Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar
global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO)
sebagai masalah kesehatan kronis terbesar. Obesitas atau yang biasa dikenal
Obesitas terjadi jika ada kelebihan kalori hasil metabolism. Pada penderita
dalam pankreas atau hati, penimbunan lemak tidak merata dapat menyebabkan
Obesitas yang muncul di usia remaja cenderung berlanjut hingga ke dewasa dan
karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa dan anak baik di negara
berat badan dan obesitas merupakan risiko utama kelima kematian global (1) ,
1
2
menyebutkan bahwa di Amerika sekitar 26% anak-anak usia 2-5 tahun mengalami
obesitas. Sekitar 37% anak usia 6-11 tahun dan 34% remaja usia 12-19 tahun
menderita obesitas.
epidemi obesitas dewasa, lebih dari 32% orang dewasa yang dikategorikan
kelebihan berat badan remaja (12-19 tahun) menunjukkan risiko lebih besar
peningkatan glukosa, tekanan darah, insulin, dan lipid serta peningkatan massa
kualitas hidup dan kesehatan yang buruk dibandingkan dengan remaja berat badan
yang sehat, hal ini tampak pada perbedaan budaya masyarakat barat dan kuwait
(2) . Sebuah penelitian lebih lanjut di Belanda bahwa obesitas memiliki dampak
besar pada kehidupan anak-anak muda tercermin dalam temuan bahwa anak-anak
penderita obesitas dan remaja dilaporkan memiliki kualitas hidup yang sama
Selandia Baru menunjukkan bahwa 33,6% remaja usia 11-14 tahun, dan 27% dari
remaja usia 15-18 tahun, dianggap kelebihan berat badan atau obesitas. Tahun
obesitas. Di Singapura dan Jepang obesitas pada remaja (usia 6-14 tahun) masing-
masing sebesar 13,4% dan 12%. Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia
3
29 tahun, prevalensi aktif adalah 13,2% pada laki-laki dan 19,1% pada wanita (6) .
lain sosial ekonomi yang mempengaruhi pola konsumsi, dimana anak yang
faktor yang mempengaruhi gizi lebih, adalah umur, jenis kelamin, tingkat sosial
termasuk perilaku menetap, aktivitas fisik dan pilihan makanan yang tidak sehat.
Faktor yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti kebiasaan makan, perilaku
menetap dan aktivitas fisik, semua memainkan peran penting dalam menciptakan
anak dan remaja menunjukkan bahwa faktor lingkungan, dan khususnya perilaku
terkait dengan diet dan aktivitas fisik, penting bagi penyebab obesitas. Salah satu
hasil dari transisi ini adalah peningkatan prevalensi obesitas sebagai faktor
risikopenyakit tidak menular (8) . Faktor risiko lain yang terkait dengan obesitas
porsi besar, pola makan seperti makan cemilan, tingginya tingkat perilaku
4
menetap dan rendahnya tingkat aktivitas fisik. Ada juga bukti yang menunjukkan
bahwa obesitas berhubungan dengan asupan tinggi padat energi, gizi yang rendah
pada makanan seperti minuman ringan, keripik gurih, biskuit manis dan gula-gula,
dan juga peningkatan waktu yang dihabiskan dalam pergaulan mereka (9) .
berkembang berkisar dari 2,4 % di Indonesia sampai 35,6 % di Saudi Arabia (5) .
yang diikuti perubahan pola hidup, maka prevalensi penderita gizi lebih dan
obesitas semakin tinggi. Menurut beberapa peneliti terdapat hubungan erat antara
menghasilkan pola hidup santai, energi yang tadinya untuk aktivitas tidak terlalu
diperlukan lagi dan akan disimpan sebagai timbunan lemak. Di samping faktor
keturunan, sebagian besar penyebab gizi lebih diduga oleh karena terjadinya
intervensi dan modifikasi gaya hidup (lifestyle), di mana pada etnik Western yang
berpandangan pada umumnya gizi lebih secara sosial tidak diingini, sedangkan
penduduk asli kepulauan Pasifik masih tinggal tetap berpandangan bahwa gizi
lebih dan obesitas justru merupakan suatu simbol kemakmuran dan status sosial
yang tinggi. Pandangan keadaan sosial dan kultur seperti ini, membutuhkan
berusia 15-55 tahun, dimana tingkat obesitas adalah 28,9%, perempuan dengan
aktivitas fisik yang lebih rendah ditemukan berada pada risiko terbesar untuk
peningkatan indeks massa tubuh. Dalam 2013 Afrika Selatan Kesehatan Nasional
dan Survei Pemeriksaan Gizi (SANHANES-1), 50,2% dari peserta berusia 18-24
obesitas remaja (usia ≥15 tahun) 10,3%. Data Riskesdas tahun 2010 yang
11,7% menderita obesitas (laki-laki 7,8%, perempuan 15,5%) dan sekitar 2,5%
anak-anak usia 13-15 tahun dan 1,4% remaja usia 16-18 tahun dinyatakan
menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi gemuk pada remaja umur 13-15
tahun di Indonesia sebesar 10,8%, terdiri dari 8,3% gemuk dan 2,5% sangat
obesitas pada remaja di Indonesia dari 1,4% (2007) menjadi 7,3% (2013) (11) .
