Vous êtes sur la page 1sur 12

2

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Usia : 38 tahun
Paritas : G7P4A2
Alamat : Burat, Kepil, Wonosobo
Tanggal Masuk : 20 Desember 2006
Waktu : 17.25 WIB
No. Rekam Medis : 365549
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Perdarahan setelah melahirkan sejak 5 jam SMRS (Dirujuk bidan dengan
keterangan perdarahan post partum e.c. retensio sisa plasenta)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar bidan dengan keterangan perdarahan setelah melahirkan
karena retensi sisa plasenta, post partus spontan 6,5 jam yang lalu (Pk. 11.30)
oleh dukun. Bayi lahir setelah •} 30 menit ibu mengejan dan setelah itu
dilakukan pemijatan di perut ibu. Jam 12.30 ditangani bidan dan dilakukan
pengeluaran sisa plasenta tetapi gagal. Pasien mengalami pre syok, TD 80/60
mmHg. Menurut bidan, perdarahan yang terjadi + 650 cc. Oleh bidan telah
dilakukan tindakan pemberian infus NaCl 3 fl dan D5% 2 fl.
Selama ini, ibu periksa hamil di bidan rutin tiap bulan dan diberi obat tambah
darah. Pasien diimunisasi TT 2x di bidan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Diabetes Mellitus, Hipertensi, penyakit Jantung, Asma disangkal.
Riwayat retensi plasenta (-)
d. Riwayat Haid
Haid tidak teratur, lamanya •} 3 – 7 hari, siklus 28 – 30 hari, kuantitas dalam
batas normal
3
e. Riwayat Obstetri
I : ♀, 19 tahun, 3000 gr, dukun, spontan
II : Ab, 2 bulan
III : ♂, 16 tahun, tdk ditimbang, dukun, spontan
IV : Ab, 2 bulan
V : ♀, 14 tahun, tdk ditimbang, spontan, dukun
VI : ♀, 9 tahun, tdk ditimbang, spontan, dukun
VII : ♂, 0 hari, 2700, spontan, dukun
f. Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik dan KB Pil
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum
Composmentis lemah, anemis
b. Vital Sign
Tekanan Darah : 90 / 60mmHg
Nadi : 110 kali / menit
Frekuensi Nafas : 28 kali / menit
Suhu : 36,5 o
c. Status Generalis
Kepala : Konjuntiva anemis, pupil isokor
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid.
Dada : Pernafasan kanan dan kiri simetris, tidak ada retraksi, tidak
terdapat ronkhi.
Abdomen : Distended, peristaltik (+),Tidak ada sikatrik, tidak teraba masa
dan tidak terdapat nyeri tekan.
Ekstremitas : Tidak ada gangguan gerak dan edema.
4
d. Status Obstetrik
Inspeksi
Mata : Konjuntiva anemis
Dada : Hiperpigmentasi papilla dan areola mamae sudah terlihat,
kelenjar mammae terlihat membesar.
Abdomen : Striae gravidarum terlihat.
Ekstrimitas : Tidak ada edema
Palpasi
Tinggi Fundus Uteri setinggi 1 jari bawah pusat
Pemeriksaan Dalam
v/u tenang, dinding vagina licin, servix terbuka 4 cm, cavum uteri kesan
terdapat sisa jaringan, darah mengalir, uterus setelur angsa.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Golongan Darah : B
Hb : 5.4 g%
Angka Leukosit : 22.500/μL
Angka Trombosit : 202.000/μL
Masa perdarahan : 3 menit
Masa pembekuan : 4 menit
V. DIAGNOSIS, PROGNOSIS DAN TERAPI
Diagnosis
Syok hipovolemik ok perdarahan post partum dini e.c. retensio sisa plasenta post
partus spontan P5A2
Prognosis
Dengan penanganan yang tepat, prognosis baik.
