Vous êtes sur la page 1sur 17

Jurnal Biologi Indonesia 7 (2): 375-391 (2011)

Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan Manusia


dengan Tumbuhan dan Lingkungannya

Eko Baroto Walujo


Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi – LIPI

Ethnobotany Contributes to The Understanding Human Relationship with Plant and Their
Environment. The scope of ethnobotanical research has been developed to a broader scope
from the originated word of ethnobotany was coined.. This discipline attempts to explain
reciprocal relationships which occur between local societies and its natural world, in extant,
between local societies and their cultures that reflected in the archeological records.
Ethnobotany is also very closely related to the domestication of plants such as the species
domesticated, where these species domesticated, the purpose of domestication, the manner,
and the status of the domesticated plants today. Etnobothany also concerns to the role of
plants in ecology, environment and phytogeography as conceived by tradition or by the local
communities. In addition to its traditional role in economic botany and the exploration of
human cognition, ethnobotanical research has been applied to the practical areas such as
biodiversity prospecting and vegetation management. Thus ideally, ethnobotany should
includes rules and categorization acknowledged by local communities. Rules and categorization
are use to appropriately facing daily social situations in recognizing, interpreting and utilizing
plant resources in their environment. In summary, the scope of research in ethnobotany is
interdisciplinary and ethnoscience as mentioned earlier and these scopes will be the main
focus of discussion in this article. In particular, in its relation to the strategic position of
Indonesia based on wealth, diversity of plants, species and ecosystems and socio-cultural
life.

Key Words: Ethnobotany, Localknowledge, Wisdom

PENDAHULUAN bagian dari penghuni alam itu diketahui


paling mudah menyesuaikan diri dengan
Studi tentang hubungan manusia dan lingkungan dimana ia tinggal
tumbuhan atau tanaman adalah domain dibandingkan dengan makluk lainnya.
ethnobotani yang mempelajari peranan Tanpa disadari bahwa manusia, baik
manusia dalam memahami hubungannya sebagai individu atau dalam berkelompok
dengan lingkungan-tempat mereka secara bertahap tumbuh dan saling
tinggal, baik di lingkungan masyarakat bergantung dengan perkembangan sosial
tradisional maupun masyarakat industri. dan budayanya. Ini semua disebabkan
Dalam konteks hubungan manusia dan karena manusia memiliki daya cipta, rasa
alam, lingkungan alam pada dasarnya dan karsa. Berkat daya tersebut,
menyediakan sumber daya agar dapat manusia mampu menyesuaikan diri
dimanfaatkan oleh penghuninya untuk dengan lingkungan dimana mereka
kelangsungan hidup. Manusia sebagai tinggal. Melalui daya itu pula maka

375
Eko Baroto Walujo

manusia berupaya memanfaatkan ketergantungan manusia pada tumbuhan


sumber daya alam dan lingkungan untuk pangan, papan, pemeliharaan
berdasarkan pengalaman dan kesehatan maupun keperluan lainnya
pengetahuannya. Pada gilirannya semakin meningkat. Terjadinya
pengetahuan mereka lambat laun juga peningkatan kebutuhan inilah yang
mengalami perkembangan sesuai dengan mendorong dilakukan usaha untuk
perubahan pola berfikir, perubahan memudahkan pemanfaatan dan
lingkungan sosial, ekonomi dan peningkatan produk hasil dari tumbuh-
ekologinya. tumbuhan. Konsekuensinya adalah
Perubahan semacam ini melahirkan semakin tinggi tingkat pengetahuan dan
berbagai tuntutan yang acapkali pemahaman terhadap lingkungan alam
mendorong eksploitasi sumber daya alam yang kemudian didukung oleh teknologi
meningkat secara signifikan. Artikel ini dikuasahi, semakin nyata pengaruhnya
mengulas hubungan antara manusia dan terhadap pengetahuan pemanfaatan
tumbuhan, yang menjadi “domain tumbuhan. Dalam kaitannya dengan
penelitian etnobotani”. Peranan etno sejarah pemanfaatan tumbuhan, proses
botani disini menjadi sangat penting. domestikasi dan bercocok tanam,
Karena, melalui penelitian etnobotani, disinilah disiplin ilmu etnobotani itu
diperoleh pemahaman tentang menjadi sangat penting untuk
keberhasilan maupun kekeliruan dikembangkan.
masyarakat tradisional dalam memahami Memahami ilmu etnobotani, berarti
lingkungannya, dan dapat menghindari juga memahami tentang sejarah
kesalahan yang sama pada masa kini pemanfaatan dan domestikasi tumbuhan.
atau yang akan datang. Untuk menelusuri sejarah pemanfaatan,
budidaya dan domestikasi tumbuhan, para
Etnobotani dan Sejarah Domesti- ahli etnobotani sering menggunakan bukti
kasi Tumbuhan kultural tidak langsung (non-kultural)
Disiplin ilmu etnobotani berasosiasi dengan mengungkapkan melalui
sangat erat dengan ketergantungan penelitian paleoetnobotani. Penelitian ini
manusia pada tumbuh-tumbuhan, baik menggunakan sisa kultigen tumbuhan
secara langsung maupun tidak langsung yang terawetkan dalam proses
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. karbonisasi, cetakan pada batu, kerangka
Bukti-bukti arkeologi sering dimanfaatkan silikat, tulang gigi, tanduk hewan dll.
untuk menunjukkan bahwa pada awal Melalui material paleoetnobotani itu juga
peradaban dan ketergantungan manusia kekerabatan suatu jenis tumbuhan yang
pada tumbuh-tumbuhan terbatas pada didomestikasi dapat ditelusuri, yaitu
pemanfaatan untuk mempertahankan dengan cara mengiden-tifikasi sifat atau
hidup, yaitu dengan mengambil dari karakter morfologi (Renfrew 1976; Smith
sumber alam untuk pangan, sandang dan 1986). Contoh temuan hasil penelitian
sekedar penginapan (Walujo 2009). palaeo-etnobotani tentang pendataan
Semakin tinggi peradaban manusia, radiokarbon Phaseolus vulgaris yang

