Vous êtes sur la page 1sur 34

MAKALAH

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA REMAJA DAN DEWASA

DENGAN HIV/AIDS”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan HIV

OLEH :
KELOMPOK 1
DJAYADI (175070209111009)
MUSAFFA RIDHANI (175070209111001)
HENNY JUHARTININGSIH (175070209111021)
SITI RAIKHANAH (175070209111037)
MARIA KRESIANA MEME BELA (175070209111046)
ANJAR SATRIA WIBAWA (175070209111018)
ROBERTUS KARMANTO (175070209111068)
MOH KHOIRUDIN (175070209111075)
SANDI SUARDI (175070209111081)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME atas limpahan taufiq dan hidayah-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Penyusunan

makalah ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan dalam mata

kuliah Keperawatan HIV AIDS. Kami membuat makalah ini berdasarkan

sistematika yang diberikan dosen pengampu dengan menggunakan berbagai

literatur sebagai referensi utama.

Penyusunan makalah ini juga sebagai bekal dalam pemahaman konsep

keperawatan HIV AIDS tentang KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA

REMAJA DAN DEWASA DENGAN HIV/AIDS. Oleh karena itu, makalah ini

merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kegiatan belajar di

lingkungan pendidikan kami. Kritik dan saran yang membangun selalu diterima

demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terima kasih .

Malang, September 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3

1. Pengertian .............................................................................................................. 3

2. Etiologi .................................................................................................................... 3

3. Tanda Dan Gejala .................................................................................................. 4

4. Patofisiologi ........................................................................................................... 6

5. Perjalanan Alamiah dan Stadium Infeksi HIV .................................................... 7

6. Cara Penularan HIV dan Pencegahan ................................................................. 8

7. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................................... 10

8. Penatalaksanaan ................................................................................................. 10

9. Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral (ARV)................................................... 12

BAB 3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................ 13

1. Pengkajian ............................................................................................................ 13

2. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 17

3. Rencana Keperawatan ........................................................................................ 18

BAB 4 PENUTUP ................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. iv

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Human Immunodeficiency virus (HIV) adalah sejenis virus yang

menyerang atau menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya

kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)

adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan

tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV. AIDS merupakan tahap terakhir dari

infeksi HIVdimana tubuh manusia tidak dapat melawan infeksi HIV sehingga

dapat mengancam nyawa. Sampai saat ini tidak ada satu negara pun yang

terbebas dari HIV. Penyakit yang ditemukan pada tahun 1980-an ini

memberikan dampak negatif terhadap masalah kesehatan, sosial, ekonomi

dan negara yang sampai saat ini mendapat perhatian dari masyarakat dunia.

Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2014 terdapat

36,9 juta orang yang hidup dengan HIV, dua juta orang yang baru terinfeksi

HIV dimana orang dewasa yang baru terinfeksi HIV sebanyak 1,8 juta dan

anak-anak 220.000 orang. Satu juta dua ratus orang mati karena penyakit

AIDS di dunia. Hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) 2012

KKR (Kesehatan Reproduksi remaja) menunjukkan bahwa pengetahuan

remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat

dengan hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2%remaja laki-laki usia 15-

19 tahun dan kurang mengetahui gejala PMS (Penyakit Menular Seksual).

Informasi tentang HIV relatif lebih banyak diterima oleh remaja, meskipun

1
2

hanya 9,9% perempuan dan 10,9% laki-laki memiliki pengetahuan

komprehensif mengenai HIV/AIDS.

Kasus yang dilaporkan dari data statistik di Indonesia September 2014

jumlah pengidap HIV adalah 150.296 orang sedangkan penderita AIDS

terdapat 55.799 orang. Dari jumlah tersebut, kasus HIV kelompok usia 15-19

tahun berjumlah 813 orang, kasus penderita AIDS kelompok usia 15-19 tahun

3,1%4. Ini berarti bahwa penderita HIV/AIDS masih banyak pada usia remaja

dan orang muda. Perilaku seks bebas di tanah air terus menunjukkan

peningkatan terlebih hal pada usia remaja yang melakukan hubungan seksual

di usia dini. Komisi penanggulangan AIDS pun dibuat cemas karena perilaku

seks bebas yang rawan menularkan penyakit termasuk HIV.Usia remaja

adalah masa dimana seseorang berada pada sebuah kondisi masa peralihan

antara anak-anak dan dewasa. Perubahan yang terjadi pada usia remaja

adalah perubahan secara fisik dan non-fisik.

WHO mengatakan bahwa masa remaja adalah masa ketika banyak

orang mengeksplorasi seksualitas mereka akibatnya akses kebutuhan

informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi menjadi semakin

tinggi. Beberapa remaja mungkin bereksperimen dengan obat suntik,

seksualitas dan orientasi seksual.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus golongan

RNA yang spesifik menyerang sistem imun/kekebalan tubuh manusia.

Penurunan sistem kekebalan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV

memudahkan berbagai infeksi, sehingga dapat menyebabkan timbulnya

AIDS. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan

gejala/tanda klinis pada pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik)

karena penurunan sistem imun. Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai

penyakit karena imunitastubuh yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal

melawan kuman yang biasanya tidak menimbulkan penyakit. Infeksi

oportunistik ini dapat disebabkan oleh berbagai virus, jamur, bakteri dan

parasit serta dapat menyerang berbagai organ, antara lain kulit, saluran

cerna/usus, paru-paru dan otak.

