Vous êtes sur la page 1sur 30

1.

Tinjauan Umum Tentang ASI

Hasil Penelitian menunjukan bahwa tidak mungkin bagi bayi dan ibunya mencapai

kesehatan yang optimal jika tidak diciptakan suasana yang membolehkan ibu untuk

memberikan ASI eksklusif selama enam bulan dan melanjutkan pemberian ASI bersama

pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) hingga usia dua tahun atau lebih.

Menyusui adalah hak asasi ibu dan memberikan sumbangan yang besar untuk

mewujudkan hak anak untuk pangan, kesehatan dan perawatan (Depkes RI, 2000).

2. Pengertian ASI

Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi, tidak satupun makanan

lain yang dapat menggantikan ASI, karena ASI mempunyai kelebihan yang meliputi

tiga aspek yaitu aspek gizi, aspek kekebalan dan aspek kejiwaan berupa jalinan kasih

sayang penting untuk perkembangan mental dan kecerdasan anak (Depkes RI, 2005).

3. Kandungan ASI

7
Air susu ibu (ASI) mengandung semua zat gizi yang diperlukan bayi dalam 4 – 6 bulan
pertama kehidupan, dianjurkan pada masa ini bayi hanya diberikan ASI. Kandungan zat gizi
dalam ASI, menurut Soedibyo S. (1997) yaitu :

1. ASI mengandung protein dan lemak yang paling cocok untuk bayi dalam

jumlah yang tepat.

2. ASI mengandung lebih banyak laktosa (gula susu) daripada susu lainnya dan

laktosa merupakan zat yang diperlukan bayi manusia.

3. ASI mengandung vitamin yang cukup bagi bayi. Bayi selama 6 bulan pertama

tidak memerlukan vitamin tambahan.


4. ASI mengandung zat besi yang cukup untuk bayi. Tidak terlalu banyak zat

besi yang dikandung, tetapi zat besi ini diserap usus bayi dengan baik. Bayi

yang disusui tidak akan menderita anemia kekurangan zat besi.

5. ASI mengandung cukup air bagi bayi bahkan pada iklim yang panas.

6. ASI mengandung garam, kalsium dan fosfat dalam jumlah yang tepat

4. Manfaat ASI

Untuk mendapatkan manfaat yang maksimal dari ASI, maka ASI harus

diberikan kepada bayi segera setelah dilahirkan atau paling lambat 30 menit setelah

lahir, karena daya isap bayi pada saat itu paling kuat untuk merangsang produksi ASI

selanjutnya. ASI yang keluar beberapa hari setelah persalinan disebut kolostrum

(Depkes RI, 2005).

Kolostrum mengandung zat kekebalan, vitamin A yang tinggi, lebih kental dan

berwarna kekuning-kuningan. Oleh karena itu, kolostrum harus diberikan kepada bayi.

Sekalipun produksi ASI pada hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi

kebutuhan bayi. Pemberian air gula, air tajin dan masakan pralaktal (sebelum ASI

lancar diproduksi) lain harus harus dihindari (Depkes RI, 2005).

Pada usia 0 – 6 bulan, bayi cukup diberi ASI saja (ASI esklusif), karena

produksi ASI pada periode tersebut sudah mencukupi kebutuhan bayi untuk tumbuh

kembang yang sehat. Pemberian makanan selain ASI pada umur 0 – 4 bulan dapat

membahayakan bayi, karena bayi belum mampu memproduksi enzim untuk mencerna

makanan bukan ASI. Apabila pada periode ini, bayi dipaksa menerima makanan

bukan ASI, maka akan timbul gangguan kesehatan pada bayi seperti diare, alergi dan

bahaya lain yang fatal. Tanda bahwa ASI eksklusif memenuhi kebutuhan bayi antara
lain bayi tidak rewel dan tumbuh sesuai dengan grafik pada Kartu Menuju Sehat

(KMS).

