Vous êtes sur la page 1sur 29

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya.

Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk

tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut (situmorang, 2005). Gigi

impaksi adalah gigi yang jalan erupsi normalnya terhalang (fragiskos , 2007).

Gigi impaksi dapat didefinisikan juga sebagai suatu keadaan dimana gigi yang dalam

pertumbuhannya terhalang oleh gigi atau tulang sekitarnya baik secara keseluruhan atau

sebagian. Impaksi diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan

hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. (pedersen,

2003).

Secara umum dapat disimpulkan bahwa impaksi gigi merupakan suatu keadaan

dimana gigi mengalami kegagalan erupsi secara normal dalam pertumbuhan akibat terhalang

oleh gigi dan tulang sekitarnya sehingga tidak tersedianya ruangan yang cukup.

Penatalaksanaan medis adalah dengan melakukan operasi yang disebut dengan odontektomi.

Istilah odontektomi digunakan dalam tindakan operasi untuk mengeluarkan gigi impaksi

(terpendam). Odontektomi atau surgical extraction adalah metode pengambilan gigi dari

soketnya setelah pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi

tersebut insiden impaksi yang paling sering terjadi adalah gigi molar tiga (fragiskos , 2007).

B. Anatomi fisiologi (Fragiskos, 2007)

Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan. Terdiri atas dua
bagian. Bagian luar yang sempit, atau vestibuka, yaitu ruang di antara gusi serta gigi dengan
bibir dan pipi, dan bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi di sisi-sisinya oleh tulang
maxilaris dan semua gigi, dan di sebelah belakang bersambung dengan awal farinx. Rongga
mulut terbentang mulai dari permukaan dalam gigi sampai orofaring. Atap mulut dibentuk
oleh palatum durum dan mole. Di bagian posterior palatum mole berakhir pada uvula. Lidah
membentuk dasar mulut. Pada bagian paling posterior dari rongga mulut terletak tonsil di
antara kolumna anterior dan posterior.

Rongga mulut
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan. Secara umum terdiri dari 2
bagian, yaitu:
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi
2. Bagian rongga mulut (bagian) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh
tulang maksilaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung
dengan faring.
Selaput lendir mulut ditutupi ephitelium yang berlapis-lapis. Dibawahnya
terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini sangat kaya
akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris.
Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh
selaput lendir mukosa. Ada beberapa bagian yang perlu diketahui, yaitu:
a. Palatum
1) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang
maksilaris: palatum durum adalah suatu struktur tulang berbentuk konkaf. Bagian
anteriornya mempunyai lipatan-lipatan yang menonjol, atau rugae. (swartz, 1989)
2) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang
dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lender: palatum mole
adalah suatu daerah fleksibel muscular di sebelah posterior palatum durum. Tepi
posterior berakhir pada uvula. Uvula membantu menutup nasofaring selama
menelan.
Gigi-geligi dan tulang palatum
b. Rongga mulut
1) Bagian gigi terdapat gigi anterior yang sangat kuat yang tugasnya memotong dan gigi
posterior yang tugasnya menggiling. Pada umumnya otot-otot pengunyah dipersarafi
oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Proses mengunyah di kontrol oleh
nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasi retikularis dekat pusat batang otak
untuk pengecapan dapat menimbulkan pergerakan mengunyah secara ritmis dan
kontinu. Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan,
terutama untuk sebagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini
mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus diuraikan sebelum dapat digunakan.
2) Tulang alveolar.
Tulang alveolar terdiri atas tulang spons di antara dua lapis tulang kortikal. Pembuluh
darah dan saraf gigi menembus tulang alveolar ke foramen apical untuk memasuki
rongga pulpa. Tulang alveolar cukup labil dan berfungsi sebagai sumber kalsium siap
pakai untuk mempertahankan kadar darah ion ini. Setelah hilangnya gigi permanen
atau setelah periodontitis dapat terjadi resorbsi nyata dari tulang alveolar.
3) Gingiva.
Gingiva adalah membran mukosa yang melapisi vestibukum dari rongga mulut dan
melipat di atas permukaan luar tulang alveolar. Saat mendekati gigi, ia menyatu
dengan tepian bawah lapis merah muda yang lebih kuat yang disebut gusi atau
gingiva, yang merupakan bagian membrane mukosa yang terikat erat pada periosteum
krista tulang alveolar. Ia dilapisi epitel berlapis gepeng dengan banyak papilla
jaringan ikat menonjol pada dasarnya. Epitel ini berkeratin, tetapi dalam lingkungan
basah ini ia tidak memiliki stratum granulosum dan sel-sel gepeng lapis superfisialnya
tetap berinti piknotik.
4) Ligamentum periodontal.
Akar gigi masing-masing dibungkus lapis kolagen padat, membentuk
membrane periodontal atau ligament periodontal di antara sementum dan
tulang alveolar di sekitarnya. Serat-seratnya berjalan miring ke atas dari
sementum ke tulang hingga tekanan pada gigi menekan serat-serat yang
tertanam dalam tulang. Ligamen periodontal menahan gigi pada sakunya dan
masih memungkinkan sedikit gerak.
5) Pulpa.
Pulpa, yang memenuhi rongga gigi, berasal dari jaringan yang membentuk papilla
dentis selama perkembangan embrional. Arteriol kecil memasuki pulpa melalui
foramen apical dan cabang kapilernya pecah dekat dasar odontoblas dan sebagian
terdapat diantaranya. Mereka ini berlanjut ke dalam vena kecil yang letaknya lebih ke
pusat pulpa.
6) Lidah.
Lidah manusia sebenarnya dibentuk oleh otot-otot yang terbagi atas 2 kelompok,
yaitu otot-otot yang hanya terdapat dalam lidah (otot intrinsik) dan otot-otot
ekstrinsik yang salah satu ujungnya mempunyai perlekatan di luar lidah, yaitu pada
tulang rahang bawah di dasar mulut dan tulang lidah. Otot intrinsik mempunyai serat
lebih halus daripada otot ekstrinsik. Otot-otot ini penting dalam proses mengunyah
dan mengucapkan kata-kata. Pergerakan lidah diatur oleh saraf otak ke-12.
Permukaan belakang lidah yang terlihat pada saat seseorang membuka mulut ditutupi
oleh selaput lendir yang mempunyai tonjolan-tonjolan (papilla). Pada papilla ini
terdapat alat pengecap (taste-bud) untuk mengenal rasa manis, asin, asam (di ujung
depan), dan pahit (di pangkal lidah). Di samping itu, lidah juga mempunyai ujung-
ujung saraf perasa yang dapat menangkap sensasi panas dan dingin. Rasa pedas tidak
termasuk salah satu bentuk sensasi pengecapan, tetapi suatu rasa panas yang termasuk
sensasi umum. Pengecapan diurus oleh saraf otak ke-7 dan sensasi umum oleh saraf
otak ke-5. Apabila lidah diangkat ke atas, suatu perlekatan mukosa, frenulum, dapat
terlihat di bawah l
C. Klasifikasi

