Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
%
GiziLebih
Gizi Baik Gizi Buruk
0% 0%
Gizi Kurang
100%
Gambar 1
Grafik Status Gizi Berdasarkan Indikator BB/U
Gambar 1 menunjukkan bahwa didapatkan balita yang memiliki status gizi kurang berjumlah 3
balita (100%) dan tidak ada balita yang memiliki status gizi baik, kurang ataupun buruk.
Tinggi
% Sangat Pendek
0% 0%
Normal
25%
Pendek
75%
Gambar 2
Grafik Status Gizi Berdasarkan Indikator TB/U
Gambar 2 menunjukkan bahwa sebanyak 2 sampel (75%) memiliki status gizi pendek, 1 sampel
(25%) memiliki status gizi normal.
c. Distribusi Sampel Menurut Status Gizi Berdasarkan Indikator BB/TB
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat
dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh.
(Almatsier, 2005)
Status gizi balita dapat dilihat dari 3 indeks yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U),
Tinggi Badan/Panjang Badan menurut Umur (TB atau PB/U), dan Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB).
Tabel3
Distribusi Sampel Menurut Status Gizi Berdasarkan Indikator BB/TB
Status Gizi BB/TB n %
SangatKurus 0 0
Kurus 1 25
Normal 2 75
Gemuk 0 0
Jumlah 3 100
%
Gemuk Sangat Kurus
0% 0%
Kurus
25%
Normal
75%
Gambar 3
Status Gizi Berdasarkan Indikator BB/TB
%
Tidak Baik
0% 0%
Baik
100%
Gambar 4
Grafik Menurut Pelayanan Kesehatan
Gambar 4 menunjukan bahwa sebanyak 3 sampel dengan pelayanan kesehatan baik (100%),
dan tidak ada sampel dengan pelayanan kesehatan tidak baik.
e. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Pengetahuan
Menurut UU RI No. 23 tahun 2003 tingkat pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan. Pengetahuan ibu balita akan berpengaruh dalam
perkembangan dan pertumbuhan balita.
Tabel 5
Distribusi Sampel Menurut Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Balita
Tingkat Pengetahuan N %
Baik 2 75
Cukup 1 25
Kurang 0 0
Jumlah 3 100
%
Kurang
0% 0%
Cukup
25%
Baik
75%
Gambar 5
Grafik Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Balita
Gambar 5 menunjukkkan bahwa sebanyak 2 sampel (75%) memiliki pengetahuan baik, sebanyak
1 sampel (25%) memiliki pengetahuan cukup.
f. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Konsumsi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsusmsi
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. (Depkes,
2013)
Tabel 6
Distribusi Sampel Menurut Tingkat Konsumsi Balita
Zat Gizi
Kategori
Energi Protein Lemak Karbohidrat
Defisit 3 0 3 3
Normal 0 3 0 0
Berlebih 0 0 0 0
Jumlah 3 3 3 3
3.5
2.5
energi
2
protein
1.5 lemak
1 kh
0.5
0
Defisit Normal Berlebih
Gambar 6
Grafik Tingkat Konsumsi Balita
Gambar 6 menunjukkan bahwa didapatkan balita yang memiliki tingkat konsumsi energi defisit
berjumlah 3 balita (100%).
B. Ibu Hamil
1. Distribusi Sampel Menurut Tingkat Pengetahuan
Menurut UU RI No. 23 tahun 2003 tingkat pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan.Pengetahuan ibu hamil akan berpengaruh dalam
perkembangan kehamilan serta lebih mudah dalam menyikapi segala yang berkaitan
tentang kehamilan.
Tabel 7
Distribusi Sampel Menurut Tingkat Pengetahuan
Kategori N %
Baik 2 100
Cukup 0 0
Kurang 0 0
Jumlah 2 100
% Cukup
Kurang
0%
0% 0%
Baik
100%
Gambar 7
Grafik Tingkat Pengetahuan
Gambar 7 menunjukkkan bahwa sebanyak 2 sampel (100%) memiliki pengetahuan baik dan
tidak ada sampel yang memiliki pengetahuan cukup ataupun kurang.