5. Cara ASI Melindungi terhadap Infeksi

Bayi yang disusui lebih sedikit terkena diare bila dibandingkan dengan bayi

yang diberikan makanan buatan. Bayi tersebut juga lebih sedikit menderita infeksi

saluran pernafasan dan telinga tengah. Bayi yang diberi ASI akan menderita infeksi

lebih sedikit, karena :

1. ASI bersih dan bebas bakteri sehingga tidak membuat bayi sakit.

2. ASI mengandung antibodi atau zat kekebalan immunoglobulin terhadap

banyak infeksi. Hal ini akan membantu melindungi bayi terhadap infeksi

sampai bayi bisa membuat antibodinya sendiri.

3. ASI mengandung sel darah putih atau leukosit hidup yang membantu

memerangi infeksi.

4. ASI mengandung zat yang disebut faktor bifidus yang membantu bakteria

khusus yaitu laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi.

laktobacillus bifidus mencegah bakteria berbahaya lainnya tumbuh dan

menyebabkan diare.

5. ASI mengandung laktoferin yang mengikat zat besi. Hal ini mencegah

pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya yang memerlukan zat besi.

6. Pola pemberian ASI

Agar pemberian ASI eksklusif dapat berhasil, selain tidak memberikan makanan

lain perlu pula diperhatikan cara menyusui yang baik dan benar yaitu tidak dijadwal,

ASI diberikan sesering mungkin termasuk menyusui pada malam hari. Ibu
menggunakan payudara kiri dan kanan secara bergantian tiap kali menyusui.

Disamping itu, posisi ibu bisa duduk atau tiduran dengan suasana tenang dan santai.

Bayi dipeluk dengan posisi menghadap ibu. Isapan mulut bayi pada puting susu harus

baik yaitu sebagian besar areola (bagian hitam sekitar puting) masuk kemulut bayi.

Apabila payudara terasa penuh dan bayi belum mengisap secara efektif, sebaiknya

ASI dikeluarkan dengan menggunakan tangan yang bersih (Depkes RI, 2005).

Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan

psikologi selama kehamilan akan menunjang keberhasilan menyusui. Seorang ibu

yang menyusui harus menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang

rasa khawatir yang berlebihan dan percaya diri bahwa ASI-nya mencukupi untuk

kebutuhan bayi (Depkes RI, 1996).

7. Masalah Pemberian ASI

Kegagalan pemberian ASI eksklusif akan menyebabkan kekurangan jumlah sel

otak sebanyak 15% – 20%, sehingga menghambat perkembangan kecerdasan bayi

pada tahap selanjutnya. Pada umur 4 – 6 bulan (masa transisi), bayi terus minum ASI

dan mulai diperkenalkan dengan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). MP-ASI

berbentuk lumat atau setengah cair. Pada umur 6 – 9 bulan, kuantitas dan kualitas MP-

ASI perlu diperhatikan.MP-ASI diberikan sesuai dengan umur bayi, minimal

diberikan 3 kali sehari. Porsi MP-ASI setiap kali makan yaitu pada umur 6 bulan

minimal 6 sendok makan. Pada umur 7 bulan minimal 7 sendok makan. Pada umur 8 –

9 bulan berturut-turut berikan 8 dan 9 sendok makan (Depkes RI, 2005).

Sejak umur 10 bulan, makanan keluarga perlu diperkenalkan kepada bayi agar

pada saat umur 12 bulan, bayi sudah dapat makan bersama keluarga. Porsi makan
anak 12 bulan kira-kira separuh dari porsi orang dewasa. Pemberian ASI tetap

diberikan sampai bayi berumur 2 tahun. Makanan selingan yang bergizi (bubur kacang

hijau, biskuit, pepaya dan jeruk) perlu diberikan. Pada umur 24 bulan, secara bertahap

anak perlu disapih antara lain dengan menjarangkan waktu menyusui (Depkes RI,

1996).

Apabila ibu menghadapi masalah grafik pertubuhan bayi tidak sesuai KMS,

puting lecet, payudara bengkak, puting terbenam dan lain-lain dianjurkan

menghubungi petugas kesehatan, bidan, klinik laktasi di Rumah Sakit Sayang Bayi

(RSSB) atau Kelompok Pendudkung ASI (KPA). Bagi ibu pekerja dianjukan untuk

tetap menyusui sebelum dan sesudah bekerja (Depkes RI, 1996).