Klasifikasi gigi impaksi sangat penting untuk setiap operator yang akan melakukan

operasi pengambilan gigi impaksi (odontektomi). Dengan demikian dapat ditentukan rencana

teknik operasi, kesulitan-kesulitan apa yang akan dihadapi dan alat yang dipergunakan.

1. Berdasarkan sifat jaringan (sinan, 2006)

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat diklasifikasikan menjadi:
a) Impaksi jaringan lunak

Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang mencegah erupsi gigi secara

normal. Hal ini sering terlihat pada kasusu insisivus sentral permanen, di mana

kehilangan gigi sulung secara dini yang disertai traua pasti menyebabkan fibromatosis.

b) Impaksi jaringan keras

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan oleh tulang sekitar, hal

ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di sini, gigi impaksi secara utuh

tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak

terlihat. Jumlah tulang secara ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong

sebelum dicabut.

2. Klasifikasi menurut pell gregory dalam fragiskos (2007) adalah:

Pell dan gregory menghubungkan kedalaman impaksi bidang oklusal dan garis servikal gigi

molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan dan diameter mesiodistal gigi impaksi

terhadap ruang yang tersedia antara permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens

mandibula dalam pendekatan lain (Obimakinde, 2009). Berdasakan relasi molar ketiga rahang

bawah terhadap ramus mandibula (Pederson, 1996):

1. Kelas I : Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang


antara batas anterior ramus mandibula dna permukaan distal gigi molar kedua (balaji,
2009). Pada kelas i ada celah di sebelah molar kedua yang potensial untuk tempat
erupsi molar ketiga (pederson, 1996).
2. Kelas II : Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak
adekuat untuk erupsi gigi, sebagai contoh diameter mesio distal gigi lebih besar
daripada ruang yang tersedia (balaji, 2009). Ruangan antara distal molar dua dan
ramus lebih kecil dari pada lebar mesio distal molar tiga.
3. kelas III : sebagian besar atau seluruh molar tiga terletak di dalam ramus.

gambar 1 : relasi m3 rahang bawah terhadap ramus mandibula dan rahang bawah

Komponen kedua dalam sistem klasifikasi ini didasarkan pada jumlah tulang yang menutupi
gigi impaksi (balaji, 2009). Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan
berdasarkan kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal molar kedua di
sebelahnya (pederson, 1996). Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan
rahang bawah:
a. Posisi a: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam terletak setinggi atau lebih tinggi
dari pada dataran oklusal gigi yang normal.
b. Posisi b: bagian tertinggi dari pada gigi berada di bawah dataran oklusal tapi lebih
tinggi dari pada serviks molar dua (gigi tetangga).
c. posisi c: bagian tertinggi dari pada gigi terpendam, berada di bawah garis serviks gigi
molar dua.

Gambar 2. Posisi M3 Rahang Bawah di dalam Tulang Rahang

3. Klasifikasi menurut archer dan kruger dalam Fragiskos (2007) antara lain:

Relasi dari sumbu panjang gigi m3 rahang bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
kelas 1 : mesioangular

kelas 2 : distoangular

kelas 3 : vertikal

kelas 4 : horizontal

kelas 5 : bukoangular

kelas 6 : linguoangular

kelas 7 : inverted

Gambar 3. Relasi dari sumbu panjang gigi M3 rahang


bawah dalam hubungan dengan poros
panjang M2 rahang bawah
D. Etiologi
Terdapat beberapa faktor etiologi dari gigi impaksi menurut berger dalam indonesian
journal of oral and maxillofacial surgeon ( 2004) dan yaitu:
1. Faktor lokal
a. Kurangnya ruangan untuk erupsi normal pada lingkungan gigi
b. Trauma pada benih gigi sehingga benih gigi terdorong lebih dalam lagi
c. Posisi ektopik dari gigi
d. Jarak benih gigi ke tempat erupsi jauh
e. Infeksi pada benih gigi
f. Adanya gigi berlebih yang erupsi lebih dulu
g. Ankylosis gigi pada tulang rahang
h. Persistensi gigi sulung yang menyebabkan impaksi gigi tetap di bawahnya
i. Mukosa gingiva yang tebal sehingga sulit di tembus oleh gigi
j. Pergerakan erupsi tertahan karena posisi yang salah dan tekanan dari gigi samping
k. Neoplasma / tumor yang menggeser kedudukan benih gigi
l. Kista dentigerous yang berkembang pada benih gigi yang masih dalam tahap
pembentukan sering kali mencegah gigi erupsi
2. Faktor sistemik
Menurut bergee, faktor sistemik yang menyebabkan gigi impaksi dapat terbagi dalam
2 sebab :
a. Sebab prenatal (herediter)
Faktor keturunan memegang peranan penting. Faktor keturunan ini tidak dapat
diketahui dengan pasti apakah tulang rahang terlalu kecil, gigi teralu besar atau benih
gigi-gigi yang letaknya abnormal. Dan keadaan miscegenation
b. Sebab postnatal merupakan semua keadaan atau kondisi yanda dapat mengganggu
pertumbuhan pada anak-anak seperti : ricketsia, anemia, syphilis kongenital, tbc,
gangguan kelenjar endokrin dan malnutrisi.
1) Kelainan kelenjar endokrin
a) Hipopituitari mengakibatkan kelambatan erupsi
b) Hipotiroid mengakibatkan kelambatan erupsi
2) Malnutrisi
Faktor ini sangat penting dalam pertumbuhan tubuh. Bila terjadi defisiensi maka
pertumbuhan akan terganggu.
c. Kelainan pertumbuhan
1) Cleido cranial dysostosis
Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau abnormalitas dari
tulang cranial. Hal
2) Oxycephali