%KEK
0% 0%
0%
Normal
100%
Gambar 8
Status Gizi Berdasarkan LILA
Gambar 8 menunjukkan bahwa status gizi ibu hamil tergolong baik karena sebanyak 14 sampel
(100%) yang diukur, semua sampel memiliki nilai LILA normal.
2.5
1.5 energi
protein
lemak
1
KH
0.5
0
Defisit Normal Berlebih
Gambar 9
Grafik Tingkat Konsumsi Bumil
Gambar 9 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu hamil mempunyai tingkat konsumsi
energi yang defisit yaitu sebanyak 2 orang sampel (100%), memiliki tingkat konsumsi protein
defisit sebanyak 1 orang (50%) dan memiliki protein normal sebanyak 1 orang (50%). Untuk
konsumsi lemak sebanyak 2 orang (100%) ibu hamil memiliki konsumsi yang defisit. Sebanyak
2 orang (100%) ibu hamil memiliki tingkat konsumsi karbohidrat yang defisit.
B. PEMBINAAN KULINER TRADISIONAL BALI DI DAERAH TUJUAN WISATA
Desa Suwat merupakan desa yang terletak di Kecamatan Gianyar kabupaten Gianyar. Berbagai
kuliner tradisional Bali, khususnya jajanan dijual di desa tersebut, namun hanya sedikit yang yang
melakukan produksi langsung. Salah satu jajanan tradisional Bali yang diproduksi di desa tersebut yaitu
Jaje Lempog. Produksi jaje lempog terletak di Banjar Tegal Suwat Kaja Desa Suwat. Berbeda dengan jaje
lempog pada umumnya, jaje lempog ini menggunakan bahan baku berupa ubi keladi. Pedagang
melakukan produki sendiri dan langsung menjualnya. Berdasarkan hasil wawancara, konsumen yang
biasa membeli yaitu masyarakat disekitar banjar Suwat Kaja,Triwangsa dan Suwat Kelod.
Salah satu kompetensi gizi dalam mata Kuliah Kerja Nyata yaitu Pembinaan Kuliner Tradisional
Bali. Pembinaan ini dilakukan dengan melakukan pengamatan penerapan HACCP pada pedagang yang
melakukan produksi kuliner tradisional salah satunya yaitu jajanan. Adapun hasil pengamatan HACCP
jaje lempog yang dilakukan yaitu sebagai berikut.
1. DESKRIPSI PRODUK
a. Nama Produk : Jaje lempog keladi
b. Bahan baku : Ubi Keladi
c. Komposisi Produk : Ubi keladi, beras ketan, garam, kelapa parut, gula merah
d. Sumber bahan : Bahan pokok didapatkan dengan cara membeli di pasar
e. Konsumen : Masyarakat di sekitar banjar Suwat kaja, Suwat Kelod, Triwangsa Desa
Suwat
f. Waktu kadaluarsa : 1 hari
g. Cara Pengolahan
a. Waktu : ±60 menit
b. Alat yang digunakan : waskom, sendok, panci, alat tumbuk
c. Penjamah : 1 orang
2. Proses Pengolahan
- Ubi keladi dikupas, kemudian direndam dan dipotong kecil-kecil
- Beras ketan dikukus sampai setengah matang
- Kemudian kukus kembali ketan dan ubi keladi sampai matang
- Setelah matang tumbuk sampai lembut dan tambahkan sedikit garam
- Jaje lempog keladi siap disajikan dengan gula merah dan kelapa parut
3. Diagram Alir
Pembelian
bahan baku
Pengupasan
Pengukusan
Penumbukan
Kelapa parut,
Penyajian
gula merah
4. Identifikasi Bahaya Bahan Baku dan Cara Pencegahan
Bahan
Mentah / Bahaya
No Ingredient / B(M)/ Jenis Bahaya Sumber Cara Pencegahan
Bahan (K)/(F)
Tambahan
1 Ubi Keladi B (M) Kapang, kamir Bahan baku Cuci dan rebus sampai benar benar
dan bahaya matang
B (F) patogen
B (K) Busuk Pilih ubi keladi yang berkualitas,
Pestisida Membersihkan dengan cara mengupas
dan mencucinya dahulu sebelum
dimasak.
