambahan oksigen dan morfin secara intravena. Pada kasus yang berat, dapat
diberikan propanolol intravena yang akan membuat relaksasi spasme otot infundibular yang
menyebabkan RVOTO. Hipoksemia yang progresif dan kejadian cyanotic spells merupakan
indikasi untuk terapi dini.
 Farmakologi:

Tujuan utama dari terapi obat untuk ToF ialah untuk meningkatkan alir balik vena
sistemik dan meningkatkan tahanan vaskuler perifer. Obat-obat yang dapat
digunakan, antara lain:

 Morfin sulfat

Morfin sulfat merupakan golongan analgesik yang diberikan untuk melakukan


depresi pernapasan dan juga memiliki kandungan sedatif yang berguna untuk
pasien saat sedang mengalami hipersianosis. Dosis 0,1-0,2 mg/kg IM atau SK
dapat mengurangi aliran balik vena sistemik. Maksimum 0,2 mg/kg.

 Phenylephrine

Phenylephrine ialah obat golongan agonis alfa adrenergik yang berfungsi untuk
meningkatkan status hemodinamik dengan meningkatkan kontraktilitas miokardial
dan meningkatkan frekuensi jantung yang akan berdampak pada peningkatan
cardiac output. Tahanan perifer akan meningkat dengan vasokonstriksi, cardiac
ouput yang meningkat dan tekanan darah yang naik 0,02 mg/kg IV akan
memperbaiki aliran keluar ventrikel kanan, mengurangi shunt dari kanan ke kiri.

15
 Prostaglandin E1

Pemberian PGE1 sebanyak 0,05-0,20 µg/kg/men dimaksudkan sebagai relaksan


otot polos duktus yang kuat dan spesifik, sehingga menyebabkan dilatasi duktus
arteriosus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup sampai prosedur bedah
dapat dilakukan. Agen ini diberikan secara intravena segera sesudah kecurigaan
klinis penyakit jantung kongenital sianosis dibuat dan dilanjutkan selama
kateterisasi jantung dan masa pra-bedah.

 Natrium Bikarbonat

Natrium Bikarbonat intravena diberikan untuk mengkoreksi keadaan asidosis.

 Non-farmakologi:
 Shunt Blalock-Tausigg

Shunt Blalock-Tausigg yang dimodifikasi saat ini merupakan teknik paliatif yang
sering digunaan. Teknik ini menggunakan Gore-Tex graft dianastomosis sisi sama
sisi dari arteri subklavia dan arteri pulmonal yang homolateral. Kadang-kadang
saluran dibuat langsung dari aorta asendens ke batang arteria pulmonalis dan
disebut shunt sentral. Operasi BT shunt ini dapat dilakukan dengan berhasil pada
masa neonatus dengan menggunakan shunt berdiameter 4-5 mm dan telah
digunakan secara berhasil pada bayi prematur. Shunt yang asli terdiri atas
anastomosis arteri subklavia langsung ke cabang arteria pulmonalis. Prosedur ini
jarang dilakukan karena frekuensi komplikasi gagal jantung kongestif yang lebih
tinggi. Sesudah prosedur shunt yang berhasil, siaosis akan berkurang.
Terdengarnya bising kontinu pada lapangan paru-paru sesudah pembedahan
menunjukkan anastomosis berfungsi. Makin tumbuh anak, maka aliran darah
pulmonal akan bertambah banyak dan shunt menjadi tidak cukup. Bila sianosis
bertambah, maka harus segera dilakukan terapi operasi korektif.

