Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
A. Definisi
Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.
Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk
tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut (situmorang, 2005). Gigi
impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang (fragiskos , 2007).
Gigi impaksi dapat didefinisikan juga sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam
pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau
sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan
hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (pedersen,
2003).
Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan
dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang
oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup.
Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi.
Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi
(terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari
soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi
tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga (fragiskos , 2007).
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga
mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.
Rongga mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2
bagian, yaitu:
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole
adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi
posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama
menelan.
Gigi-geligi dan tulang palatum
b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi
posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi
oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh
nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak
untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,
terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini
mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh
darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki
rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu
dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau
gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum
krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla
jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan
basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya
tetap berinti piknotik.
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
5) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla
dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui
foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian
terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke
pusat pulpa.
6) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok,
yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot
ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada
tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat
lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah
dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12.
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi
oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini
terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-
ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak
termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk
sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah l
C. Klasifikasi
Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan
operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana
teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.
Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Impaksi jaringan lunak
Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secara
normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu insisivus sentral permanen, di mana
kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis.
Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal
ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh
tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak
terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong
sebelum dicabut.
Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal dan garis servikal gigi
molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi
terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens
mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009). Berdasakan relasi molar ketiga rahang
gambar 1 : relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah
Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi
gigi impaksi (balaji, 2009). Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua di
sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan
rahang bawah:
a. Posisi a: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi
dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b: bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi lebih
tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
c. posisi c: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis serviks gigi
molar dua.
3. Klasifikasi menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain:
Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
kelas 1 : mesioangular
kelas 2 : distoangular
kelas 3 : vertikal
kelas 4 : horizontal
kelas 5 : bukoangular
kelas 6 : linguoangular
kelas 7 : inverted
E. Patofisiologi
Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan
antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi
adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan
tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di
seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga
terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi
hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian juga
pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap tumbuh
gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi tidak diikuti
tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di dasar gigi dan
tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau pembengkakkan tersebut lebih
mengganggu dan menekan persarafan.
Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi
gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang
belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah
gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang
disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke
tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga
bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan
dan menjadi berlubang. Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus
kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi
tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi
oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf.
Mengingat komplikasi yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu
mengetahui waktu terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai
umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu
sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum
tumbuh.
F. Manifestasi klinik
Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran
gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
1) Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah adalah seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini:
Penjahitan
Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak membuang tulang bagiam distal molar tiga
tersebut dan gigi diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan dengan tang
sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat menyebabkan fraktur tulang rahang atau
fraktur molar dua.
Soket dibersihkan
Penjahitan
10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam jaringan lunak
2. Penatalaksanaan keperawatan
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan
lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian
harus diterapkan sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani
terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.
1. Pemeriksaan lokal
mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika dua pertiga akar
terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan
Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi
resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi,
molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung
c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi
jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir
terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh
karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum
e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang,
kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang
menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan
f) Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar
dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk
g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal ini akan
h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga
rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi
berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus
diperiksa.
i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional
roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan
penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih
lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk
penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang
akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik
roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan
nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film 27 yang baik agar
didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari
impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan
tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik
roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai
1. Tehnik proyeksi
Pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah
diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal
dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar x diarahkan
tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi
Proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek
tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut
dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di
lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada
rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas
I. Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi keperawatan
1. Pre operatif
Noc: pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x klien mengerti
proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi yg diberikan dg: Indikator:
Klien mampu:
1. Menjelaskan kembali tentang penyakit,
2. Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas nic: pengetahuan penyakit
Intervensi keperawatan
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi tentang klien
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi
3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang
akan dilakukan
4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
5. Instruksikan klien untuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan
6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan
7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
prosedur operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9. Lengkapi ceklist operasi
Noc: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas
klien hilang atau berkurang dengan:
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan
dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
klien menyatakan kecemasannya berkurang
klien mampu mengenali perasaan ansietasnya
klien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya
klien kooperatif terhadap tindakan
wajah klien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Ansietas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan, dan takut. serangan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
klien dan lakukan tindakan bila klien mulai rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Klien yang teradapatasi dengan prosedur
operasi. pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa
lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat
dan klien akan mememgaruhi peneriamaan klien
terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan klien adalah
bagain penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah
suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
memandang klien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan dan
diminta pendapat ikut menentukan hasil
pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam gruendemann (2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan klien yang
dikunjungi dan diminta pendapat sebelum
operasi akan berkurang saat tiba di kamar
operasi dibandingkan mereka yang hanya
sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
istirahat. diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan
memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan
ansietasnya. terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-
teman yang dipilih klien untuk menemani
aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
diazepam. kecemasan.