5
Rencana Terapi
Perbaikan KU: - O2 4-6 l/menit
- Resusitasi cairan pasang 2 iv line guyur
- Tranfusi PRC bila Hb <8 g/dL
Manual sisa plasenta
Laporan eksplorasi sisa plasenta
Pasien dalam posisi litotomi dalam anestesi umum
Antisepsis daerah genitalia eksterna dan sekitarnya
Vesika diyakinkan kosong
VT : Φ 4 cm, kesan teraba siasa jaringan plasenta
Dengan tangan kanan sikap obstetrik, masuk ke dalam vagina, menuju kavum
uteri, tangan kiri menekan fundus
Tangan kanan menyusuri uterus bagian dalam untuk melakukan eksplorasi
Terdapat jaringan kotiledon 15 cc dan darah 25 cc
Drip oksitosin 1 A + 1 A metal ergometin → 20 tpm
Diyakinkan kontraksi baik, perdarahan (-)
VI. EVALUASI
Tanggl 20 desember 2006 Pk. 19.30
TD: 110/70 mmHg N : 98x/mnt,
R: 20x/mnt, T :36.70C
KU baik, sadar , anemis
TFU 2 jari bwh pusat. Kontraksi baik
Perdarahan minimal
Terapi
Ampicilin 3 x 1 gram
Metronidazol 3 x 500 mg
Asam mefenamat 3 500 mg
Viliron 2 x 1
Tranfusi PRC 2 kolf, cek HB post tranfusi.
6
Observasi perdarahan
TINJAUAN PUSTAKA
Perdarahan Post Partum
A. Definisi
Perdarahan post partum ialah perdarahan setelah anak lahir melebihi 500 cc.
perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah itu.1-7 Jumlah di
atas berlaku untuk partus spontan, sedangkan untuk SC, SC dengan histerektomi elektif
dan SC dengan histerektomi emergency berturut-turut : 1000 ml, 1400 ml dan 3000-3500
ml darah yang hilang selama operasi. Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam postpartum
disebut PP akut, sedangkan bila telah lebih lama dari 24 jam, disebut PP lambat (late
PPH).2
B. Insidens
Perdarahan postpartum merupakan komplikasi dari 3,9% persalinan pervaginam
dan sekitar 6,4% dari seksio sesarea dan merupakan sebab terbanyak penggunaan darah
dan komponen darah di bagian obstetric. Perdarahan postpartum menimbulkan
konsekuensi serius yaitu sekitar 35% dari semua kasus kematian maternal yang
disebabkan karena perdarahan selama kehamilan.3 Setengah dari kematian ibu akibat
perdarahan adalah akibat perdarahan postpartum (United Kingdom, 2000). Dalam 20
tahun terakhir, plasenta akreta telah mengambil tempat atoni uteri sebagai penyebab
tersering perdarahan postpartum yang memerlukan histerektomi.2
C. Patofisiologi2
Secara normal, wanita hamil akan mengalami hipervolemia yang diinduksi oleh
kehamilan itu sendiri. Terdapat kenaikan volume darah sebanyak 30-60% dimana ratarata
itu berjumlah 1-2 liter. Sehingga konsekuensinya, bila terjadi perdarahan, wanita itu
akan bisa mentoleransi kehilangan darah sebanyak penambahan yang terjadi selama
kehamilan tersebut tanpa penurunan yang bermakna dari hematokrit postpartum.
Sehingga perlu diperhatikan jumlah darah yang hilang selama operasi. Tetapi ada
7
pendapat yang mengatakan bahwa jumlah darah yang diperkirakan hilang, pada
kenyataannya hanya setengah dari jumlah sebenarnya yang hilang.
Diperkirakan sekitar 600 ml darah per menit mengalir di intervillous space.
Akibat terlepasnya plasenta, maka banyak arteri dan vena uterina yang membawa darah
dari dan ke plasenta terputus. Pada tempat menempelnya plasenta, hal terpenting untuk
terjadinya hemostasis adalah kontraksi dan retraksi dari miometrium untuk menekan
pembuluh darah sehingga menyempitkan lumen pembuluh tersebut. Adanya bagian
plasenta yang masih melekat atau gumpalan darah yang besar akan menghambat
terjadinya kontraksi dan retraksi miometrium yang efektif. Sehingga pada akhirnya akan
mengganggu proses hemostasis di situ. Perdarahan postpartum yang fatal dapat terjadi
akibat uterus yang hipotoni walaupun mekanisme pembekuan darah ibu normal. Begitu
pula sebaliknya, jika miometrium di tempat menempelnya plasenta dan sekitarnya bisa
berkontraksi dengan baik, maka perdarahan hebat dari tempat menempelnya plasenta
jarang berakibat fatal walaupun mekanisme pembekuan darah ibu terganggu.1,2
D. Etiologi
Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum ialah1-5 :
1. Atonia uteri, dapat terjadi sebagai akibat :
a. Partus lama
b. Pembesaran uterus berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar,
hidramnion atau janin besar
c. Multiparitas
d. Anestesi yang dalam
e. Anestesi lumbal
f. Salah penanganan kala III persalinan
2. Perlukaan jalan lahir
3. Terlepasnya sebagian plasenta dari uterus
karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi dengan baik
4. Tertinggalnya sebagian dari plasenta misalnya kotiledon atau plasenta
suksenturiata
5. Kelainan proses pembekuan darah akibat dari hipofibrinogenemia (solusio
plasenta, retensi janin mati dalam uterus, emboli air ketuban)
8
D. Diagnosis1-5
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam
waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita
telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi dan pernapasan menjadi
lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat
kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinis;
gejal-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus
dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan post partum dipermudah bila bila pada tiap-tiap
persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan 1
jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan post partum dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan
melahirkan plasenta dengan segera. Bila plasenta sudah lahir, perlu dibedakan perdarahan
akibat atonia uteri dimana uterus membesar dan lembek pada palpasi atau perdarahan
karena perlukaan jalan lahir dimana uterus berkontraksi dengan baik dan perlu diperiksa
lebih lanjut tentang adanya dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir tersebut.