8. Apa yang dapat dilakukan oleh ibu pekerja

Walaupun ibu bekerja sebaiknya terus menyusui bayinya. Dianjurkan untuk

mengikuti cara-cara dibawah ini untuk mencegah penurunan produksi ASI dan

penyapihan yang terlalu dini :

1. Sebelum ibu berangkat bekerja bayi harus disusui. Selanjutnya ASI diperas

dan disimpan untuk diberikan pada bayi selama ibu bekerja disamping susu

formula kalau masih diperlukan.

2. Bila mungkin, ibu pulang untuk menyusui pada tengah hari.

3. Bayi disusui lebih sering setelah ibu pulang kerja dan pada malam hari.

4. Tidak menggunakan susu formula pada hari libur.

5. Tidak mulai bekerja terlalu cepat setelah melahirkan, tunggu sampai 1 – 2

bulan untuk meyakinkan lancarnya produksi ASI dan masalah pada awal

menuyusui telah teratasi. Kalau ibu ingin memberikan susu formula dengan
menggunakan botol, maka dapat dicoba setelah ibu yakin bahwa bayinya telah

mampu menyusui pada ibu dengan baik untuk menghindari bayi bingung

puting.

Pastikan bahwa hak azasi menyusui bagi ibu bekerja di sektor formal dan

informal didukung oleh pemerintah dan pengusaha. Mintalah menteri tenaga kerja

untuk mengesahkan konvensi perlindungan persalinan. Kampanyekan perlunya

fasilitas dan tetap memberi waktu menyusui atau memeras ASI ditempat kerja. Galilah

cara-cara kreatif untuk mendukung hak azasi menyusui ibu pekerja di sektor informal

(Depkes RI, 2000).

Ditempat kerja, ibu dapat mengeluarkan ASI-nya dengan tangan dan disimpan

dalam wadah bersih, tertutup dan selanjutnya diberikan kepadanya bayinya saat ibu

pulang kerumah. ASI yang dikeluarkan tadi dapat disimpan dan tidak rusak selama 6

jam pada suhu kamar atau selama 24 jam dalam lemari es. Apabila bayi atau anak

sakit tetap teruskan menyusui dan berikan MP-ASI lebih cair atau lunak (Depkes RI,

1996).

9. Cara Menyusui Bayi Terhadap Payudara Dalam Posisi Yang Benar

Cara-cara menyusui bayi dalam posisi yang benar yaitu

1. Ibu harus duduk dan berbaring dengan santai. Kursi rendah biasanya jauh

lebih baik

2. Perhatikan cara memegang bayi sehingga bayi menghadap payudara dan

lambung bayi menempel pada ibu. Bila diinginkan ibu dapat mengendong bayi

diats bantal. Seluruh badan bayi harus menghadap payudara, tidak hanya

membelokkan kepada bayi saja


3. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala dan lehernya

harus sedikit teregang.

4. Ibu harus memegang dan menawrkan seluruh payudaranya, tidak boleh

memencet puting susu atau aerolanya saja

5. Ibu menyentuh pipi atau sisi mulut bayi dengan puting susu untuk merangsang

refleks rooting

6. Ibu menunggu sampai mulut bayi terbuka dan bayi ingin mulai menyusu, serta

cepat gerakan bayi ke payudara

7. Ibu harus mengarahkan bibir bawah bayi kedasar aerola. Hal ini membuat

puting susu diatas pusat mulut, sehingga puting mudah menyentuh dan

merangsang langit-langit (King FS, 2002).

10. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan

Pendidikan pada dasarnya adalah suatu proses pengembangan sumberdaya manusia.

Menurut Andrew E. Sikula dalam Martoyo S. (1996) pendidikan adalah suatu proses

pendidikan jangka panjang yang dilakukan secara sistematis dan prosedurnya diorganisisr

melalui konsep belajar manajerial perorangan dan pengetahuan teoritis untuk tujuan

umum.

Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan pembedayaan

peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan

memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta

didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan

budaya membaca, menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran

serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).