376
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

dideteksi berangka tahun 7000 SM., Fakta lain yang dipelajari Harlan &
Phaseolus acutifolius (5000 SM), de Wet (1965) mengenai kelompok
Phaseolus coccineus (2200 SM) yang tertentu tumbuhan liar yang telah
kesemuanya ditemukan di Tehuachan- mengalami proses domestikasi sebagian
Mexico, dan Phaseolus lunatus besar adalah jenis dari suku Gramineae
berangka tahun 5300 SM di Chili, Peru. dan Leguminosae, dan merupakan
Pendataan ini membawa pada suatu tanaman budidaya utama. Sedangkan
kesimpulan tentang awal waktu pertanian suku Cyperaceae, Ranunculaceae,
di Amerika. Dalam penelitian tersebut Cactaceae, Caryophyllaceae, Portula-
juga diketengahkan bahwa karakter caceae, Berberidaceae, Papaveraceae,
morfologi material biji dan polong Saxifagraceae, Geraniaceae, Onagra-
P.vulgaris yang ditemukan pada ceae, Apocynaceae, Asclepiadaceae,
dasarnya sama dengan buncis-buncis Plantaginaceae dll, merupakan suku-suku
modern yang ada pada saat ini. Ini yang dimanfaatkan sebagai tanaman
memperlihatkan bahwa perkembangan budidaya sampingan.
buncis yang dibudidayakan dan Domestikasi tumbuhan tidak
dimanfaatkan sekarang ini masih mirip terlepas dari sejarah dan asal usul
dengan tipe-tipe pada awal budidaya. tanaman budidaya. De Candolle (1855)
Di Indonesia, hasil temuan di Gua mempertegas bahwa sejarah pertanian
Ulu Leang1 (Maros-Sulawesi Selatan) juga terkait erat dengan sejarah
yang dilaporkan oleh Poesponegoro & domestikasi tumbuhan menjadi tanaman.
Notosusanto (2008) membuktikan Menurutnya, pertanian diawali dengan
tentang domestikasi tanaman padi domestikasi jenis-jenis utama, yang
(Oryza sativa) melalui temuan sisa-sisa tersebar di tiga daerah utama, yaitu Cina,
butiran padi dan sekam padi yang Asia Barat Daya (termasuk Mesir),
berasosiasi dengan gerabah. Temuan ini Inter-Tropikal Amerika. Masing-masing
berangka tahun 2160 – 1700 SM. daerah utama membudidayakan jenis-
Diperkirakan bahwa domestikasi jenis tertentu, dan bahwa penyebaran
tanaman padi telah dimulai di kawasan tanaman budidaya tidak merata seperti
beriklim muson, yang memanjang dari yang diperkirakan banyak orang. Ada
India bagian timur laut, sebelah utara beberapa kawasan yang kaya dengan
Vietnam hingga mencapai sebelah keragaman tanaman budidaya, namun
selatan China. Bukti awal domestikasi demikian tidak sedikit pula yang miskin
tanaman padi ditemukan di situs Kiangsu dengan keanekaragaman jenisnya.
dan Chekiang di China, berangka tahun Sebagai contoh diketengahkan ketidak
3300 – 4000 SM. Bukti lain berupa sekam merataan kultivar gandum yang tersebar
padi yang digunakan sebagai temper di seluruh dunia. Di benua Eropa dan
gerabah yang ditemukan di Thailand Siberia, gandum yang ditanam umumnya
tahun 3500 SM turut memperkuat dugaan hanya beberapa kultivar saja. Berbeda
tentang domestikasi tanaman padi. dengan di Timur Tengah, terutama di
Anatoli, Palestina dan Syria, diketemukan

377
Eko Baroto Walujo

sejumlah kultivar gandum mulai yang kemampuan tumbuhan itu sendiri dalam
berkromosom diploid, tetraploid sampai mempertahankan dirinya. Tumbuhan
dengan heksaploid. Kemudian di telah dikumpulkan dari berbagai tempat
Afghanistan hanya ditemukan kultivar untuk bahan pangan yang mula-mula
gandum yang heksaploid saja, di sebagai tumbuhan liar, akan tumbuh
Mediterania hanya yang tetraploid saja. meliar ditempat-tempat pembuangan atau
Sebaliknya di Ethiopia ditemukan ratusan disekitar tempat pemukiman manusia
kultivar gandum. Pada akhir studinya purba di dekat dapur dan tumpukan
Vavilov (1926), mempertimbangkan sampah. Jenis itu kemudian tumbuh dan
pandangan ini dengan menggambarkan beradaptasi terhadap lingkungan yang
bahwa awal tanaman budidaya utama baru dan dipanen kembali. Terkait dengan
adalah daerah tropik dan sub-tropik, yang hipotesa ini, menguatkan pandangan
terdiri atas 11 atau 12 pusat awal, yang Kaplan et.al (2003) bahwa didalam
didasarkan pada konsep bahwa pusat disiplin etnobotani terdapat seperangkat
keanekaragaman ditetapkan sebagai asumsi hubungan antara pola perilaku
pusat awal/ asal-usul. Pusat-pusat awal dengan penataan sosio-kultural yang
atau asal-usul tanaman budidaya tersebut terintegrasi dalam bahasa, sistem kognitif,
berada di Cina, India, Indo-Malaya, Asia kaidah dan kode etik budaya tempatan.
Tengah, Timur Tengah, Mediteran, Dengan demikian maka didalam disiplin
Abesinia, Meksiko-Amerika Tengah, etnobotani, harus ada keterpaduan antara
Amerika Selatan, Chili dan Brasil- ranah etnologi dan botani untuk saling
Paraguay. mengisi dan menguatkan. Menurutnya,
Semua fakta yang terkait dengan kajian etnobotani dapat melakukan
pusat-pusat awal tanaman budidaya tadi evaluasi terhadap tingkat pengetahuan
senantiasa bersentuhan dengan aktifitas dan fase-fase kehidupan masyarakat
manusia. Sehingga dengan berkem- dalam kaitan dengan pemaknaan dan
bangnya tingkat sosial dan moral penggunaan tetumbuhan di dalam lingkup
manusia purba, mereka mulai memilih kehidupan sehari-hari.
jenis-jenis yang mereka sukai. Tumbuhan Filosofi yang mendasari pemikiran
tersebut kemudian akan berubah dari ahli etnobotani tentu bagaimana cara
status liar akan mengalami penjinakan pandang seorang ahli tumbuh-tumbuhan
dan karena adanya seleksi alam, akan (botanis) berlaku sebagai seorang
menurunkan variasi yang ada tetapi akan etnograf dan sebaliknya seorang etnolog
meningkatkan variasi baru karena mampu memahami tumbuhan, bagaikan
hibridisasi dan mutasi. seorang ahli botani. Oleh karena itu
Hipotesa “rubbish-heap hypo- bidang etnobotani sangat berkepentingan
these” yang diperkenalkan oleh mengikuti dari dekat perkembangan yang
Engelbrecht (1916) menganggap bahwa berlangsung baik di seputar persoalan
domestikasi tidak diciptakan manusia etnik maupun dalam ranah botani (Putra,
pertama, tetapi terjadi secara kebetulan 1985). Seterusnya Rifai & Walujo (1992),
yang berawal dari berkembangnya lebih merinci tentang pengertian disiplin