Disamping meyebabkan kematian, perdarahan post partum memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan
banyak kelak bisa mnyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis
pars anterior.
Retensi Sisa Plasenta
A. Definisi
Plasenta akreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi plasenta dengan
perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus, sebagai akibat
insufisiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan fibrinoid yang tidak
sempurna (lapisan Nitabuch), villi korialis akan melekat pada miometrium (plasenta
akreta), benar-benar menginvasi miometrium (plasenta inkreta) atau bahkan mengadakan
penetrasi lewat miometrium (plasenta perkreta). Perlekatan yang abnormal yang
melibatkan seluruh kotiledon (plasenta akreta totalis), beberapa kotiledon (plasenta akreta
parsialis) atau satu kotiledon (plasenta akreta fokalis) 8,9 .
9
B. Frekuensi
Insidensi plasenta akreta diperkirakan bervariasi dari 1 dalam 2000 hingga 1
dalam 7000 kelahiran 9 . Perlekatan plasenta yang abnormal yang paling sering ditemukan
dalam situasi dengan pembentukan desidua yang besar kemungkinannya sudah
mengalami cacat, misalnya implantasi pada segmen bawah uterus atau pada jaringan
parut bekas seksio sesaria ataupun bekas insisi lainnya ke dalam cavum uteri atau sesudah
tindakan kuretase atau grandemultipara.
C. Faktor resiko
1. Umur Kehamilan
Insidensi retensi sisa plasenta tertinggi terutama pada umur kehamilan 20 – 28
minggu dan menurun dengan meningkatnya umur kehamilan ( Utomo, dkk 1987 ; dan
Combs, Laros 1991 ) menjelaskan bahwa umur kehamilan kurang dari 36 minggu
merupakan faktor resiko terjadinya retensi plasenta, namun mereka tidak dapat
menjelaskan hal tersebut.10,11.
2. Umur Ibu
Utomo dkk, 1987, melaporkan bahwa makin tua umur ibu makin tinggi resiko
untuk terjadinya retensi sisa plasenta. Hal ini karena pada umur yang semakin terjadi
kemunduran yang progresif dari endometrium, sehingga dapat terjadi plasenta adhesiva
atau plasenta akreta .10
3. Paritas
Utomo dkk, 1987 melaporkan insidensi retensi sisa plasenta meningkat dengan
meningkatnya paritas ibu, terendah pada primipara ( 2,33 % ) dan tertinggi pada
grandemultipara ( 8,06 % ).10
4. Tempat Melahirkan
Utomo dkk, 1987 melaporkan bahwa kasus retensi sisa plasenta yang ada sebesar
( 58,8 % ) di RS. Dr.Sardjito Yogyakarta yaitu melahirkan dirumah.10
10
5. Penolong Persalinan
Utomo dkk, 1987 melaporkan di RS.Dr. Sardjito Yogyakarta sebagian besar (55,5
%) kejadian retensi sisa plasenta melahirkan dengan pertolongan dukun bayi. Persalinan
oleh dukun bayi, persalinan di rumah dan keterbatasan pengetahuan dukun bayi diduga
sebagai penyebab peningkatan rujukan penderita retensi plasenta.10
D. Diagnosis
Kemungkinan plasenta inkreta sudah didiagnosis antepartum bisa saja terjadi.