Sciartino (1999) mengemukakan bahwa pendidikan yang cukup merupakan dasar

dalam pengembangan wawasan sarana yang memudahkan untuk dimotivasi serta turut

menentukan cara berpikir seseorang dalam menerima pengetahuan, sikap dan perilaku

masyarakat. Menurut Sciartino, pendidikan juga dapat diartikan sebagai suatu proses

belajar yang memberikan latar belakang berupa mengajarkan kepada manusia untuk dapat

berpikir secara obyektif dan dapat memberikan kemampuan untuk menilai apakah budaya

masyarakat dapat diterima atau mengakibatkan seseorang merubah tingkah laku.

Menurut Maslow, motifasi berhubungan dengan 5 (lima) macam kebutuhan penting

yang secara bersama dan membentuk hirarki yaitu :

1. Kebutuhan fisiologi (Physiologikal needs )

2. Kebutuhan rasa aman ( Safety needs )

3. Kebutuhan sosial ( Social needs )

Dari definisi di atas pendidikan dan latihan bersifat filosofis dan teoritis dan lebih

diarahkan untuk golongan manajer. Sedangkan latihan dimaksudkan untuk memperbaiki

penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu

yang relatif singkat.

11. Istilah-istilah Yang Berhubungan dengan Pendidikan

1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual


keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

(Anonim, 2003).

2. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan

potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan

jenis pendidikan tertentu (Anonim, 2005).

3. Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk

mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai

dengan tujuan pendidikan (Anonim, 2005).

4. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasaran

tingkatan perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan

kemampuan yang dikembangkan (Anonim, 2005).

5. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan

pendidikan suatu satuan pendidikan (Anonim, 2005).

6. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, non formal dan informal

pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (Anonim, 2005).

12. Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan

Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

bangsa serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis

serta bertanggung jawab (Anonim, 2003).

13. Prinsip Penyelenggaran Pendidikan

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak

diskrimantif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,

nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

2. Pendidikan diselenggaran sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem

terbuka dan multimakna.

3. Pendidikan diselenggarakan sebagi suatu proses pembudayaan dan

pembedayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

4. Pendidikan dielenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun

kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses

pembelajaran.

5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca,

menulis dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen

masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian

mutu layanan pendidikan (Anonim, 2003).

14. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahuan adalah sejumlah informasi yang dikumpulkan yang dipahami dan

pengenalan terhadap sesuatu hal atau benda-benda secara obyektif. Pengetahuan juga

berasal dari pengalaman tertentu yang pernah dialami dan yang diperoleh dari hasil
belajar secara formal, informal dan non formal (Mangindaan, 1996) dalam Toruntju

(2005). Menurut Sarwono (1997) dalam Toruntju (2005) pengetahuan lebih bersifat

pengenalan terhadap sesuatu benda atau hal secara obyektif.

Pengetahuan atau kognitif seseorang tentang ASI adalah hasil tahu yang terjadi

setelah seorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu yang sebagian

besar diperoleh melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan ini merupakan bagian yang

penting dalam membentuk perilaku seseorang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

pengetahuan seseorang tentang ASI adalah merupakan hasil tahu seseorang setelah

melakukan berbagai penginderaan terhadap sejumlah obyek yang berkaitan dengan pola

pemberian ASI.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003)

mempunyai enam tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan,

menyatakan, dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan

kalori dan protein pada anak balita.

2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek

yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan makanan yang

bergizi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik

dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip

siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah

kesehatan dari kasus yang diberikan

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek

ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthsis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atu obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria

yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya:

dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi dengan anak-anak yang

kekurangan gizi, dapat menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat

menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak memberikan ASI, dan sebagainya.

15. Tinjauan Umum Tentang Sikap

Definisi sikap menurut Thurstone (2000) yang dikutip Azwar (2003), adalah derajat

afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sikap adalah

keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang

memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek

dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai

kecenderungan subyek merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek. Dalam

bahasan ini yang berperan sebagai subyek yaitu Ibu dan obyek yaitu pemberian ASI

kepada bayi.
Sikap ini ditunjukkkan dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan

bergerak secara kontinyu dari positif melalui areal netral ke arah negatif. Kualitas sikap

digambarkan sebagai valensi positif menuju negatif, sebagai hasil penilaian terhadap

obyek tertentu. Sedangkan intensitas sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif

atau negatif. Kualitas dan intensitas sikap tersebut menunjukkkan suatu prosedur

pengukuran yang menempatkan sikap seseorang dalam sesuatu dimensi evaluatif yang

bipolar dari ekstrim positif menuju ekstrim negatif.