378
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

etnobotani harus mampu mengung- Kehutanan maupun Hortikultura yang


kapkan keterkaitan hubungan budaya banyak memperhatikan persoalan
masyarakat, terutama tentang persepsi perbanyakan, budidaya, pemanenan,
dan konsepsi masyarakat dalam pengolahan, ekonomi produksi, dan pasar.
memahami sumber daya nabati di Dengan demikian maka etnobotani
lingkungan dimana mereka bermukim. yang ideal harus mencakup semua aturan
Dengan demikian maka data etnobotani dan kategori yang pasti dikenali oleh
adalah data tentang pengetahuan botani masyarakat warga tempatan guna
masyarakat dan organisasi sosialnya, bertindak tepat dalam berbagai situasi
bukan data botani taksonomi, dan bukan sosial yang dihadapi sehari-hari dalam
pula data botani ekonomi atau cabang memahami, mengenali, memaknai dan
botani lainnya. Sasarannya adalah memanfaatkan sumber daya nabati di
membuat hasil-hasil penelitian etnobotani lingkungannya. Ekspresi dan pemaknaan
menjadi lebih akurat dan lebih replikabel pengetahuan masyarakat tentang sumber
dalam kerangka mereproduksi realitas daya botani tadi dilakukan guna
budaya seturut pandangan, penataan, dan menggambarkan suatu kebudayaan yang
penghayatan warga budaya dalam berimplikasi kepada definisi kebudayaan
mengenali, memaknai dan memanfaatkan sebagai suatu sistem pengetahuan atau
sumber daya nabati di lingkungan sistem ide.
budayanya. Ini berarti bahwa pemaparan Sejalan dengan pandangan Sturte-
etnobotani harus diungkapkan sehubu- vant (1961), kecenderungan pengetahuan
ngan kaidah konseptual, kategori, kode, masyarakat tersebut banyak berkaitan
dan aturan kognitif “tempatan” (emik) dengan struktur bahasa, aturan kognitif,
untuk kemudian secara taat asas kaidah dan kode di satu pihak, dengan
dibuktikan sehubungan dengan kategori pola perilaku serta penataan sosio-kultural
konseptual yang diperoleh dari latar di lain pihak. Disadari atau tidak
belakang ilmiah (etik). Sekalipun emik dan pengetahuan tadi pada hakikatnya
etik itu dibedakan atas dasar epistemologi, merupakan pusaka leluhur hasil uji coba
namun keduanya tidak ada kaitan dengan ratusan tahun yang tidak ternilai harganya,
metode penelitian, melainkan dengan karena memiliki banyak keunggulan sifat.
struktur penelitian. Dengan demikian Sayangnya pengeta-huan yang didasari
maka pengujian emik dan etik bukanlah kearifan masyarakat seringkali dianggap
bagaimana pengetahuan itu diperoleh, sebagai “ilmu tua” yang disakralkan
melainkan bagaimana pengetahuan itu sehingga tidak boleh diubah, diperbaiki,
divalidasi (Walujo 2009). Itulah sebabnya dikembangkankan, apalagi diinovasi.
penelitian etnobotani merupakan studi Kekonservatifan demikian membentuk
multidisiplin yang tidak hanya menyangkut opini bahwa masyarakat tradisional
disiplin Botani murni, seperti taksonomi, seolah-olah berjiwa statis, dan menolak
ekologi, sitologi, biokimia, fisiologi, tetapi dibawa maju apalagi berindustri yang
juga ilmu sosial terutama antropologi sarat dengan pengetahuan, ilmu, dan
budaya dan ilmu-ilmu lain dari Pertanian, teknologi (Rifai 2006).

379
Eko Baroto Walujo

Kerancuan Pengertian: etnobotani, Erat kaitan dengan kehidupan


Botani Ekonomi dan Etnoekologi masyarakat, terutama di pedesaan, upaya
Pada dasarnya etnobotani, botani penggunaan lahan, baik yang diolah
ekonomi dan etnoekologi memiliki satu secara langsung ataupun tidak langsung
bagian tinjauan yang sama yaitu manusia pada dasarnya berhubungan dengan
dengan lingkungan dalam sebuah pemanfaatan dan pelestarian keane-
kehidupan. Akan tetapi masing-masing karagaman hayati tumbuhan. Dari
memiliki cakupan, tujuan dan sudut pengertian ini, ketiga penelitian itu dapat
pandang yang berbeda. Etnobotani lebih dijalankan (penelitian enobotani,
memfokuskan penelitian pada perspektif penelitian botani ekonomi dan peneltian
manusia, alam dan tumbuh-tumbuhan etnoekologi). Hasil penelitian etnobotani
dalam konteks budayanya. Sedangkan di berbagai kebun, pekarangan dan
sudut pandang Botani Ekonomi, adalah tegalan dapat dipergunakan untuk
mempelajari bagaimana tumbuhan atau membuktikan kekerabatan berbagai
tanaman memiliki sifat dan kegunaan kultivar primitif pohon buah-buahan.
secara ekonomi bagi kehidupan Misalnya jenis-jenis kultivar lokal yang
masyarakat (Wickent 1990). Melalui dijumpai pada sistem huma di pedalaman
penelitian ini masing-masing jenis Sumatera dan Kalimantan. Beberapa
tumbuhan atau tanaman dikembangkan jenis diantaranya selain memiliki
sesuai dengan potensinya hingga kekerabatan yang cukup banyak,
mencapai hasil sesuai dengan yang ternyata juga memiliki nilai ekonomi
diinginkan. Dari sinilah pendekatan penting yang berguna untuk penelitian
ekonomi botani dijalankan. botani ekonomi. Jenis-jenis itu adalah
Keinginan manusia kadang-kadang durian (Durio zibethinus), rambutan
berlebihan, lebih sering tidak puas dengan (Nephelium lappaceum), duku (Lan-
apa yang dihasilkan oleh tumbuhan atau sium domesticum), mundu (Garcinia
tanaman. Sifat seperti ini mendorong dulcis), sentul (Sandoricum koetjapi),
manusia untuk mengeksploitasi tumbuhan perdu-perduan seperti rukam (Fla-
dan tanaman secara berlebihan. Semakin courtia rukam), pisang (Musa x
meningkat peradaban manusia, semakin paradisiaca), buni (Antidesma bunius),
meningkat pula kebutuhan dan tuntutan- tumbuhan liana, misalnya ubi-ubian
nya. Tanpa disadari manusia mengeks- (Dioscorea alata, D. penthaphylla, D.
ploitasi sumber dayanya secara hispida) dan kacang-kacangan, misalnya
berlebihan. Dampak negatif karena ulah kecipir (Psopocarpus tetragonolobus),
manusia ini akhirnya menimbulkan krisis kacang panjang (Vigna sinensis) serta
lingkungan yang pada beberapa dekade paria (Momordica charantia) dan terna
belakangan menawarkan sebuah rerumputan seperti jahe-jahean, jahe
pendekatan, yaitu etnoekologi. Tujuannya (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma
adalah membuktikan keabsahan secara domestica), dan serai (Cymbopogon
ekologi tentang pengelolaan alam nardus).
lingkungan oleh masyarakat.

