Vous êtes sur la page 1sur 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang
utama di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah
dilaksanakan dengan berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen
Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Menurut survai kesehatan tahun
1986 angka keadaan gizi buruk pada balita 1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4.

Penderita gizi buruk palik banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di.
Rs dr. sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan di. Rs. Dr. pirngadi medan
sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan
dengan kepadatan penduduk dan higine yang kurang di daerah perkotaan yang
sedang membangun serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah Kurang Kalori Protein
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian kurang kalori dan protein.
b. Menjelaskan etiologi kurang kalori dan protein.
c. Menjelaskan patofisiologi kurang kalori dan protein.
d. Menjelaskan tanda dan gejala kurang kalori dan protein.
e. Menjelaskan komplikasi kurang kalori dan protein
f. Menjelaskan penatalaksanaan kurang kalori dan protein
g. Menjelaskan askep kurang kalori dan protein.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi

Kurang kalori dan protein ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi


kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan anergi atau defisiensi atau
deficit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita
karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila
konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori, maka akan terjadi
defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).

Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-


negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relative tidak jelas, hanya terlihat
bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah disbanding anak seusianya. Kira-
kira berat badannya hanya sekitar 60% sampai 80% dari berat badan ideal.

Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Secara


umum, kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit KKP, yaitu penyakit
yag diakibatkan kekurangan energi dan protein. KKP dapat juga diartikan
sebagai keadaan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG). Bergantung pada derajat kekurangan energy protein yang terjadi,
maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda. Penyakit KKP ringan sering
diistilahkan dengan kurang gizi.

Penyakit ini dibagi dalam tingkat-tingkat, yakni:

1. KKP ringan, jika berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan.
2. KKP sedang, jika berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat
badan.

2
3. KKP berat (gizi buruk), jika berat badan anak mencapai 60 % dari berat
badan.

Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 kkp saja yakni kkp ringan atau
gizi kurang dan gizi berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut marasmus
(kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat kurus, berat
badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut
seperti orang tua, apatis terhadap orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut
kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.

B. Etiologi

Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena :

1. Diet yang tidak cukup


2. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orang tua-
anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi congenital
3. Diare yang kronik
4. Malabsorbsi protein
5. Sindrom nefrotik
6. Luka bakar
7. Penyakit hati

Secara umum, masalah KKP disebabkan oleh beberapa faktor, yang paling
dominan adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimana
pun KKP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi

Berikut beberapa penyebabnya :

1. Faktor sosial. Yang dimaksud faktor sosial adalah rendahnya kesadaran


masyarakat akan pentingnya makana bergizi bagi pertumbuhan anak, sehingga
banyak balita tidak mendapatkan makanan yang bergizi seimbang hanya
diberi makan seadanya atau asal kenyang. Selain itu, hidup di negara dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sosial dan politik tidak stabil, ataupun

3
adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan berlangsung
turun-temurun dapat menjad hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor
2. Kemiskinan. Kemiskinan sering dituding sebagai biang keladi munculnya
penyakit ini di negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat
menyababkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun sering kali tidak
biasa terpenuhi apalagi tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya
3. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan bertambahnya
ketersedian bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi
penyebab munculnya penyakit KKP
4. Infeksi. Tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi
dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengaruh pada tubuh.
Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh
yang pada gilirannya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.
Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor
penyebabnya dapat dihindari. Misalnya, ketersediaan pangan yang tercukupi,
daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, dan pentingnya
sosialisasi makanan bergizi bagi balita serta faktor infeksi dan penyakit lain
5. Pola makan. Protein (asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak
untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung
kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein atau asam
amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan
protein dari Air Susu Ibu (ASI) yang diberikan ibunya. Namun, bayi yang
tidak memperoleh ASI protein dari suber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu,
dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai
keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya kwashiorkor
terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI
6. Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu mempengaruhi pola pengasuhan
balita. Para ibu kurang mengerti makanan apa saja yang seharusnya menjadi
asupan untuk anak-anak mereka

4
7. Kurangnya pelayanan kesehatan, terutama imunisasi. Imunisasi yang
merupakan bagian dari system imun mempengaruhi tingkat kesehatan bayi
dan anak-anak
C. Patofisiologi

kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan makanan, tubuh berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi, kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kebutuhan tubuh untuk
memepertahankan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah
terjadi kekurangan.

Akibat katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan


menghasilakan asam amino yang akan segera diubah jadi karbohidrat di hepar
dan ginjal. Selama puasa lemak di pecah menjadi asam lemak, gliserol, dan
keton bodies. Otot dapat memepergunakan asam lemak dan keton bodies,
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh
akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-
kira kehilangan separuh dari tubuh.

D. Manifestasi klinis
1. KKP ringan
a. Pertumbuah linear terganggu
b. Peningkatan berat badan berkurang, terhenti, bahkan turun
c. Ukuran lingkar lengan atas menurun
d. Maturasi tulang terlambat
e. Ratio berat terhadap tinggi normal atau cenderung menurun
f. Anrmia ringan atau pucat

