Vous êtes sur la page 1sur 15

MAKALAH ISTILAH – ISTILAH EPIDEMIOLOGI

DOSEN PEMBIMBING:
Pardjono,SKM,MPH

Disusun Oleh
ANGGI APRILIAWATI
2016.49.009

AKADEMI KEPERAWATAN DHARMA HUSADA KEDIRI


TAHUN AKADEMIK 2018/2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Adapaun masalah yang dibahas dalam makalah ini
Kami mengucapkan terima kasih kepada telah banyak membantu
dalam terselesaikannya makalah ini. Selain itu, terselesaikannya makalah
ini juga tidak lepas dari kerja sama penulis dan bantuan dari pihak lain.
Untuk itu kami juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
kekurangan. Untuk itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan agar
untuk kedepannya kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam penulisan
makalah ini tidak terulang lagi.
Semoga apa yang kami tulis pada makalah ini dapat bermanfaat
bagi kami dan pembaca.

2
DAFTAR ISI
Kata pengantar ................................................................................................ 2
Daftar isi .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 5
C. Tujuan ................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................... 6
A. Epidemi ................................................................................................ 6
B. Pandemi ............................................................................................... 7
C. Endemi ................................................................................................. 7
D. Sporadik ............................................................................................... 8
E. Pantogenesitas ..................................................................................... 9
F. Virulensi .............................................................................................. 10
G. Antigenesitas ....................................................................................... 11
H. Vector ................................................................................................... 12
I. Reservoir .............................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 14
A. Kesimpulan ......................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 15

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Telah diketahui bahwa untuk dapat memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan, mencegah, dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan
masyarakat perlulah disediakan dan diselenggarakan pelayanan kesehatan
masyarakat (public health services) yang sebaik-baiknya.
Untuk dapat menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tersebut, banyak yang harus diperhatikan. Yang paling penting adalah pelayanan
masyarakat yang dimaksud harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun
sekalipun terdapat kesesuaian yang seperti ini telah menjadi kesepakatan semua
pihak, namun dalam praktek sehari-hari tidaklah mudah dalam menyediakan dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dimaksud.
Untuk mengatasinya, telah diperoleh semacam kesepakatan bahwa
perumusan kebutuhan kesehatan dapat dilakukan jika diketahui masalah kesehatan
dimasyarakat. Dengan kesepakatan yang seperti ini diupayakanlah menemukan
masalah kesehatan yang ada dimasyarakat tersebut. Demikianlah, berpedoman
pada kesepakatan yang seperti ini, dilakukan berbagai upaya untuk menemukan
serta merumuskan masalah kesehatan dimasyarakat. Upaya tersebut dikaitkan
dengan menentukan frekuensi, penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhi
frekuansi dan penyebaran disuatu masalah kesehatan dimasyarakat tercakup dalam
suatu cabang ilmu khusus yang disebut dengan nama Epidemiologi.
Subjek dan objek epidemiologi adalah tentang masalah kesehatan. Ditinjau
dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang masalah kesehatan berupa penyakit
amatlah penting. Karena sebenarnya berbagai masalah kesehatan yang bukan
penyakit hanya akan mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan soal
penyakit. Apabila suatu masalah kesehatan tidak sangkut pautnya dengan soal
penyakit., maka pada lazimnya masalah kesehatan tersebut tidak terlalu
diperioritaskan penanggulangannya.
Demikianlah karena pentingnya soal penyakit ini, maka perlulah dipahami
dengan sebaik-baiknya hal ikhwal yang berkaitan dengan penyakit tersebut.

4
Kepentingan dalam epidemiologi paling tidak untuk mengenal ada atau tidaknya
suatu penyakit di masyarakat sedemikian rupa sehingga ketika dilakukan
pengukuran tidak ada yang sampai luput atau tercampur dengan penyakit lainnya
yang berbeda
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, macam, dan klasifikasi epidemiologi ?
2. Apa jenis epidemiologi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian, macam, dan klasifikasi epidemiologi
2. Menegetahui jenis epidemiologi ?