Menyimak uraian sikap di atas dapat dipahami bahwa sikap merupakan suatu

bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek. Seseorang bersikap terhadap

suatu obyek dapat diketahui dari evaluasi perasaannya terhadap obyek tersebut. Evaluasi

perasaan ini dapat berupa perasaan senang-tidak senang, memihak-tidak memihak,

favorit–tidak favorit, positif–negatif.

Walgito (2001) mengemukakan bahwa sikap adalah faktor yang ada dalam diri

manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri

sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat

tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat

berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi.

Selanjutnya Walgito (2001) mengemukakan tiga komponen yang membentuk

struktur sikap yaitu :

1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan

pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan

bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap.


2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan

rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang

positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif.

3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen

yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek

sikap.

Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya bisa diramalkan

melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa

menentukan tindakan dan perilakunya. Menurut Baltus, sikap kadangkadang bisa

diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun sering

sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa

juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.

16. Kerangka Pemikiran

Dalam pemaparan dibawah ini akan diuraikan jalan pikiran penulis menurut

kerangka teori dan kerangka konsep secara logis. Indonesia bertekad untuk melaksanakan

isi Deklarasi Innocenti di Florence Italia tahun 1990 yang merekomendasikan agar setiap

negara memberikan perlindungan dan dorongan kepada ibu agar berhasil memberikan

ASI Eksklusif kepada bayinya. Begitu pula dengan kesepakatan global seperti Konvensi

Hak Anak tahun 1990 yang telah diratifikasi Indonesia dan dokumen tentang “A World

Food For Children” tahun 1992 yang juga mengisyarakatkan pemberian ASI kepada bayi

(Depkes RI, 2003)


Setiap tahun Indonesia melakukan peringatan Pekan ASI sedunia dengan berbagai

kegiatan seperti seminar, dialog interaktif, pameran dan berbagai kampanye untuk

mensosialisasikan ASI. Masalah pemberian ASI terkait dengan masih rendahnya

pemahaman ibu, keluarga dan masyarakat tentang ASI. Tidak sedikit ibu yang masih

membuang kolostrum karena dianggap kotor sehingga perlu dibuang. Selain itu,

kebiasaan memberikan makanan dan atau minuman secara dini pada sebagian masyarakat

juga menjadi pemicu dari kekurang berhasilan pemberian ASI eksklusif. Ditambah lagi

dengan kurangnya rasa percaya diri pada sebagian ibu untuk dapat menyusui bayinya. Hal

ini mendorong ibu untuk lebih mudah menghentikan pemberian ASI dan menggantinya

dengan susu formula (Azwar, 2003)

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoadmodjo (2003) untuk tujuan pendidikan

mengukur perilaku manusia dari aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan praktek

atau tindakan (psikomotor). Walaupun ketiga domain tersebut batasannya tidak jelas dan

tegas tetapi sampai saat ini masih dianut bahwa untuk mengukur perilaku ketiga domain

ini masih dianggap relevan. Mengingat bahwa terbatasnya biaya, waktu dan tenaga, maka

penulis membatasi variabel pengaruh hanya dari aspek kognitif, afektif dan

psikomotor.Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1.


1.Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi:

a.

Ho :

Tidak terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan pola frekuensi pemberian ASI

esklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.

Ha :

Ada hubungan tingkat pendidikan dengan pola frekuensi pemberian ASI esklusif pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.

b.

Ho :

Tidak terdapat hubungan tingkat pengetahuan dengan pola frekuensi pemberian ASI

esklusif pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.
Ha :

Ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pola frekuensi pemberian ASI esklusif pada

bayi di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.

c.

Ho :

Tidak terdapat hubungan sikap dengan pola frekuensi pemberian ASI esklusif pada bayi

di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.

Ha :

Ada hubungan sikap dengan pola frekuensi pemberian ASI esklusif pada bayi di wilayah

kerja Puskesmas Mata Kota Kendari tahun 2009.

III. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional study yaitu antara variabel bebas dan variabel

terikat di observasi sekaligus pada waktu yang bersamaan.


2. Waktu dan Tempat Penelitian.

Penelitian ini rencana dilaksanakan selama dua bulan yakni mulai bulan April 2009

sampai dengan Mei 2009 bertempat di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari

Propinsi Sulawesi Tenggara.

1. Populasi dan Sampel.

1. Populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu menyusui yang mempunyai bayi

di wilayah kerja Puskesmas Mata Kota Kendari dengan jumlah sebesar 601 orang dari

bulan Januari sampai Desember 2008 (Puskesmas Mata, 2008).

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menyusui yang mempunyai bayi yakni

sebesar 35 orang. Untuk menjaga valitditas penelitian dan meminimalkan bias

penelitian maka peneliti menamba jumlah sampel 1,5 kali jumlah sampel

sesungguhnya menjadi 52 sampel. dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


1. Definisi Operasional dan Kriteria

Obyektif

1. Frekuensi pemberian ASI (skala interval) adalah upaya seorang ibu untuk

memberikan ASI kepada bayinya dengan cara yang benar dan dengan frekuensi > 3

kali sehari dengan kriteria obyektif :

a. Cukup : bila responden memberikan ASI kepada bayi > 3 kali sehari

b. Kurang : bila responden memberikan ASI kepada bayi ≤ 3 kali sehari

(Depkes RI, 2000).

2. Tingkat pendidikan (skala interval) adalah jumlah tahun di bangku sekolah yang

dijalani responden dalam mengecam pendidikan formal dengan kriteria obyektif :


a. Cukup : bila responden tamat pendidikan minimal Diploma tiga (D3)

b. Kurang : bila reponden hanya tamat pendidikan Diploma satu (D1)

(Mangkunegara, 2005).

3. Pengetahuan ASI responden (skala interval) adalah kemampuan responden dalam

menjawab 23 pertanyaan tes pengetahuan tentang pola pemberian ASI. Skor

pengetahuan ini di kategorikan menurut cukup dan kurang dengan kriteria obyektif :

Berdasarkan hal diatas, merujuk pada skala Gutman :

a. Bila jawaban “ya” = 2

b. Bila jawaban “tidak” = 1

Jumlah pertanyaan = 10

Jawaban tertinggi berbobot 2 dan terendah berbobot 1

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 23 x 2 = 46  (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 23 x 1 = 23  (25%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25%

= 75%
Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 75%/2

= 37,5%

Skor standar = 100% - 37,5%

= 62,5%

Sehingga:

Cukup = bila jawaban responden > 62,5%

Kurang = bila jawaban responden <>

(Sugiyono, 2000).

4. Sikap ibu rumah tangga tentang MP-ASI responden (skala interval) adalah tanggapan

responden terhadap 15 pernyataan tes sikap yang diukur dengan menggunakan skala

Liker Scale (2006). Hasil skala ini diberi pembobotan 1 – 5 yaitu Sangat Tidak Setuju

(STS) = 1, Setuju (S) = 2, Ragu-Ragu (RR) = 3, Setuju (S) = 4 dan Sangat Setuju (SS)

= 5. Skor sikap ini di kategorikan Berdasarkan hal diatas, merujuk pada skala Gutman

Jumlah pertanyaan = 15

Jawaban tertinggi berbobot 5 dan terendah berbobot 1

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi


= 15 x 5 = 75  (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 15 x 1 = 15  (25%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25%

= 75%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 75%/2

= 37,5%

Skor standar = 100% - 37,5%

= 62,5%

Sehingga:

Cukup = bila jawaban responden > 62,5%

Kurang = bila jawaban responden <>

(Sugiyono, 2000).
1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data

primer adalah mengenai tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu menyusui.

Sedangkan data sekunder adalah cakupan program pemberian ASI, jumlah ibu

menyusui, keadaan umum wilayah kerja Puskesmas Mata dan lain-lain yang sesuai

dengan kebutuhan penelitian.