Disamping faktor-faktor yang disebutkan diatas, stimulasi otot-otot pengunyahan


yang kurang juga dapat menyebabkan impaksi. Erupsi gigi yang normal harus disertai dengan
pertumbuhan rahang yang normal. Untuk itu perlu adanya stimulasi otot-otot pengunyahan.
(dym, 2001)

E. Patofisiologi

Beberapa peneitian menunjukkan bahwa gangguan impaksi gigi disebabkan oleh


karena factor lokal dan sistemik. Akibat dari adanya pengaruh beberapa faktor menimbulkan
gejala-gejala seperti gangguan saluran cerna, sakit kepala, telinga berdengung, sakit leher,
rematik, kencing manis, gangguan jantung, gangguan pada kulit, badan cepat lelah. Gangguan
ini sering hilang timbul berkepanjangan atau gejala-gejala lain pada tubuh yang tidak bisa
diobati maka gigi ini mulai dicurigai sebagai penyebab. Sementara itu berbagai gejala itu juga
sering dialami oleh penderita alergi. Padahal kaitan antara gangguan pencernaan, gangguan
kulit dan badan cepat lelah secara teori patobiologis tidak bisa dijelaskan secara baik
kaitannya.

Bila gangguan itu berkaitan dengan penderita alergi, secara imunopatobiologis kaitan
antara impaksi gigi dan penderita alergi bisa dijelaskan. Secara teori penyebab impaksi gigi
adalah reaksi inflamasi noninfeksi pada jaringan di sekitar gigi. Saat terjadi pembengkakkan
tersebut menekan persarafan di sekitarnya yang menyebabkan rasa ngilu dan nyeri di sekitar
lokasi tersebut. Pada penderita alergi saat terjadi kekambuhan bisa mengakibatkan rekasi di
seluruh organ tubuh termasuk gusi dan jaringan sekitarnya. Pembengkakan tersebut juga
terjadi pada daerah gusi lainnya. Hal inilah yang juga sering dikeluhkan pada penderita gigi
hipersensitif yang sangat mungkin mekanisme terjadi gangguan tidak berbeda. Demikian juga
pada anak di bawah usia 2 tahun sering terjadi pembengkakkan gusi sering dianggap tumbuh
gigi. Tetapi saat gejala alergi lainnya membaik bengkak tersebut berkurang tetapi tidak diikuti
tumbuhnya gigi. Pembengkakkan jaringan pada gigi molar yang tumbuh di dasar gigi dan
tumbuh tidak sempurna mengakibatkan desakan inflamasi atau pembengkakkan tersebut lebih
mengganggu dan menekan persarafan.

Hal ini juga dijelaskan oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa impaksi
gigi tidak terjadi pada gigi molar ketiga tetapi dapat terjadi pada gigi lainnya. Posisi gigi yang
belum erupsi sempurna akan memudahkan makanan, debris dan bakteri terjebak di bawah
gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu sehingga menyebabkan infeksi pada gusi yang
disebut pericoronitis. Jika tidak segera ditangani infeksi tersebut akan menyebar ke
tenggorokan atau leher. Gigi impaksi dapat mendorong gigi-gigi lain di depannya sehingga
bergerak dan berubah posisi. Posisi gigi impaksi sulit dijangkau sehingga sulit dibersihkan
dan menjadi berlubang. Tidak hanya gigi impaksinya saja yang berlubang tetapi gigi di
depannya juga berlubang karena sulit dibersihkan. Para ahli menyatakan bahwa 50% kasus
kista berhubungan dengan gigi geraham impaksi pada rahang bawah. Mahkota gigi impaksi
tumbuh dalam suatu selaput. Jika selaput tersebut menetap dalam tulang rahang, dapat terisi
oleh cairan yang akhirnya membentuk kista yang dapat merusak tulang, gigi dan saraf.
Mengingat komplikasi yang ditimbulkan oleh gigi geraham impaksi maka kita perlu
mengetahui waktu terbaik gigi tersebut dicabut. Kalsifikasi gigi geraham bungsu terjadi mulai
umur 9 tahun dan mahkota gigi selesai terbentuk umur 12-15 tahun. Jadi gigi geraham bungsu
sudah dapat dilihat melalui rontgen pada umur 12-15 tahun walaupun gigi tersebut belum
tumbuh.
F. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala dari gigi impaksi antara lain:


