Vous êtes sur la page 1sur 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu semua
keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan mudah. Dan merupakan
kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang pada ilmu.
Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas penyakit, kelaparan,
kemiskinan, dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga
manusia bisa merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan,
komunikasi, dan lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu
manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan ilmu. Dalam Islam, umatnya
diwajibkan untuk menuntut ilmu. Karena seseorang yang mempunyai ilmu derajatnya lebih
tinggi dan dihormati oleh masyarakat. Dan ilmu mempunyai banyak nilai kegunaan seperti
dokter yang memeriksa pasien, teknisi yang mengatasi masalah mesin, akuntan yang
mengurus administrasi di suatu perusahaan, dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa
ilmu mempunyai banyak fungsi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Dalam makalah yang berjudul fungsi ilmu dalam perspektif filsafat islam (aksiologi
islam) yang di dalamnya membahas nilai kegunaan dan fungsi ilmu menurut pandangan
agama islam. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
B. Rumusan masalah
1. Apa Pengertian Aksiologi
2. Apa saja Ruang Lingkup atau Obyek Kajian Aksiologi Filsafat Islam
3. Bagaimana Pandangan Umat Islam mengenai Ilmu
4. Bagaiman Fungsi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Aksiologi
2. Untuk Mengetahui Ruang Lingkup atau Obyek Kajian Aksiologi Filsafat Islam
3. Untuk mengetahui Pandangan Umat Islam Mengenai Ilmu
4. Untuk Mengetahui Fungsi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.
Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan
yang diperoleh.1 Menurut Richard Bender nilai adalah sebuah pengalaman yang
memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan
yang diakui bertalian, atau yang menyumbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan
demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang
senantiasa bertambah.
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makro
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai kawasan sosial, kawasan simbolik, ataupun fisik materiil. 2 Definisi
lain mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan
mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya,
membinanya di dalam kepribadian peserta didik. 3Dengan demikian aksiologi adalah salah
satu cabang filsafat yang mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu
ilmu.
Berdasarkan dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat dipahami ilmu pengetahuan
mengandung nilai, dan kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang dikandungnya bukan untuk
kebesaran ilmu pengetahuan semata yang berdiri hanya mengejar kebenaran obyektif yang
bebas melainkan selalu terikat dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan
kebahagiaan umat manusia.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama
adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang aksiologi (nilai)
dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.

B. Ruang Lingkup atau Obyek Kajian Aksiologi Filsafat Islam


Dalam aksiologi, ada dua penilaian yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
1. Etika
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika
merupakan bagian dari filsafat yang mempersoalkan penilaian manusia dari sudut baik dan
buruk. Perbuatan manusia senantiasa mendapat penilaian baik dan buruk.
Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral persoalan.
Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung jawab, baik tanggung jawab
terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan sebagai sang pencipta.
Dalam pembahasan kefilsafatan islam istilah etika disejajarkan dengan istilah akhlak.
Dalam pembahasan kefilsafatan islam istilah Etika disejajarkan dengan istilah Akhlak. Dalam
pemikiran akhlaknya Ibnu Bajjah membagi perbuatan-perbuatan manusia ke dalam dua jenis,
yaitu:
a. Perbuatan yang timbul dari motivasi naluri dan hal-hal lain yang berhubungan dengan-
Nya, baik dekat ataupun jauh.
b. Perbuatan yang timbul dari pemikiran yang lurus dan kemauan yang lurus dan yang yang
bersih dan tinggi, dan bagian ini disebut perbuatan perbuatan manusia.4
Etika menurut al-Ghozali secara sekaligus dapat kita lihat pada teori tasawufnya dalam
bukunya Ihya’ Ulumuddin. Dengan kata lain, filsafat etika al-Ghazali adalah teori
tasawufnya. Mengenai tujuan pokok dari etika al-Ghazali kita temukan pada semboyan
tasawuf yang terkenal : al-Takhalluq bi-Akhlaqillah ‘ala taqothil Basyathiyyah, atau pada
semboyannya yang lain, al-Shifatir-Rahman ‘ala Taqhathil Basyathiyah.