2. Cara Pengumpulan Data

Data primer berupa pendidikan ibu, pengetahuan dan sikap yang

pengumpulannya dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner

(terlampir). Untuk data sekunder dilakukan dengan cara melihat dokumen pada

instansi terkait sesuai dengan kebutuhan data penelitian

3. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Pengolahan data menggunakan program komputerisasi SPSS versi 10.00 dan

dimasukan dalam master tabel kemudian ditabulasi sesuai dengan variabel yang

diteliti.

2. Analisis Data

Data dianalisis dengan menggunakan analisis inferensial sebagai berikut berikut

:
2. Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dan proporsi dari tiap

variabel bebas (tingkat pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu) dengan variabel

terikat (frekuensi pemberian ASI)

3. Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas (tingkat

pendidikan, pengetahuan dan sikap ibu) dengan variabel terikat (frekuensi

pemberian ASI) Karena rancangan penelitian ini adalah analitik observasional,

hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen digunakan uji

statistik Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 95 %

(α = 0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria

sebagai berikut :

1. Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent

dengan independent.

2. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel

dependent dengan independent.

dengan menggunakan rumus :

Keterangan :
X2 : Chi kuadrat

Fo : Frekuensi yang diobservasi

Fh : Frekuensi yang diharapkan

 : Sigma

1. Penyajian Data

Data dalam penelitian ini di sajikan dalam bentuk grafik dan tabel distribusi

frekuensi berdasarkan variabel yang diteliti.


2. Jadwal Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan selama dua bulan yakni mulai bulan April 2009

sampai dengan Mei 2009 seperti pada tabel di bawah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2003. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tentang Standar Nasional Pendidikan.


Fokus Media, Bandung

______, 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru &
Dosen. Fermana, Jakarta
Azwar. A, 2003. Pelaksanaan Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia. Warta Kesehatan
Masyarakat. Edisi 6, Jakarta, Juni.

Bimo Walgito. 2001. Psikologi Sosial. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Bungin, MB. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Prenada Media, Jakarta

Depkes RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang, Jakarta

________, 2000. Mendapatkan ASI Hak Azasi Bayi Memberikan ASI Hak Azasi Ibu. Jakarta.

_______, 2001. Menolong Ibu Menyusui. Pedoman Praktis Bagi Para Ibu & Petugas
Kesehatan, Jakarta

________,2003. Program Perbaikan Gizi Makro. Warta Kesehatan Masyarakat, 1 (1) 18 – 24

_______, 2005. Paradigma Sehat Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta

Dinkes Sultra, 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari

Ikhwandi, 2000. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Dalam Pelaksanaan Program


JPS-BK. Warta Kesehatan Masyarakat, 1 (1), 28-30

Kantor Kecamatan Mata, 2008. Laporan Perkembangan Program, Kendari.


Makmur, 2002. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Pola Pemberian ASI di
Wilayah Kerja Puskesmas Rante Angin Kabupaten Kolaka Tahun 2002. Skripsi FKM
Unhas Tidak Di Publikasikan, Makassar.

Notoatmodjo. S, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta

____________, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta, Jakarta

Puskesmas Mata, 2008. Profil Kesehatan, Kendari

Riduwan & Akdon, 2006. Rumus & Data Dalam Aplikasi Statistika. Alfabeta, Bandung.

Saifuddin Azwar. 1988. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Liberty. Yogyakarta.

Sandra, 2001. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Pemberian ASI Pada Ibu
Pekerja di Wilayah Kerja Puskesmas Tuminting Kota Manado Tahun 2001. Skripsi
STIK Tamalatea, Tidak Dipublikasikan, Makassar.

Sciartino, R. 1999. Menuju Kesehatan Madani. Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Sodibyo.S, 1997. Aspek Gizi Daripada ASI. Makalah Disampaikan Pada Simposium
Peningkatan Penggunaan ASI, Semarang 24 September.

Toruntju. SA, 2005. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Asupan Yodium
Pada Ibu Hamil di Derah Endemik GAKY Kabupaten Gunung Kidul, DIY, Dalam
Majalah Berita Kedokteran Masyarakat, IKM UGM, Tri 3 September 2005,
Yogyakarta.
Please support me just by VISITING the following links everytime you here. Thanks!

Vous aimerez peut-être aussi