2. Etiologi

AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV masuk dalam golongan

virus retro yang disebut human immunodeficiency virus. Virus ini

diketemukan oleh Montagner, seorang ilmuwan dari perancis (Institute

Pasteur Paris, 1983), yang mengisolasi virus dari seorang penderita dengan

gejala limfadenopati, sehingga saat itu dinamakan (LAV) atau

Lymphadenophathy Associated Virus (Sudoyo,2009).

Menurut Bratawidjaja (2010), terdapat 2 tipe HIV, yaitu tipe 1 (HIV-1),

penyebab utama AIDS yang merupakan bentuk virus yang paling virulen,

3
4

prevalensinya lebih banyak dan bermutasi lebih cepat. Tipe 2 (HIV-2),

menyebabkan penyakit yang serupa dengan HIV-1,patogenesisnya lebih

rendah dibandingkan dengan HIV-1.Keduanya merupakan virus yang

menginfeksi sel CD4+ T yang memiliki reseptor dengan afinitas tinggi untuk

HIV. Setelah infeksi oleh HIV, terjadi penurunan sel CD4 secara bertahap

yang menyebabkan peningkatan gangguan imunitas yang diperantarai sel

dengan akibatkerentanan terhadap berbagai infeksi opertunistik.

3. Tanda Dan Gejala

Berbagai jenis keganasan juga mungkin timbul. Kebanyakan orang

yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi AIDS bila tidak diberi pengobatan

dengan antiretrovirus (ARV). Kecepatan perubahan dari infeksi HIV menjadi

AIDS, sangat tergantung pada jenis dan virulensi virus, status gizi serta cara

penularan. Dengan demikian infeksi HIV dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:

Menurut Kemenkes RI (2014), manifestasi klinis penderita HIV/AIDS

dewasa dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu:

a. Stadium I

1) Asimtomatis.

2) Limfadenopati generalisata persisten.

3) Dengan penampilan klinis derajad I : asimtomatis dan aktivitas

normal.

b. Stadium II

1) Penurunan berat badan≤ 10%.

2) Manifestasi mukokutaneus MINOR (dermatitis seborreic, prurigo,

infeksi jamur pada kuku, ulserasi pada mulut berulang).

3) Herpes Zoster, dalam 5 tahun terakhir.


5

4) Infeksi saluran nafas atas berulang (sinusitis bakterial).

5) Dengan atau penampilan klinis derajat 2 : simtomatis, aktivitas

normal.

c. Stadium III

1) Penurunan berat badan ≥10%.

2) Diare kronis dengan penyebab yang tidak jelas > 1 bulan.

3) Demam tanpa penyebab yang jelas (intermittent atau menetap) ≥ 1

bulan.

4) Kandidiasis oral.

5) Tuberkulosis paru dalam 1 tahun terakhir.

6) Terinfeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis).

7) Dengan atau penampilan klinis derajad 3 : berbaring ditempat tidur≤

50% sehari dalam 1 bulanterakhir.

d. Stadium IV

1) HIV wastingsindrome.

2) Pneumonia pneumokistik karinii.

3) Infeksi toksoplasmosis di otak.

4) Diare karena cryptosporidiosis≥ 1 bulan.

5) Mengalami infeksi cytomegalovirus(CMV).

6) Infeksi herpes simpleks, maupun mukokutaneus ≥ 1 bulan.

7) Infeksi mikosis (histoplasmosis, coccidioidomycosis)

8) Kandidiasis esofagus, trakhea, bronkus, maupun paru

9) Infeksi mikobakteriosisathypical.

10) Sepsis.

11) Tuberkulosis ektrapulmoner.


6

12) Limfoma maligna.

13) Sarkoma kaposi.

14) EnselopatiHIV.

15) Dengan penampilan klinis derajad 4 : berada ditempat tidur ≥

50% setiap hari dalam bulan-bulan terakhir.

4. Patofisiologi

Sel limfosit, CD4 dan Viral Load

Leukosit merupakan sel imun utama, di samping sel plasma,

makrofag dan sel mast. Sel limfosit adalah salah satu jenis leukosit (sel darah

putih) di dalam darah dan jaringan getah bening. Terdapat dua jenis limfosit,

yaitu limfosit B, yang diproses di bursa omentalis, dan limfosit T, yang

diproses di kelenjar thymus. Limfosit B adalah limfosit yang berperan penting

pada respons imun humoral melalui aktivasi produksi imun humoral, yaitu

antibodi berupa imunoglobulin (Ig G, IgA, Ig M, Ig D dan Ig E). Limfosit T

berperan penting pada respons imun seluler, yaitu melalui kemampuannya

mengenali kuman patogen dan mengaktivasi imun seluler lainnya, seperti

fagosit serta limfosit B dan sel-sel pembunuh alami (fagosit, dll).

Limfosit T berfungsi menghancurkan sel yang terinfeksi kuman

patogen. Limfosit T ini memiliki kemampuan memori, evolusi, aktivasi dan

replikasi cepat, serta bersifat sitotoksikterhadap antigen guna

mempertahankan kekebalan tubuh. CD (cluster of differentiation) adalah

reseptor tempat “melekat”-nya virus pada dinding limfosit T. Pada infeksi HIV,

virus dapat melekat pada reseptor CD4 atas bantuan koreseptor CCR4 dan

CXCR5. Limfosit T CD4 (atau disingkat CD4), merupakan petunjuk untuk

tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh karena pecah/rusaknya limfosit T


7

pada infeksi HIV. Nilai normal CD4 sekitar 8.000-15.000 sel/ml; bila

jumlahnya menurun drastis, berarti kekebalan tubuh sangat rendah, sehingga

memungkinkan berkembangnya infeksi oportunistik.