Maksud semboyan itu adalah agar manusia sejauh kesanggupannya meniru-niru
perangai dan sifat-sifat ketuhanan seperti pengasih, penyayang, pengampun dan sifat-sifat
yang disukai Tuhan,sabar jujur, takwa, zuhud, ihlas beragama dan sebagainya. Al-Ghazali
dalam pemikiran etikanya melihat sumber-sumber kebaikan manusia itu terletak pada
kebersihan rohaninya dan rasa akrabnya [taqarrub] terhadap Allah. Bagaimana cara
bertaqarrub kepada Allah itu, Al-Ghazali memberikan beberapa cara latihan yang langsung
mempengaruhi rohani. Diantaranya yang terpenting ialah al-murabaah, yakni merasa diawasi
terus oleh Allah, dan al-muhasabah , yakni senantiasa mengoreksi diri sendiri. Menurut Al-
Ghazali, kesenangan itu ada dua tingkat yaitu kepuasan dan kebahagiaan [lazat dan saadah].
Kepuasan adalah ketika kita memgetahui kebenaran sesuatu. Bertambah banyak mengetahui
kebenaran itu, bertambah banyak merasakan kebahagiaan.
Akhirnya kebahagiaan tertinggi itu ialah mengetahui kebenaran sumber dari segala
kebahagiaan itu sendiri. Itulah yang disebut ma’rifatullah, yaitu mengenai adanya Allah tanpa
syak sedikit juga, dan dengan penyaksian hati yang sangat yakin [musyahadatulgilbi].
Apabila sampai pada penyaksian itu manusia akan merasakan suatu kebahagiaan yang begitu
memuaskan sehingga sukar dilukiskan.

2. Estetika
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-
pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas
prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk, dan lain-lain.
Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Pembahasan lebih lanjut mengenai
estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap
sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat
dengan filosofi seni.
Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi penilaian
terhadap sesuatu, indah atau tidak indah. Estetika disebut juga dengan istilah filsafat
keindahan. Estetika merupakan bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai
keindahan. Keindahan mengandung arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-
unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh
menyeluruh. Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan semata-mata bersifat selaras
serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai kepribadian.
Sebenarnya keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu
yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi, matahari
memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita merasaakan kenikmatan.
Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah tetapi kita mengalaminya dengan
perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat
objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal
sebenarnya tetap merupakan perasaan.
Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan dengan sifat-sifat
subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai bersifat objektif. Andaikan kita
sepakat dengan kaum materialis bahwa yang namanya nilai keindahan itu merupakan reaksi-
reaksi subjektif. Serupa orang yang menyukai lukisan abstrak, sesuatu yang semata-mata
bersifat perorangan. Jika sebagian orang mengaggap lukisan abstrak itu aneh, sebagian lagi
pasti menganggap lukisan abstrak itu indah. Karena reaksi itu muncul berdasarkanselera.
Berbicara mengenai penilaian terhadap keindahan maka setiap dekade, setiap zaman itu
memberikan penilaian yang berbeda terhadap sesuatu yang dikatakan indah. Jika pada zaman
romantisme di Prancis keindahan berarti kemampuan untuk menyampaikan sebuah
keagungan, lain halnya pada zaman realisme keindahan mempunyai makna kemampuan
untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di Belanda pada era de Stijl keindahan
mempunyai arti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang juga kemampuan
mengabstraksi benda.
Pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai sensoris yang dikaitkan
dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan mempersoalkan pula teori-teori mengenai
seni. Dengan demikian, estetika merupakan sebuah teori yang meliputi:
a. Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah;
b. Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang mendasari seni
c. Pengalaman yang bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaan
seni, penilaian terhadap seni dan perenungan atas seni.
Perkembangan lebih lanjut menyadarkan bahwa keindahan tidak selalu memiliki rumusan
tertentu. Ia berkembang sesuai penerimaan masyarakat terhadap ide yang dimunculkan oleh
pembuat karya. Karena itulah selalu dikenal dua hal dalam penilaian keindahan, yaitu indah,
suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan dan jelek, suatu
karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak
biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan
keindahan.