2 Beras Ketan B (M) Kapang. Bahan baku Penyimpanan pada tempat yang
Kontaminasi kering dan tertutup
B (F)
Kotoran kerikil lingkungan Pemilihan bahan yang baik.
3 Garam B (F) Menggumpal dan Kontaminasi Mengecek tanggal kadaluarsa garam.
kotoran lingkungan Menyimpan pada tempat yang tertutup
rapat, kering dan terhindar dari sinar
matahari.
4 Kelapa B (M) Kapang Kontaminasi Menyimpan pada tempat yang tertutup
Parut B (F) Kotoran lingkungan rapat, dan kering
dan alat Menggunakan alat yang bersih
5 Gula Merah B (F) Kotoran Kontaminasi Menyimpan pada tempat yang tertutup
lingkungan rapat, kering dan terhindar dari sinar
matahari.
6. Penetapan HACCP
Pembelian CCP 1
Bahan baku
Pengupasan
Pengukusan CCP 2
Penumbukan CCP 3
Kelapa parut,
Penyajian
gula merah
7. Penerapan HACCP
Nama kuliner : Jaje lempog keladi
Tahap Jenis Bahaya CCP Cara Batas Kritis Proses Tindakan Catatan HACCP
Proses Pencegahan Pemantauan Koreksi
Pembelian Kapang, kamir dan Pemilihan bahan Pemilihan bahan Bahan baku Dilakukan Bahan tidak Pada tahap
bahan baku bahaya patogen baku baku yang harus berkualitas pemantauan dibeli jika pembelian bahan
Busuk berkualitas, dimana tidak secara langsung busuk/rusak perlu dilakukan
Pestisida Membersihkan terdapat benda mulai pada saat pemilahan bahan
dengan cara asing serta bahan dibeli, yang berkualitas
mengupas dan kotoran. dan disimpan
mencucinya
dahulu sebelum
dimasak.
Pengukusan Bahaya fisik (suhu) Alat yang Pencegahan Kebersihan alat Proses Perubahan Perlu dilakukan
Bahaya mikrobiologis digunakan, dilakukan dan Higiene pemantauan perilaku pemberian
(patogen) hygiene sanitasi dengan sanitasi dilakukan penjamah agar informasi kepada
Bahaya kontaminasi penjamah memperhatikan penjamah yang dengan cara hygiene sanitasi penjamah
(rambut, bulu, kerikil) hygiene sanitasi baik observasi baik mengenai higiene
penjamah serta perilaku dan sanitasi yang
alat yang penjamah dan baik
digunakan kebersihan alat
yang digunakan
Penyajian Bahaya fisik (debu) Alat yang Menyajikan Kebersihan alat Pemantauan Apabila Pada proses
Bahaya digunakan, makanan dengan dan Higiene dilakukan pada peralatan penyajian, tempat
mikroorganisme (lalat hygiene sanitasi alat dan tempat sanitasi proses penyajian kotor penyajian harus
pembawa patogen) penjamah yang bersih penjamah yang penyajian, alat maka harus terbebas dari
Bahaya kontaminasi baik penyajian dan dibersihkan serangga, kotoran,
(rambut, bulu, kerikil) tempat kembali dan pastikan saat
penyajian makanan disajikan
dalam keadaan
tertutup
8. Pembahasan
Pengamatan penerapan HACCP dilakukan terhadap salah satu jajanan tradisional
yang diproduksi di Desa Suwat yaitu Jaje Jaje lempog keladi. Pengamatan dilakukan pada
hari Minggu, 10 Februari 2019. Jaje Jaje lempog keladi merupakan jajanan tradisional Bali
yang menggunakan bahan baku singkong, dan biasa disajikan dengan menggunakan kelapa
parut. Namun jaje jaje lempog keladi yang dijual di Suwat berbeda, dimana bahan baku yang
digunakan berupa ubi keladi.
Pengamatan dilakukan mulai dari pengupasan bahan, pencucian bahan, pengukusan
sampai penyajian. Proses yang menjadi CCP 1 yaitu pembelian bahan baku, dimana bahan
baku yang berkualitas menjadi batas kritis dalam CCP. Karena pengamatan tidak dilakukan
pada saat proses pembelian, maka untuk melihat kesesuaian batas kritis hanya dilakukan
dengan mengamati bahan baku yang telah ada. Dimana berdasarkan pengamatan dilihat
bahwa ubi keladi dan bahan baku lain memiliki kualitas yang baik. Pengamatan diawali
pada proses pengupasan, dilanjutkan dengan pencucian dan perendaman. Setelah bersih
dilanjutkan dengan proses pengukusan. Pengukusan merupakan proses yang termasuk CCP 2.
Pengukusan memerlukan waktu yang cukup lama baik itu pengukusan ubi maupun
pengukusan beras ketan. Pada saat pengamatan memrlukan waktu ±60 menit. Batas kritis
dalam CCP 2 ini yaitu kebersihan alat dan higiene sanitasi penjamah yang baik. Pada saat
pengamatan kebersihan alat dan higiene sanitasi penjamah sudah lumayan baik, dimana
penjamah sudah mencuci tangan sebelum melakukan produksi dan semua alat yang
digunakan sudah dicuci terlebih dahulu.
Proses selanjutnya dalam pembuatan jaje jaje lempog keladi yaitu penumbukan.
Penumbukan dilakukan terhadap ubi keladi dan beras ketan yang telah direbus. Penumbukan
ini dilakukan agar didapatkan terstur yang lembut pada jaje jaje lempog keladi. Penumbukan
ini dilakukan dengan menggunakan alat tumbuk yang telah dilapisi dengan alas berupa
plastik. Setelah testur halus, jaje jaje lempog keladi siap disajikan. penyajian merupakan
proses yang menjadi CCP 3. Pada CCP ini yang menjadi batas kritis yaitu kebersihan alat dan
higiene sanitasi penjamah yang baik. Pada saat pengamatan kebersihan alat sudah baik
dimana alat yang digunakan sudah dicuci terlebih dahulu, namun higiene penjamah kurang
baik, dimana penjamah tidak menggunakan sarung tangan pada saat mengambil jaje jaje
lempog keladi untuk disajikan. Melihat hal tersebut kami memberikan saran agar penjamah
tersebut menggunakan sarung tangan untuk menjaga kebersihan sehingga dapat
meminimalisir kemungkinan terjadinya kontaminasi silang.
Berdasarkan hasil pengamatan penerapan HACCP pada proses pembuatan jaje Jaje
lempog keladi di Desa Suwat Gianyar, didapatkan hasil bahwa proses pembuatan jaje jaje
lempog keladi sudah sesuai dengan SOP, hanya saja higiene sanitasi penjamah pada proses
penyajian yang kurang baik, namun pengamat sudah langsung memberikan tindakan koreksi
dengan memberikan saran dan anjuran mengenai higiene sanitasi yang baik yaitu dengan
selalu menggunakan sarung tangan pada setiap proses produksi.
C. KONSELING GIZI BERBASIS KELUARGA
1. BALITA
a. Intervensi pada Balita I Komang Pande Tri Putra
1) Kondisi Masalah yang Dihadapi
Hasil antropometri yang telah dilakukan disertai dengan analisis gizi dapat
digambarkan masalah gizi yang dihadapi oleh klien, yaitu:
Nama : I Komang Pande Tri Putra
Umur : 36 bulan
BB : 11,2 kg
TB : 87,8 cm
Status gizi balita kurang berdasarkan
BB/U : -2,1 ( Gizi Kurang)
BB/U : - 2,31 ( Pendek )
BB/TB : -1,24 ( Normal )
Kebutuhan sehari
Energi :1125 kkal
Protein : 26 gram
Lemak : 44 gram
Karbohidrat : 155 gram
Hasil recall
Energi : 725,3 kkal
Protein : 23 gram
Lemak : 24,71 gram
Karbohidrat : 98,66 gram
Intake asupan zat gizi klien sangat kurang yaitu :
- Energi : 64% ( Kurang)
- Protein : 88 % ( Baik )
- Lemak : 56 % ( Kurang )
- Karbohidrat : 63 % ( Kurang)
Pola makan klien yang masih kurang baik
Kurangnya pemahaman/pengetahuan tentang kebersihan makanan.
Anak kurang suka mengkonsumsi sayuran.
2) Daftar Kehendak atau Pemilihan Keputusan
Keputusan yang sebaiknya dapat dipilih oleh klien untuk mengatasi masalah
tersebut antara lain:
a) Mulai memperbaiki pola makan menjadi lebih baik sesuai pedoman makan
dengan gizi seimbang.
b) Menjalankan anjuran diet yang diberikan yaitu Diet Energi Tinggi Protein
Tinggi.
c) Meningkatkan konsumsi sayur-sayuran.
d) Menyarankan untuk memodifikasi resep untuk mengolah sayuran dan buah
agar saat dimakan rasa sayur dan buah tidak terasa.
e) Mengatur pola makan seimbang dan sesuai dengan pertambahan usianya
3) Konsekuensi Pilihan
Mulai memperbaiki pola makan menjadi lebih baik dan merubah perilaku
menjalankan anjuran diet yaitu Diet Energi Tinggi Protein.
1. Positif
- Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
- Meningkatkan konsumsi sayur-sayuran.
- Merubah perilaku menjadi hidup bersih dan sehat.
2. Negatif
- Melibatkan keluarga untuk ikut serta memantau dan menyediakan
makanan yang sehat dan sesuai kebutuhan klien
- Membutuhkan biaya yang lebih dalam pemenuhan kebutuhan yang
masih kurang selama program dijalankan.
- Membutuhkan upaya yang keras dan disiplin serta kemauan dalam
keputusan ini karena menyangkut tentang perubahan pola makan.
Asupan Intake asupan zat gizi klien Intake asupan zat gizi klien
sangat kurang yaitu : sedikit meningkat yaitu :
Asupan Intake asupan zat gizi klien Intake asupan zat gizi klien
sangat kurang yaitu : sedikit meningkat yaitu :
Asupan Intake asupan zat gizi klien Intake asupan zat gizi klien
sangat kurang yaitu : sedikit meningkat yaitu :
2.IBU HAMIL
Asupan Intake asupan zat gizi klien Intake asupan zat gizi klien
sangat kurang yaitu : sedikit meningkat yaitu :
B. Saran
Sebaiknya pengetahuan Ibu tentang gizi terutama pada pola makan dan kebersihan makanan
ditingkatkan dengan lebih banyak membaca berbagai artikel kesehatan yang terkait dengan
hal tersebut, jadi dapat diaplikasikan atau diterapkan langsung, sehingga kebutuhan asupan
gizi anak dan Ibu Hamil dapat terpenuhi dan dapat meminimalkan status gizi kurang yang
ada. Dan juga pada proses pembuatan jaje lempog keladi sebaiknya penjamah selalu
menggunakan sarung tangan pada setiap proses produksi, mulai dari pencucian hingga
penyajian jaje lempog keladi, sehingga dapat meminimalisir terjadinya kontaminasi silang.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Adelina,dkk. 2016. Hubungan Karakteristik, Gaya Hidup Dan Asupan Gizi Dengan Status
Gizi Lansia Diwilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. Medan
Boyolali. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Fatma. Gambaran Pola Makan dan Perilaku Sehat Ibu Hamil di Kotif Depok. 2009. Pusat
Pene
Notoadmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta Rineka Cipta
Notoatmojo S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta: Rineka Cipta.
Pakasi, A. M., Korah, B. H., & Imbar, H. S. (2016). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap
Suhardjo. (2003). berbagai cara pendidikan gizi. bumi aksara.