Dalam tubuh ODHA partikel virus bergabung dengan Deoxyribo

Nucleic Acid (DNA) sel pasien sehingga satu kali seseorang terinfeksi

HIVseumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang

terinfeksiHIVsebagian yang berkembang masuk tahap AIDS pada tahun

pertama50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun dan

sesudah 13tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukan gejala

AIDS dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut

menunjukangambaran penyakit yang kronis sesuai dengan perusakan sistem

kekebalantubuh yang juga bertahap.

Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis

tidak menunjukkan gejala pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi 10

partikel setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan

seleksi muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV terjadi

kehancuran limfosit CD4+ yang tinggi untungnya tubuh masih bisa

mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4+ sekitar 109 sel setiap

hari.

5. Perjalanan Alamiah dan Stadium Infeksi HIV

Terdapat tiga fase perjalanan alamiah infeksi HIV (Bagan 1) sebagai berikut.

a. Fase I: masa jendela (window period) – tubuh sudah terinfeksi HIV,

namun pada pemeriksaan darahnya masih belum ditemukan antibodi anti-

HIV. Pada masa jendela yang biasanya berlangsung sekitar dua minggu

sampai tiga bulansejak infeksi awal ini, penderita sangat mudah


8

menularkan HIV kepada orang lain. Sekitar 30-50% orang mengalami

gejala infeksi akut berupa demam, nyeri tenggorokan, pembesaran kelenjar

getah bening, ruam kulit, nyeri sendi, sakit kepala, bisa disertai batuk

seperti gejala flu pada umumnya yang akan mereda dan sembuh dengan

atau tanpa pengobatan. Fase “flu-like syndrome” ini terjadi akibat

serokonversi dalam darah, saat replikasi virus terjadi sangat hebat pada

infeksi primer HIV.

b. Fase II: masa laten yang bisa tanpa gejala/tanda (asimtomatik) hingga

gejala ringan. Tes darah terhadap HIV menunjukkan hasil yang positif,

walaupun gejala penyakit belum timbul. Penderita pada fase ini penderita

tetap dapat menularkan HIV kepada orang lain. Masa tanpa gejala rata-rata

berlangsung selama 2-3 tahun; sedangkan masa dengan gejala ringan

dapat berlangsung selama 5-8 tahun, ditandai oleh berbagai radang kulit

seperti ketombe, folikulitis yang hilangtimbul walaupun diobati.

c. Fase III: masa AIDS merupakan fase terminal infeksi HIV dengan

kekebalan tubuh yang telah menurun drastis sehingga mengakibatkan

timbulnya berbagai infeksi oportunistik, berupa peradangan berbagai

mukosa, misalnya infeksi jamur di mulut, kerongkongan dan paru-paru.

Infeksi TB banyak ditemukan di paru-paru dan organ lain di luar paru-paru.

Sering ditemukan diare kronis dan penurunan berat badan sampai lebih

dari 10% dari berat awal.

6. Cara Penularan HIV dan Pencegahan

Cara penularan HIV melalui alur sebagai berikut.

a. Cairan genital: cairan sperma dan cairan vagina pengidap HIV memiliki

jumlah virus yang tinggi dan cukup banyak untuk memungkinkan


9

penularan, terlebih jika disertai IMS lainnya. Karena itu semua hubungan

seksual yang berisiko dapat menularkan HIV, baik genital, oral maupun

anal.

b. Kontaminasi darah atau jaringan: penularan HIV dapat terjadi melalui

kontaminasi darah seperti transfusi darah dan produknya (plasma,

trombosit) dan transplantasi organ yang tercemar virus HIV atau melalui

penggunaan peralatan medis yang tidak steril, seperti suntikan yang tidak

aman, misalnya penggunaan alat suntik bersama pada penasun, tatto dan

tindik tidak steril

c. Perinatal: penularan dari ibu ke janin/bayi – penularan ke janin terjadi

selamakehamilan melalui plasenta yang terinfeksi; sedangkan ke bayi

melalui darahatau cairan genital saat persalinan dan melalui ASI pada

masa laktasi.

Ada beberapa jenis program yang terbukti sukses diterapkan dibeberapa

negara yang dianjurkan oleh Badan Kesehatan Dunia untuk dilaksanakan

secara sekaligus yaitu:

a. Pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja dan dewasa muda

b. Program penyuluhan sebaya untuk berbagai kelompok sasaran

c. Program kerjasama dengan media cetak dan elektronik

d. Paket pencegahan komprehensif untuk pengguna narkotika termasuk

program pengadaan jarum suntik steril.

e. Program pendidikan agama.

f. Program layanan Infeksi Menular Seksual (IMS).

g. Program promosi kondom di lokalisasi dan panti pijat.

h. Program pengadaan dibeberapa tempat untuk tes HIV dan konseling.


10

i. Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dengan pemberian

obat Antiretroviral (ARV).

7. Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan

panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan

strategi 3 dan selalu didahului dengan konseling prates atau informasi

singkat. Ketiga tes tersebut dapat menggunakan reagentes cepat atau

dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes

dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk pemeriksaan

selanjutnya (A2 dan A3)menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi (>99%).

Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu

hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV

yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka

perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko

(Kemenkes RI, 2011).