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Epidemi
(Epidemic) Secara harfiah, epidemi berasal dari bahasa Yunani
yaitu "epi" berarti "pada" dan "demos" berarti "rakyat". Ilmu yang
mempelajari epidemi adalah epidemologi, dimana kata "logi" yang
terakhir juga berasal dari Bahasa Yunani "lagos" yang berarti "ilmu".
Pengertiannya, epidemi adalah timbulnya suatu penyakit yang
menimpa sekelompok masyarakat atau dalam suatu wilayah dengan angka
kejadian yang melebihi angka normal dan berlangsung lebih cepat
daripada yang diduga.
Dalam Bahasa Indonesia, epidemi diartikan dengan wabah. Dalam
peraturan yang berlaku di Indonesia , pengertian wabah dapat dikatakan
sama dengan epidemi, yaitu kejadian perjangkitan suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata
melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka. (UU No. 4 Tahun 1984)
Suatu kejadian perjangkitan penyakit untuk bisa dikatakan telah
terjadi epidemi sangat tergantung dari jenis penyakit, jumlah penduduk,
tipe penduduk yang tertimpa, kejadian sebelumnya, frekuensi kejadian
penyakit tersebut, waktu dan tempat kejadian.
Dengan demikian, epidemi sangat relatif tergantung kepada
bagaimana kejadian biasanya dari penyakit tersebut di suatu wilayah yang
sama, pada penduduk tertentu pada musim yang sama.
Sebagai contoh, satu kasus penyakit tertentu yang lama tidak
muncul kemudian tiba-tiba muncul atau suatu kasus penyakit yang
sebelumnya belum pernah dikenal, muncul maka segera harus dilakukan
penyelidikan epidemiologi dan jika kemudian penyakit tersebut menjadi
dua kasus dalam waktu yang cepat di tempat tersebut maka ini sebagai
bukti telah terjadi penularan dan dianggap telah terjadi epidemi.

6
Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu
tertentu disebut incidence rate (laju timbulnya penyakit).

B. Pandemi
Pandemi berasal dari bahasa Yunani yaitu "pan" yang artinya
"semua" dan "demos" yang berarti rakyat. Pengertiannya, pandemi adalah
kondisi dimana terjadinya perjangkitan penyakit menular pada banyak
orang dalam daerah geografi yang luas. Dapat juga dikatakan bahwa
pandemi merupakan epidemi epidemi global atau wabah global.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada tiga syarat yang harus
dipenuhi agar suatu kejadian bisa tergolong sebagai pandemi yaitu:
1. Timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada
populasi bersangkutan,
2. Manusia telah terinfeksi dan sakit serius dikarenakan agen oleh agen
penyebab penyakit,
3. Agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan
pada manusia.

Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemi


hanya karena telah menyebabkan meninggalnya banyak orang. Sebagai
contoh, penyakit kanker menimbulkan angka kematian yang tinggi
namun tidak tergolong sebagai pandemi karena tidak ditularkan.

Sepanjang sejarah telah ada sejumlah pandemi pada permulaan


umumnya merupakan penyakit yang ditularkan oleh hewan (zoonosis),
seperti cacar dan TBC. Pandemi yang lebih baru termasuk pandemi HIV
dan pandemi flu/influenza (flu burung, flu babi, flu Hong Kong, dll).
Semoga bermanfaat, salam sehat. (SOS)

C. Endemi

Endemik ialah adanya penyakit-penyakit atau factor penyebab


penyakit yang selalu terdapat dalam suatu daerah tertentu atau dikatakan
sebagai prevalensi penyakt tertentu yang selalu terdapat di suatu daerah,

7
sebaliknya epidemic berarti terjadinya insidensi penyakit dalam suatu
daerah yang melebihi kejadian normal yang diharapkan (Beneson, 1980).

Contoh kasus: Direktur Pengendalian Penyakit Menular, Dirjen


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, M Subuh mengatakan, Indonesia
merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B.“Hal itu
berdasarkan data hasil riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2007 yang
menunjukan, prevalensi penyakit Hepatitis B sebesar 9,4 persen. Hal ini
menunjukkan, Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi
Hepatitis B,” kata Subuh. Menurutnya, sekitar satu setengah juta orang di
Indonesia meninggal pertahunnya akibat penyakit Hepatitis B dan C.
Sehingga Kementerian Kesehatan RI, terus melakukan penanggulangan
dengan tindak pencegahan.

D. Sporadik

Sporadik adalah suatu keadaan dimana suatu masalah kesehatan


(umumnya penyakit) yang ada di suatu wilayah tertentu frekuensinya
berubah-ubah menurut perubahan waktu, sporadic juga dapat diartikan
sebagai jenis penyakit yang tidak tersebar merata pada tempat dan waktu
yang tidak sama, pada suatu saat dapat terjadi epidemik.