380
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

Dalam berbagai penelitian Leubagat Koat layaknya Dewa Syiwa


etnoekologi, pola-pola adaptasi bercocok dalam agama Hindu. Ketiga, “Tai
tanam masyarakat tempatan di berbagai Kamanua”, dewa langit, sang pemberi
tipologi lingkungan alam atau lansekap hujan dan kehidupan. Ketiga dewa itulah
adalah contoh yang mudah dipahami. yang dipercaya oleh masyarakat Siberut
Lansekap hutan bagi masyarakat yang dalam menjaga keseimbangan alam
tinggal sekitarnya merupakan lingkungan (Romana 2006).
yang sangat penting bagi kehidupan. Jika orang Siberut lebih mengutama-
Oleh karena itu secara ekologi budaya, kan pengelolaan berdasarkan atas asas
hutan merupakan lingkungan fisik yang kepercayaan (religius), maka orang
keberadaannya perlu dikelola dengan baik Dawan di Pulau Timor, orang Dayak Iban
karena dipercaya merupakan tumpuan di pedalaman Kalimantan, dan orang
hidup dan wadah berkembangnya sistem Melayu Belitung dalam merepresen-
ekonomi, sosial dan budaya. Sesuai tasikan keseimbangan dengan cara
dengan prinsip yang ditetapkan secara mengenali dan membagi-bagi lingkungan
bersama, tidak hanya pada pengelolaan dalam satuan-satuan lansekap berdasar-
hutan, akan tetapi seluruh lansekap yang kan atas asas kepentingan, yaitu untuk
mereka kenali akan dikelola berdasarkan kegiatan bertani, berburu, dan meramu.
ketetapan bersama pula. Oleh karena itu pengenalan dan
Pengetahuan tentang “sabulu- pembagian satuan-satuan lingkungan itu
ngan” bagi masyarakat Siberut adalah mereka lakukan dengan sangat rinci.
salahsatu contoh kearifan lokal yang Masyarakat Atoni yang berbahasa
mewakli sebuah gambaran menyatunya Dawan di pulau Timor, mengenali
kehidupan manusia dengan alam. lingkungannya dengan membagi ke dalam
Kebersamaan dalam menetapkan tata satuan-satuan lansekap yang diciri oleh
aturan tentang pengelolaan lingkungan wanda (fisiognomi) vegetasi penutupnya
tidak sekedar membagi-bagi kawasan (Walujo 1990). Etnik Dawan mengenal
untuk berbagai kepentingan, semisal perlindungan hutan alami secara adat,
kawasan untuk pertanian, peternakan, yang dalam bahasa Dawan disebut nasi.
perburuan, dan pemukiman, akan tetapi Kawasan hutan yang menyatu dan
juga bermakna religius. Menurut orang dikeramatkan disebut kiuk tokok).
Siberut, ada tiga dewa yang dihormati Kedua lansekap tadi memberi cerminan
dalam ajaran sabulungan. Pertama “Tai tipe vegetasi asli di daerah itu. Di antara
Kaleleu”, yakni dewa hutan dan gunung. pola sebaran vegetasi asli ini terdapat
Pesta adat atau punen mulia yang mosaik lansekap lain yang berupa lahan
dilakukan sebelum berburu dipersembah- pertanian (lele dan po’an), padang
kan kepada dewa ini. Kedua adalah “Tai sabana (hu sona), dan pemukiman
Leubagat Koat”, yang merupakan dewa (kintal dan kuan).
laut atau dewa air. Air dihormati karena Setiap mosaik lansekap memiliki
memberikan kehidupan, tetapi kadang- karakter vegetasi penutup yang berbeda-
kadang juga menimbulkan badai. Tai beda. Pada lansekap yang asli, yang

381
Eko Baroto Walujo

dilindungi oleh kekuatan adat, vegetasi di manfaatkan kecuali hanya untuk


asli di dominansi oleh keluarga jeruk- kepentingan upacara adat. (2) Katuan
jerukan (Rutaceae) terutama Micro- atau hutan alas yang memang disediakan
mellum pubescens dan keluarga jarak- untuk tempat berburu, mencari gaharu,
jarakan (Euphorbiaceae) terutama damar dan kayu. (3) Lasi atau pelasian
Mallotus philippensis dan jenis adalah hutan yang khusus diperuntukkan
penunjang lain Ervatamia orientalis, untuk berladang, berkebun dan beternak.
Allophyllus cobbe, Paveta indica, (4) Hutan milik, adalah merupakan kebun
Ehretia accuminata, Wrightia calycina tanaman buah, pohon kayu, bambu, rotan
dan Schleichera oleosa. Diantara milik pribadi.
ratusan jenis yang dikenali oleh Praktik pengelolaan dan peng-
masyarakat Dawan beberapa jenis kayu organisasian satuan-satuan lansekap dari
memiliki nilai kultural dan ekonomi berbagai kelompok etnik yang diuraikan
penting. Jenis itu adalah matani di atas adalah menjadi bagian norma
(Ptrerocarpus indicus), haumeni kehidupan masyarakat lokal yang
(Santalum album), usapi (Schleicera terbentuk dari pengalaman empirik yang
oleosa), nunuh tili (Ficus benjamina), diulang-ulang kemudian berkembang
kabesak (Acacia leucophloea), kiu menjadi sistem religi dan pranata sosial
(Tamarindus indica) dan nek fui masyarakat. Pemaknaan terhadap
(Bombac ceiba). Bagian ini merupakan satuan-satuan lansekap tadi dilandasi
kajian yang sangat baik dalam perspektif atas keyakinan bahwa alam semesta
penelitian botani ekonomi. dengan segala isinya adalah ciptaan Yang
Dalam pengelolaan satuan lansekap, Maha Agung. Berdasarkan keyakinan
masyarakat Dayak juga mengenali terhadap alam semesta yang dihayati,
istilah-istilah yang menggambarkan maka mengembangkan pola-pola sikap
satuan-stauan lansekap, misalnya empaq perilaku memelihara, memanfaatkan dan
yang berarti hutan primer dan jekau mengelola alam yang berkelanjutan dan
berarti hutan sekunder (Soepardiyono lestari. Di kalangan komunitas etnik yang
1998). Di dalam kategori jekau ini masih harmonis ini, manusia merupakan
terdapat beberapa sub-kategori, yaitu bagian integral dari alam, serta perilaku
jekau jue (hutan sekunder tua), jekau penuh tanggung jawab, penuh sikap
buet (hutan sekunder muda ), jekau hormat dan peduli terhadap kelangsungan
metan (belukar), kelimeng (ladang kecil), kehidupan di alam semesta.
bekan (ladang yang baru ditinggalkan). Berdasarkan pengertian dan contoh
Sedikit berbeda sistem yang diprak- diatas maka ditinjau dari obyek yang
tekkan masyarakat Dayak Meratus di dipelajari oleh tiga disiplin keilmuan tadi
Kalimantan Selatan. Etnik ini membagi adalah sama yaitu manusia, alam,
wilayah hutan kedalam satuan-satuan lingkungan dan tumbuh-tumbuhan.
lansekap berdasarkan fungsinya, yakni: Ketiga tiganya memiliki keterkaitan satu
(1) pariyun, adalah hutan tempat hewan sama lain dan keterkaitan itu tidak
dan tumbuhan yang dilindungi, tidak boleh menunjuk pada hubungan satu cabang