Tabsh dkk (1982) mengemukakan kasus plasenta previa yang sebelumnya sudah
diketahui dari hasil USG yang memperlihatkan berkurangnya ruang sonolusen
subplasenta yang biasanya ada. Ruang sonolusen subplasenta yang normal akan
mengganbarkan desidua dan jaringan miometrium yang ada dibawahnya, sehingga
dengan tidak terlihatnya ruang sonolusen subplasenta atau zona hipoekoik retroplasenta
menunjukkan adanya plasenta inkreta 8,9 .
E. Penanganan
Terapi terbaik ialah pencegahan. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena
perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemi.
Bila penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus di
rumah sakit.1-5
Penatalaksanaan perdarahan postpartum tergantung dari penyebabnya, dan usaha
untuk menghentikan perdarahan sebelum keadaan menjadi lebih parah. Sumber
perdarahan harus segera dihentikan dan dikoreksi. Terapi obat bisa mencakup oksitosin
(Pitocin), metilergonovin (Methergine), atau prostaglandin. Bila perlu, penggunaan cairan
secara bersamaan dan penggantian darah mendasar sifatnya. Plasenta sedikit demi sedikit
dapat dilepaskan untuk kemudian dilahirkan.1-5
Banyak kesulitan dialami dalam pelepasan plasenta pada plasenta akreta. Plasenta
hanya dapat dikeluarkan sepotong demi sepotong dan bahaya perdarahan serta perforasi
mengancam. Apabila berhubungan dengan kesulitan-kesulitan tersebut di atas akhirnya
diagnosa plasenta inkreta dibuat maka sebaiknya usaha mengeluarkan plasenta dihentikan
lalu dilakukan kuretase.12
11
F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi setelah persalinan kala III, diantaranya adalah :
a. Sepsis
b. Infeksi
c. Perdarahan
d. Syok
Akibat dari adanya retensi sisa plasenta, dimungkinkan akan timbulnya suatu
perdarahan. Perdarahan tersebut dapat dipantau dengan indikatornya adalah Hemoglobin.
Batasan normal Hemoglobin untuk ibu hamil : 10 – 12 gr %
Dikatakan anemia ringan : 6 – 9 gr %
Dikatakan anemia gravis : 5 gr %
Dikatakan anemia berat : < 5 gr %.12
PEMBAHASAN
Pada kasus ini dihadapkan pada seorang pasien P5A2 , dengan diagnosis awal
berupa syok hipovolemik karena perdarahan post partum dini e.c. retensio sisa plasenta.
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
12
1. Perdarahan per vaginam setelah melahirkan + 650 cc.
2. Riwayat adanya sisa plasenta tertinggal dalam rahim.
3. Adanya keluhan pusing dan mengantuk.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran CM lemah
2. Tanda vital menunjukkan tekanan darah pre shok, takikardi, takipneu
3. Teraba sisa jaringan kesan sisa plasenta intrauteri
c. Pemeriksaan penunjang
1. Hb 5,4 g/dL
2. Hematokrit : 21,3 %
Perdarahan pada pasien ini disebabkan karena adanya gangguan kontraksi uterus
akibat masih melekatnya sebagian plasenta di dinding rahim. Sulitnya pelepasan plasenta
dari dinding rahim dapat diakibatkan karena adanya perlekatan plasenta yang abnormal.
Terdapatnya perlekatan yang abnormal seperti inkreta, akreta, apalagi perkreta, tidak
dapat disingkirkan pada pasien ini karena proses plasenta manual tidak berhasil dan
masih ada sisa jaringan di intra uterine.12
Perdarahan postpartum menimbulkan konsekuensi serius yaitu sekitar 35% dari
semua kasus kematian maternal yang disebabkan karena perdarahan selama kehamilan.3
Setengah dari kematian ibu akibat perdarahan adalah akibat perdarahan postpartum
(United Kingdom, 2000). Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta telah mengambil
tempat atoni uteri sebagai penyebab tersering perdarahan postpartum yang memerlukan
histerektomi.2
Pada pasien ini kemungkinan factor resiko terjadinya retensio sisa plasenta
adalah: pertolongan persalinan yang dilakukan di dukun, umur ibu > 35 tahun, paritas
yang banyak, managemen kala 3 yang salah ataupun kemungkinan sifat penempelan
plasenta pada rahim.10 Keadaan syok yang ditemukan saat di kamar bersalin, ditangani
dengan menghentikan penyebab perdarahan, pemberian resusitasi cairan dan oksigen
sampai KU membaik. Pada pasien ini penghentian perdarahan dengan jalan eksplorasi
sisa plasenta dalam keadaan narkose dengan jari sudah tepat, apabila gagal dapat
dilakukan kuretase. Untuk resusitasi cairan sudah tepat, karena pada pasien – pasien shok
memang diberikan cairan dari jenis kristaloid. 10Karena hasil pemeriksaan laboratorium
13
didapatkan Hb 5,4 g/dL, pasien diberikan transfusi PRC sebanyak 500 cc. Seharusnya
transfusi dilakukan bersamaan dengan resusitasi cairan dan eksplorasi plasenta, tetapi
karena kesulitan dalam mendapatkan darah secepatnya, maka transfusi dilakukan setelah
eksplorasi plasenta.