8. Penatalaksanaan

Pada awal 1980-an ketika mulai epidemik HIVAIDS pasien AIDS tidak

hidup dengan lama. Saat ini, Food and Drug Administration telah

mengesahkan 31 obat Antiretroviral (ARV) untuk mengobati infeksi HIV.

Pengobatan ini tidak menyembuhkan pasien HIV/AIDS sebaliknya

mensupresi virus ke tingkat yang tidak dapat terdeteksi lagi tetapi virusnya

tidak dieliminasi sepenuhnya dari tubuh. Dengan mensupresi jumlah virus

dalam tubuh pasien yang terinfeksi dengan HIV dapat hidup dengan lebih

lama dan sehat. Namun mereka masih bisa menularkan virus kepada orang

lain.
11

Obat antiretrovinal menyerang kemampuan HIV untuk menginfeksi sel

yang sehat dalam lima cara yang berbeda dan oleh karena itu obatnya dibagi

menjadi lima kelas yang berbeda. Antaranya adalah Entry Inhibitors yang

mengganggu kemampuan virus untuk berikatan dengan reseptor pada

permukaan luar sel dimana virus mencoba untuk masuk. Apabila pengikatan

reseptor gagal HIV tidak dapat menginfeksi sel. Kedua adalah

FusionInhibitors yang mengganggu kemampuan virus berfusi dengan

membran sel untuk mencegah HIV masuk ke sel. Ketiga adalah Reverse

TranscriptaseInhibitor yang mencegah enzim HIV mengkonversi single-

stranded HIV RNA menjadi HIV DNA proses yang dikenali Reverse

Transcriptase (RT). Terdapat dua jenis inhibitors RT yaitu Nucleotide Reverse

TranscriptaseInhibitors yang mengganggu kerja protein HIV dimana virus

membutuhkan untuk membuat salinan virus baru dan Non-Nucleoside

ReverseTranscriptase Inhibitors yang menghentikan replikasi HIV dalam sel

dengan menghambat protein Reverse Transcriptase. Keempat

adalahIntegrase Inhibitors yang memblokir integrase enzim HIV dimana virus

menggunakannya untuk mengintegrasikan materi genetiknya ke dalam DNA

sel yang telah terinfeksi. Terakhir adalah Protease Inhibitors yang

mengganggu enzim HIV yang disebut protease yang biasanya memotong

rantai panjang protein HIV menjadi protein yang lebih kecil. Apabila protease

tidak bekerja maka partikel virus baru tidak dapat bergabung.

Kombinasi obat pertama yang harus diberikan adalah terapi lini

pertama yang terdiri dari dua obat Nucleoside/Nucleoctide

ReverseTranscriptase Inhibitors (NRTIs) dan satu obat dari Non-

NucleosideReverse Transcriptase Inhibitors (NNRTIs). Beberapa orang


12

menghadapi kegagalan terapi pada lini pertama karena terjadinya resistensi

obat terhadapHIV penyerapan obat yang lemah atau kombinasi obat yang

lemah.Bagi ART lini kedua, dua NRTI dan satu Protease Inhibitor (PI) obat

digunakan bersama. ART lini kedua lebih kuat dari ART lini pertama tetapi

membutuhkan seseorang yang mengambil lebih ARV pengaturan pola

makanan dan kemugkinan memiliki lebih banyak efek samping. Jika ART lini

kedua gagal maka ART lini ketiga harus digunakan. Obat yang digunakan

pada ART lini ketiga adalah Etravirine (EVT), Darunavir (DRV) dan

Raltegravir (RAL). Akan tetapi biayanya lebih tinggi dibandingkan ART lini

pertama dan lini kedua yang dapat mengurangi akses di negara miskin.

9. Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral (ARV)

Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan

dimana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri,

bukan hanya karena mematuhi perintah dokter, hal ini penting karena

diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat.

Kepatuhan harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap

kunjungan. Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidakpatuhan

pasien mengkonsumsi ARV. Untuk mencapai supresi virologis yang baik

diperlukan tingkat kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian

menunjukkan bahwa untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal,

setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh terlupakan, resiko kegagalan

terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik

antara tenaga kesehatan dengan pasien, komunikasi dan suasana

pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum

obat (Kemenkes RI, 2011).


BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

1. Identitas : Menanyakan nama, jenis kelamin, alamat, nomor telepon yang

bisa dihubungi

2. Riwayat kesehatan sekarang,

Klien mengeluh demam, batuk, diare, penurunan berat badan, kelelahan,

mual muntah, kandidiasis oral.

3. Riwayat perilaku beresiko

 Pengguna NAPZA (khususnya pengguna NAPZA suntik)

 WPS (Wanita pekerja seks)

 Pelanggan PS (pekerja seks)

 LSL (lelaki Seks Lelaki)

 Warga binaan permasyarakatan (WBP)

 Pekerja kapal

4. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada riwayat anggota keluarga yang terdeteksi HIV

Apakah ada anggota keluarga yang berperilaku beresiko.

5. Pemeriksaan fisik

Melakukan pemeriksaan TTV klien, dan mengobservasi head to too.

Kepala: gatal-gatal di kulit kepala, pusing

Wajah: pucat, konjungtiva anemis

Mulut: kandidiasis oral, stomatitis, penurunan indra pengecap,

Leher: limpadenopati

13
14

Dada: suara napas ronchi, simetris

Abdomen: supel, peristaltic (+)

Ekstermitas: kelemahan

6. Pemeriksaan penunjang

Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan

nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3

dengan menggunakan reagentes cepat atau dengan ELISA. Antibodi

biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah

terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam

masa jendela menunjukkan hasil ”negatif”, maka perlu dilakukan tes ulang,

terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.