382
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

ilmu merupakan bagian cabang ilmu Indonesia adalah sebuah Negara


lainnya. Botani ekonomi bukan yang memiliki karakteristik yang sangat
merupakan bagian dari etnobotani. Begitu unik. Selain kaya sumber daya alam,
pula bukan merupakan bagian dari Indonesia juga memiliki keanekaragaman
etnoekologi atau sebaliknya. Dalam kelompok etnis yang memiliki kehidupan
konteks ke Indonesiaan, prinsip dasar sosial yang unik dan budaya yang
semacam ini hendaknya menjadi berbeda. Kebhinekaan suku-suku bangsa
pegangan cara pandang para peneliti jika dipadukan dengan keanekaragaman
etnobotani, botani ekonomi dan hayati yang terdapat di berbagai
etnoekologi untuk melihat keaneka- kepulauan Indonesia, maka tidak
ragaman etnik di Indonesia. Cara mengherankan jika tumbuh berkembang
pandang seperti ini tidak hanya berbagai sistem pengetahuan tentang
memberikan pemahaman kita terhadap alam dan lingkungan. Keragaman sistem
flora yang khas Indonesia yang semakin pengatahuan lokal ini bergantung pada
banyak dikenali, tetapi yang lebih penting tipe ekosistem alam dan ekologi budaya
adalah bahwa perlu adanya kesadaran masyarakat, iklim terutama curah hujan,
bahwa pluralitas masyarakat Indonesia dan adat-istiadat yang dipercaya oleh
justru merupakan potensi tumbuhnya berbagai kelompok suku di Indonesia
ketahanan sosial dan budaya bangsa (Walujo et.al 1991).
Indonesia. Meskipun bangsa Indonesia sejak
dahulu kala hidup ditengah-tengah
Memahami Keanekaragaman Penge- kekayaan sumber daya alam, akan tetapi
tahuan dan Pemaknaan Tumbuhan. sejarah juga mencatat bahwa keba-
Disiplin ilmu etnobotani dan botani nyakan tanaman pangan dan tanaman
ekonomi memberi wawasan bahwa perdagangan berasal dari negara lain.
sumber daya tumbuhan memegang Kekayaan dan keanekaragaman jenis
peranan penting dalam memenuhi yang dimiliki bangsa Indonesia ini belum
kebutuhan dasar manusia, baik untuk memberikan dampak positif terhadap
mencukupi kebutuhan sandang, pangan, kesejahteraan masyarakatnya. Jumlah
kesehatan maupun papan. Dalam hal tumbuhan, hewan maupun mikroba yang
pangan, misalnya tercatat tidak kurang sudah diketahui potensi, kegunaan dan
dari 3000 jenis dari 200.000 jenis dimanfaatkan oleh masyarakat masih
tumbuhan berbunga dilaporkan ternyata sedikit. Baru sekitar 10% dari jumlah
sangat bermanfaat untuk pangan. Dari spesies tumbuhan di Indonesia yang
jumlah tersebut baru kira-kira 200 jenis telah dimanfaatkan oleh masyarakat
yang telah didomestikasi menjadi sebagai bahan pangan, tanaman hias,
tanaman budidaya. Sayangnya, pendu- obat-obatan, bahan bangunan, bahan
duk dunia saat ini hanya mengandalkan industri, dan lain-lainnya.
gandum, padi, jagung dan kentang Berbicara mengena jenis tumbuhan
sebagai pangan utama (Swaminathan berguna, Indonesia dan Indo-China
1981; Hawkes 1983; Sastrapradja 2006). dicatat sebagai pusat-pusat dunia tempat

383
Eko Baroto Walujo

asal tanaman budidaya. Vavilov, menurut selalu tersedia sepanjang tahun dan dapat
catatan Zeven & Zhukovsky (1967) langsung dipanen dari jenis liarnya.
Indonesia merupakan kawasan yang Dalam hal pangan, masyarakat
banyak ditemukan kerabat jenis-jenis liar Indonesia, mengenal padi sebagai sumber
yang berpotensi ekonomi. Jauh sebelum pangan utama, selain jagung dan ubi
penelitian Vavilov mengenai pusat asal kayu. Namun di berbagai tempat masih
tanaman budidaya, de Candolle telah ada yang mengandalkan sagu, ubi jalar,
menunjukkan bahwa terdapat tiga talas dan pisang sebagai sumber pangan
kawasan pertanian utama yaitu, Asia penting. Terkait dengan keanekaragaman
Selatan Barat, China, dan Amerika dalam pembudidayaan, ternyata
Tropika. Setelah itu Vavilov melanjutkan beberapa jenis tanaman pangan telah
penelitiannya mengenai pusat-pusat dunia mengalami evolusi, sejalan dengan
tentang tempat asal tanaman budidaya perkembangan budayanya. Dari sini
yaitu, Asia Selatan-Barat, Asia Tenggara terungkap bahwa perbaikan mutu
(termasuk Indonesia), Mediteranian, tanaman tadi nampaknya disesuaikan
Abisinia, dan Amerika. Indonesia, sebagai dengan kehendak dan kebutuhan
salahsatu pusat Asia Tenggara, versi masyarakat. Pada kasus masyarakat
Vavilov, atau pusat Indochina-Indonesia, tradisional, para “pembudidaya
versi Zeven dan Zhukovsky, atau lingkar tradisional” secara tidak sengaja telah
pulau-pulau selatan, versi Li Hui-Lin memilah-milah kultivar-kultivar unggul
(1970). untuk dibudidayakan secara turun
Menurut Vavilov, kawasan yang temurun. Contohnya, bermacam-macam
disebut di atas kaya akan jenis jahe- varietas padi lokal telah berkembang di
jahean, pisang, padi tebu, kacang- berbagai lahan di seluruh Indonesia sejak
kacangan (kara pedang, Canavalia ratusan tahun lalu. Tiap daerah memiliki
gladiata; benguk, Mucuna pruriens; varietas andalan, misalnya masyarakat
kecipir, Psophocarpus tetragonolobus; Dayak paling tidak mengenal varietas
petai, Parkia speciosa; jengkol, lokal pare bentian, pare kenyah,
Pithecellobium jiringa), bambu, kelapa, masyarakat Jawa Barat mengenal padi
ubi-gembili, mangga dll. Li juga sepakat varietas cianjur, Jawa Tengah dengan
dengan Vavilov bahwa di pulau-pulau rojo lele dan Jawa Timur dengan beras
nusantara merupakan pusat buah-buahan mentiknya (Sastrapraja 1998).
seperi manggis (Garcinia mangostana), Sementara itu hasil penelitian Walujo
rambutan (Nephelium lappaceum), dan (1994) menyebutkan bahwa di Wamena-
durian (Durio zibethinus), jeruk nipis Pegunungan tinggi Jayawijaya, Papua,
(Citrus aurantica). Li juga menambah- para pembudidaya tradisional, suku Dani,
kan bahwa, karena pada umumnya di sejak ratusan tahun melakukan kegiatan
kawasan pulau-pulau di lingkar selatan budidaya tanaman pangan. Dengan
selalu menghijau sepanjang tahun maka, segala aktivitas bertaninya, secara tidak
masyarakat tidak ada dorongan untuk sengaja mereka telah melahirkan
membudidayakan sayur-sayuran, karena berbagai kultivar lokal tanaman budidaya,