C. Pandangan Islam Mengenai Ilmu
Ilmu berasal dari Bahasa Arab ‘Alima- yu’limu ‘Ilman yang artinya tahu, atau
mengetahui. Menutrut istilah ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
Menuntut ilmu dalam ajaran Islam, adalah suatu yang sangat diwajibkan bagi setiap
Muslim, apakah itu menuntut ilmu agama atau ilmu pengetahuan lainnya. Terkadang orang
tidak menyadari betapa pentingnya kedudukan ilmu dalam kehidupan ini. Namun
kebanyakan dari manusia, mereka lebih mengutamakan harta benda dibandingkan ilmu yang
sebenarnya. Harta benda itu sendiri dapat habis dengan sekejap jika ia tak memiliki ilmu
untuk tetap memeliharanya sebagai titipan Allah SWT, bahkan dapat menjadi malapetaka
bagi pemiliknya. Sebaliknya dengan ilmu, ia akan bertambah terus yang tidak pernah habis-
habisnya sebagai kunci untuk memperoleh apa yang dicita-citakan dalam hal duniawi
ataupun ukhrawi yang harus direalisasikan dengan usaha dan mengamalkannya.
Di dalam al-Qur’an banyak sekali ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu.
Bahkan wahyu yang pertama turun yaitu surat Al-alaq yang memerintahkan manusia untuk
membaca dan menulis/ mengajarkan dengan pena. Hal itu menjadi bukti bahwa ilmu
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam ajaran islam. Seseorang yang mempunyai
ilmu maka derajatnya akan ditinggikan oleh Allah dan dihormati di mata masyarakat.
D. Fungsi Ilmu dalam Perspektif Filsafat Islam
Untuk mengetahui kegunaan filsafat untuk apa, kita dapat memulainya dengan melihat
filsafat sebagai tiga hal. Pertama, filsafata sebgai kumpulan teori. Kedua, filsafat
sebagai pandangan hidup. Ketiga, filsafat sebagai metode pemecahan masalah. 5
Sejak awal kehadirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar
kepada ilmu. Wahyu pertama yang diturunkan pada Rasulullah Muhammad adalah iqra' atau
perintah untuk membaca. Jibril memerintah Muhammad untuk membaca dengan menyebut
nama Tuhanmu yang menciptakan. Jadi, dari kata iqra' inilah, umat Islam diperintah untuk
membaca yang kemudian lahir makna untuk memahami, mendalami, menelaah,
menyampaikan, maupun mengetahui dengan dilandasi bismi rabbik, dalam arti, hasil-hasil
bacaan dan pemahaman itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan. Al Qur’an dan
hadits kemudian dijadikan sebagai sumber ilmu yang dikembangkan oleh umat Islam dalam
spectrum yang seluas-luasnya.
Ilmu harus terbuka pada konteknya, dan agama yang menjadi konteksnya itu. Agama
mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam dan
memahami eksistensi Allah, agar manusia menjadi sadar akan hakikat penciptaan dirinya,
dan tidak mengarahkan ilmu pengetahuan hanya pada praksisnya atau kemudahan- Ilmu
dalam sejarah tradisi Islam tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, melainkan
pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas
ilmu harus mendapat tempat yang utuh. Eksistensi ilmu bukan saja untuk mendesak
pengetahuan, melainkan kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk
kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada Yang Maha Pencipta.
kemudahan pada material duniawi. Solusi yang diberikan Al Qur’an terhadap ilmu
pengetahuan yang terikan dengan nilai adalah dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan
pada jalur semestinya, sehingga ia menjadi berkah dan rahmat bagi manusia dan alam, bukan
sebaliknya membawa mudharat atau penderitaan.
Ilmu tidaklah bebas nilai, karena antara logika dan etika harus berdialektika, jadi bukan
hanya penggabungan ilmu dan agama saja. Akal digunakan dengan mengoperasionalkan
otak, berusaha mencari kebenaran sesuai dengan kemampuan ilmu pengetahuan masing-
masing. Hal ini akan menimbulkan logika yang menjadikan manusia sebagai seorang
intelektual atau ilmuwan. Dalam Islam, ilmu senantiasa didasarkan pada Al Qur'an agar tidak
bebas nilai. Nilai dalam Islam tidak berdasarkan sesuatu adat dan budaya tetapi berdasarkan
wahyu dan kehendak Allah. Melakukan yg wajib adalah diperintah oleh Allah dan
disukaiNya sehingga mendapat ganjaran kebajikan. adapun jika melakukan yang haram dan
dibenci oleh Allah maka pantas baginya balasan yang buruk.