7. Status pernapasan

Pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi sputum, napas

yang pendek dan ortopnea, takipnea, dan nyeri dada. Keberadaan suara

pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain

mencakup hasil foto rontgen thoraks, hasil pemeriksaan gas darah arteri dan

hasil tes faal paru.

8. Status nutrisi

Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenalai factor-

faktor yang dapat menggangu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus,

nyeri oral atau kesulitan menelan. Pertimbangan berat badan, pengukuran

antropometrik, pemeriksaan kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum,

albumin dan transperin akan memberikan parameter status nutrisi yang

objektif.
15

9. Sistem integumen

Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-

tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau

gejala kemerahan, ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim

yang menunjukkan kandidiasis. Daerah perianal harus diperiksa untuk

menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare profus.

Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi

mikroorganisme yang infeksius.

10. Status neurologist

Status neurologist ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien,

orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu serta ingatan yang hilang.

Pasien juga dinilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual,

sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas) serta gangguan

motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralysis) dan serangan kejang.

11. Status cairan dan elektrolit

Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane

mukosa untuk menetukan turgor dan kekeringan. Peningkatan rasa haus,

penurunan haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan

tekanan sistolik antara 10 dan 15 mm Hg dengan disertai kenaikan frekuensi

denyut nadi ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat dan

berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi. Gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, kalium,

kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan terjadi

karena diare hebat.


16

12. Pola eliminasi

Adanya nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, personal, perubahan

dalam jumlah, warna dan karakteristik urin, diare yang intermitten, terus

menerus, sering dengan atau tanpa disertai kram abdominal, nyeri panggul,

rasa terbakar saat miksi, feces dengan atau tanpa disertai mukus dan darah.

13. Pola aktivitas dan istirahat

Adanya kelemahan otot, menurunnya massa otot, mudah lelah,

berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya, progresi kelelahan /

malaise, perubahan pola tidur

14. Interaksi sosial

Masalah yang ditimbulkan: kehilangan kerabat/orang terdekat, teman,

pendukung, rasa takut untuk mengungkapkannya pada orang lain, takut akan

penolakan / kehilangan pendapatan, Isolasi, kesepian, teman dekat ataupun

pasangan seksual yang meninggal akibat AIDS, mempertanyakan

kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana,

Perubahan pada interaksi keluarga / orang terdekat.

15. Spiritual

Cemas akan kematian, tidak bisa melaksanakan ibadah karena kelemahan.


17

2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d mucus berlebihan

2. Diare b.d inflamasi gastrointestinal

3. Resiko infeksi b.d imunosupresi

4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet

kurang; ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient; ketidakmampuan makan

5. Intoleransi aktivitas b.d fisik tidak bugar

6. Kerusakan integritas kulit b.d imunodefisiensi

7. Ansietas b.d ancaman kematian


18

3. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan jalan nafas


1 Ketidak NIC:
efektif dengan indikator:
efektifan Monitor Pernafasan (236)
bersihan Kriteria Hasil:
jalan nafas  Monitor kecepatan, irama, kedalaman,
NOC: Status Pernafasan (556)
berhubung dan kesulitan nafas
an dengan Skala  Catat pergerakan dada,
N Keterangan
mukus Indikator Saat ketidaksimetrisan dada, otot bantu
o Target skala target
berlebihan Pengkajian nafas, retraksi otot supraklavikular dan
(384) 1 Frekuensi 5 1 : Berat intercosta.
pernafasan 2 : Cukup  Monitor suara nafas.
2 Irama 5 3 : Sedang  Monitor pola nafas
pernafasan 4 : Ringan  Monitor saturasi oksigen
3 Kedalaman 5 5 : Tidak ada  Catat lokasi trakea
inspirasi  Auskultasi suara nafas
4 Suara auskultasi 5  Suction pada jalan nafas dengan
5 Kepatenan jalan 5 auskultasi suara nafas.
6 nafas 5  Monitor kemampuan batuk efektif
Saturasi oksigen  Monitor keluhan sesak nafas
 Monitor suara krepitasi pada pasien
 Monitor hasil foto thorak

Terapi Oksigen (444)


 Bersihkan mulut, hidung, dan sekresi
trakea dengan tepat.
 Pertahankan kepatenan jalan nafas.
NOC: Keparahan Infeksi (145)  Siapkan peralatan oksigen dan berikan
19

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Skala melalui sistem humidifier.


Keterangan
NO Indikator Saat Target  Berikan oksigen tambahan seperti
skala target
pengkaji an yang diperintahkan.
1. Sputum 5 1: Berat  Monitor aliran oksigen.
purulen 2: Cukup berat  Monitor posisi alat perangkat
2. Hipotermia 5 3: Sedang pemberian oksigen.
3. Ketidakstabil 5 4: Ringan  Periksa alat secara berkala untuk
an suhu 5: Tidak ada memastikan konsentrasi yang telah
4. Limpadeno pati 5 diberikan.
Malaise  Monitor efektifitas terapi oksigen.
5. Ilfiltrasi X-ray 5  Pastikan penggantian kanul/ masker
Kolonisasi oksigen
6. kultur sputum 5  Amati tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor alat oksigen untuk memastikan
bahwa alat tersebut tidak menganggu
upaya bernafas.
 Monitor kerusakan kulit terhadap
adanya gesekan perangkat oksigen

Fisioterapi Dada (111)


 Kenali adanya kontra indikasi
dilakukannya fisioterapi dada. pada
pasien (PPOK, pneumonia tanpa
sputum berlebihan, osteoporosis, ca
paru, edema cerebri)
 Lakukan fisioterapi dada minimal dua
jam setelah makan.
 Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
fisioterapi dada kepada pasien.
20

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

 Dekatkan alat-alat yang diperlukan.