a. Rasa sakit di sekitar gigi dan gusi
b. Pembengkakan di sekitar rahang
c. Pembengkakan dan warna kemerahan pada gusi di sekitar gigi yang terimpaksi
d. Nyeri di rahang
e. Bau mulut dan rasa tidak nyaman ketika menguyah
f. Dapat disertai dengan rasa sakit kepala
Banyak penelitianyang telah dilakukan untuk melihat gambaran impaksi yang terjadi
di seluruh dunia. Menurut national institute for health and clinical excellence (nice), gigi
molar yang menaglami impaksi ini bila tidak dicabut, maka akan menimbulkan masalah.
Masalah yang ditimbulkan adalah perubahan patologis, seperti imflamasi jaringan lunak
sekitar gigi, reabsorbsi akar, penyakit tulang alveolar dan jaringan jaringan lunak, kerusakna
gigi sebelahnya, perkembangan kista dan tumor, karies bahkan sakit kepala atau sakit rahang.
(chanda, 2007; astuti, 2002).
Gigi yang impaksi juga bertendensi menimbulkan masalah peridontal yang
berhubungan dengan perikoronitis, karies molar, reabsorbsi gigi molar kedua dan juga
pembentukan kista dan tumor infeksi atau karies pada gigi di dekatnya. Cukup banyak kasus
karies pada gigi molar dua karena gigi molar ketiga mengalami impaksi. Gigi molar ketiga
merupakan penyebab tersering karies pada molar kedua karena retensi makanan. Karies distal
molar kedua yang disebabkan oleh karies posisi gigi molar ketiga.
G. Penatalaksanaan

1. Operasi bedah minor mulut (odontektomi)

Sebelum melakukan pembedahan terlebih dahulu harus mengetahui indikasi dan


kontraindikasi dari pengambilan molar tiga impaksi rahang bawah.
a) Indikasinya adalah:
1) Infeksi karena erupsi yang terlambat dan abnormal (perikoronitis)
2) Berkembangnya folikel menjadi keadaan patologis (kista odontogenik dan neoplasma)
3) Usia muda, sesudah akar gigi terbentuk sepertiga sampai dua pertiga bagian dan
sebelum klien mencapai usia 18 tahun
4) Adanya infeksi
5) Penyimpangan panjang lengkung rahang dan untuk membantu mempertahankan
stabilitas hasil perawatan ortodonsi
6) Prostetik atau restoratif (diperlukan untuk mencapai jalan masuk ke tepi gingiva distal
dari molar dua didekatnya)
7) Apabila molar kedua didekatnya dicabut dan kemungkinan erupsi normal atau
berfungsinya molar ketiga impaksi sangat kecil
8) Sebelum tulang sangat termineralisasi dan padat yaitu sebelum usia 26 tahun
b) Kontraindikasinya adalah:
1) Klien tidak menghendaki giginya dicabut
2) Sebelum panjang akar mencapai sepertiga atau dua pertiga dan apabila tulang yang
menutupinya terlalu banyak (pencabutan prematur)
3) Jika kemungkinan besar akan terjadi kerusakan pada struktur penting disekitarnya atau
kerusakan tulang pendukung yang luas
Apabila kemampuan klien untuk menghadapi tindakan pembedahan terganggu oleh

kondisi fisik atau mental tertentu (pedersen, 1996)


c) Prosedur pembedahan

Secara garis besar meliputi : pembukaan flap, membuang jaringan tulang, pengeluaran
gigi, penaganan luka beserta penjahitan penjahitan dan pemberian instruksi dan obat-obatan.
1) Pembukaan flap
Berbagai macam desain flap untuk molar rahang bawah adalah seperti yang terlihat pada
gambar di bawah ini:

Gambar 4. Desain flap untuk molar tiga rahang bawah


A. Insisi dengan pembebasan ke distal; b. Pembukaan terbatas diperoleh dengan pembebasan
insisi ke distal; c. Envelope flap; d. Pembukaan dengan envelope flap masih memberikan
pembukaan yang terbatas; e. Perluasan flap ke bukal; f. Pembukaan yang lebih besar
diperoleh dengan perluasan flap ke bukal; g. Triangular flap; h. Pembukaan yang lebih baik
diperoleh dari triangular flap tanpa harus melibatkan margin gingiva dari gigi yang
bersebelahan.
Syarat-syarat flep:

a. Harus membuka daerah operasi yang jelas.


b. Insisi terletak pada jaringan yang sehat.
c. Mempunyai dasar atau basis cukup lebar sehingga pengaliran darah ke flep cukup baik.

2) Membuang jaringan tulang


Apabila diperlukan dapat dilakukan pengambilan jaringan tulang yang menghalangi
pengambilan m3. Pengambilan dapat dilakukan dengan menggunakan bor. Banyaknya tulang
yang diambil disesuaikan dengan kebutuhan
Gambar 5. A. Tulang yang menutupi permukaan oklusal dibuka dengan
menggunakan bor fisur; b. Tulang pada bukodistal dari gigi impaksi dibuka
dengan bor

3) Mengeluarkan gigi impaksi


Dalam tahap pengeluaran gigi impaksi ini terdapat beberapa prosedur antara lain:
a. Intoto: gigi di keluarkan secara utuh
Setelah tulang mengelilingi gigi tersebut kita ambil secukupnya maka kita harus mempunyai
cukup ruangan untuk dapat meletakkan elevator di bawah korona. Dengan meletakkan elevator
dibawah korona, kita membuat gerakan yang mengungkit gigi tersebut. Kalau gigi ini tidak
bergerak dengan tekanan yang sedikit, maka kita harus mencari bagian tulang mana yang masih
menghalangi. Kita tidak boleh mencongkel gigi dengan tenaga besar tetapi berusaha
mengerakkan dengan tekanan minimal. Jika tulang yang diambil telah cukup tetapi gigi belum
mau keluar, maka mungkin masih ada tulang atau akar gigi yang menghalagi.
Bila mahkota gigi yang terpendam masih belum bisa digerakkan dan terletak di bawah
mahkota molar dua sedang gigi tersebut akan kita ambil dengan cara intoto, maka tulang distal
molar tiga kita ambil lebih banyak sehingga molar tiga dapat kita congkel ke arah distal. Cara
atau teknik kerja tergantung pada posisi gigi, keadaan gigi dan jaringan sekitar.

posisi gigi molar 3

Insisi dan refleksi flep


Gigi molar 3 dielevasi dengan menggunakan bein

Soket bersih dari debris

Penjahitan

Gambar 6. Pengambilan gigi secara intoto (dunitz, 1999)

b. Separasi: gigi dibelah dulu baru di keluar kan.