2013 di dapatkan data remaja yang gemuk 13,1% yang terdiri dari 10,9 % gemuk
dan 2,7% sangat gemuk (11) . Angka ini sudah melebihi angka nasional dan
berdasarkan survey awal yang kami lakukan di bulan Agustus 2018 di SMP N 4
Medan di temukan 5 siswa (16,67%) yang gemuk dari 30 siswa (1 kelas) yang di
ukur
6
yang mendorong kurang aktivitas fisik, dan konsumsi makanan berlemak tinggi,
makanan padat kalori mendukung terjadinya keseimbangan energi positif (3) . Hal
ini membuktikan asosiasi antara kegiatan menetap (kurang aktivitas fisik) seperti
selama masa anak-anak maupun remaja dan pengaruh media merupakan faktor
risiko yang memengaruhi kejadian obesitas pada remaja yang saat usia anak-anak
Usia remaja ( 10-18 tahun ) merupakan periode rentan gizi karena berbagai
sebab, yaiutu pertama remaja memerlukan zat yang lebih tinggi karena
merupakan salah satu kelompok sasaran yang berisiko mengalami gizi lebih atau
obesitas. Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang
mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesits pada saat dewasa.
Gizi lebih dan obesitas pada remaja ditandai dengan berat badan yang relative
berlebihan bila dibandingkan dengan dengan usia atau tinggi badan remaja
jaringan lemak tubuh (12) . Masalah obesitas banyak dialami oleh beberapa
golongan di masyarakat, antara lain balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan
orang lanjut usia. Angka prevalensi obesitas di atas baik pada anak-anak maupun
remaja dan orang dewasa sudah merupakan tanda peringatan bagi pemerintah dan
7
ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia khususnya di kota-kota besar (13)
Hasil temuan tentang kejadian gizi lebih dan obesitas merupakan akibat
perilaku makan tidak sehat dan aktivitas fisik yang kurang, oleh karena itu perlu
upaya perbaikan perilaku gizi dan meningkatkan aktivitas fisik remaja sehingga
obesitas.Dua pertiga anak usia sekolah adalah anak sekolah yang separuh waktu
dan aktivitas fisik remaja dalam mencegah atau menurunkan prevalensi overweigt
Utara tahun 2013 dan survey awal di SMP Negeri 4 Medan berada diatas
prevalensi nasional, maka penelitian ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk
penurunan berat badan, dan perubahan pola konsumsi fast food serta aktifitas fisik
Namun tidak disebutkan secara pasti faktor apa yang paling dominan sebagai
penyebab terjadinya obesitas pada anak remaja. Selain itu, penelitian yang
1. Tujuan umum
hidup terhadap penurunan berat badan dan perubahan pola konsumsi fast food
2. Tujuan Khusus
perubahan pola konsumsi fast food remaja sebelum dan sesudah perlakuan
Helvetia khususnya mahasiswa program studi Ilmu Gizi dalam hal perihal
b) Bagi Peneliti
a) Bagi Masyarakat
angka kejadian Obesitas yang mungkin akan terjadi dan telah terjadi
dimasyarakat.
Sebagai bahan masukan bagi Sekolah SMP Negeri 4 kota Medan untuk
anak remaja.
sebelumnya. Penelitian yang sudah pernah di lakukan tersaji pada tabel di bawah
ini
11
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar
masuk dengan energy yang keluar (1) . Kelebihan berat badan adalah suatu
kondisi dimana berat badan yang relative berlebihan jika dibandingkan dengan
usia atau tinggi dengan usia sebayanya, sebagai akibat terjadinya penimbunan
lemak yang berlebihan dalam jaringan lemak tubuh. Sedangkan obesitas adalah
suatu keadaan yang melebihi berat badan relative seseorang, sebagai akibat
disebabkan oleh ketidak seimbangan antar konsumsi kalori dan kebutuhan energy,
energy (15) . Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila
ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena
lemak (14) .
berubahnya gaya hidup, ketersediaan makanan yang murah, cepat tidak sehat
salah satunya yaitu fast food, menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton
12
13
(BB/TB) memberikan gambaran tentang massa tubuh tanpa lemak (less body
mass) dengan cara menghitung BMI (Body Mass Index) yaitu BB/TB2 dengan
a) Gangguan psiko-sosial : rasa rendah diri, depresi dan menarik diri dari
lingkungan. Hal ini karena anak obesitas sering menjadi bahan olok – olok
penyakit hiperkolesterolemia.
Tanamkan dalam diri untuk selalu hidup sehat dan makan sesuai kebutuhan
f. Olahraga secara teratur sehingga lemak dalam tubuh terbakar yang keluar
bersama keringat.
Angka kecukupan gizi bagi tiap orang berbeda disesuaikan dengan umur,
jenis kelamin, dan tingkat aktivitas fisik untuk mencapai derajat kesehatan yang
baik dan terhindar dari difisiensi zat gizi. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi 2004 jumlah kecukupan energi yang dianjurkan untuk remaja
Indonesia perorang adalah sebagai berikut: laki-laki usia 13-15 tahun (2400 kkal)
dan usia 16-18 tahun (2600 kkal), sedangkan perempuan usia 13-15 tahun (2350
Anak dan remaja merupakan periode yang menarik karena ini adalah masa
menunjukkan bahwa diet, aktivitas fisik dan pergaulan dapat dibawa sampai
15
orang yang berbeda setiap hari, kemungkinan bahwa interaksi sosial akan dalam
tentang perilaku kesehatan, seperti menjadi aktif, tampaknya jelas. Efek dari
sekolah adalah periode perkembangan yang penting (19) . Sebagai remaja adalah
masa plastisitas (20) perkembangan di mana kebiasaan seumur hidup bisa menjadi
mapan, intervensi gaya hidup selama periode ini mungkin memiliki pengaruh
yang signifikan pada kesehatan seumur hidup (21) . Secara khusus, promosi
makan yang masuk akal dan aktivitas fisik selama masa remaja dapat mengubah
risiko obesitas pada remaja hingga masa dewasa (22) . Periode remaja merupakan
jendela penting kesempatan untuk intervensi gaya hidup untuk mencegah dan
Peran nutrisi dimulai sejak masa gestasi. Perilaku makan mulai terkondisi
dan terlatih sejak bulan-bulan pertama kehidupan yaitu saat diasuh orangtua.
