Vous êtes sur la page 1sur 17

LAPORAN PENDAHULUAN ULKUS GANGREN

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung (Zuyina, 2011).
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala )
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Zuyina, 2011).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
1) Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
2) Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan
insulin. Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama,
yaitu :
a) Sel-sel A (alpha), jumlahnya sekitar 20-40 %; memproduksi
glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity”.
b) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glucagon (Zuyina, 2011).
Anatomi Pankreas
Sumber : (Zuyina, 2011).

2. Fisiologi Pankreas
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica
lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada
keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan
glukagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting
untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif (Zuyina, 2011).
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis
beberapa hormon antara lain :
1) Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja
insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
2) Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin. (Zuyina, 2011).
3. Anatomi kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya
sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan
luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5
mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis
terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medikal
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong (Zuyina, 2011).
1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai
tempat di tubuh, paling tebal terletak pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit.
Fungsi Epidermis: proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan
sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan allergen (sellangerhans) (Zuyina, 2011).
2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong
epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya
bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis
terdiri dari dua lapisan yaitu :
a) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Fungsi dermis: struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,
menahan shearing forces dan respon inflamasi (Zuyina, 2011).
3) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan
ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi
individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis/hypodermis: melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver
(Zuyina, 2011).
4) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini
memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena.
4. Fisiologi kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran
saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada
pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. (Zuyina, 2011).
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari
kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat
terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang
menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas. (Zuyina, 2011)
B. Pengertian
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus gangrene
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer (Andyagreni, 2010).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi (Askandar, 2010).
Menurut pendapat lain, gangren adalah suatu proses atau keadaan yang
ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis (Waspadji, 2008).
Gangren diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau
busuk akibat sumbatan yang terjadi pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai.Luka gangren merupakan salah satu kornplikasi kronik DM yang paling
ditakuti oleh setiap penderita DM (Tjokroprawiro, 2007).
Jadi, ulkus gangrene adalah salah satu komplikasi kronik dari Diabetes
Mellitus yang terjadi akibat proses nekrosis disebabkan oleh infeksi yang
ditandai dengan adanya luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau
busuk akibat terjadinya sumbatan pada pembuluh darah di tungkai.

C. Etiologi/Penyebab
Gangren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan
Bakterian-aerob (tumbuh bila tidak ada oksigen). Selama pertumbuhannya,
klostridium menghasilkan gas,sehingga infeksinya disebut gas gangren.
Gas gangren biasanya terjadi di bagian tubuh yang mengalami cedera
atau pada luka operasi. Sekitar 30% kasus terjadi secara spontan. Bakteri
klostridium menghasilkan berbagai racun, 4 diantaranya (alfa, beta, epsilon,
iota) menyebabkan gejala-gejala yang bisa berakibat fatal. Selain itu, terjadi
kematian jaringan (nekrosis), penghancuran sel darah
(hemolisis), vasokonstriksi dan kebocoran pembuluh darah. Racun tersebut
menyebabkan penghancuran jaringan lokal dan gejala-gejala
sistemik.Gangren disebabkan karena kematian jaringan yang dihasilkan dari
penghentian suplai darah ke organ terpengaruh.
D. Klasifikasi
Wagner ( 2008 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan ,
yaitu :
 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
 Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
 Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
 Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
 Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
 Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (2008) dan Ward (2009) membagi gangren kaki menjadi 2
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
 Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
 Pada perabaan terasa dingin.
 Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
 Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
E. Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh
darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan
terhadap infeksi menyebabkan infeksi yang luas. Infeksi dimulai dari kulit celah
jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur muskulofasial. Selanjutnya
infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik pada kaki maupun
pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya timbul di atas
kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi tersebut
terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat
mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman
penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram
negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.(Misnadiarly,
2008).
F. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)

G. Komplikasi
Ulkus kaki diabetikum dapat menimbulkan komplikasi jika tidak ditangani
dengan baik, komplikasi yang dapat ditimbulkan diantaranya (Ashok 2011):
 Dry gangrene
Dry gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran
darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.1 Dan tipe 2
diabetes mellitus tipe mengarah pada kering gangren karena gula darah
tinggi dan kerusakan diabetes menyebabkan pembuluh darah yang
membawa darah ke jari tangan dan kaki. Arteriosklerosis mengarah ke
dinding-dinding arteri yang menebal atau pembentukan plak kolesterol dan
mempersempit diameter pembuluh kecil yang mengarah ke
gangrene.Demikian pula, penyakit arteri perifer mengarah ke lemak dalam
arteri dan berhenti darah dari mengalir ke jari tangan dan kaki yang
mengarah ke gangrene.Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian
terpengaruh dan ada adalah sebuah kawasan di kulit yang sehat hanya di
luar daerah yang terkena dampak. Wilayah yang terlibat berubah dingin,
kering, dan hitam dan akhirnya jatuh.Ini disebut mumifikasi daerah.
 Basah gangrene
Basah gangren terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku
atau bahkan daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi
mengambil akar ke dalam jaringan.
 infeksi
Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan ini blok suplai darah ke
daerah yang terkena dampak membuat lebih buruk infeksi dan gangren
progresif. Basah gangren dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi
yang mengancam jiwa seperti syok septik jika tidak diperlakukan segera.
 Gas gangrene
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut
Clostridium.Ini disebut gas gangren.Ini adalah infeksi umum yang dilihat.
 Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar ke dalam kulit
dan menyerang lebih dalam jaringan.
 Gangren internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika aliran
darah ke mereka terhalang.Ini disebut gangren internal dan dapat
mempengaruhi kandung empedu atau usus yang terperangkap dalam
hernia.
 Fournier's gangrene
Ketika gangren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier's
gangren.