Pada metode ini kita sedikit membuang tulang tetapi gigi yang impaksi diambil dengan cara
membelah-belahnya (diambil sebagian-sebagian).

Dalam keadaan ini kita tidak perlu banyak membuang tulang bagiam distal molar tiga
tersebut dan gigi diambil sepotong-sepotong dengan elevator kemudian dikeluarkan dengan tang
sisa akar. Perlu diingat, jangan memaksa karena dapat menyebabkan fraktur tulang rahang atau
fraktur molar dua.

Gambar 7. Pengambilan separasi (fragiskos, 2007)

Posisi klinis dari gigi impaksi


Insisi dan refleksi flep

Pembuangan tulang dibagian distal molar 3

Mahkota gigi dibur

Gigi diseparasi dengan bein


Gigi diungkit dengan bein. Segmen
distal diambil terlebih dulu, dilanjutkan
dengan segmen mesial

Soket dibersihkan

Penjahitan

d) Komplikasi dari tindakan pembedahan odontektomi

Pada saat pengambilan m3 dapat terjadi komplikasi berupa:


1. Perdarahan karena pembuluh darah terbuka
2. Kerusakan pada gigi m2 karena trauma alat
3. Rasa sakit
4. Parestesi pada lidah dan bibir. Dalam literatur dikatakan bahwa 96 % klien dengan
trauma pada n. Alveolaris inferior dan 87 % klien dengan trauma pada n. Ligualis akan
sembuh secara spontan ( dym & ogle, 2001)
Gambar 8. Nervus alveolaris inferior dan nervus lingualis

5. Trismus karena iritasi syaraf


6. Infeksi/peradangan
7. Biasanya disertai dengan pembengkakan, dapat ditanggulangi dengan membuka jahitan,
irigasi dengan larutan antiseptik dan diberi antibiotik
8. Fraktur mandibula
9. Dry socket

10. Emfisema : pembengkakan yang timbul karena terjebaknya udara di dalam jaringan lunak

akibat penggunaan bor high speed.

2. Penatalaksanaan keperawatan

H. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan prosedur pembedahan

lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian

harus diterapkan sebelum pembedahan. Klien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani

terapi tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.

1. Pemeriksaan lokal

a) Status erupsi gigi impaksi.

Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status pembentukan

mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut ketika dua pertiga akar

terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, 25 maka gigi menjadi sangat kuat, dan

gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut.

b) Resorpsi molar kedua.

Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga memungkin terjadi

resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan gigi molar ketiga yang impaksi,
molar kedua harus diperiksa untuk intervensi endodontik atau periodontik tergantung

pada derajat resorpsi dan keterlibatan pulpa.

c) Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis. Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi

jaringan lunak yang menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir

seluruhnya membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan,

eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang membutuhkan

pencabutan gigi impaksi secara dini.

d) Pertimbangan ortodontik. Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan

terjadi berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh

karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi sebelum

memulai perawatan ortodontik.

e) Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga. Akibatnya kurangnya ruang,

kemungkinan terdapat impaksi makanan pada area distal atau mesial gigi impaksi yang

menyebabkan karies gigi. Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan

untuk mencabut gigi impaksi.

f) Status periodontal. Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar

kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik 26 disarankan harus

dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah untuk

mengurangi komplikasi post-operatif.

g) Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi. Hal ini akan

didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.

h) Hubungan oklusal. Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga

rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi

berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang satunya juga harus

diperiksa.

i) Nodus limfe regional. Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional

mungkin terindikasi infeksi molar ketiga.

j) Fungsi temporomandibular joint.


2. Tehnik roentgenografi dalam penentuan gigi impaksi17

Sejalan dengan perkembangan tehnik roentgenografi intraoral maupun ekstraoral, dimulai

dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik dengan demikian dimulailah

roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi impaksi. Hasilnya dapat merupakan

penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih

lanjut untuk gigi impaksi tersebut. Saat ini tehnik roentgenografi sangat diperlukan untuk

penentuan lokasi gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang

akurat akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam tehnik

roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa tehnik proyeksi dengan

nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film 27 yang baik agar

didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa menginterpretasi lokasi dari

gigi tersebutsehingga kendala atau faktor-faktor kesulitan dalam penatalaksanaan gigi

impaksi dapat dikurangi. Tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan

tehnik roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai tehnik

roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Tehnik roentgenografi ini dikenal sebagai

roentgenografi right angle procedure.

1. Tehnik proyeksi

Pada tehnik proyeksi ini mula-mula dilakukan tehnik periapikal kesejajaran biasa setelah

diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar) maka dilakukan proyeksi true oklusal

dengan menggunakan film periapikal no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar x diarahkan

tegak lurus pada film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi

ini sinar x menelurusi inklinasi gigi impaksi.

2. Interpretasi pada roentgenogram

Proyeksi true oklusal, terlihat gambaran radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek

tulang rahang bukalis maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut

dekat dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut berada di

lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah tehnik ini lebih mudah dilakukan daripada

rahang atas oleh karena inklinasi rahang bawah lebih vertikal disbanding rahang atas
I. Diagnosa keperawatan dan fokus intervensi keperawatan

1. Pre operatif

a. Nanda: domain 5, class 4: cognition – 00126 deficient knowledge (kurang pengetahuan)

Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional

Noc: pengetahuan tentang penyakit, setelah diberikan penjelasan selama 2 x klien mengerti

proses penyakitnya dan program perawatan serta therapi yg diberikan dg: Indikator:

Klien mampu:
1. Menjelaskan kembali tentang penyakit,

2. Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas nic: pengetahuan penyakit
Intervensi keperawatan
1. Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya

2. Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi tentang klien
3. Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi
5. Diskusikan tentang terapi dan
pilihannya
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
7. Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur operasi

Nic : teaching (pre operatif)


1. Informasikan klien waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan
2. Informasikan klien lama waktu pelaksanaan prosedur operasi/perawatan

3. Kaji pengalaman klien dan tingkat pengetahuan klien tentang prosedur operasi yang
akan dilakukan
4. Jelaskan tujuan prosedur operasi/perawatan
5. Instruksikan klien untuk berpartisipasi selama prosedur operasi/perawatan
6. Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah prosedur operasi/perawatan

7. Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
prosedur operasi/perawatan (relaksasi da imagery)
8. Pastikan persetujuan operasi telah ditandatangani
9. Lengkapi ceklist operasi

2. Nanda: domain 9, class 2: coping responses – 00146 -anxiety


(kecemasan ) Noc dan indikator nic dan aktifitas rasional

Noc: kontrol kecemasan dan koping, setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam cemas
klien hilang atau berkurang dengan:

Indikator: Klien mampu:

1. Mengungkapkan cara mengatasi cemas


2. Mampu menggunakan koping
3. Dapat tidur
4. Mengungkapkan tidak ada penyebab fisik yang dapat menyebabkan cemas

Nic: penurunan kecemasan


1. Bina hubungan saling percaya
2. Libatkan keluarga
3. Jelaskan semua prosedur tindakan
4. Hargai pengetahuan klien tentang penyakitnya
5. Bantu klien untuk mengefektifkan sumber dukungannya
6. Berikan reinfocement untuk menggunakan sumber koping yang efektif

Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan yang akan dilaksanakan
dan hasil akhir pascaoperatif.
Tujuan: dalam waktu 1 x 15 menit tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
klien menyatakan kecemasannya berkurang
klien mampu mengenali perasaan ansietasnya
klien dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang memengaruhi ansietasnya
klien kooperatif terhadap tindakan
wajah klien tampak rileks
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, Ansietas berkelanjutan memberikan dampak
kehilangan, dan takut. serangan jantung.
Kaji tanda asietas verbal dan nonverbal. Dampingi Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan
klien dan lakukan tindakan bila klien mulai rasa agitasi, marah, dan gelisah.
menunjukkan prilaku merusak.
Jelaskan tentang prosedur pembedahan sesuai jenis Klien yang teradapatasi dengan prosedur
operasi. pembedahan yang akan dilaluinya akan merasa
lebih nyaman.
Beri dukungan prabedah Hubungan emosional yang baik antara perawat
dan klien akan mememgaruhi peneriamaan klien
terhadap pembedahan. Aktif mendengar semua
kekhawatiran dan keprihatinan klien adalah
bagain penting dari evaluasi praoperatif.
Keterbukaan mengenai tindakan bedah yang
akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan
atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan
akan menghilangkan banyak ketakutan tak
berdasar terhadap anestesi.
Bagi sebagian besar klien, pembedahan adalah
suatu peristiwa hidup yang bermakna.
Kemampuan perawat dan dokter untuk
memandang klien dan keluarganya sebagai
manusia yang layak untuk didengarkan dan
diminta pendapat ikut menentukan hasil
pembedahan.
Egbert et al. (1963) dalam gruendemann (2006)
memperlihatkan bahwa kecemasan klien yang
dikunjungi dan diminta pendapat sebelum
operasi akan berkurang saat tiba di kamar
operasi dibandingkan mereka yang hanya
sekedar diberi premedikasi dengan fenobarbital.
Kelompok yang mendapat premedikasi
melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap cemas.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan mungkin
memperlambat penyembuhan.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
istirahat. diperlukan.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri) yang positif, membantu latihan
relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, dan
memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan-ketegangan
ansietasnya. terhadap kehawatiran yang tidak diekpresikan.
Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat. Memberi waktu untuk mengekspresikan
perasaan, menghilangkan rasa cemas, dan
prilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan teman-
teman yang dipilih klien untuk menemani
aktivitas pengalih (misalnya: membaca akan
menurunkan perasaan terisolasi).
Kolaborasi
Berikan anticemas sesuai indikasi, contohnya Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
diazepam. kecemasan.

Di ruangan operasi:

Kecemasan berhubungan dengan suasana menjelang


pembedahan Tujuan: kecemasan klien teradaptasi
Kriteria evalusasi: klien kooperatif terhadap intervensi prainduksi anestesi dan klien mendapat
dukungan prainduksi.
Intervensi Rasional
Saat klien masuk ruang sementara, sambut dengan Klien yang merasa diterima oleh petugas ruang
ramah dan panggil klien dengan namanya. sementara akan mendapatkan dukungan
psikologis yang menurunkan stimulus rasa
cemas.
Pemanggilan nama akan memberikan rasa aman
pada klien dan menegaskan bahwa dia
merupakan klien yang benar untuk mendapat
intervensi.
Bantu klien untuk mengganti pakaian rawat inap Klien dengan pembedahan efektif dari ruangan
dengan pakaian kamar bedah. akan diganti bajunya di ruang prabedah.
Beri lingkungan yang tenang dan jangan berbicara Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak
tentang pembedahan. diperlukan. Suasana tenang akan meningkatkan
efektifitas pemberian premedikasi. Perbincangan
yang tidak menyenangkan atau percakapan harus
dihindari karena dapat diartikan bereda oleh
klien yang mendapatkan sedatif.
Orientsikan klien terhadap prosedur prainduksi dan Orientsi dapat menurunkan kecemasan.
aktivitas yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
ansitesnya. keahwatiran yang tidak diekspresikan.

rutin penggantian cairan dan obat-obatan melalui


intravena. Pemasangan kateter iv di ruang
prabedah berfungsi untuk mempermudah
intervensi premediksi.
Lakukan pengiriman klien ke kamar operasi Perawat memindahkan klien ke kamar operasi
dengan menggunakan brankar dengan pagar
terpasang, klien biasanya masih sadar dan akan
memperhatikan perawat dan dokter menggunakan
masker, pakain khusus, dan penutup mata untuk
pembedahan secara lengkap.
Lakukan pengaturan posisi pada saat pemindahan Klien dengan pembedahan dengan posisi
klien yang tidak memerlukan anestesi dari brankar ke terlentang yang tidak menggunakan anestesi
meja operasi memerlukan pengaturan posisi dengan hati-hati.
Petugas memindahkan klien ke atas meja operasi
.pastikan brankar dan meja operasi telah terkunci.

2. Intra operatif

a. Resiko infeksi, dengan faktor resiko: prosedur invasif: pembedahan, infus, dc


Noc: kontrol infeksi

Selama dilakukan tindakan operasi tidak terjadi transmisi agent infeksi.


Kriteria : alat dan bahan yang dipakai tidak terkontaminasi

Nic: kontrol infeksi intra operasi


Aktifitas:
1. Gunakan pakaian khusus ruang operasi
2. Pertahankan prinsip aseptic dan antiseptik
Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur bedah, penurunan
imunitas efek anestesi.
Tujuan: optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur itrabedah.
Kriteria evaluasi: luka pascabedah tertutup dengan kasa.
Intervensi Rasional
Kaji ulang identitas klien dan pemeriksaan .
diagnostik.
1. Perawat ruang operasi memeriksa kembali Hasil pemeriksaan darah albumin untuk menentukan
riwayat kesehatan, hasil pmeriksaan fisik, dan aktivitas agen-agen obat dan pertumbuhan jaringan
berbagai hasil pemeriksaan. Pastikan bahwa luka. Berbagai protesa yang masih belum dilepas
alat protese dan barang berharga telah di lepas akan memberikan akses pajanan yang
mengontaminasi area steril.
Siapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi cairan antiseptik cuci tangan
pada tempatnya, gaun yang terdiri dari gaun kedap
air dan baju bedah steril, duk penutup, dan duk
berlubang dalam kondisi lengkap dan siap pakai.
Siapkan instrumen sesuai jenis pembedahan. Manajemen insrumen dari perawat scrub sebelum
pembedahan disesuaikn dengan jenis pembedahan.
Sebelum antisipasi apabila diperlukan instrumen
tambahan perawat mempersiapkan alat cadangan
dalam suatu tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan alat
instrumen.
Lakukan manajemen asepsis prabedah. Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan
pembedahan dan perawatan perioperatif. Asepsis
prabedah meliputi teknik aseptik atau pelaksanaan
scrubbing cuci tangan (lihat kembali bab manajemen
asepsis).
Lakukan manajemen asepsis intraoperasi. manajemen asepsis dilakukan untuk menghidari
kontak dengan zona steril (lihat kembali manajemen
asepsis) meliputi pemakaian baju bedah, pemakaian
sarung tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan
petugasscrub dengan perawat sirkulasi.
manajemen aseosi intraoperasi merupakan tanggung
jawab perawat insturmen dengan mempertahankan
integritas lapangan steril selama pembedahan dan
bertanggung jawab untuk mengomunikasikan kepada
tim bedah setiap pelanggan teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan.
Lakukan penutupan luka pembedahan. Penutupan luka bertujuan menurunkan risiko infeksi.
Perawat biasanya memasang spons dan
plester adhesif yang menutup seluruh spons.
Analisa Data

2 DS:Klien bertanya-tanya tentang operasi Reaksi inflamasi non Nanda: domain 5, class
gigi infeksi fase jaringan 4:
terus-menerus dan bagaimana hasilnya disekitar gigi cognition – 00126
nanti deficient knowledge
kepada perawat IBS saat melakukan terjadilah (kurang pengetahuan)
BHSP pembengkakan
dengan klien sebelum operasi
DO (NANDA): menekan persyarafan
1. Klien tidak mengetahui tentang disekitar gusi
prosedur
operasi, berapa lama operasinya, Nyeri kronik
bagaimana
perawatan setelah operasinya Rencana Operasi
2. Klien tidak tahu siapa operator
bedahnya Paparan informasi
dan team operasi yang akan Inadekuat
menanganinya
Deficient Knowledge
Intra Operatif
DS : - Prosedur NANDA: Domain 11,
DO: pembedahan Class 1: Infection –
1. Penurunan fungsi siliaris tubuh efek Tindakan infasif 00004
anastesi Risk for infection (risiko
2. Perubahan integritas kulit (gusi dan Odontektomy Infeksi)
jaringan di sekitar) akibat pencabutan Jaringan/ lapisan
dental pulpa

Port de entre
microorganism ke
dalam
tubuh

Risiko Infeksi
Prosedure tindakan operasi odontektomi

Alat yang dibutuhkan


Set Bedah Mulut

1. Sponge Holding Forcep 1.


2. Bengkok 1.
3. Kom Kecil 2.
4. Doek Klem 4.
5. Handle scaple no. 3 1.
6. Spreader / Self Retraining Retractor 1.
7. Needle Holder 20 cm gold 2.
8. Tongue Spatel 2.
9. Pinset Lebar ujung Kecil 2.
10. Pinset Bengkok Kecil Langular 2.
11. Pinset Kecil Lengkung Curved 1.
12. Pinset Panjang Ujung Kecil 1.
13. Pinset Bengkok Beyonet 1.
14. Canul Suction Type De Bakery 1.
15. Pean Bengkok 20 cm 2.
16. Ovarium Clamp 1.
17. Gunting Jaringan 15 cm (tumpul/tajam) 2.
18. Gunting Benang 14 cm 2.
19. Trianggle 20cm 1.
20. Mouth Bags 1.
21. Respatorium 1.
22. Langen Back 1.
23. Allis Clamp 1.
24. Bak Instrument 1.

Set Pendukung (Bedah Mulut) Set Tambahan


1. Hanscoon Seril 3 pasang
1.Spuit injeksi dan extracain 2. Kassa 30 lembar
2.Scapel dan scapel holder 3. Bisturi no. 11
3.Bur bulat 4. Spuit 10cc
5. Suction
4.Needle dan Needle holder 6. Nacl
5.Bone file 7. Povidon Iodin
6.Pinsent chirurgi 8. Benang T.Chromic 2-0 (round)
7.Suction
8.Tang molar RB
9. Bein
10.Suture
Langkah Operasi

Pre Operasi

1. Pasien datang di ruang serah terima IBS


2. Timbang terima perawat IBS - Perawat Ruangan (mengisi cheklist penerimaan pasien )
 Mempersiapkan dan melengkapi inform concent yang dibutuhkan
 Memeriksa identitas pasien dan kelengkapan pasien yang akan dioperasi
 Memeriksa keadaan umum pasien dan memberikan tanda jika ada tanda khusus
(fall risk atau allergy)
3. Pasien diantar ke OK
4. Pasien di posisikan dalam keadaan setengah duduk di meja operasi
SING IN ( dilakukan sebelum induksi di hadiri oleh perawat ibs, dr anestesi)
Memasang foto X-Ray
5. Persiapan proses induksi oleh tim anesthesia (LA)

Intra Operasi
6. Perawat instrument menyiapkan alat, cuci tangan bedah, gauning, gloving,
7. Asepsis dan antisepsis daerah operasi
1. Melakukan teknik aseptik pada area mulut sekitar pasien dengan povidon iodine
2. Melakukan asepsis dengan alkohol pada area mulut
3. Melakukan proses drapping
Time Out ( kode time out oleh scrub nurse dan di bacakan oleh sirculating nurse )
1. Operator bedah melakukan anastesi lokal dengan pehacain 2 ampul
2. Asisten memegang suction dan kaca periksa
3. Operator bedah mulai melakukan insisi dengan mess no.15 pada gusi , memisahkan gusi
dengan rasparaturium sampai gigi terlihat.
4. Operator menggunakan boor mata boor bulat untuk memisahkan gigi dengan tulang ,
mata boor panjang untuk membelah gigi.dan dilakukan irigasi
5. Operator menggunakan benhin untuk menggoyangkan gigi
6. Gigi dicabut dengan roots and incosors and cupids
7. Gunakan crayer untuk mencungkil sisa akar gigi
8. Irigasi dengan air irigasi dengan spuit 10cc, lakukan proses suctioning
9. Hentikan perdarahan dan lakukan jahit gusi dengan silk 3-0
10. Setelah bersih, lakukan penghitungan jumlah alat instrument, dan kassa
Sign Out
11. Bersihkan area mulut dengan Kassa yang dibasahi dengan air irigasi
12. Rapikan linen dari pasien, lepas doek clamp
13. Mengahiri proses induksi, bangunkan pasien (oleh tim anesthesi)
14. Mempersiapkan pasien untuk diantar ke ruang recovery room
DAFTAR PUSTAKA

1. Alamsyah RM, Situmarong N. Dampak gigi molar tiga mandibula impaksi terhadap kualitas hidup
mahasiswa universitas sumatera barat. Dentika Dental Journal 2005;10(2):73-4

2. Tridjaja AN. Pengamatan klinik gigi molar tiga bawah impaksi dan variasi
komplikasi yang diakibatkannya di RS Cipto Mangunkusumo bulan Juli 1993 s/d Desember 1993.
2011. Available from : URL: http://eprints.lib.ui.ac.id/12366/ Accessed Juni 6, 2011
nd
3. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut 2 ed. Alih Bahasa: Purwanto,
Basoeseno. Jakarta: EGC; 1996,hal.61-3

4. Chanda MH, Zahbia ZN. Pengaruh bentuk gigi geligi terhadap terjadinya impaksi

gigi molar ketiga rahang bawah. Dentofasial Jurnal Kedokteran Gigi 2007; 6(2):65-6

5. Astuti ERT. Prevalensi karies pada permukaan distal gigi geraham dua rahang bawah yang
diakibatkan oleh impaksi gigi geraham tiga rahang bawah.Jurnal MIKGI 2002;IV(7):154-6

7. Nasir M, Mawardi. Perawatan impaksi impaksi gigi insisivus sentralis maksila dengan kombinasi
teknik flep tertutup dan tarikan ortodontik (laporan kasus). Dentika Dental Jurnal 2003;8(2):95

8. Pertiwi ASP, Sasmita IS. Penatalaksanaan kekurangan ruangan pada gigi impaksi 1.1 secara
pembedahan dan ortodontik. Indonesian Jurnal of Oral and Maxillofacial Surgeon 2004:229-30
nd
9. Tjiptono KN, Harahap S, Arnus S, Osmani S. Ilmu bedah mulut 2 ed. Jakarta:Cahaya
Sukma;1989,p.145-148

10. Balaji SM. Oral and maxillofacial surgery. Delhi: Elsevier; 2009,p.233-5

11. Sinan A, Agar U, Bicakci AA, Kosger H. Changes in mandibular third molar angle and position after
unilateral mandibular first molar extraction. American Journal of Orthodontics and Dentofacial
Orthopedics 2006;129(1):37

nd
12. Beek GCV. Morfologi gigi 2 ed. Editor: Andrianto P. Alih Bahasa: Yuwono L.
Jakarta:EGC;1996,p.101

13. Harshanur IW. Anatomi gigi. Jakarta : EGC;1991,p.221,239

Vous aimerez peut-être aussi