jumlah yang berlebihan sehingga risiko menjadi obesitas menjadi lebih besar
Telah diketahui sejak dulu bahwa pemberian susu formula dan makanan
semi solid dapat menjadi penyebab obesitas. Ini berarti bayi telah diberikan
16
makanan tambahan/pendamping ASI yang padat serta susu formula yang tinggi
kalori terlalu dini. Akibatnya anak akan terbiasa untuk mengkonsumsi makanan
melebihi kebutuhan dan berlanjut ke masa prasekolah, masa usia sekolah, sampai
makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah
serat. Sedangkan perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan
berupa junk food, makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink).
dengan pilihan makanan padat energi dengan beberapa nutrisi pelengkap. Dalam
dengan kepadatan energi (kkal/g) makanan dan hubungan ini tidak berubah dari
menunjukkan bahwa tren adopsi perilaku diet dan makan dalam menanggapi
mengandung gula sambil menonton televisi. Pilihan jenis makanan camilan bisa
dipengaruhi oleh iklan di televisi. Ngemil adalah perilaku terkait dengan jumlah
17
energi yang berkaitan dengan asupan energi berlebih dan obesitas pada anak-anak
dan remaja; Selain itu, prevalensi ngemil pada anak-anak dan remaja telah
meningkat selama dekade terakhir. Dalam penelitian di Eropa, ngemil juga lazim,
dengan remaja Skotlandia (usia 12-18 tahun mengkonsumsi setidaknya 2,8 snack
per hari dan pemuda Portugis (usia 5-15 tahun) mengkonsumsi 1,5 snack per hari
(24) .
dan remaja. Seiring dengan adanya diet tinggi kalori, rendahnya frekuensi
aktivitas fisik dan peningkatan partisipasi dalam kegiatan waktu luang dan dua
perilaku gaya hidup penting yang telah memberi kontribusi pada peningkatan
prevalensi overweight dan obesitas di kalangan remaja dan dewasa (3) . Selain itu,
anak-anak dengan kelebihan berat badan sangat mungkin untuk tetap mengalami
kelebihan berat badan bahkan obesitas ketika dia dewasa, yang memungkinkan
terkena obesitas berisiko (misalnya, aktivitas fisik dan diet) dari masa kanak-
olahraga. Anak yang kurang atau enggan melakukan aktivitas fisik menyebabkan
tubuh kurang menggunakan energi yang tersimpan di dalam tubuh. Oleh karena
itu, jika asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang
sesuai maka secara kontinyu dapat mengakibatkan obesitas. Padahal cara yang
paling mudah dan umum dipakai untuk meningkatkan pengeluaran energi adalah
18
dengan melakukan latihan fisik atau gerak badan (26) . Sebaliknya menonton
televisi akan menurunkan aktivitas fisik dan keluaran energi karena mereka
Selain pola makan dan perilaku makan, kurangnya aktivitas fisik juga
Selain itu, kemajuan teknologi berupa alat elektronik seperti video games,
aktivitas fisik.Partisipasi dalam aktivitas fisik dan olahraga, baik di dalam maupun
teman dan aktivitas fisik individu pada anak-anak dan remaja, tapi temuan
teman untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik dan menurunkan aktivitas waktu
prevalensi saat remaja kelebihan berat badan dan obesitas melalui peningkatan
anak-anak diperlukan, termasuk penyelidikan peer virtual yang dihasilkan dari on-
line game, serta pengaruh jaringan di luar lingkungan sekolah (misalnya, keluarga,
tim olahraga, kamp, klub sosial) di perilaku obesitas berisiko. Mengingat bahwa
19
bahwa pemahaman kita tentang peran jaringan sosial pada aktivitas fisik dan
perilaku menetap di kalangan pemuda adalah dalam tahap awal dan bahwa
Makanan cepat saji (fast food) mulai dikenal sejak abad ke 19 di Amerika
Serikat, saat era industri mulai tumbuh dimana terjadi perubahan budaya dari
budaya agraris yang longgar dalam penggunaan waktu, menuju budaya industri
yang ketat dalam soal penggunaan waktu. Sebagai solusi untuk dapat
mengefisenkan waktu mereka, muncullah makanan cepat saji (fast food) (28) .
kerja orang tua, dan kegiatan anak sekolah yang berlebihan membuat makanan
cepat saji (fast food) menjadi makanan pokok sebagian besar keluarga di
Amerika. Satu per tiga anak di Amerika memakan makanan cepat saji (fast food)
setiap hari. Satu porsi cemilan dapat mengandung 2000 kkal, 84g lemak, dan
hanya 12g fiber. Pola hidup tersebut tentunya meningkatkan risiko overweight
Makanan cepat saji (fast food) didefinisikan sebagai makanan yang tersedia
dalam waktu cepat dan siap untuk dikonsumsi, seperti ayam goreng kentucky,
Berikut ini beberapa makanan siap saji (fast food) yang paling populer di
seluruh dunia yang berasal dari beberapa negara, diantaranya adalah sebagai
berikut: (7) .
1. Hamburger
makanan berupa roti berbentuk bundar yang diiris dua dan ditengahnya diisi
dengan patty yang biasanya diambil dari daging, kemudian sayur- sayuran
berupa selada, tomat dan bawang bombay. Hamburger berasal dari negara
Jerman. Saus diberi berbagai jenis saus seperti mayones, saus tomat dan
sambal. Beberapa varian burger juga dilengkapi dengan keju, asinan, serta
2. Pizza
Pizza adalah adonan roti yang umumnya berisi tomat, keju, saus dan bahan
berasal dari negara Belgia. Kentang goreng bisa dimakan begitu saja sebagai
tinggi.
21
Ayam goreng kentucky pada umumnya jenis makanan siap saji (fast food)
yang umum dijual di restoran makanan siap saji. Ayam goreng kentucky
5. Spaghetti
adalah mie Italia yang berbentuk panjang seperti lidi, yang umumnya di
masak 9-12 menit di dalam air mendidih dengan tambahan daging diatasnya.
6. Hot Dog
Hot dog merupakan makanan siap saji berupa sosis yang diselipkan dalam
isiannya. Yang tergolong dalam makanan cepat saji modern antara lain
kentang goreng (french fries), donat dan makanan cepat saji yang tradisional
adalah mie instant, bakso, mie ayam, gorengan, dan siomay (30) .
Kandungan nilai gizi dari beberapa jenis makanan cepat saji (fast food)
yang saat ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena pengaruh tren
globalisasi: (30)
Kalori (483 KKal), Lemak (48 g), Kolesterol (52 g), Karbohidrat (3 g), Gula
Kalori (267 KKal), Lemak (10 g), Kolesterol (29 mg), Protein (11 g),
Kalori (210 Kkal), Lemak (8 g), Karbohidrat (32 g), Serat kasar (1 g), Protein
Kalori (298 KKal), Lemak (16,8 g), Protein (34,2 g), Karbohidrat (0,1 g).
Bahaya makanan cepat saji (fast food) yang telah dijabarkan oleh peneliti
ilmiah dari beberapa ilmiah pakar serta pemerhati nutrisi adalah sodium (Na).
Untuk ukuran orang dewasa, sodium yang aman jumlahnya tidak boleh lebih dari
3300 mg. Inilah sama dengan 1 3/5 sendok teh. Sodium yang banyak terdapat
dalam makanan cepat saji (fast food) dapat meningkatkan aliran dan tekanan
penyakit jantung dan stroke. Lemak jenuh yang juga banyak terdapat dalam
makanan cepat saji (fast food) yang berbahaya bagi tubuh karena zat tersebut
23
didapat dengan dua cara, yaitu oleh tubuh itu sendiri dan ada juga yang berasal
dari produk hewani yang kita makan dan dimasak terlalu lama. Kolesterol banyak
terdapat dalam daging, telur, ayam, ikan, mentega, susu dan keju. Bila jumlahnya
banyak, kolesterol dapat menutup saluran darah dan oksigen yang seharusnya
mengalir ke seluruh tubuh. Tingginya jumlah lemak jenuh dalam makanan cepat
saji (fast food) akan menimbulkan kanker, terutama kanker usus dan kanker
payudara (31) .
makanan cepat saji (fast food). Walaupun hidangan yang akan dinikmati
cepat saji (fast food) beresiko yang identik dengan ayam goreng Kentucky
juga memliki kandungan protein yang cukup tinggi. Bila harus 1 atau 2 kali
dalam sebulan atau 1 kali dalam seminggu hendak menikmati makanan ayam
makanan ini dilakukan lebih sering lagi, maka sebaiknya ketika menyantap
2. Anjuran yang paling cocok bagi penggemar makanan cepat saji (fast food)
makanan tinggi serat seperti sayuran, baik yang disajikan dalam bentuk
24
mentah misalnya lalapan atau dalam bentuk olahan seperti sop atau salad
3. Dianjurkan meminum air putih 8-10 gelas per hari untuk mengimbangi
cepat saji (fast food) yang mengandung tinggi lemak dan tinggi kadar
porsi kecil. Kemudian, membagi porsi itu dengan rekan atau teman. Dan
Bagi pecinta makanan cepat saji (fast food) hendaknya memulai sarapan pagi
dengan menu sehat seperti jus buah, susu rendah lemak atau sereal tinggi
akan tertunda.
Hubungan antara konsumsi makanan cepat saji (fast food) dengan obesitas
dikaitkan oleh fakta bahwa makanan cepat saji (fast food) memiliki indeks
glikemik dan densitas energi yang tinggi (32) . Makanan dengan indeks glikemik
akan meningkatkan konsentrasi gula darah dan akan mempengaruhi regulasi nafsu
makan melalui hormon yang akan menstimulasi rasa lapar. Pada hari ketika anak
mengonsumsi makanan cepat saji (fast food), densitas energi per gram dan level
energi dari diet akan meningkat, dimana bersamaan dengan hal ini, konsumsi
25
dari sayur dan buah menjadi menurun, menjadi diet tersebut menjadi kurang
sehat jika dibandingkan dengan hari ketika tidak mengonsumsi makanan cepat saji
darah, dan akan semakin banyak insulin yang akan diproduksi untuk dapat
tinggi pada insulin, sehinga dapat terjadi inflamasi, penambahan berat badan,
lemak dalam adiposit akan makin bertambah dan proses terjadinya obesitas pun
hiperinsulinemia ini akan menyebabkan perubahan profil lipid dan hipertensi, dua
hal yang merupakan risiko utama penyakit kardiovaskular di masa dewasa (24)
diutamakan pada usaha pencegahan, yang berarti diawali dari pencegahan obesitas
pada masa anak. WHO (16) . membagi tahapan pencegahan menjadi tiga yaitu :
sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tatalaksana obesitas serta dampaknya.
kriteria obesitas, faktor-faktor penyebab serta dampak dari obesitas itu sendiri.
dan sosial ekonomi yang melampaui pengaturan sekolah (18) . Tata laksana
aktifitas fisik, merubah pola hidup (modifikasi perilaku), dan yang terpenting
tinggal di kota-kota metropolitan, status sosial ekonomi dan faktor sosial budaya,
usia, dan jenis kelamin perempuan. Perubahan gaya hidup terapeutik dan
pemeliharaan aktivitas fisik secara teratur melalui inisiatif orang tua dan
intervensi dukungan sosial adalah strategi yang paling penting untuk menantang
obesitas (17) . Perubahan gaya hidup harus mencakup kebiasaan sehat makan
juga makanan sekolah, makan tepat waktu, terutama sarapan dan menghindari
hari untuk aktivitas fisik yang kuat, juga di sekolah-sekolah, berjalan dan
27
menetap, seperti komputer/waktu TV); pendidikan orang tua (pola budaya yang
sehat yang berkaitan dengan diet dan aktivitas, menjelaskan kebutuhan kalori dan
seminggu sekali oleh ahli gizi klinis, dan latihan dua kali seminggu, 60 menit
Selama pertemuan dapat mempromosikan gaya hidup sehat seperti makan 5 porsi
buah dan sayuran setiap hari, makan produk susu skim, air minum bukan
minuman ringan, dan melakukan aktivitas fisik setiap hari. Sebagian besar
dasar dan ini modifikasi terutama yang terlibat menu kantin sekolah dan pelatihan
staf untuk memastikan makanan dan minuman yang mereka komsumsi adalah
peserta (18) .
keterampilan serta dukungan sosial dari warga sekolah. Dukungan social dari
28
memilihkan makanan sehat dan aktivitas fisik dapat menjadi arah penting untuk
penelitian di masa depan (19) . Perubahan perilaku gaya hidup merupakan dasar
dari program manajemen berat badan anak. Beberapa ulasan baru-baru ini telah
pendekatan yang efektif untuk mengelola obesitas anak (13) . Namun, perubahan
intervensi dimediasi dapat bervariasi antara individu, dan penyebab variabilitas ini
tetap dapat dilakukan. Karakterisasi variasi dan pengaruh faktor penentu potensi
obesitas dan hasil kesehatan terkait obesitas itu di individual, keluarga, dan tingkat
efektif (33) .
29
Pola Makan :
-Jenis Makanan
-Frekuensi Makan Kelompok Perilaku Makan
-Porsi Makan Perlakuan sehat, konsumsi
Fast Food
Aktifitas Fisik :
-Olahraga Kurang Konseling Prevalensi Quality
IMT
-Nonton TV Memodifikasi Anak Overweight & Life
-Main Game Remaja Menurun Obesitas
-Perilaku Sedentary
Gaya Hidup
Menurun
2.8. Hipotesis
Negeri 4 Medan.
Negeri 4 Medan.
Medan.
31
30
BAB III
METODE PENELETIAN
and post-test with control group design. Kelompok perlakuan diberikan intervensi
kali pada remaja yang overweight dan obesitas, dimana penyuluhan dilakukan
pada hari pertama, hari ke empat, dan hari ke tujuh sedangkan kelompok kontrol
hanya diberikan penyuluhan 1 kali saja pada hari pertama dan tidak diberikan
buku panduan. Remaja pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dilakukan
intervensi.
32
33
karakteristik yang sama yaitu siswa sekolah negeri dan lokasi berada di wilayah
Kota Medan serta belum pernah dilakukan skrining siswaoverweight dan obesitas.
2018.
a. Populasi
b. Sampel
sampelpenelitian.
34
b. Pola makan atau perilaku diet dinilai dengan kuesioner yang terdiri dari 7
kategori yaitu : pola makan baik jika skor ≥ 50% dan pola makan tidak
c. Aktivitas fisik siswa dinilai dari kegiatan yang di lakukan oleh siswa SMP
sering (jika ≥ 2 kali dalam seminggu) dan jarang (jika < 2 kali dalam
seminggu)
Gaya Hidup. Panduan ini berisi identitas siswa dan keluarga, informasi
35
fisik siswa, anjuran makan siswa dan perilaku gaya hidup sehat, contoh
menu sehat sehari siswa SMP serta dilengkapi lembar monitoring gaya
a. Data sekunder
b. Data Primer
variabel penelitian antara sebelum dan sesudah intervensi, jika sebaran data
berdistribusi normal digunakan uji parametrik independent t-test atau paired t-test
digunakan p ≤ 0,05
36
dari obesitas.
BAB IV
SMP Negeri 4 Medan beralamat di Jl. Jati III No. 118 Kelurahan Teladan
Timur Kecamatan Medan Kota, Medan 20217 Sumatera Utara. Jumlah siswa
sebanyak 1092 orang, terdiri dari 506 orang laki-laki (46,34%) dan 586 orang
perempuan (53,66%). Siswa kelas VII terdiri dari 11 kelas dengan jumlah siswa
orang siswa yaitu 159 orang laki-laki (45,04%) dan 194 orang perempuan
(54,96%). Siswa kelas VIII terdiri dari 10 kelas dengan jumlah siswa 358 orang
siswa yaitu 169 orang laki-laki (47,20%) dan 189 orang perempuan (52,80%).
Siswa kelas IX terdiri dari 12 kelas dengan jumlah siswa 390 orang siswa yaitu
187 orang laki-laki (47,95%) dan 203 orang perempuan (52,05%). Tenaga
a. Karakteristik Responden
responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu 26 orang (50%) untuk kelompok
(65,38%) dan responden dengan status obesitas terdiri atas 28 orang (34,62%).