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Waspadji S. (2010) manajemen perawatan luka diabetic adalah
sebagai berikut:

 Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada cairan
luka. Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat
proses penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar
dalam manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan
luka yang baik, karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam
kondisi bersih.
Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing,
showering, hydrotherapi, whirlpool, dan bathing. mencuci dengan teknik
swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada pencucian luka,
karena dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan
epithelium, juga membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri.
pada saat scrubbing atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi
terluka sehingga dapat meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi).
teknik showering (irigasi), whirpool, dan bathing adalah teknik yang paling
sering digunakan dan banyak riset yang mendukung teknik ini.
keuntungan dari teknik ini adalah dengan teknik tekanan yang cukup
dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya
trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak menyebabkan
luka mengalami trauma.
 Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasikan oleh adanya sel
mati yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini
merupakan respon yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak.
Jaringan nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan
menyediakan tempat untuk pertumbuhan bakteri untuk menolong
penyembuhan luka, tindakan debridement sangat dibutuhkan.
Debridement dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti mekanikal,
surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical. Debridemen mekanik
dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, Ultrasonic laser, dan
sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan nekrotik.
Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu-residu protein. Debridemen autolitik terjadi secara
alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan
enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan
nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat
menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan
bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta memacu
proses granulasi. Cara yang paling efektif dalam membuat dasar luka
yang baik adalah dengan metode autolysis debridement. Autolysis
debridement adalah suatu cara peluruhan jaringan nekrotik yang dilakukan
oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan luka harus dalam
keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim secara selektif
akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan melunak
jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun dibantu
dengan surgical atau mechanical debridement.
 Dressing
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode
moist wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab.
Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol,
menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan
bahan kompres, terhindar dari infeksi dan permeable terhadap gas.
Tindakan dressing merupakan salah satu komponen penting dalam
mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat
meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Beberapa jenis bahan topical
terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan luka
diabetic, diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel,
metcovazin, polyurethane foam, silver dressing.
 Edukasi pasien dan keluarga
Edukasi bagi pasien dan keluarga dengan diabetes sangat penting. Hal ini
disebabkan penyakit diabetes adalah penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikontrol dengan pola hidup sehat (makan
sesuai kebutuhan dan olahraga teratur) dan menggunakan oral maupun
insulin.

I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan
mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan,
keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan
fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan
diabetes melitus :
a. Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
koma
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan
pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah,
dan bola mata cekung.
c. Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d. Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e. Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f. Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g. Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h. Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
i. Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria.
1. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Dx
Dx. 1. Kerusakan Integritas Setelah dilakukan tindakan a. Kaji luka/ulkus dan
Jaringan keperawatan selama 3×24 jam, laporkan tanda
Berhubungan Dengan integritas jaringan klien kesembuhan yang
Ulkus DM membaik, dengan kriteria hasil: buruk.
a. Jaringan secara umum b. Laksanakan perawatan
tampak utuh dan bebas luka sesuai dengan
dari tanda-tanda infeksi perskripsi medik.
dan, tekanan dan trauma. c. Oleskan preparat
b. Luka yang terbuka antibiotik topikal dan
berwarna merah muda memasng balutan
memperlihatkan sesuai ketentuan
repitelisasi dan bebas dari medik.
infeksi. d. Berikan dukungan
c. Luka yang baru sembuh nutrisi yang memadai.
teraba lunak dan licin.-
Bersihkan luka/ulkus
setiap hari.
Dx. 2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan a. Lakukan pengkajian
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24jam nyeri secara
agen injuri biologis nyeri klien berkurang, dengan komprehensif termasuk
(iskemik jaringan) kriteria hasil: lokasi, karakteristik,
a. Mengontrol nyeri. durasi, frekuensi,
b. Melaporkan bahwa nyeri kualitas dan ontro
berkurang skala 1-3. presipitasi.
c. Mampu mengenali nyeri b. Observasi reaksi
(skala, intensitas, nonverbal dari
frekuensi dan tanda nyeri). ketidaknyamanan.
d. Menyatakan rasa nyaman c. Gunakan teknik
setelah nyeri berkurang. komunikasi terapeutik
e. Mengkaji karakteristik untuk mengetahui
nyeri: lokasi, durasi, pengalaman nyeri klien
intensitas nyeri dengan sebelumnya.
menggunakan skala nyeri d. Kontrol lingkungan
(0-10). yang mempengaruhi
f. Mempertahankan im- nyeri seperti suhu
mobilisasi. ruangan, pencahayaan,
kebisingan.
e. Kurangi presipitasi
nyeri.
f. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).
g. Ajarkan teknik non
farmakologis (relaksasi,
distraksi dll) untuk
mengetasi nyeri.
h. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
i. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/kontrol
nyeri.
j. Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain tentang
pemberian analgetik
tidak berhasil.
k. Monitor penerimaan
klien tentang
manajemen nyeri.