Contoh kasus: Sejak pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di


Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus penyakit DBD terus meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadic
terjadi kejadian luar biasa(KLB) setiap tahun, KLB yang terbesar terjadi
pada tahun 1998 dilaporkan dari 16 propinsi dengan IR 35,19 per 100.000
pendudukdan case fatality rate(CFR) 2,0%, kemudian menurun pada tahun
1999 dengan IR 10,17 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan
kembali padatahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 penduduk dan
kembali meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000
penduduk, kembali menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19, 24 per 100.000
penduduk dan meningkat tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87

8
per 100.000 penduduk . Data ini menunjukkan DBD di Indonesia menjadi
fenomena yang sangat sulit diatasi dimana kejadian DBD setiap tahunnya
berfluktuasi (Depkes RI, 2004). Menurut Depkes RI (2009) pada tahun
2008 dijumpai kasus DBD di Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan
CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per 100.000 penduduk, dan mengalami
kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar 154.855 kasus dengan CFR 0,89%
dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada tahun 2010 Indonesia
menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu sebanyak 156.086
kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010).

E. Patogenesitas

Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam,


hanya sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah
organism atau mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada
organism lain. Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit
disebut dengan patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme
infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi
inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan
inang. Infeksi berbeda dengan penyakit.

Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada


patogenitasnya. Dengan kriteria ini bakteri dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu agen penyebab bakteri, pathogen oportunistik, dan non pathogen.
Agen penyebab penyakit adalah bakteri pathogen yang menyebabkan
suatu penyakit ( Salmonella sp. ). Pathogen oportunistik adalah bakteri
yang berkemampuan sebagai pathogen ketika mekanisme pertahanan
inang diperlemah ( contoh E. coli ) menginfeksi saluran urin ketika sistem
pertahanan inang dikompromikan ( diperlemah ). Non pathogen adalah
bakteri yang tidak pernah menjadi pathogen. Namun bakteri non pathogen
dapat menjadi pathogen karena kemampuan adaptasi terhadap efek
mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan mekanisme
resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula non pathogen,

9
berubah menjadi pathogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi saluran
urin, dan bakteremia pada inang terkompromi. Pathogen oportunistik
biasanya adalah flora normal ( manusia ) dan menyebabkan penyakit bila
menyerang bagian yang tidak terlindungi, biasanya terjadi pada orang
yang kondisinya tidak sehat. Pathogen virulen ( lebih berbahaya ), dapat
menimbulkan penyakit pada tubuh kondisi sehat ataupun normal.

Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme adalah


organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat
yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup
manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer
( udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut
dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam
tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme
ini dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat
juga menimbulkan penyakit.

F. Virulensi

Mikroorganisme pathogen memiliki faktor virulensi yang dapat


meningkatkan patogenisitasnya dan memungkinkannya berkolonisasi atau
menginvasi jaringan inang dan merusak fungsi normal tubuh. Virulensi
menggambarkan kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Virulensi
merupakan ukuran patogenitas organisme. Tingkat virulensi berbanding
lurus dengan kemampuan organisme menyebabkan penyakit. Tingkat
virulensi dipengaruhi oleh jumlah bakteri, jalur masuk ketubuh inang,
mekanisme pertahanan inang, dan factor virulensi bakteri. Secara
eksperimental virulensi diukur dengan menentukan jumlah bakteri yang
menyebabkan kematian, sakit atau lesi dalam waktu yang ditentukan
setelah introduksi. Virulensi mikroorganisme atau potensi toksin
mikroorganisme sering diekspresikan sebagai LD50 (Lethal dose50), yaitu
dosis letal untuk 50% inang, dimana jumlah mikroorganisme pada suatu

10
dosis dapat membunuh 50% hewan uji disebut ID50 ( Infectious dose 50 ),
yaitu dosis infeksius bagi 50% inang.

Keberadaan mikroorganisme pathogen dalam tubuh adalah akibat


dari berfungsinya faktor virulensi mikroorganisme, dosis ( jumlah )
mikroorganisme, dan faktor resistensi tubuh inang. Mikroorganisme
pathogen memperoleh akses memasuki tubuh inang melalui perlekatan
pada permukaan mukosa inang. Perlekatan ini terjadi antara molekul
permukaan pathogen yang disebut adhesion atau ligan yang terikat secara
spesifik pada permukaan reseptor komplementer pada sel inang. Adhesion
berlokasi pada glikogaliks mikroorganisme atau pada struktur permukaan
mikroorganisme yang lain seperti pada fimbria. Bahan glikogaliks yang
membentuk kapsul mengelilingi dinding sel bakteri merupakan properti
yang meningkatkan virulensi bakteri. Kandungan kimiawi pada kapsul
mencegah proses fogositosis oleh sel inang. Virulensi mikroorganisme
juga disebabkan oleh produksi enzim ekstraseluler (eksoenzim ).