 Monitor jumlah dan karakteristik
sputum.
 Tentukan segmen paru mana yang
berisi sekret berlebihan.
 Gunakan bantal untuk menopang
posisi pasien.
 Tepuk dada dengan teratur dan cepat
dengan menggunakan telapak tangan
yang dikuncupkan di atas area yang
ditentukan selama 3-5 menit.
 Lakukan perkusi.
 Lakukan fibrasi.
 Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan nafas dengan tehnik
nafas dalam.
 Anjurkan untuk batuk selama dan
setelah tindakan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diare teratasi
2 Diare NIC : (594)
dengan indikator:
berhubung Manajemen Diare (164)
an dengan Kriteria Hasil:
inflamasi  Tentukan riwayat diare
NOC: Keseimbangan Cairan (193)
gastro  Evaluasi profil pengobatan terhadap
intestinal Skala adanya efek samping pada
N Keterangan
(202) Indikator Saat gastrointestinal
o Target skala target
Pengkajian  Ajari pasien cara penggunaan obat
1 Tekanan darah 5 1. Sangat antidiare secara tepat.
2 Denyut nadi radial 5 terganggu  Instruksikan pasien/ anggota keluarga
21

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3 Denyut perifer 5 2. Banyak untuk mencatat volume, frekuensi dan


4 Keseimbangan 5 terganggu konsistensi tinja.
5 intake dan output 5 3. Cukup  Anjurkan pasien menghindari makanan
6 Berat badan stabil 5 terganggu yang pedas dan menimbulkan gas
7 Turgor kulit 5 4. Sedikit dalam perut.
8 Kelembaban 5 terganggu  Anjurkan pasien yang menghindari
9 mukosa 5 5. Tidak makanan mengandung laktosa.
Hematokrit terganggu  Identifikasi penyebab diare.
Berat jenis urine  Monitor tanda dan gejala diare.
 Amati turgor kulit pasien.
 Monitor ulcerasi dan iritasi pada kulit
perineum.
 Ukur diare/output pencernaan
 Timbang pasien secara berkala.
NOC: Keseimbangan Elektrolit (193)  Konsultasikan jika gejala diare
menetap.
Skala
 Instruksikan untuk menghindari laksatif
Saat Target Keterangan skala
NO Indikator
pengkaji target  Berikan diit rendah serat dan TKTP
an
1. Penurunan/ 5 1: Deviasi berat Manajemen Cairan (157)
peningkatan dari kisaran
sodium normal.  Jaga intake yang akurat dan output
2. Penurunan/ 5 2: Deviasi yang pasien.
peningkatan cukup besar  Masukkan kateter urine.
potasium dari kisaran  Monitor hidrasi.
3. Penurunan/ 5 normal.  Berikan cairan dengan tepat.
peningkatan 3: Deviasi sedang  Berikan cairan intravenanya dengan
serum klorida dari kisaran tepat.
22

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Penurunan/ normal  Berikan penggantian cairan melalui


peningkatan 4: Deviasi ringan NGT.
kalsium. dari kisaran
normal Manajemen Elektrolit (166)
5: Tidak ada  Monitor nilai serum elektrolit yang
deviasi dari abnormal.
kisaran normal.  Pertahankan haluaran dan asupan
yang akurat.
 Pertahankan pemberian cairan
elektrolit dengan laju lambat.
 Ambil spesiman laborat untuk elektrolit.
 Tempatkan monitor jantung dengan
tepat.
 Awasi adanya aritmia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nutrisi NIC: Monitor Nutrisi
4 Ketidaksei
seimbang dengan indikator:
m-bangan  Timbang BB pasien.
nutrisi: Kriteria Hasil:  Lakukan antropometri pada komposisi
kurang dari NOC: Status Nutrisi tubuh (misalnya indeks masa tubuh,
kebutuhan pengukuran pinggang, dan lipatan
tubuh kulit).
Skala
berhubung  Monitor adanya mual dan muntah.
N Saat Keterangan
an dengan Indikator  Identifikasi apnormalitas eliminasi
asupan o Pengkaji Target skala target
bowel (misanya diare, darah, mucus,
diet an dan eliminasi yang nyeri dan tidak
kurang. 1 Asupan gizi 4 1: Sangat teratur).
menyimpang  Identifikasi perubahan nafsu makan
2 Asupan makanan 4 dan aktivitas akhir akhir ini.
dari rentang
3 Energi 4  Tentukan pola makan (misalnya
23

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

4 Asupan cairan 4 normal makanan yang disukai dan tidak


disukai, konsumsi yang berlebihan
5 Rasio berat 4 2: Banyak
terhadap makanan siap saji, makan
badan/tinggi badan menyimpang
yang terlewati, makan tergesa-gesa).
dari rentang
normal  Identifikasi adanya ketidaknormalan
3: Cukup dalam ronggga mulut (inflamasi,
menyimpang ompong, atau gusi berdarah, kering,
4: Sedikit gigi pecah pecah, lidah kasar dan
menyimpang papilla hiperemi atau hipertropi).
5: Tidak  Tentukan faktor- faktor yang
menyimpang mempengaruhi asupan nutrisi misanya
(pengetahuan, ketersediaan dan
kemudahan memperoleh produk
NOC: Nafsu Makan produk makanan yang berkualitas
pengaruh agama dan budaya,
Skala kempuan menyiapkan makanan isolasi
sosial, hospitalisasi, menguyah tidak
N Saat Keterangan
Indikator adekuat, ganggguan menelan,
o Pengkaji Target skala target
penyakit periodontal, penurunan dalam
an merasakan makanan, penggunaan
1 Hasrat atau 4 1. Sangat obat).
keinginan untuk Terganggu
makan 2. Banyak NIC: Manajemen Nutrisi
Terganggu  Tentukan status gizi pasien dan
2 Menyenangi 4
3. Cukup kemampuan untuk memenuhi
makanan
3 4 Terganggu kebutuhan gizi.
Intake makanan 4. Sedikit  Identifikasi alergi atau intoleransi
4 4
Intake nutrisi Terganggu makanan yang dimiliki pasien.
5 4 5. Tidak
24

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

6 Intake cairan 4 Terganggu  Anjurkan pasien mengenai modifikasi


Rangsangan untuk diet yang dibutuhkan.
makan  Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan makanan tertentu
berdasarkan perkembangan atau usia
(misalnya peningkatan kalsium,
protein, cairan dan kalori untuk wanita
hamil).
 Monitor kalori dan asupan makanan.
 Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan berat badan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi NIC : Manajemen Energi


5 Intoleransi
aktifitas teratasi dengan indikator:
aktivitas  Kaji status fisiologis pasien yang
b.d fisik Kriteria Hasil: menyebabkan kelelahan sesuai
tidak bugar NOC: Daya Tahan dengan konteks usia dan
Skala perkembangan
 Anjurkan pasien mengungkapkan
N Saat Keterangan secara verbal mengenai keterbatasan
Indikator Tar
o Pengkaji skala target yang dialami
get
an  Tentukan persepsi pasien/orang
1 Melakukan 4 1: Sangat terdekat dengan psien mengenai
aktivitas rutin terganggu penyebab kelelahan
 Pilih intervensi untuk mengurangi
2 Aktivitas fisik 4 2 : Banyak kelelahan baik secara farmakologis
terganggu maupun non farmakologis dengan
3 Daya tahan otot 4 3 : Cukup tepat
terganggu  Tentukan jenis dan banyaknya
25

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

4 Tenaga yang 4 4 : Sedikit aktivitas yang dibutuhkan untuk


terkuras terganggu menjaga ketahanan
5 : Tidak  Monitor intake/asupan nutrisi untuk
5 Letargi 4
terganggu mengetahui sumber energy yang
Kelelahan adekuat
6  Anjurkan periode istirahat dan
kegiatan secara bergantian
 Bantu aktivitas pasisen sesuai dengan
kemampuan

 Instruksikan pasien/keluarga untuk


mengenali tanda dan gejala kelelahan
yang memerlukan pengurangan
aktivitas.

Kerusakan Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Perawatan luka


6
integritas intregitas kulit teratasi dengan indikator:  Monitor karakteristik luka,termasuk
kulit b.d Kriteria hasil : drainase, warna, ukuran, dan bau
imunodefisi NOC : Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa  Bersihkan dengan normal salin atau
ensi Skala pembersih yang tidak beracun
N
Indikator
Saat Target Keterangan skala  Berikan perwatan ulkus pada kulit
O pengkaji target yang diperlukan
an  Oleskan salep yang sesuai dengan
kulit/lesi
 Anjurkan pasien dan keluarga pada
prosedur perawatan luka
26

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Suhu kulit 5 1. Sangat terganggu  Anjurkan klien dan keluarga untuk


2. Integritas kulit 5 2. Banyak terganggu mengenal tanda dan gejala infeksi
3. Lesi pada kulit 5 3. Cukup terganggu  Dokumentasikan lokasi luka, ukuran
4. Sedikit terganggu dan tampilan
5. Tidak terganggu
27

Ansietas Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ansietas NIC: Pengurangan Kecemasan:
7
b.d teratasi dengan indikator:  Gunakan pendekatan yang tenang
ancaman Kriteria hasil : dan meyakinkan
kematian. NOC : Integritas jaringan: kulit dan membran mukosa  Nyatakan dengan jelas harapan
Skala terhadap perilaku klien
N
Indikator
Saat Target Keterangan  Jelaskan semua prosedur termasuk
O pengkajia skala target sensasi yang akan dirasakan yang
n mungkin akan dialami klien selama
1. Tidak dapat 5 1. Berat prosedur
2. beristirahat 5 2. Cukup berat  Pahami situasi krisis yang terjadi dari
3. Perasaan Gelisah 5 3. Sedang perspektif klien
4. Rasa cemas yang 5 4. Ringan  Beriakn informasi faktual terkait
5 disampaikan secara 5 5. Tidak ada diagnosis, perawatn dan prognosis
lisan  Berada disisi klien untuk
6 Wajah tegang 5 meningkatkan rasa aman dan
Menarik diri mengurangi ketakutan
 Dorong keluarga untuk mendampingi
klien dengan cara yang tepat
NOC : Koping  Dorong verbalisasi perasaan, persepsi
Skala dan ketakutan
N Saat Target Keterangan
Indikator Terapi Relaksasi
O pengkajian skala target
 Gambarkan rasionalisasi dan manfaat
relaksasi serta jenis relaksasi yang
tersedia (musik, meditasi, bernafas
dengan ritme)
 Tentukan apakah ada intervensi
relaksasi dimasa lalu yang sudah
28