 Terapi Operasi Korektif

Koreksi primer ialah operasi yang ideal untuk ToF dan biasanya dilakukan dengan
cardiopulmonary bypass. Terapi ini bertujuan untuk menutup VSD, memotong
area dari stenosis infundibular, dan memperbaiki RVOTO. Jika katup pulmonal
stenosis, maka dilakukan valvotomi. Sesudah koreksi total yang berhasil,

16
penderita biasanya tidak bergejala dan mampu hidup tidak dibatasi. Masalah
pasca-bedah segera meliputi gagal ventirkel kanan, blokade jantung sementara,
VSD sisa dengan shunt dari kiri ke kanan, infark miokardium dari gangguan arteri
koronaria aberan, dan tekanan atrium kiri naik secara tidak seimbang karena sisa
kolateral.1,3,6

Prognosis
Bayi dengan ToF berat, memerlukan terapi bedah awal, dapat berupa Blaloc-Taussig
shunt atau koreksi primer. Semua anak-anak dengan ToF membutuhkan open-heart surgery.
Perbaikan komplit sebelum umur 2 tahun biasanya akan memberikan hasil yang memuaskan
dan pasian akan hidup dengan baik hingga dewasanya nanti. Bergantung pada perbaikan yang
perlu dilakukan ekstensi, pasien secara rutin membutuhkan pembedahan tambahan setelah
10-15 tahun setelah operasi pertama untuk penggantian dari katup pulmonalnya. Katup
pulmoner transkateter sedang berada di bawah investigasi, dan mungkin dapat membuat
pasien tidak membutuhkan operasi jantung terbuka. Risiko paling besar dari kematian pasien
ToF ialah disritmia ventrikular. Katup pulmoner yang kompeten tanpa ventrikel kanan yang
berdilatasi dapat menghilangkan gejala aritmia dan memperbaiki performa aktivitas fisik
pasien. Seluruh pasien ToF sebelum melakukan perbaikan, rentan terhadap berbagai
komplikasi, sehingga dibutuhkan terapi definitif dini yaitu tindakan pembedahan. Tanpa
pembedahan, tingkat mortalitas akan pelan-pelan meningkat dengan range dari 30% di umur
2 tahun sampai 50% di umur 6 tahun. Tingkat mortalitas paling tinggi di tahun-tahun pertama
dan kemudian tetap konstan sampe dekade kedua. Tidak lebih dari 20% pasien diharapkan
dapat menccapai umur 10 tahun dan lebih dari 5-10% pasien dapat hidup sampai akhir dari
dekade kedua mereka. Sebagian besar orang yang mencapai umur 30 tahun, akan
berkembang menjadi CHF. Berkat kemajuan teknologi saat ini, telah terjadi pengurangan
kematian akibat ToF sebanyak 40% yang dilaporkan mulai dari tahun 1979-2005. Individu
dengan ToF dan atresia pulmonal memiliki prognosis paling buruk dan hanya 50% dapat
tetap hidup sampai umur 1 tahun dan 8% sampai umur 10 tahun.3,7

Kesimpulan

Jantung merupakan salah satu organ penting dalam tubuh manusia.


Perkembangannnya sudah dimulai dari dalam kandungan hingga lahir. Kelainan jantung pada
anak dapat digolongkan menjadi Penyakit jantung bawaan dan didapat. Penyakit jantung
bawaan terbagi lagi menjadi penyakit jantung bawaan tipe asianotik dan sianotik yang

17
sifatnya lebih mengkhawatirkan dan harus mendapatkan penanganan dengan segera. Salah
satu penyakit jantung bawaan sianotik pada anak yg paling banyak adalah tertralogy of fallot.

Tetralogy of fallot dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi apabila
tidak ditangani dengan segera. Olehkarena itu, sangat penting untuk dokter mengetahui
perjalanan penyakit sedini mungkin dan memberikan terapi yang tepat supaya tidak terjadi
komplikasi serius yang dapat menyebabkan kematian.

Daftar Pustaka

1. Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST. Pengenalan dini dan tatalaksana penyakit jantung
bawaan pada neonatus. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.h.127-143.
2. Satpathy M. Clinical diagnosis of congenital heart disease. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers; 2008.p.14-20.
3. Wahab AS, editor edisi bahasa indonesia. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed-15. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.h.1600-16.
4. Schwartz MW, editor. Pedoman klinis pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2005.h. 23-4.
5. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.h.22-5.
6. Crocetti M, Barone MA. Oski’s essential pediatrics. 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004.p.415-9.
7. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current diagnosis & treatment:
pediatrics. 19th Ed. United States of America: McGraw-Hill; 2007.p. 545-54.

18

Vous aimerez peut-être aussi