384
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

diantaranya 10 kultivar lokal pisang kemudian maju dengan pesat berkat


(Musa sp.), 4 kultivar lokal ubi yang ditemukannya teknik-teknik kromatografi
terdiri atas 3 jenis (Dioscorea alata, dan penentuan struktur molekul secara
Dioscorea aculeata, Dioscorea spektroskopi.
bulbifera), 3 kultivar lokal keladi yang Di Indonesia, penggunaan tumbuhan
dibedakan berdasarkan warna umbinya untuk obat tradisional merupakan salah
(Colocasia esculenta), 2 kultivar lokal satu mata rantai penting dalam membantu
buah merah (Pandanus conoideus), meningkatkan kesehatan masyarakat.
kelapa hutan (Pandanus juliatinus, Menyadari hal itu perlu diadakan
Pandanus brosimos), dan paling tidak penelitian secara ilmiah dan sistematis.
ada 5 kultivar lokal kecipir (Psopho- Data yang dicatat oleh Eisei Indonesia
carpus tetragonolobus). Variasi (1986) dalam bukunya Medicinal Herb
kultivar ini merupakan sumber plasma Index in Indonesia, disebutkan ada 7000
nutfah yang tidak ternilai harganya untuk jenis tanaman dan tumbuhan memiliki
kepentingan pengembangan sumber daya kasiat obat dan aromatik. Catatan
pangan lokal dan untuk pengembangan Koorders yang disitasi oleh Alrasyid
ilmu pengetahuan khususnya dalam (1991), juga menyebutkan bahwa hutan
bidang pertanian. Indonesia memiliki tidak kurang dari 9606
Sejalan dengan penggunaan jenis tumbuhan yang dikelompokkan ke
tumbuhan pangan, tumbuhan untuk dalam tanaman obat. Dari jumlah tersebut
kesehatan juga telah berlangsung sejak ternyata baru 3-4% yang telah berhasil
munculnya peradaban manusia dimuka dibudidayakan dan dimanfaatkan secara
bumi. Tradisi pengobatan ini dapat komersial. Selanjutnya menurut dokumen
ditelusuri kembali lebih dari lima milenia yang dimiliki Direktorat POM-
yang silam dengan munculnya dokumen Departemen Kesehatan RI (1991), baru
tertulis dari peradaban kuno Cina, India sekitar 283 jenis tanaman obat yang
dan di Timur Tengah. Dengan kata lain terdaftar dan digunakan oleh Industri
penggunaan tumbuhan untuk memenuhi Obat Tradisional di Indonesia (Pranoto
kebutuhan umat manusia dalam bidang 1999).
pengobatan adalah budaya yang sama Seiring dengan kemajuan zaman dan
tuanya dengan sejarah peradaban umat toleransi masyarakat terhadap masuknya
manusia. Penggunaan ramuan tumbuhan kebudayaan luar menyebabkan secara
secara empirik, berlangsung selama perlahan jenis-jenis tanaman asing
beberapa abad diiukuti oleh penemuan melebur dalam kehidupan sehari-hari
beberapa senyawa bioaktif. Penemuan pelbagai suku bangsa kita. Masuknya
alkaloid morfin, striknin dan kuinin pada kebudayaan Hindu dan Budha membuat
awal abad ke 19 merupakan era baru leluhur bangsa Indonesia mulai
dalam penggunaan tumbuh-tumbuhan menyadari gatra estetika tetumbuhan.
sebagai bahan obat dan hal ini merupakan Mereka mencoba memperkenalkan
titik awal penelitian tumbuh-tumbuhan makna dan arti tanaman seroja
obat secara modern. Dunia kefarmasian (Nelumbium nuciferae) dan pohon bodi

385
Eko Baroto Walujo

(Ficus religiosa) sebagai pohon suci. terangkum dalam ekosistem pekarangan


Bagi orang Hindu, tumbuh-tumbuhan dan taman-taman kota, turut andil dalam
hampir selalu hadir dalam dunia ritualnya. pengembangan tanaman hias. Karena
Tiga komponen bagian tumbuhan yang factor-faktor itu maka elemen pendukung
digunakan sebagai sarana upacara ritual tanaman menjadi pertimbangan yang
pemujaan. Segala bunga yang dipersem- penting. Menurut Hasim (2009),
bahkan saat uacara merupakan simbol keindahan visual tanaman dapat dilihat
kesucian dan ketulusan saat melakukan berdasarkan bentuk percabangan, bentuk
yajna, segala dedaunan yang dirangkai keseluruhan, tekstur, warna, dan aroma.
dalam bentuk banten merupakan simbol Misalnya ketapang (Terminalia
tumbuh dan berkembangnya pikiran yang catappa), yangliu (Salix babylonica),
suci, dan berbagai buah dan makanan kecubung (Datura sp.) adalah contoh
yang disajikan di dalam banten tanaman dengan system percabangan
merupakan simbol para ilmuwan surga yang menarik. Tanaman dengan aroma
(Miartha, 2004). Tidak hanya Hindu, daun yang segar, misalnya daun dilem
kebudayaan Islampun memperkenalkan (Pogostemon cablin), pandan wangi
delima (Punica granatum), kurma (Pandanus amarillifolius). Tanaman
(Phoenix dactylifera), salam koja dengan bunga harum, misalnya mawar
(Clausena sp.) dan kemudian orang (Rosa hybrida), melati (Jasminum
China membawa shio (Michelia figo), sambac), cempaka (Michelia champa-
lobak (Raphanus sativus), dan teh ca). Belum lagi dengan pohon-pohon
(Camelia sinensis). Sedangkan pinggir jalan seperti kiara payung
kedatangan bangsa Eropa membawa (Filicium decipiens), tanjung (Mimu-
tidak kurang dari 2000 jenis seperti sops elingi), mahoni (Switenia
jagung, buncis, kentang, cabai, ubi kayu, mahagoni), angsana (Pterocarpus
kelapa sawit, karet, kopi dan tanaman indicus), kenari (Canarium spp.), asam
hias (Rifai 1988, 1988a, 1989). jawa (Tamarindus indica) dan banyak
Akhir-akhir ini, penggunaan tumbu- lagi jenis lainnya. Tidak terkecuali
han dan tanaman untuk tanaman hias tanaman hias di pekarangan yang jenis-
meningkat secara drastis, sejalan dengan jenis tanaman hias yang dikembangkan
tumbuhnya kesadaran akan lingkungan erat kaitannya dengan individu
hidup yang sehat. Upaya untuk pemiliknya.
mempopulerkan dan mengembang-kan Akhirnya, praktik pengorganisasian
tanaman hias disadari bahwa komodite satuan-satuan lansekap dan pemanfaatan
ini mendatangkan nilai ekonomi yang tetumbuhan merupakan pengetahuan
cukup menggembirakan. Kehadiran dan yang telah teruji secara empirik dan
perkembangan keanekaragaman tana- menjadi bagian norma kehidupan
man hias tidak luput dari perkembangan masyarakat lokal. Pemaknaan terhadap
lingkungan hijau di perkotaan dan satuan-satuan lansekap beserta
pekarangan. Faktor estetika, kenikmatan, keanekaragaman sumber daya hayati tadi
kebahagiaan, kenyamanan yang dilandasi atas keyakinan bahwa alam