1. Mengidentifikasi pola 5 1. Tidak memberikan manfaat


2. koping yang efektif 5 pernah  Berikan deskripsi detail tentang
3. Menyatakan 5 menunjukan intervensi relaksasi yang dipilih
penerimaan terhadap 2. Jarang  Minta klien untuk rileks dan
4. situasi 5 menunjukan merasakan sensasi yang terjadi
5. Menggunakan 5 3. Kadang-  Tunjukan dan praktikan teknik
strategi koping yang kadang relakasasi pada klien
efektif menunjukan  Dorong pengulangan relaksasi secara
4. Sering berkala
menunjukan  Evaluasi dan dokumentasikan respon
5. Secara terhadap terapi relaksasi
konsisten
menunjukan Peningkatan koping:
 Bantu pasien dalam mengidentifikasi
NOC : Penerimaan Status Kesehatan tujuan jangka pendek dan jangka
Skala panjang yang tepat
N Saat Target Keterangan  Dukung hubungan pasien dengan
Indikator
O pengkaji skala target orang yang memiliki ketertarikan dan
an tujuan yang sama
1. Mengenali realita 5 1. Tidak  Bantu pasien untuk menyelesaikan
2. situasi kesehatan 5 pernah masalah dengan cara yang konstruktif
Menyesuaikan 5 dilakukan  Dukung pasien dalam mengidentifikasi
3. perubahan dalam 2. Jarang deskripsi yang realisitik terhadap
4. status kesehatn 3. Kadang- adanya perubahan dalam peran
Menunjukan kadang  Berikan penilaian mengenai
5 kegembiraan 4. Sering pemahaman pasien terhadap proses
Mengatasi situasi 5. Selalu penyakit
6 kesehatan dilakukan  Dukung sikap pasien terkait dengan
Melaporkan harapan yang realistis sebagai upaya
perasaan berharga untuk mangatasi perasaan
dalam hidup ketidakberdayaan
Melakukan tugas-
29

tugas perawatan diri  Sediakan pasien pilihan-pilihan yang


realistis mengenai aspek perawatan
 Sediakan informasi aktual mengenai
diagnosis, penanganan dan prognosis

Dukungan emosional
 Diskusikan dengan klien mengenai
pengalaman emosinya
 Buat pernyataan yang mendukung dan
empati
 Rangkul atau sentuh pasien dengan
penuh dukungan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan cemas, marah atau sudah
 Dengarkan/ dorong ekspresi
keyakinan dan perasaan
 Fasilitasi klien untuk mengidentifikasi
pola respon yang biasanya dipakai
ketika menghadapi rasa takut/cemas
 Berikan bantuan dalam pembuatan
keputusan
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah pada dasarnya

asuhan keperawatan pada remaja dan dewasa dengan HIV AIDS tidak ada

bedanya. Pemeriksaan laboratnya antara lain: Rapid Test, Elisa, Western

Blot, P24, PCR-RNA. Kepatuhan dalam terapi ARV sangat dibutuhkan dalam

supresi virologis. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu: ketidakefektifan

bersihan jalan napas b.d mucus berlebihan, diare b.d inflamasi

gastrointestinal, resiko infeksi b.d imunosupresi, ketidakseimbangan nutrisi :

kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet kurang, ketidakmampuan

mengabsorbsi nutrient; ketidakmampuan makan, intoleransi aktivitas b.d fisik

tidak bugar, kerusakan integritas kulit b.d imunodefisiensi, ansietas b.d

ancaman kematian.

B. Saran

Saran dalam makalah ini adalah sangat diperlukan adanya human

precaution yang tepat dan dukungan psikologis dan sosial yang tinggi kepada

penderita HIV AIDS.

30
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, R. (2017). Pembangunan Manusia dan Penanggulangan Human


Immunodeciency Virus (HIV)/Acquared Immune Deficiency Syndrome
(AIDS). HUMANIS, 4(1), 53-74.

Nababan, S. N. (2018). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN


SIKAP PENCEGAHAN DAN TINDAKAN PENULARAN HIV/AIDS SISWA
SMA NEGERI 1 BALIGE TAHUN 2016.

Baratawidjaja, GK.2010, Imunologi Dasar, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Ditjen PPM dan PL Kemenkes RI. 2014,Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia


Dilaporkan Januari-Desember Tahun 2014, (Internet) tersedia
dalam[www.spiritia.ro.id/start/statcurr.pdf]diakses tanggal 2 Mei 2017.

Hardman, T. Heather. 2017. Nanda International Inc Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 Ed 10. Diterjemahkan oleh Budi Anna
Keliat. Jakarta. EGC

Hockenberry,Marry. 2015. Wong’s Nursing Care of Infants and Children 10 th


edition. Canada. Elsevier

Kemenkes RI. 2011, Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan
Pengobatan Antiretroviral Pada Orang Dewasa, Direktorat Jendral P2PL,
Jakarta.

Kemenkes RI 2014. Pedoman pelaksanaan pencegahan penularan HIV Dan


sifilis dari ibu ke anak bagi tenaga kesehatan. Direktorat jenderal P2Pl,
Jakarta.

Morhead,Sue et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th edition.


Singapura. Elsevier Inc

iv

Vous aimerez peut-être aussi