Seorang ilmuwan muslim tidak hanya diharapkan berkata benar,namun juga baik,indah dan
bernilai, misalnya jika seorang ilmuwan sekuler berkata bahwa untuk bebas dari penyakit
kelamin harus memakai kondom jika berhubungan dengan pelacur, maka ilmuwan muslim
berkata bahwa berhubungan dengan pelacur itu dilarang dalam islam. Contoh lain dari
kebenaran akal yang tidak beretika moral misalnya menceraikan istri yang tidak dapat
memberi anak, sistem perang atau jihad yang tidak berperikemanusiaan, menampar murid
yang tidak bisa menjawab soal, dan lainnya.
Prinsip-prinsip semua ilmu dipandang oleh kaum muslimin berada dalam Al Qur'an,
dan Al Qur'an dan hadits menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan ilmu dengan
menekankan keutamaan menuntut ilmu, dan pencarian ilmu apapun pada akhirnya bermuara
pada penegasan tauhid. Dalam perjalanan ilmu dalam dunia Islam, para ilmuwan Muslim
berangkat dari membaca Al Qur'an dalam proses penemuannya, misalnya Abu Musa al Jabir
ibn Hayyan , Muhammad ibn Musa al Khawarizmi, Tsabit ibn Qurrah , Ibn Sina, Al Farabi,
Ibn Batutah, Ibn Khaldun ,dan masih banyak tokoh lainnya.
Islam juga mengatur bagaimana seseorang mengamalkan ilmu pengetahuan yang telah
didapat, dan hendaknya sesuai dengan hal-hal berikut ini:
1. harus tepat sasaran, dan bertujuan untuk kemaslahatan manusia sesuai dengan spirit
syari’at Islam itu sendiri yang dibangun di atas azas maslahat (al_Masali al-mursalah),
sehingga ilmu pengetahuan menjadi sarat nilai dan tidak bebas nilai
2. Tidak digunakan dalam rangka melanggar syari’at Islam, sehingga merugikan orang
lain, sebagaimana dikatakan: “Barang siapa yang bertambah ilmunya dan tidak bertambah
pula petunjuk Allah, niscaya ia semakin menjauh dari Allah”; Dan dalam hikmah Arab
disebutkan: “Ilmu pengetahuan tanpa agama menjadi buta, dan agama tanpa ilmu
pengetahuan menjadi lumpuh”.
3. untuk tujuan kebaikan (islah) menuju kehidupan yang lebih baik, lebih berkualitas
dan lebih bermakna.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makro
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang
menjelajahi berbagai kawasan sosial, kawasan simbolik, ataupun fisik materiil.Definisi lain
mengatakan bahwa aksiologi adalah suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan
semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan menjaganya, membinanya di dalam
kepribadian peserta didik.Dengan demikian aksiologi adalah salah satu cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai-nilai atau norma-norma terhadap sesuatu ilmu.
Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-
masalah moral.Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika
merupakan bagian dari filsafat yang mempersoalkan penilaian manusia dari sudut baik dan
buruk. Perbuatan manusia senantiasa mendapat penilaian baik dan buruk. Estetika merupakan
bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan mengandung
arti bahwa didalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata secara tertib dan
harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.
Ilmu dalam sejarah tradisi Islam tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali,
melainkan pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan
manusia atas ilmu harus mendapat tempat yang utuh. Eksistensi ilmu bukan saja untuk
mendesak pengetahuan, melainkan kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan
untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri kepada Yang Maha Pencipta.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami susun dan, semoga bermanfaat untuk kita semua. Kami
meminta maaf atas segala kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar selanjutnya lebih baik lagi .Terima kasih
TUGAS MAKALAH FILSAFAT ILMU ISLAM
“AKSIOLOGI”

DISUSUN OLEH :

ANDI AAN HASTAMAN


005502482018
KELAS HK 6
PASCASARJANA ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Vous aimerez peut-être aussi