386
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

semesta dengan segala isinya adalah kemanusiaan, terutama bagi pemba-


ciptaan Yang Maha Agung. Berdasar- ngunan bangsa. Jenis-jenis tumbuhan
kan keyakinan terhadap alam semesta baik liar maupun budidaya, merupakan
yang dihayati, menumbuhkan pola-pola sumber seluruh sumber daya biologi,
sikap perilaku memelihara, meman- tempat manusia mendapatkan seluruh
faatkan dan mengelola alam yang kebutuhan hidup, baik untuk kebutuhan
berkelanjutan dan lestari. Di kalangan makan, kesehatan maupun produk
komunitas etnik yang masih harmonis ini, industri. Oleh karena itu penelitian
manusia merupakan bagian integral dari etnobotani dilakukan dalam kaitan dengan
alam, serta perilaku penuh tanggung konservasi (pemanfaatan berkelanjutan)
jawab, penuh sikap hormat dan peduli yang menjadi bagian prinsip hidup hakiki
terhadap kelangsungan kehidupan di alam karena mampu menghasilkan manfaat
semesta. ekonomi dan pembangunan bangsa
Dalam konteks inilah maka (national building).
keseluruhan satuan-satuan lansekap Opini masyarakat yang memper-
beserta keanekaragaman unsurnya akan tentangkan kekhasan dan keunikan
mampu menjaga kestabilan ekosis- pengetahuan masyarakat lokal dengan
temnya. Ini semua akan menghasilkan kemajuan spektakuler ilmu pengetahuan
ketahanan lingkungan yang menjamin dan teknologi perlu disikapi penuh
terjelmanya pertumbuhan kesejahteraan kearifan. Logika berfikir yang mendasari
mayarakat serta dalam jangka panjang penelitian etnobotani, etnoekologi dan
memapankan kemajuan kebudayaan botani ekonomi diharapkan mampu
bangsanya. Prinsip seperti ini sebaiknya mempersandingkan dan bahkan
menjadi cara pandang melihat keaneka- menguak pengetahuan masyarakat untuk
ragaman etnik di Indonesia yang tidak dijadikan sebagai dasar dalam
hanya memberikan pemahaman pengembangan ilmu pengetahuan dan
terhadap flora yang khas Indonesia yang teknologi. Oleh karena itu bidang
semakin banyak dikenali, tetapi yang keilmuan etnobotani, etnoekologi dan
lebih penting adalah bahwa perlu adanya botani ekonomi harus dikembangkan
kesadaran bahwa pluralitas masyarakat menjadi sebuah bidang kajian interdisiplin
Indonesia justru merupakan potensi yang menggambarkan gabungan
tumbuhnya ketahanan sosial dan budaya etnoscience dan ilmu pengetahuan alam
bangsa Indonesia. untuk meninjau hubungan antara manusia
dan lingkungannya terutama yang
KESIMPULAN menyangkut sumber daya tumbuhan.
Oleh sebab itu, dalam mensikapi hal ini
Prinsip dasar ekologi dalam perlu ada kesepakatan bahwa
penelitian etnobotani menjadi bagian memahami budaya pengetahuan, ilmu,
penting dalam konteks pengungkapan dan teknologi merupakan sebuah prasarat
keanekaragaman hayati tumbuhan bagi untuk pengembangan inovasi teknologi
kelangsungan hidup manu-sia dan dan pembangunan ekonomi. Dengan

387
Eko Baroto Walujo

demikian kekhasan masing-masing han Obat dan Aromatik. Kehati,


kelompok etnis dengan keunikan LIPI, APINMAP, UNESCO,
pengetahuannya tidak perlu diperten- JICA.
tangkan dengan kemajuan spektakuler Cuff, EC. & GCF. Payne. 1980.
pengetahuan, ilmu dan teknologi yang Perspective in Sociology. London:
dewasa ini sedang mengemuka. George Allen and Unwin. Bab I
Kearifan lokal yang tumbuh dalam dan V.
interaksi manusia dengan manusia, atau Castetter, EF.1944. The domain of
manusia dengan lingkungan dan Etnobiology. American Naturalist:
sebaliknya, pada hakekatnya adalah demi 1 – 78.
mencari solusi konstruktif jangka Engelbrecht, T. 1916. Über die
panjang. Keseluruhan proses ini sejalan Entstehung eineger feldmässig
dengan para ilmuwan dalam meniliti angebauter Kulturpflanzen, Geogr.
melakukan kegiatan mengamati, Z, pp. 328-334; quoted by
menirukan, dan memberikan nilai tambah Darlington, C.D. (1963). Chromo-
terhadap persoalan lingkungan beserta some Botany and the Origins of
fenomena yang ada di dalamnya. Bila Cultifated Plants. (2nd ed).
kesadaran/kognitif seperti ini dipertajam London.
dengan hasil kerja Iptek “modern”, Harlan, JR. & de Wet. 1965. Some
sangat diyakini bahwa pola relasi dan thoughts about weeds, Econ. Bot.
rekayasa manusia Indonesia dengan 19. Pp. 16-24.
lingkungan bisa berlangsung secara lebih Hawkes, J.1983. The Diversity of Crop
mantap dan langgeng. Bumi tidak akan Plants. Harvard University Press,
melupakan keramahan bila kita tidak lupa Cambridge Mass. 184 pp.
untuk mengembangkan kearifan leluhur Harshberger, JW.,1895. Some ideas.
saat hidup menumpang di dalamnya. Oleh Philadelphia Evening Telegram.
karena itu terdapat beberapa sumber December 5
pokok intelektual yang diketahui memiliki Harshberger, JW. 1896. The purpose of
andil dalam penelitian etnobotani, yaitu Ethnobotany. Amer. Antiquarian .
etnoscience, etnoekologi, ekologi manusia 17:2.
dan geografi lingkungan. Hasim, Iin (2009). Tanaman Hias
Indonesia. Penerbit Penebar
Swadaya. Cimanggis, Depok.
DAFTAR PUSTAKA IBSAP.2003. Indonesia Biodiversity
Strategy and Action Plant.
Achmad, SA, EH. Hakim, L. Makmur, BAPPENAS.
D. Mujahidin, YM Syah &LD. Kaplan, D & RA. Manners 2003. Teori
Yuliawati. 2002. Strategi Untuk Budaya (terjemahan) Landung
Obat-obatan yang Berasal dari Simatupang. Pustaka Pelajar. Edisi
Tumbuh-tumbuhan. Prosiding III. 294 hal.
Simposium Nasional II Tumbu-