36
37
umur, berat badan, tinggi badan, dan IMT dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Umur n Persentase
13 tahun 25 48,1
14 tahun 27 51,9
Total 52 100,0
berat badannya62-67 kg sebanyak 36,5% dan yang minoritas berat badannya 74-
mayoritas berat badannya 64-69 kg sebanyak 32,7%, dan yang minoritas berat
b. Edukasi
penyuluhan pada kelompok perlakuan sebanyak 3 kali yaitu pada hari pertama,
keempat dan ketujuh dan diberikan booklet yang berisi informasi seputar obesitas,
sementara itu pada kelompok kontrol hanya diberi 1 kali penyuluhan saja dan
penelitian dan postest dan booklet di hari terakhir penelitian. Hasil dari pretest dan
posttest selanjutnya dapat dikategorikan menjadi baik, cukup, dan kurang. Untuk
lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4.7.dan tabel 4.8.
responden yang obesitas dengan hasil baik sebanyak 3,84% dan cukup sebanyak
30,76% menjadi 15,39% dan 19,23% pada saat posttest. Sementara itu, pada saat
pretest untuk responden yang overweight dengan hasil baik sebanyak 15,38% dan
cukup sebanyak 50% menjadi 42,32% dan 23,07% pada saat posttest.
40
diketahui bahwa pada saat pretest responden yang obesitas dengan hasil baik
sebanyak3,85% dan cukup sebanyak 30,76% menjadi 23,08% dan 11,548% pada
saat postest. Sementara itu, untuk responden yang overweight pada saat pretest
dengan hasil baik sebanyak 7,70% nenjadi 46,15% dan cukup sebanyak7,69%
konsumsi fast food baik dan tidak baik dapat dilihat pada tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.9. Distribusi Responden di Pretest dan Posttest pada Kelompok Perlakuan
Berdasarkan Status Gizi dan Pola Konsumsi Fast food di SMP Negeri
4 Medan 2018
Pola Konsumsi Pretest Posttest
Fast food Obesitas Overweight Obesitas Overweight
n % n % n % n %
Baik 3 11,54 10 38,47 7 26,92 13 50,00
Tidak baik 6 23,07 7 26,92 2 7,70 4 15,39
Jumlah 9 34,61 17 65,39 9 34,61 17 65,39
Total 26 100,0% 26 100,0%
bahwa, pada Pretestsebanyak 11,53% dengan pola konsumsi Fast food yang baik
41
dan obesitas, sebanyak 38,47% dengan pola konsumsi Fast food yang baik dan
overweight, sebanyak 23,07% dengan pola konsumsi yang tidak baik dan
obesitas, serta sebanyak 26,92% dengan pola konsumsi tidak baik dan
overweight.
konsumsi fast food baik dan obesitas, sebanyak50% dengan pola konsumsi fast
food baik dan overweight, sebanyak7,70% dengan pola konsumsi fast food tidak
baik dan obesitas, serta sebanyak15,39% dengan pola konsumsi fast food yang
4 Medan pada pretest sebanyak7,70% dengan pola konsumsi fast food yang baik
dan obesitas sebanyak38,47% dengan pola konsumsi fast food yang baik dan
overweight sebanyak 26,92% dengan pola konsumsi yang tidak baik dan obesitas,
konsumsi fast food baik dan obesitas sebanyak 38,47% dengan pola konsumsi fast
food baik dan overweight sebanyak 23,07% dengan pola konsumsi fast food tidak
42
baik dan obesitas, serta sebanyak26,92% dengan pola konsumsi fast food yang
d. Aktifitas Fisik
yang diukur dengan menggunakan metode recall activity yang kemudian dapat
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang dan berat. Untuk lebih
SMPN 4 Medan pada kelompok perlakuan pada pretest sebanyak 30,77% yang
aktifitas fisiknya ringan dan obesitas, sebanyak 61,53% aktifitas fisiknya ringan
dan overweight, sebanyak 3,84% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
fisiknya ringan dan obesitas, sebanyak 57,69% aktifitas fisiknya ringan dan
overweight, sebanyak 23,07% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
overweight sebanyak 7,69% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
fisiknya ringan dan obesitas, sebanyak 46,15% aktifitas fisiknya ringan dan
overweight sebanyak 7,69% yang aktifitas fisiknya sedang dan obesitas, serta
untuk melihat perbedaan edukasi, pola konsumsi Fast food, aktifitas fisik dan IMT
(Posttest). Uji paired t-tes ini juga digunakan untuk melihat perbedaan edukasi,
pola konsumsi Fast food, aktifitas fisik, dan IMT responden antara kelompok
a. Pengetahuan
Posttest baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol dengan
tingkat kemaknaan (signifikan) yang digunakan p≤0,05 dapat kita lihat pada tabel
4.10.
perlakuan di pretest memiliki rata-rata 8,88 dan pada Posttest memiliki rata-rata
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired T-Test
menunjukan nilai p = 0,000 (p < 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata 9,85 dan di posttest memiliki rata-rata 10,04. Hal ini menunjukan tidak
adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji paired T-Test nilai p = 0,457 (p> 0,05) yang
Hasil analisis bivariat untuk IMT responden yaitu untuk melihat perbedaan
IMT responden pada pretest dengan IMT responden di posttest baik pada
(signifikan) yang digunakan p<0,05 dapat kita lihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.13. Distribusi IMT Responden di Pretest dan Posttest Pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol di SMP Negeri 4 Medan 2018
Tabel 4.13. menunjukan bahwa untuk Indeks Masa Tubuh (IMT) pada
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 27,55 dan pada posttest memiliki
rata-rata 27,17. Hal ini menunjukan ada penurunan IMT rata-rata di kelompok
menunjukan nilai p = 0,002 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata Indeks Masa Tubuh (IMT) sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya
Ha diterima.