G. Antigenesitas
Antigen adalah suatu substansi yang dianggap asing oleh tubuh,
dan akan memacu terjadinya respon imun yang akan akhirnya akan
memacu produksi antibodi. Antigen yang berhasil masuk ke dalam tubuh
akan mengaktifkan berbagai respon imun spesifik maupun non-spesifik.
Jika antigen ini tidak ditangani dengan baik oleh sistem imun
kita, antigen tersebut dapat menimbulkan penyakit sesuai dengan jenis
penyakit yang dibawanya.
Imunogen adalah substansi yang menginduksi respon imun
spesifik, humoral, seluler, atau keduanya. Setelah diolah oleh Antigen
Presenting Cell (APC), maka imunogen akan pecah menjadi antigen yang
dapat bereaksi dengan produk respon imun spesifik.
Sementara hapten berukuran lebih kecil dari antigen. Karena
ukurannya yang kecil itulah, maka hapten tidak imunogenik. Akan tetapi,
bila digabungkan dengan suatu molekul pembawa, maka gabungan
tersebut dapat menginduksi respon imun.

11
H. Vektor
Vektor hanya terdiri atas arthropoda, sedangkan tikus, anjing, dan
kucing bertindak sebagai reservoar (Chandra, 2006). Departemen
Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyebutkan bahwa tikus bertindak
sebagai reservoar untuk penyakit seperti salmonelosis, demam gigitan
tikus, trichinosis, dan demam berdarah Korea, sedangkan vektornya adalah
pinjal, kutu, caplak, dan tungau yang merupakan arthropoda. Sumber lain
menyebutkan bahwa tikus hanya sebagai binatang pengganggu (Nurmaini,
2001).
Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis.
Vektor disebut vektor biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi
dalam tubuh vektor tersebut. Vektor disebut sebagai vektor mekanis jika
sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam tubuh vektor tersebut
(Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor mekanis
dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid,
sedangkan nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan
penyakit malaria (Chandra, 2006).
Vektor hanya terdiri atas arthropoda, sedangkan tikus, anjing, dan kucing
bertindak sebagai reservoar (Chandra, 2006). Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (2011) menyebutkan bahwa tikus bertindak sebagai
reservoar untuk penyakit seperti salmonelosis, demam gigitan tikus,
trichinosis, dan demam berdarah Korea, sedangkan vektornya adalah
pinjal, kutu, caplak, dan tungau yang merupakan arthropoda. Sumber lain
menyebutkan bahwa tikus hanya sebagai binatang pengganggu (Nurmaini,
2001).
Ada dua jenis vektor yaitu vektor biologis dan vektor mekanis.
Vektor disebut vektor biologis jika sebagian siklus hidup parasitnya terjadi
dalam tubuh vektor tersebut. Vektor disebut sebagai vektor mekanis jika
sebagian siklus hidup parasitnya tidak terjadi dalam tubuh vektor tersebut
(Natadisastra dan Agoes, 2005). Contohnya lalat sebagai vektor mekanis
dalam penularan penyakit diare, trakoma, keracunan makanan, dan tifoid,

12
sedangkan nyamuk Anopheles sebagai vektor biologis dalam penularan
penyakit malaria (Chandra, 2006).

I. Reservior
Reservoir adalah tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon (gas,
oil, water) yang telah bermigrasi dari source rock. Pertama-tama, fluida
terbentuk di source rock (batuan induk) yang kemudian diolah di kitchen.
Setelah diolah, fluida bermigrasi ke reservoir. Fluida hidrokarbon ini
dibawa migrasi oleh batuan pembawa atau carrier bed. Setelah sampai d
reservoir dan terjebak oleh perangkap atau jebakan (trap) seperti
sesar/patahan atau terjebak oleh lipatan. Fluida tidak bisa migrasi dan
akhirnya terakumulasi di reservoir. Batuan reservoir umumnya terdiri dari
batuan sedimen (batu pasir, batu karbonat) dan batuan shale (lempung).

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Subjek dan objek epidemiologi adalah tentang masalah kesehatan.
Ditinjau dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang masalah
kesehatan berupa penyakit amatlah penting. Karena sebenarnya
berbagai masalah kesehatan yang bukan penyakit hanya akan
mempunyai arti apabila ada hubungannya dengan soal penyakit.
Apabila suatu masalah kesehatan tidak sangkut pautnya dengan soal
penyakit., maka pada lazimnya masalah kesehatan tersebut tidak
terlalu diperioritaskan penanggulangannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, asrul.dr.m.ph.1988. Pengantar Epidemiologi. Jakarta:


PT. Binarupa Aksara
Sutrisna, Bambang.dr.M.H.Sc.1986.Pengantar Metoda
Epidemiologi. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Modul Materi Dasar Epidemiologi FKM UNDIP 2010.
Budioro.B.2007.Pengantar Epidemiologi Edisi II. .Semarang :
Badan Penerbit Undip.

15

Vous aimerez peut-être aussi