388
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

Li, Hui-Lin. 1970. The Origin of Majalah Interior, Taman &


Cultivated Plants in Southeast Lingkungan. 66: 57-59.
Asia. Econ. Bot. 24: 3-19. Rifai, MA. 1988. Landasan Citra dan
Miartha, IW. 2004. Dunia Flora dalam Jatidiri Kebun Indonesia: Modal
Perspektif Ajaran Hindu. Prosiding Sumber Daya yang Tersedia.
Seminar Konservasi Tumbuhan ASRI, Majalah Interior, Taman &
Upacara Agama Hindu. UPT Balai Lingkungan. 66: 87-90.
Konservasi Tumbuhan Kebun Rifai, MA. 1989. Landasan Citra dan
Raya Eka Karya Bali. 7 Oktober Jatidiri Kebun Indonesia: Pengaruh
2004. Dari Tamadun Timur. ASRI,
Plotkin, MJ. 1991. Traditional knowledge Majalah Interior, Taman &
of medicinal plants the search for Lingkungan. 76: 34-35.
new jungle medicines. In Akerele, Rifai, MA. 2006. Pengembangan Praktik
O.Heywood, H.& Synge, H. (Eds). Iptek dalam Kehidupan Tradisional:
The conservation of medicinal Kasus Manusia Madura. Doc.
plants. Cambride University. Rifai. Herbarium Bogoriense.
Press, Cambride. Romana, F. 2006. “Sabulungan”, Keari-
Poesponegoro, MD & N.Notosusanto. fan Mentawai Menjaga Hutan.
2008. Sejarah Nasional Indo- www.kompas.com/kompas-cetak/
nesia I. Edisi Pemutakhiran. 0605/22/tanahair.
Cetakan ke 2. Jakarta: Balai Sastrapradja, D, S. Adisoemarto, K.
Pustaka. Kartawinata., S. Sastrapradja, &
Pranoto, G. 1999. Potensi dan strategi MA. Rifai. 1989. Keanakeragaman
industrialisasi obat tradisional Hayati untuk Kelangsungan Hidup
Indonesia. Makalah dalam Seminar Bangsa. Puslitbang Bioteknologi-
Nasional Pendayagunaan potensi LIPI.
Obat Tradisional Indonesia sebagai Setijati, S. 1998. Sumber Daya Hayati
Unsur dalam Sistem Pelayanan untuk Ketahanan Pangan Indo-
Kesehatan. BPPT, 9 Maret 1999. nesia, dalam Sumber Daya Alam
Putra, HSA. 1985. Etnosians dan sebagai Modal dalam Pemba-
etnometodologi: sebuah perban- ngunan Berkelanjutan. LIPI.
dingan. Masyarakat Indonesia. Setijati, S. 2006. Mengelola Sumber
Majalah Ilmu-ilmu Sosial Daya Tumbuhan di Indonesia,
Indonesia. 12 (2): 103-134. Mampukah Kita?. Enam Dasa-
Renfrew, JW 1976. Palaeoethnobotany. warsa Ilmu dan Ilmuwan di
The prehistoric food plants of the Indonesia. Naturindo. 209 – 232.
near East and Europe. Columbia Soepardiyono. 1998. Pengetahuan
Univ. Press, New-York. Keanekaragaman Tumbuhan dan
Rifai, MA. 1988. Landasan Citra dan Pemanfaatan Satuan Lansekap
Jatidiri Kebun Indonesia:Akar Masyarakat Etnis Dayak di Taman
Sejarah Pertamanan Kita. ASRI, Nasional Bentuan Karimun dan

389
Eko Baroto Walujo

Sekitarnya. [Thesis]. Program Pendidikan dan Kebudayaan,


Studi Biologi, Program Pasca Dirjen Pendidikan Tinggi, Direkto-
Sarjana. Universitas Indonesia rat Pembinaan Penelitian dan
Smith, C.E.Jr. 1986. Import of Pengabdian Masyarakat. 173 – 176
palaeo ethnobotanical facts. Econ. Walujo, EB. 1994. Masyarakat Mukoko
Bot. 40 : 267-278. di Lembah Balim Irian Jaya: Suatu
Sturtevant, WC. 1961. Taino agricul- Tinjauan Etnobotani. Dalam
ture in J. Wilbert (ed) The Pembangunan Masyarakat
evolution of horticultural pedesaan: Suatu Telaah Analitis
systems in native South America, Masyarakat Wamena, Irian
Antropologica Supplement Public, Jaya. Pustaka Sinar Harapan 119
2, Caracas: Soc. De Ciencias – 130 p.
Naturales La Salla, 69-82. Walujo, EB. 2004. Pengumpulan Data
Swaminathan, MS. 1981. Building a Etnobotani. Pedoman Pengum-
National Food Security System. pulan Data Keanekaragaman
Indian Environment Society, New Flora. Pusat Penelitian Biologi –
Delhi. 138 pp. LIPI. Bogor.
Vavilov, NI. 1926. Studies on the Origin Walujo, EB. 2007. Penggalian Kearifan
of Cultivated Plants. Bull. Budaya Lokal dalam Pengemba-
Appl.Bot. 16 (2): 139 – 248. ngan Ilmu Pengetahuan dan
Walujo, EB. 1989. Sili, Rumah Tinggal Teknologi. Paper dipresen-
Suku Dani di Lembah Baliem. tasikan dalam Seminar Bahasa
ASRI, Majalah Interior, Taman & dan Sastera, Sidang ke 46
Lingkungan. 76: 36-39. MABBIM dan Sidang ke 12
Walujo, EB. 1990. The Spatial Envir- MASTERA. Kuala Lumpur-
onmental Organization and the Life Malaysia, 13-14 Maret 2007.
of Dawan People in Timor, Walujo, EB., AP. Keim & MJ.
Indonesia. Makalah dalam Second Satsuitoeboen. 2007. Kajian
International Conggress of Etnotaksonomi Pandanus conoi-
Ethnobiology. Kunming (China), deus Lamarck untuk Menjem-
22-26 Oktober 1990. batani Pengetahuan Lokal dan
Walujo, EB., H.Soedjito, EA. Widjaja & Ilmiah. Berita Biologi 8 (5): 391-
MA. Rifai. 1991. Penguasaan 404.
Etnoekologi Secuplikan Masyara- Walujo, EB. 2009. Etnobotani: Memfa-
kat Etnis di Indonesia. Makalah silitasi penghayatan, pemutakiran
Utama pada KIPNAS V. LIPI pengetahuan dan kearifan lokal
1991. dengan mengguna-kan prinsip-
Walujo, EB.1992. Keterintegrasian Ilmu prinsip dasar ilmu pengetahuan.
Sosial dengan Ilmu-ilmu Lain di Prosiding Seminar Enobotani IV.
Indonesia. Bunga Rampai Meto- Cibinong Science Center-LIPI, 18
dologi Penelitian. Departemen Mei 2009.

390
Sumbangan Ilmu Etnobotani dalam Memfasilitasi Hubungan

Wikens, GE. 1990. What is economic


botany. Econ. Bot. 44 (1): 12-28
Zeven, AC. & PM. Zhukovsky. 1967.
Dictionary of the Cultivated
Plants and Their Centre of
Diversity. Centre for Agricultural
Publishing and Documentation.
Wageningen 219 pp.

Memasukkan: Juni 2011


Diterima: Agustus 2011

391

Vous aimerez peut-être aussi