Di ruangan operasi:
2. Intra operatif
2 DS:Klien bertanya-tanya tentang operasi Reaksi inflamasi non Nanda: domain 5, class
gigi infeksi fase jaringan 4:
terus-menerus dan bagaimana hasilnya disekitar gigi cognition – 00126
nanti deficient knowledge
kepada perawat IBS saat melakukan terjadilah (kurang pengetahuan)
BHSP pembengkakan
dengan klien sebelum operasi
DO (NANDA): menekan persyarafan
1. Klien tidak mengetahui tentang disekitar gusi
prosedur
operasi, berapa lama operasinya, Nyeri kronik
bagaimana
perawatan setelah operasinya Rencana Operasi
2. Klien tidak tahu siapa operator
bedahnya Paparan informasi
dan team operasi yang akan Inadekuat
menanganinya
Deficient Knowledge
Intra Operatif
DS : - Prosedur NANDA: Domain 11,
DO: pembedahan Class 1: Infection –
1. Penurunan fungsi siliaris tubuh efek Tindakan infasif 00004
anastesi Risk for infection (risiko
2. Perubahan integritas kulit (gusi dan Odontektomy Infeksi)
jaringan di sekitar) akibat pencabutan Jaringan/ lapisan
dental pulpa
Port de entre
microorganism ke
dalam
tubuh
Risiko Infeksi
Prosedure tindakan operasi odontektomi
Pre Operasi
Intra Operasi
6. Perawat instrument menyiapkan alat, cuci tangan bedah, gauning, gloving,
7. Asepsis dan antisepsis daerah operasi
1. Melakukan teknik aseptik pada area mulut sekitar pasien dengan povidon iodine
2. Melakukan asepsis dengan alkohol pada area mulut
3. Melakukan proses drapping
Time Out ( kode time out oleh scrub nurse dan di bacakan oleh sirculating nurse )
1. Operator bedah melakukan anastesi lokal dengan pehacain 2 ampul
2. Asisten memegang suction dan kaca periksa
3. Operator bedah mulai melakukan insisi dengan mess no.15 pada gusi , memisahkan gusi
dengan rasparaturium sampai gigi terlihat.
4. Operator menggunakan boor mata boor bulat untuk memisahkan gigi dengan tulang ,
mata boor panjang untuk membelah gigi.dan dilakukan irigasi
5. Operator menggunakan benhin untuk menggoyangkan gigi
6. Gigi dicabut dengan roots and incosors and cupids
7. Gunakan crayer untuk mencungkil sisa akar gigi
8. Irigasi dengan air irigasi dengan spuit 10cc, lakukan proses suctioning
9. Hentikan perdarahan dan lakukan jahit gusi dengan silk 3-0
10. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat instrument, dan kassa
Sign Out
11. Bersihkan area mulut dengan Kassa yang dibasahi dengan air irigasi
12. Rapikan linen dari pasien, lepas doek clamp
13. Mengahiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anesthesi)
14. Mempersiapkan pasien untuk diantar ke ruang recovery room
DAFTAR PUSTAKA
1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup
mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4
2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi
komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d Desember 1993.
2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011
nd
3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2 ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3
4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi
gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6
5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang
diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6
7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi
teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95
8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi 1.1 secara
pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
nd
9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2 ed. Jakarta:Cahaya
Sukma;1989,p.145-148
10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5
11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar angle and position after
unilateral mandibular first molar extraction. American Journal of Orthodontics and Dentofacial
Orthopedics 2006;129(1):37
nd
12. Beek GCV. Morfologi gigi 2 ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101