Pemberian methyl ergometrin 1 A lini dan oxytocin 1 A pada saat ekplorasi
plasenta dilakukan sudah tepat karena untuk menghentikan perdarahan karena sifat dari
metergin yang mempunyai kontraksi kuat diseluruh lapang perut dan oxytocin yang
digunakan agar kontraksi uterus tetap terjaga.
Pemberian antibiotika Amoksisilin dengan dosis 3x500 mg dan metonidazol 3 x
500 mg, pada pasien ini adekuat karena kemungkinan kuman penyebab infeksi
nosokomial dapat dicegah.
Prognosis pasien saat ini quo ad vitam adalah bonam, karena pasien sudah
tertangani dengan baik dan terdapat perbaikan selama perawatan. Quo ad functionam
adalah bonam karena pasien ditangani dengan cepat dan tepat. Quo ad sanactionamnya
dubia ad bonam karena adanya kemungkinan terulang kembali kejadian tersebut.
Kami juga menganjurkan perlunya kontrasepsi mantap karena masih ada
kemungkinan pada kehamilan berikutnya terulang kejadian retensio sisa plasenta dan
jumlah anak sudah 5. Walaupun demikian, pilihan kontrasepsi ditentukan atas persetujuan
pasien dan suaminya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Martohoesodo, S., Marsianto. Gangguan dalam Kala III Persalinan. Dalam:
Wiknjosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadhi T (ed.). Ilmu Kebidanan. Jakarta,
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999; hal. 653-63.
14
2. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Leveno, K.J., Gilstrap, L.C., Hauth, J.C., Wenstrom,
K.D. Williams Obstetrics 21th ed. New York: The McGraw Hill Inc. 2001; p. 635-63.
3. Arias, F. Postpartum Problem. In : Practical Guide to High Risk Pregnancy and
Deliveries. 2nd ed. USA. Mosby year book. 1993; p. 433-40.
4. Dildy, G.A. Postpartum Hemorrhage: New Management Options. In: Clinical
Obstetrics and Gynecology. Volume 45, number 2. Lippincott Williams and Wilkins,
Inc. 2002; p. 330-44.
5. Mochtar, R., Lutan., D. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Edisi 2. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998; hal. 298-304.
6. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. 1999; hal. 313-4.
7. Pregnancy, Postpartum Hemorrhage. Available at: http://www.emedicine.com. (Last
updated on May 13, 2003).
8. Sabrina, D., Craigo, Kapernick. Postpartum Haemorrhage & The Abnormal
Puerpurium in Current Obstetric & Gynaecologic Diagnosis & Treatment. 8th Ed
Appleton & Lange,1994.
9. Utomo, D.S., Soerohardjo, M.., Suntoro, M.., Anwar, M. Kumpulan Naskah Ilmiah
Kongres Obstetri dan Ginekologi III di Semarang. Laboratorium Kebidanan FKUGM/
RSUP Dr. Sardjito, 1987,Yogyakarta.
10. Combs, L.A., Laros R.K., “Prolonged Third Stage of Labor Morbidity and Risk
Factors””1999, Obstetrics and Gynecology 77 (6), 683-867.
11. Sukirna, H.T.M., Rachimhadi, R... Tinjauan Kasus Retensio Plasenta di Bagian
Obsgine RS Dr. Ciptomangunkusumo, 1980. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan
KOGI, 1981, Jakarta.
15

Vous aimerez peut-être aussi