Dx. 3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan a. Kaji intake klien


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3×24 jam, b. Tingkatkan intake
kebutuhan tubuh kebutuhan nutrisi kurang dari makan melalui
berhubungan dengan kebutuhan klien membaik, c. Kurangi gangguan dari
ketidak mampuan dengan kriteria hasil: luar
mengabsorbsi nutrien a. Nafsu makan meningkat d. Sajikan makanan
b. Kebutuhan nutrisi tercukupi dalam kondisi hangat
c. Porsi makan klien habis e. Selingi makan dengan
minum
f. Jaga kebersihan mulut
klien
g. Berikan makan sedikit
tapi sering
h. Kolaborasi dengan ahli
giziikan diet dan
makanan ringan
dengan tambahan
makanan yang disukai
bila ada

Dx. 4. Kelemahan mobilitas Setelah dilakukan tindakan a. Pastikan keterbatasan


fisik berhubungan keperawatan selama 3×24 jam, gerak sendi yang dialami
dengan adanya ulkus kelemahan mobilitas fisik b. Kolaborasi dengan
pada kaki membaik, dengan kriteria hasil: fisioterapi
a. pasien mampu melakukan c. Pastikan motivasi klien
mobilitas fisik untuk mempertahankan
pergerakan sendi
d. Pastikan klien untuk
mempertahankan
pergerakan sendi
e. Pastikan klien bebas dari
nyeri sebelum diberikan
latihan
f. Anjurkan ROM Exercise
aktif: jadual; keteraturan,
Latih ROM pasif.
g. Bantu identifikasi
program latihan yang
sesuai
h. Diskusikan dan
instruksikan pada klien
mengenai latihan yang
tepat
i. Anjurkan dan Bantu klien
duduk di tempat tidur
sesuai toleransi
j. Atur posisi setiap 2 jam
atau sesuai toleransi
k. Fasilitasi penggunaan
alat Bantu

Dx. 5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan a. Monitor kemampuan


berhubungan dengan keperawatan selama 3×24 jam, pasien terhadap
kurangnya defisit perawatan diri membaik, perawatan diri
pengetahuan dengan kriteria hasil: b. Monitor kebutuhan akan
a. Pasien mampu memenuhi personal hygiene,
aktivitas perawatan diri berpakaian, toileting dan
secara mandiri makan
b. Pengetahuan pasien c. Beri bantuan sampai
tentang perawatan diri klien mempunyai
meningkat kemapuan untuk
merawat diri
d. Bantu klien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
e. Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas
sehari-hari sesuai
kemampuannya
f. Pertahankan aktivitas
perawatan diri secara
rutin
g. Evaluasi kemampuan
klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
h. Berikan reinforcement
atas usaha yang
dilakukan dalam
melakukan perawatan
diri sehari hari.
DAFTAR PUSTAKA
Andyagreni. (2010). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius.
Azhari Luthfi Nur. 2016. Manajemen stress pasien dengan ulkus diabetikum di
Rsud Kota Semarang. [skripsi]. Universitas Dipenogoro
Dabak C. Diabetic Foot Ulcers : A Special Problem [Internet]. 2013 [diakses 2017
September 16]. Available from:
http://www.silvercrest.org/silvercrest_wound_ care.php
Huda dan Kusuma. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:
MediAction.
Luklukaningsih, Zuyina. 2011. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Misnadiarly. Diabetes Melitus : Gangren, Ulcer, Infeksi. Mengenal Gejala,
Menanggulangi, dan Mencegah Infeksi. Jakarta: Pustaka Obor; 2007.
Rebolledo FA, Soto JMT, Escobedo J, Peña D. The Pathogenesis of the Diabetic
Foot Ulcer : Prevention and Management. 2011
Waspadji S. (2010). Komplikasi kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya,
Diagnosis dan Strategi pengelolaan. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi keempat. Jakarta: Penerbit FK UI

Vous aimerez peut-être aussi