FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019 ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TRAUMA ABDOMEN I. Konsep Teoritis A. Definisi Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan /penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). B. Etiologi Menurut smaltzer (2002), penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut: 1. Penyebab trauma penetrasi Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Disebabkan oleh: a) Luka akibat terkena tembakan b) Luka akibat tikaman benda tajam c) Luka akibat tusukan 2. Penyebab trauma non-penetrasi Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan karena a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh b) Hancur (tertabrak mobil) c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga. C. Klasifikasi Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Trauma tumpul (blunt injury) Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi (crush injury) terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35- 45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma retroperitoneal. 2. Trauma tajam (penetration injury) Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%). Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding abdomen dan trauma pada isi abdomen. 1. Trauma pada dinding abdomen Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari: a. Kontusio dinding abdomen Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor. b. Laserasi Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. 2. Trauma pada isi abdomen Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari: a. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. b. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. c. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi. D. Manifestasi Klinis 1. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium): a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ b. Respon stres simpatis c. Perdarahan dan pembekuan darah d. Kontaminasi bakteri e. Kematian sel Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi 2. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium) ditandai dengan: a. Kehilangan darah. b. Memar/jejas pada dinding perut. c. Kerusakan organ-organ. d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut. e. Iritasi cairan usus (FKUI, 1995). Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut : a. Laserasi, memar,ekimosis b. Hipotensi c. Tidak adanya bising usus d. Hemoperitoneum e. Mual dan muntah f. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), g. Nyeri h. Pendarahan i. Penurunan kesadaran j. Sesak k. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. l. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal m. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada perdarahan retroperitoneal. n. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis o. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe E. Patofisiologi Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas, penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme: 1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga. 2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks. 3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler. PATHWAY Trauma (kecelakaan) ↓ Penetrasi & Non-Penetrasi ↓ Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom) ↓ Menekan saraf peritonitis ↓ Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen → Nyeri ↓ Motilitas usus ↓ Disfungsi usus Resiko infeksi ↓ Refluks usus output cairan berlebih ↓ Gangguan cairan Nutrisi kurang dari dan eloktrolit & kebutuhan tubuh ↓ Kelemahan fisik ↓ Gangguan mobilitas fisik (Sumber : Mansjoer, 2001) F. Pemeriksaan Diagnostik 1. Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorak. 2. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-linedata bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000 /mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. 3. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retro perineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus. 4. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. 5. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. 6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL inihanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). a. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut : 1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya 2) Trauma pada bagian bawah dari dad 3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jela 4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) 5) Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang) 6) Patah tulang pelvi. b. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut : 1) Wanita Hamil 2) Pernah operasi abdominal 3) Operator tidak berpengalaman 4) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan 7. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retro peritoneum. Pemeriksaan khusus a. Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari100.000 eritrosit /mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. b. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya c. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto- sigmoidoskopi. G. Komplikasi 1. Infeksi 2. Trombosis Vena 3. Emboli Pulmonar 4. Stress ulserasi dan perdarahan 5. Pneumonia 6. Tekanan ulserasi 7. Atelektasis 8. Sepsis H. Penatalaksanaan 1. Pre Hospital Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. a. Airway : Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. b. Breathing : Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). c. Circulation : Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30:2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) : 1) Stop makanan dan minuman 2) Imobilisasi 3) Kirim kerumah sakit. Penetrasi (trauma tajam) 1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. 4) Imobilisasi pasien 5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum 6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang 7) Kirim ke rumah sakit. 2. Hospital a. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. 1) Skrinning pemeriksaan rontgen Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro peritoneum 2) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning, Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada. 3) Uretrografi, Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. 4) Istografi, Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada :Fraktur pelvis b. Trauma non – penetrasi Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit : 1) Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. 2) Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. 3) study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001). I. Penatalaksanaan Medis a. Abdominal paracentesis, Untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi. b. Pemeriksaan laparoskopi, untuk mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut. c. Pemasangan NGT, untuk memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. d. Pemberian antibiotik, untuk mencegah infeksi. e. Laparotomi II. Konsep Asuhan Keperawatan A. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah- masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan, keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. 1. Anamnesa a) Identitas klien 2. Pengkajian primer Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat. Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. a) Airway, dengan Kontrol Tulang Belakang, membuka jalan napas menggunakan teknik ’head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. b) Breathing, dengan ventilasi yang adekuat, memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ’lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). c) Circulation, dengan kontrol perdarahan hebat, jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, makabantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas. 3. Pengkajian sekunder a. Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien b. Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah. c. pengkajian fisik 1) Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap kritis: a) Pupil tidaksimetris, midriasistidakadaresponterhadapcahaya ? b) Patahtulangtengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)? c) Robekan/laserasi pada kulit kepala? d) Darah, muntahanataukotoran di dalammulut? e) Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung? f) Battle signdanracoon eyes? 2) Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher bagian belakang. Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi trakea atau tugging,emfisema kulit 3) Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan polanapas yang tidak adekuat (disertai dengan penggunaaan otot-otota sesoris). 4) Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang, lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri tekan pada abdomen bunyi dullness. 5) Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeritekan. Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik 6) Extremitas: ditemukan fraktu rterbuka di femur dextra dan luka laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis: Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.. d. AMPLE Allergy : Tidak ada data Medication : Tidak ada data Past Medical History : Tidak ada data Last Meal : Tidak ada data Event : Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke UGD 2 jam yang lalu karena kecelakaan, pasien terseret mobil dan terlempar dari motornya. e. Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen: 1) Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada waja dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang. 2) Auskultasi: Bising usus 3) Perkusi: Bunyi redup bila ada hemoperitoneum. 4) Palpasi:kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau cairan. f. Pengkajian pada trauma abdomen 1. Trauma Tembus abdomen a) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan). b) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru. c) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen). d) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok. e) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan. f) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien. 2. Trauma tumpul abdomen a) Metode cedera. b) Waktu awitan gejala. c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan. d) Waktu makan atau minum terakhir e) Kecenderungan perdarahan. f) Penyakit danmedikasi terbaru. g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus. h) Alergi, lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasien untuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan. B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik 4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk. 5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. C. Inte rvensi Keperawatan No. Diagnose Keperawatan Tujuan Intervensi Keperawatan Defisit Volume cairan dan Tujuan : Terjadi keseimbangan 5) Kaji tanda-tanda vital elektrolit berhubungan dengan volume cairan. 6) Pantau cairan parenteral dengan perdarahan Kriteria hasil: elektrolit, antibiotik dan vitamin 1. 1) Kebutuhan cairan terpenuhi 7) Kaji tetesan infuse 2) . Turgor elastis 8) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral 3) Konjungtiva tidak anemis sesuai indikasi.. 4) Tidak ada perdarahan lanjutan 9) Kolaborasi Tranfusi darah. Nyeri berhubungan dengan Tujuan : Nyeri teratasi 4) Kaji karakteristik nyeri adanya trauma abdomen atau Criteria hasil : 5) Beri posisi semi fowler. luka penetrasi abdomen. 1) Klien mengatakan nyeri 6) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti 2. berkurang/hilang distraksi 2) Klien tenang tidak mengerang- 7) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai erang kesakitan indikasi 3) Skala nyeri 1-3 8) Managemant lingkungan yang nyaman Gangguan mobilitas fisik Tujuan : Dapat bergerak bebas 1) Kaji kemampuan pasien untuk bergerak 3. berhubungan dengan 2) Dekatkan peralatan yang dibutuhkan kelemahan fisik pasien 3) Berikan latihan gerak aktif pasif 4) Bantu kebutuhan pasien 5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Kerusakan integritas kulit Tujuan: Mencapai penyembuhan luka 1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap berhubungan dengan cedera pada waktu yang sesuai. perkembangan luka. tusuk Kriteria Hasil : 2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta 1. tidak ada tanda-tanda infeksi jumlah dan tipe cairan luka seperti pus. 3) Pantau peningkatan suhu tubuh. 2. luka bersih tidak lembab dan 4) Berikan perawatan luka dengan tehnik tidak kotor aseptik. Balut luka dengan kasa kering 4. 3. Tanda-tanda vital dalam batas dan steril, gunakan plester kertas. normal atau dapat ditoleransi. 5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. 6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. 7) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. Risiko infeksi berhubungan Tujuan : infeksi tidak terjadi / 1) Pantau tanda-tanda vital. 5. dengan tidak adekuatnya terkontrol. klien pertahanan perifer, perubahan Kriteria hasil : 2) Lakukan perawatan luka dengan teknik sirkulasi, kadar gula darah 1) Tidak ada tanda-tanda infeksi aseptik yang tinggi, prosedur invasif seperti pus 3) Lakukan perawatan terhadap prosedur dan kerusakan kulit. 2) Luka bersih tidak lembab dan tidak invasif seperti infus, kateter, drainase kotor luka 3) Tanda-tanda vital dalam batas 4) Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi normal atau dapat ditoleransi. untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. 5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. DAFTAR PUSTAKA
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara
Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Edisi 10. Jakarta: EGC Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC. Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC