Vous êtes sur la page 1sur 12

MAKALAH METODOLOGI

ASKEP STROKE

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
NAMA : DELLA ROSALIA

EDI FAISOL

FIRZA AMRO

SHERLY ANGGISTA VELENTIN

PUTRI M

VICA ANGGRAINI

KELAS : C1

STIK BINA HUSADA


PALEMBANG
2012
Konsep Dasar Stroke

1. Definisi Stroke
Stroke merupakan sindrom klinis yang awal timbul mendadak, progresi cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
nontraumatik. Bila gangguan peredaran otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10 – 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan
iskemik otak sepintas (trancient ischaemia attack = TIA). (Kapita selekta Kedokteran edisi
ketiga)

2. Etiologi
Penyebab – penyebabnya antara lain :
1. Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
2. Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)

3. Klasifikasi
Stroke dapat digolongkan menjadi beberapa bagian, baik secara etiologi maupun patologi.
Sesuai dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. TIA/ Trans Iskemik Attack (serangan iskemik sepintas)
Stroke yang terjadi karena gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa
menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Progresif/ inevolution (stroke yang sedang berkembang)
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Completed (stroke lengkap)
Gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Stroke
dimana defisit neurologis nya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian membaik/
menetap. (Carvin, 2000)
Klasifikasi berdasarkan patologi (Brunner & Suddarth, 2002) :
a. Stroke Haemorhagic
Stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul iskhemik dan
hipoksia di hilir. Penyebab stroke haemorhagic antara lain: hipertensi, pecah nya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b. Stroke non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.

4. Patofisiologi dan Pathways


Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arterioscelerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama trombosis
serebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda – tanda trombosis serebral bervariasi.
Beberapa pasien mengalamai pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa tanda umum
lainnya. Secara umum trombosis tidak terjadi secara tiba – tiba dan tidak dapat bicara sementara,
hemiplagia dan parestesia pada setengah tubuh, dapat didahului paralysis berat pada beberapa
jam atau hari. (Judith Wilkinson, 2007)
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah
akibat arterosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada lapisan intima
arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel – sel
ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
darah sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terdentuk pada percabangan
atau tempat – tempat yang melengkung. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko
dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian
atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit
menempel pada permukaan yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi
kasar. Trombosit akan melepaskan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap
tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna. (Judith
Wilkinson, 2007)
Embolisme : embolisme serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan
emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus
juga mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap
bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya akan menyumbat bagian –
bagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus serebri adalah arteria serebri
media, terutama bagian atas. (Judith Wilkinson, 2007)
Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama
kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus
penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi
darah terjadi di daerah otak dan/ atau subarakhnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya
akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan
vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper
otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan
larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi pencairan,
sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti
oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan disekitar rongga tadi. Akhirnya
rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami poliferasi. Perdarahan
subarakhnoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme
mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah kemungkinan
ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme. (Judith Wilkinson, 2007)

5. Manifestasi Klinis
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah
dan lokasinya. Manifestasi stroke dapat berupa :
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (bisasanya hemiparesis) yang timbul mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik)
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
4. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan memahami ucapan)
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia
7. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
8. Vertigo, mual dan muntah atau nyeri kepala
(Arief Mansjoer, 2000 : 18)

6. Komplikasi
a. Dini (0-48 jam pertama)
1. Edema serebri : defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan tekanan
intracranial, hemiasi dan akhirnya menimbulkan kematian.
2. Infark miokard : menyebabkan kematian mendadak pada stroke stadium awal
b. Jangka Pendek (1 – 14 hari pertama)
1. Phenumonia : akibat immobilitas lama
2. Emboli paru : cenderung terjadi 7 – 14 hari pasca stroke, sering kali pada saat penderita
mulai embolisasi
3. Stroke rekuren : dapat terjadi setiap saat
c. Jangka Panjang (>14 hari)
1. Stroke rekuren
2. Infark miorakel
3. Gangguan vaskuler lain : penyakit vaskuler perifer.

7. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisi kepala dan badan atas 20 – 30 derajat, posisi miring jika muntah dan boleh dimulai
mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi adekuat, bila perlu diberikan oksigen
sesuai kebutuhan
3. Tanda – tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari penggunaan glukosa
murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran menurun atau
ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
11. Penatalaksanaan spesifik berupa :
Stroke non hemoragik : asetosal, neuroprotektor, trombolisis, antikoagulan, obat
hemoragik.

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Marilynn E. Dongoes, 1999, ada tujuh pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan :
a. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau adanya
obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau rupture.
b. Scan CT
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
c. Fungsi Lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboliserebral dan
TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya
hemoragik subarachnoid atau perdarahan intracranial. Kadar protein total meningkat
pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
d. MRI
Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemorogik, Malformasi Arteriovena
(MAV).
e. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis (caiaran darah/
muncul plak) arteriosklerotik)
f. EEG
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar X Tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal yang berlawanan dari masa yang
luas. Klarifikasi internal terdapat pada trombosis serebral.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
Menurut Dongoes. E, Marilyn, 2000, Asuhan Keperawatan terdiri dari :
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Keperawatan
4. Intervensi
5. Evaluasi

1. Pengkajian
Dampak dari masalah fisik terhadap psikologi pasien (emosi, perasaan, konsep diri, daya
pikir, kreatifitas).
Pasien biasanya mengalami hemiparesis kiri maupun hemiparesis kanan serta mengalami
gangguan fisik sehingga pasien mampu memperlihatkan dampak dari masalah fisiknya
terhadap psikologis seperti :
a. Mudah tersinggung, akibat ketidakmampuannya dalam melakukan aktivitas sehari – hari.
b. Takut karena pasien berada dalam situasi yang mengancam dimana suatu waktu maut
dapat saja menjemputnya atau pasien tidak bisa lagi berjalan
c. Cemas, kecemasan yang terjadi adalah sebagian respon dari rasa takut akan terjadinya
kehilangan akan sesuatu yang bernilai bagi dirinya yaitu kehidupan atau fungsi tubuh
serta pekerjaan.
d. Rasa bersalah, ini timbul karena diri pasien tidak berhati – hati dan disiplin sehingga
penyakitnya kambuh.
e. Marah dan bermusuhan, ini timbul karena perasaan jengkel karena berkurangnya
kemampuan pasien dan juga berkurangnya peran pasien di dalam keluarga dan
masyarakat.
f. Mudah lelah, adanya kecenderungan mudah capek bila membaca, bercakap – cakap dan
dalam melakukan pekerjaan.
g. Ingatan berkurang
h. Inisiatif berkurang
1. Data Sosial Ekonomi
Dampak terhadap sosial : keluarga, masyarakat dan pekerjaan. Stroke mungkin dirasakan
sebagai masalah besar bagi keluarga, karena keadaan yang mengancam pasien merupakan
ancaman bagi keluarga. Pasien mengalami stroke hampir seluruh kebutuhannya tergantung
pada keluarga.

2. Makanan/ Cairan
Gejala : nafsu makan hilang
a. mual, muntah selama fase akut (peningkatan TIK)
b. Kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorokan, disfagia.
c. Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
d. Tanda : kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan faringeal), obesitas
(faktor resiko).

3. Neurosensori
Gejala : Sinkope/ pusing (sebelum CSZ/ selama TIA).
a. Sakit kepala akan berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarachnoid.
b. Kelemahan/ kesemutan/ kebas (biasanya terjadi selama serangan, yang ditemukan
dalam berbagai derajat pada stroke jenis yang lain), sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh
c. Penglihatan menurun, seperti buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler), penglihatan ganda (diplopia) atau gangguan yang lain.

4. Gangguan tingkat kesadaran


Tanda : Status mental tingkat kesadaran : biasanya terjadi koma pada tahap awal
hemoragis dan biasanya akan tetap sadar jika penyebabnya adalah trombosis yang bersifat
alami, gangguan tingkah laku (seperti letargi apatis menyerang), gangguan fungsi kognitif
(seperti penurunan memori, pemecahan masalah).

5. Ekstremitas
Kelemahan/ paralisis (kontra lateral pada semua jenis stroke), gangguan tidak sama,
refleks respon melemah secara kontra lateral, pada wajah terjadi paralisis atau parese
(ipsilateral). Kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat pasien inggin
menggerakkan (apraksia). Ukuran atau reaksi pupil tidak sama, dilatasi atau miosis pupil
ipsilateral (perdarahan/ herniasi).

6. Afasia Mayorik
Kesulitan untuk mengucapkan kata – kata, afsia sensorik (kesulitan untuk memahami kata
– kata secara bermakna) atau afisia global (gabungan dari kedua hal di atas), kehilangan
kemampuan untuk mengenali masuknya rangsang visual, pendengaran, taktik (agnosia).
7. Nyeri
Gejala : Sakit kepala dengan intesitas yang berbeda – beda (karena arteri karotis terkena)
Tanda : tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan pada otot/ fasia.

8. Pernapasan
Gejala: Merokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas.
Timbulnya pernafasan tak teratur, suara nafas terdengar/ ronki (aspirasi sekresi)

9. Keamanan
Tanda :Motorik/ sendorik
Perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, kesulitan untuk melihat objek dari
sisi kiri (pada stroke kanan). Hilang kewasdaan terhadap bagian tubuh yg sakit. Tidak
mampu mengenai objek, warna kata dan wajah dikenalinya dengan baik.

10. Interaksi Sosial


Tanda : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi

2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d penumpukan sputum (karena kelemahan, hilangnya
refleks batuk).
2. Penurunan perfusi serebral b.d adanya perdarahan, edema atau oklusi pembuluh darah
serebral.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kelemahan, hemiparase.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d kerusakan neuromuskular, kerusakan sentral bicara.
5. (Risiko) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi tidak adekuat.
6. Perubahan persepdi – persepsi b.d perubahan transmisi saraf sensori, integrasi, perubahan
psikologi.
7. Kurang kemampuan merawat diri b.d kelemahan, gangguan neuromuskular, kekuatan
otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan persepsi.
8. Risioko cedera b.d gerakam yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran.
9. Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d kurang
informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber.

3. Rencana Keperawatan

DIAGNOSA TUJUAN DAN


NO INTERVENSI
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1 Bersihan jalan nafas Pasien mampu 1. Auskultasi bunyi nafas


tidak efektif b.d mempertahankan jalan 2. Ukur tanda – tanda vital
penumpukan sputum nafas yang paten. 3. Berikan posisi semi fowler
(karena kelemahan, Kriteria hasil : sesuai dengan kebutuhan (tidak
hilangnya refleks bertentangan dengan masalah
batuk) a. Bunyi nafas vesikuler keperawatan lain)
b. RR normal 4. Lakukan penghisapan lendir
c. Tidak ada tanda – 5. Bila sudah memungkinkan
tanda sianosis dan lakukan fisioterapi dada dan
pucat latihan nafas dalam
d. Tidak ada sputum 6. Kolaborasi :
- Pemberian oksigen
- Laboratorium : analisa gas
darah, darah lengkap, dll
- Pemberian obat sesuai
kebutuhan

2 Penurunan perfusi Perfusi serebral membaik 1. Pantau adanya tanda – tanda


serebral b.d adanya a. Tingkat kesadaran penurunan perfusi serebral :
perdarahan, edema membaik (GCS GCS, memori, bahasa respon
atau oklusi pembeluh menigkat) pupil dll
darah serebral b. Fungsi kognitif, memori 2. Observasi tanda – tanda vital
dan motorik membaik (tiap jam sesuai kondisi pasien)
c. TIK normal 3. Pantau intake – output cairan,
d. Tanda – tanda balance tiap 24 jam
perburukan neurologis 4. Pertahankan posisi tirah baring
pada posisi anatomis atau posisi
kepala tempat tidur 15 – 30
derajat
5. Hindari valsava manuver seperti
batuk, mengejan dsb
6. Pertahankan lingkungan yang
nyaman
7. Hindari flelksi leher untuk
mengurangi resiko jugular
8. Kolaborasi :
- Beri oksigen sesuai indikasi
- Laboratorium : AGD, gula
darah dll
- Pemberian terpi sesuai advice
- CT scan kepala untuk diagnosa
dan monitoring

3 Gangguan mobilitas Pasien mendemonstrasikan 1. Pantau tungkat kemampuan


fisik b.d kerusakan mobilisasi aktif mobilisasi klien
neuromuskuler, Kriteria hasil : 2. Pantau kekuatan otot
kelemahan, a. Tidak ada kontraktur 3. Rubah posisi tiap 2 jam
hemiparese atau foot drop 4. Lakukan ROM pasif atau aktif
b. Kontraksi otot sesuai kemampuan dan jika TTV
membaik stabil
c. Mobilisasi bertahap 5. Libatkan keluarga dalam
memobilisasi klien

4 Gangguan komunikasi Komunikasi dapat berjalan 1. Evaluasi sifat dan beratnya


verbal b.d kerusakan dengan baik afasia pasien, jika berat hindari
neuromuskular, Kriteria hasil : memberi isyarat non verbal
kerusakan sentral a. Klien dapat 2. Lakukan komunikasi dengan
bicara mengekspresikan wajar, bahasa jelas, sederhana
perasaan dan perlu diulang
b. Memahami maksud 3. Dengarkan dengan tekun jika
dan pembicaraan orang pasien mulai berbicara
lain 4. Berdiri di dalam lapan pandang
c. Pembicaraan pasien pada saat bicara
dapat dipahami 5. Latih otot bicara secara optimal
6. Libatkan keluarga dalam melatih
verbal pada pasien
7. Kolaborasi dengan ahli terapi
wicara

5 (Risiko) gangguan Kebutuhan nutrisi 1. Kaji faktor penyebab yang


nutrisi kurang dari terpenuhi mempengaruhi kemampuan
kebutuhan b.d intake Kriteria hasil : menerima makan / minum
nutrisi tidak adekuat a. Tidak ada tanda – tanda 2. Hitung kebutuhan nutrisi perhari
malnutrisi 3. Observasi tanda – tanda vital
b. Berat badan dalam 4. Catat intake makanan
batas normal 5. Timbang berat badan secara
c. Conjingtiva ananemis berkala
d. Tonus otot baik 6. Beri latihan menelan
e. Lab : albumin, Hb 7. Beri makan via NGT
dalam batas normal 8. Kolaborasi : pemeriksaan lab
( HB, Albumin), pemasangan
NGT, konsul ahli gizi

6 Perubahan persepsi – Persepsi dan kesadaran 1. Cari tahu proses patogenesis


persepsi b.d akan lingkungan dapat yang mendasari
perubahan transmisi dipertahankan 2. Evaluasi adanya gangguan
saraf sensori, persepsi : penglihatan, taktil
integrasi, perubahan 3. Ciptakan suasana lingkungan
psikologi yang nyaman
4. Evaluasi kemampuan
membedakan panas – dingin,
posisi dan proprioseptik
5. Catat adanya proses hilang
perhatian terhadap salah satu sisi
tubuh dan libatkan keluarga
untuk membantu mengingatkan
6. Ingatkan untuk menggunakan
sisi tubuh yang terlupakan
7. Bicara dengan tenang dan
perlahan
8. Lakukan validasi terhadap
persepsi klien dan lakukan
orientasi kembali

7 Kurang kemampuan Kemampuan merawat diri 1. Pantau tingkat kemampuan klien


merawat diri b.d meningkat dalam merawat diri
kelemahan, gangguan Kriteria hasil : 2. Berikan bantuan terhadap
neuromuskular, a. Mendemonstrasikan kebutuhan yang benar – benar
kekuatan otot perubahan pola hidup diperlukan saja
menurun, penurunan untuk memenuhi 3. Buat lingkungan yang
koordinasi otot, kebutuhan sehari – hari memungkiknkan klien untuk
depresi, nyeri, b. Melakukan perawatan melakukan ADL mandiri
kerusakan persepsi diri sesuai kemampuan 4. Libatkan keluarga dalam
c. Mengidentifikasi dan membantu klien
memanfaatkan sumber 5. Motivasi klien untuk melakukan
bantuan ADL sesuai kemampuan
6. Sediakan alat bantu diri bila
mungkin
7. Kolaborasi : pasang DC jika
perlu, konsultasi dgn ahli
okupasi atau fisioterapi

8 Risiko cedera b.d Klien terhindar dari cedera 1. Pantau tingkat kesadaran dan
gerakan yang tidak selama perawatan kegelisahan klien
terkontrol selama Kriteria hasil : 2. Beri pengaman pada daerah
penurunan kesadaran a. Klien tidak terjatuh yang sehat, beri bantalan lunak
b. Tidak ada trauma dan 3. Hindari restrain kecuali terpaksa
komplikasi lain 4. Pertahankan bedrest selama fase
akut
5. Beri pengaman di samping
tempat tidur
6. Libatkan keluarga dalam
perawatan
7. Kolaborasi : pemberian obat
sesuai dengan indikasi
(diazepam, dilantin, dll)

9 Kurang pengetahuan Pengetahuan klien dan 1. Evaluasi derajat gangguan


(klien dan keluarga) keluarga tentang penyakit persepsi sensori
tentang penyakit dan dan perawatan meningkat 2. Diskusikan proses patogenesis
perawatan b.d kurang Kriteria hasil : dan pengobatan dengan klien
informasi, tidak a. Klien dan keluarga dan keluarga
mengenal sumber berpartisipasi dalam 3. Identifikasi cara dan
proses belajar kemampuan untuk meneruskan
b. Mengungkapkan program perawatan di rumah
pemahaman tentang 4. Identifikasi faktor resiko secara
penyakit, pengobatan, individual dalam melakukan
dan perubahan pola perubahan pola hidup
hidup yang diperlukan 5. Buat daftar perencanaan pulang

10 Gangguan pola tidur Nyeri kepala pasien hilang 1. Mempertahankan tirah baring
b.d nyeri kepala
berhubungan dengan dan pola tidur klien teratur selama fase akut
peningkatan tekanan Kriteria hasil : 2. Berikan tindakan
pembuluh darah otak a. Klien tidak terlihat nonfarmakologi untuk
gelisah menghilangkan nyeri kepala,
b. Klien mengatakan misalnya pijat punggung dan
bahwa kepalanya tidak leher, suasana tenang, redupkan
nyeri lagi lampu kamar
3. Kolaborasi : berikan analgesik
sesuai indikasi

4. Implementasi/ pelaksanaan
Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien.
Beberapa petunjuk pada implementasi adalah sebagai berikut :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, teknikal dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologis dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
(Keliat, Anna Budi, 1999)

5. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses keperawatan
(diagnose, tujuan, intervensi) harus dievaluasi. Hasil yang diharapkan pada tahap evaluasi adalah:
- Klien menunjukkan tanda – tanda kebutuhan nutrisi terpenuhi
- Klien menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
- Klien dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kondisi fisik dan tingkat perkembangan klien
- Klien akan menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
(Suriadi, dkk. 1999)

Vous aimerez peut-être aussi