memiliki rata-rata 26,95 dan di posttest memiliki rata-rata 26,93. Hal ini
menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji wilcoxon nilai p = 0,953
(p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan Indeks Masa Tubuh (IMT)
Hasil analisis bivariat untuk pola konsumsi fast food responden yaitu untuk
melihat perbedaan pola konsumsi fast food responden pada pretest dengan pola
konsumsi fast food responden di posttest baik pada kelompok perlakuan maupun
Tabel 4.15. Distribusi Pola Konsumsi Fast food Responden diPretest dan
PosttestPada Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol di SMP
Negeri 4 Medan 2018
Pola Konsunsi Pretest Posttest p
Fast food Mean ± Sd Mean ±Sd
Perlakuan 9,42 ± 1,474 10,04 ± 1,248 0,011
Kontrol 9,15 ± 1,541 9,38 ± 1,49 0,167
kelompok perlakuan dipretest memiliki rata-rata 9,42 dan pada posttest memiliki
perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired wilcoxon
menunjukan nilai p = 0,011 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-
rata pola konsumsi fast food sebelum dengan sesudah perlakuan yang artinya Ha
diterima.
memiliki rata-rata 9,15 dan di posttest memiliki rata-rata 9,38. Hal ini
menunjukan tidak adanya perbedaan rata-rata. Hasil uji wilcoxon nilai p = 0,167
(p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan pola konsumsi Fast food
d. Aktifitas Fisik
Hasil analisis bivariat untuk asupan kalori responden yaitu untuk melihat
perbedaan asupan kalori responden pada Pretest dengan aktifitas fisik responden
di Posttest baik pada kelompok perlakuan maupun pada kelompok kontrol dengan
tingkat kemaknaan (signifikan) yang digunakan p≤0,05 dapat kita lihat pada tabel
4.16.
perlakuan diPretest memiliki rata-rata 29,72 dan pada posttest memiliki rata-rata
37,89 Hal ini menunjukan ada perbedaan rata-rata di kelompok perlakuan antara
sebelum dengan sesudah perlakuan. Hasil uji paired T-Test menunjukan nilai p =
0,000 (p< 0,05) yang bermakna bahwa ada perbedaan rata-rata aktifitas sebelum
dan di posttest memiliki rata-rata 36,02. Hal ini menunjukan tidak adanya
perbedaan atau sedikit sekali perbedaan rata-rata. Hasil uji paired T-Test nilai p =
0,072 (p> 0,05) yang bermakna bahwa tidak ada perbedaan aktifitas fisik sebelum
4.2. Pembahasan
a. Pengetahuan
responden, hal ini dibuktikan dari hasil uji paired T-tes dengan nilai p< 0,05 yaitu
p = 0,000 pada kelompok perlakuan antara pretest dan postes. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang didukung oleh Dali yang menunjukkan hubungan yang
bermakna antara materi ilmu gizi dengan pengetahuan dan sikap siswa SMU di
kota Gorontalo yang menerapkan mulok ilmu gizi (p < 0,05) (34) .
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meri, Nelwati, dan Rani tentang hubungan pengetahuan tentang obesitas dengan
Hal ini mungkin terjadi akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang
sebelum dan sesudah dilakukan edukasi memodifikasi gaya hidup pada kelompok
perlakuan. Hasil uji statistik menunjukkan nilai yang signifikan dengan hasil uji
uji wilcoxon dengan nilai p< 0,05 yaitu 0,000 antara Indeks Masa Tubuh (IMT)
sebelum perlakuan dengan sesudah perlakuan dimana secara otomatis juga sejalan
dengan perubahan berat badan responden. Hal ini didukung dengan penelitian
49
baik terhadap penurunan percentil IMT pada remaja kelebihan berat badan dengan
(36).
pola pikir responden dalam nendapatkan berat badan yang mengarah ke arah
proporsional.
terhadappola konsumsi fast food dimana berdasarkan hasil uji statistik wilcoxon
memperoleh nilai p< 0,05 yaitu p = 0,011 dimana terdapat perbedaan antara
Hal ini mungkin terjadi akibat bahwa sebagian besar responden telah
memiliki pengetahuan tentang fast food yang sudah cukup baik, sehinngga
semakin cukup pengetahuan seseorang, maka semakin cukup pula upaya dirinya
Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Liyana
dkk berdasarkan hasil uji statistik menggunakan chi square menunjukkan bahwa p
dengan konsumsi fast food pada remaja obesitas di SMA Theresiana 1 Semarang
d. Aktifitas Fisik
aktifitas fisik, dimana pada penelitian ini dilakukan uji statistik terhadap aktifitas
kfisik dengan menggunakan uji statistik paired T-Test dengan memperoleh nilai p
< 0,005 yaitu p = 0,000 yang berarti ada perbedaan aktifitas fisik antara sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi edukasi memodifikasi gaya hidup. Penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosdiana, Rosdiana, dan
dimana didalam penelitian mereka pada aktivitas fisik menunjukan bahwa tidak
ada pengaruh secara bermaknapada kelompok kontrol dan perlakuan dengan nilai
(p>0,05) yaitu p = 0,.59, hal ini tidak sejalan dengan penelitian (9) .
Hal ini mungkin akibat dari edukasi modifikasi gaya hidup yang diberikan
pengeluaran energi tubuh semakin banyak kalori yang terbuang sehingga semakin
yang menunjukan pada aktifitas fisik tidak ada perubahan dan pengaruh yang
maupun pada kelompok kontrol dengan nilai p = 0,59, hal ini tidak sejalan dengan
penelitian (37) .
BAB V
5.1. Kesimpulan
Negeri 4 Medan.
Masa Tubuh (IMT) remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP Negeri
4 Medan.
konsumsi Fast food remaja sebelum dengan sesudah perlakuan di SMP Negeri
4 Medan.
5.2. Saran
52
53
3. Melalui penyuluhan dan edukasi dengan booklet yang telah diberikan kepada
1. WHO. WHO | Obesity and overweight. World Heal Organ Media Cent Fact
Sheet No 311. 2011;
2. Boodai SA, McColl JH, Reilly JJ. National Adolescent Treatment Trial for
Obesity in Kuwait (NATTO): Project design and results of a randomised
controlled trial of a good practice approach to treatment of adolescent obesity
in Kuwait. Trials. 2014;
3. Al-Hazzaa HM, Abahussain NA, Al-Sobayel HI, Qahwaji DM, Musaiger
AO. Lifestyle factors associated with overweight and obesity among Saudi
adolescents. BMC Public Health. 2012;
4. Al-Rethaiaa AS, Fahmy AEA, Al-Shwaiyat NM. Obesity and eating habits
among college students in Saudi Arabia: A cross sectional study. Nutr J.
2010;
5. Halberstadt J, Makkes S, de Vet E, Jansen A, Nederkoorn C, van der Baan-
Slootweg OH, et al. The role of self-regulating abilities in long-term weight
loss in severely obese children and adolescents undergoing intensive
combined lifestyle interventions (HELIOS); rationale, design and methods.
BMC Pediatr. 2013;
6. Sedibe HM, Kahn K, Edin K, Gitau T, Ivarsson A, Norris SA. Qualitative
study exploring healthy eating practices and physical activity among
adolescent girls in rural South Africa. BMC Pediatr. 2014;
7. Maynita siholo neni. Faktor-faktor yang memengaruhi pola pemilihan
makanan siap saji modern. 2012;(2):16.
8. Leech RM, McNaughton SA, Timperio A. The clustering of diet, physical
activity and sedentary behavior in children and adolescents: A review.
International Journal of Behavioral Nutrition and Physical Activity. 2014.
9. Rosdiana Rosdiana. Intervensi Gaya Hidup Terhadap Pencegahan Obesitas
Pada Remaja di SMP Khadijah Kota Makassar. 2013;49(12):505–6.
10. Dupuy M, Godeau E, Vignes C, Ahluwalia N. Socio-demographic and
lifestyle factors associated with overweight in a representative sample of 11-
15 year olds in France: Results from the WHO-Collaborative Health
Behaviour in School-aged Children (HBSC) cross-sectional study. BMC
Public Health. 2011;
11. RISKESDAS. Penyakit yang ditularkan melalui udara. Jakarta Badan Penelit
dan Pengemb Kesehat Dep Kesehat Republik Indones [Internet].
2013;(Penyakit Menular):103. Available from:
http://www.academia.edu/download/36235491/Laporan_riskesdas_2010.pdf
12. Moran R. Evaluation and treatment of childhood obesity. Am Fam Physician.
1999;
13. Faith MS, Van Horn L, Appel LJ, Burke LE, Carson JAS, Franch HA, et al.
Evaluating parents and adult caregivers as “agents of change” for treating
obese children: Evidence for parent behavior change strategies and research
gaps: A scientific statement from the American heart association. Circulation.
2012.
14. N H. FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG BERHUBUNGAN
54
55
29. Behrman RE, Klagman RM, Jenson HB (eds). Nelson textbook of pediatrics.
18th ed. J Pediatr. 2008.
30. Tarigan E. Fast food. 2011;1–11.
31. Afifah LP, Suyatno S, Aruben R, Kartini A. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Konsumsi Fast Food pada Remaja Obesitas di SMA Theresiana 1
Semarang Tahun 2017. J Kesehat Masy. 2017;5:706–13.
32. Rosenheck R. Fast food consumption and increased caloric intake: A
systematic review of a trajectory towards weight gain and obesity risk.
Obesity Reviews. 2008.
33. Morrison KM, Damanhoury S, Buchholz A, Chanoine JP, Lambert M,
Tremblay MS, et al. The CANadian Pediatric Weight Management Registry
(CANPWR): Study protocol. BMC Pediatr. 2014;
34. Dali NA. PENGARUH PENERAPAN MUATAN LOKAL ILMU GIZI
BERBASIS GIZI SISWA SMU DI KOTA GORONTALO The Influence of
Nutritional Science Local Content Gorontalo Traditional Food Based
Implementation onGorontalo High School Students ’ Nutritional Behavior.
2013;(September):139–46.
35. Neherta M, Nelwati, Indra Rani Lisa. Hubungan Pengetahuan Tentang
Obesitas Dengan Upaya Pencegahannya Oleh Remaja di SMP 2 Padang.
2012;
36. Widhayati RE. Efek Pendidikan Gizi Terhadap Perubahan Konsumsi Energi
dan Indeks Massa Tubuh Pada Remaja Kelebihan Berat Badan. Univ
Diponegoro. 2009;1–134.
37. Anto, Sumardi Sudarman, Erni Yetti R SM. PENGARUH KONSELING
MEMODIFIKASI GAYA HIDUP TERHADAP PENCEGAHAN
OBESITAS PADA REMAJA. J Kesehat Masy. 2017;
57