5
g. Aktivitas berkurang
h. Kelainan kulit (kering, kusam)
i. Rambut kemerahan
2. KKP berat
a. Gangguan pertumbuhan
b. Mudah sakit
c. Kurang cerdas
d. Jika berkeanjutan menimbulkan kematian
3. Gejala dari KKP
a. Badan kurus kering tampak seperti orang tua
b. Abdomen dapat kembung dan datar, bb menurun
c. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni
d. Suhu biasanya normal, nadi melambat
e. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
f. Ubun ubun cekung pada bayi
E. Komplikasi
1. Defisiensi vitamin A (xerophtalmia) Vitamin A berfungsi pada penglihatan
(membantu regenerasi visual purple bila mata terkena cahaya). Jika tidak
segera teratasi ini akan berlanjut menjadi keratomalasia (menjadi buta).
2. Defisiensi Vitamin B1 (tiamin) disebut Atiaminosis. Tiamin berfungsi sebagai
ko-enzim dalam metabolisme karbohidrat. Defisiensi vitamin B1
menyebabkan penyakit beri-beri dan mengakibatkan kelainan saraf, mental
dan jantung
3. Defisiensi Vitamin B2 (Ariboflavinosis) Vitamin B2/riboflavin berfungsi
sebagai ko-enzim pernapasan. Kekurangan vitamin B2 menyebabkan
stomatitis angularis (retak-retak pada sudut mulut, glositis, kelainan kulit dan
mata
4. Defisiensi vitamin B6 yang berperan dalam fungsi saraf
5. Defisiensi Vitamin B12 Dianggap sebagai faktor anti anemia dalam faktor
ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan anemia pernisiosa

6
6. Defisit Asam Folat Menyebabkan timbulnya anemia makrositik,
megaloblastik, granulositopenia, trombositopenia.
7. Defisiensi Vitamin C Menyebabkan skorbut (scurvy), mengganggu integrasi
dinding kapiler. Vitamin C diperlukan untuk pembentukan jaringan kolagen
oleh fibroblas karena merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel, pada
proses pematangan eritrosit, pembentukan tulang dan dentin
8. Defisiensi Mineral seperti Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Yodium
Kekurangan yodium dapat menyebabkan gondok (goiter) yang dapat
merugikan tumbuh kembang anak
9. Tuberkulosis paru dan bronkopneumonia
10. Noma sebagai komplikasi pada KEP berat Noma atau stomatitis merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus
pipi, bibir dan dagu. Noma terjadi bila daya tahan tubuh sedang menurun. Bau
busuk yang khas merupakan tanda khas pada gejala ini
F. Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
proteinnya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
3. Penatalaksanaan setiap masalah akut seperti masalah diare berat
4. Pengkajian riwayat status social ekonomi, kaji riwayat pola makan,
pengkajian antrometri, kaji menivestasi klinis, monitor hasil laboratorium,
timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.

Penanganan KKP berat :

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi


pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi
keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk
memulihkan keadaan gizi.

7
Upaya pengobatan,meliputi:

1. Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.


2. Pencegahan jika terjadi ancaman perkembangan renjatan septik
3. Pengobatan infeksi
4. Pemberian makan
5. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain seperti kekurangan
vitamin, anemia berat dan payah jantung.

8
BAB III

KONSEP ASKEP

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas klien
b. Identitas penanggung jawab
2. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah dulu si anak memiliki gangguan nutrisi,

b. Riwayat kesehatan sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan


pertumbuhan (berat badan yang semakin lama semakin menurun), bengkak
pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya
gangguan kekurangan gizi.

c. Riwayat keluarga

Meliputi pengkajian keluarga, lingkungan rumah dan


komunitas,pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepi
keluarga tentang penyakit keluarga dan lain-lain.

3. Pemeriksaan fisik
a. Kaji tanda-tanda vital
b. Kaji perubahan status mental anak, apakah anak nampak cengeng atau
apatis.
c. Pengamatan timbulnya gangguan gastrointestinal, untuk menentukan
kerusakan fungsi hati, pankreas dan usus.

9
d. Menilai secara berkelanjutan adanya perubahan warna rambut dan
keelastisan kulit dan membran mukosa
e. Kaji perubahan pola eliminasi. Gejala : diare, perubahan frekuensi BAB.
Tanda : lemas, konsistensi BAB cair
f. Penilaian keperawatan secara berkelanjutan pada proses perkembangan
anak
g. Pengamatan pada output urine
h. Kaji secara berkelanjutan asupan makanan tiap hari. Gejala : mual,
muntahdan tanda : penurunan berat badan
i. Pengkajian pergerakan anggota gerak/aktivitas anak dengan mengamati
tingkah laku anak melalui rangsangan

Fokus pengkjian anak KKP :

pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas


dan tebal lipatan kulit).
Tanda dan gejala yang mungkin di dapat adalah :
1. Penurunan ukuran antropometri
2. Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan
mudah dicabut
3. Gambaran wajah sepe
4. Edema tungkai
5. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
6. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,retraksi
otot ,intercostal )
7. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong,
fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)

10
B. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status
metabolik
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).
a. Tujuan : Pasien mendapat nutrisiyang adekuat
b. Kriteria hasil :
1) Meningkatkan masukan oral
2) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3) Nafsu makan meningkat
c. Intervensi :
1) Dapatkan riwayat diet
2) Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau
ada disaat makan
3) Gunakan alat makan yang dikenalnya
4) Sajikan makan sedikit tapi sering
d. Rasional :
1) Sebagai suport untuk anak sewaktu makan
2) Untuk menambah semangat makan si anak
3) Menggunakan alat makan yang dikenal oleh si anak akan menambah
semangat anak untuk makan
4) Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak

11
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare
a. Tujuan : Tidak terjadi dehidrasi
b. Kriteria hasil :
1) Mukosa bibir lembab
2) Tidak terjadi peningkatan suhu
3) Turgor kulit baik
c. Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi
2) Monitor jumlah dan tipe masukan cairan
3) Ukur haluaran urine dengan akurat
d. Rasional :
1) Untuk mengetahui TTV dan tanda dehidrasi si anak
2) Untuk mengetahui cairan pada anak
3) Untuk mengetahui keseimbanganantara input dan output
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
nutrisi/statusmetabolik.
a. Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit
b. Kriteria hasil :
1) Kulit tidak kering
2) Kulit tidak bersisik, Elastisitas normal
c. Intervensi :
1) Monitor kemerahan, pucat, ekskoriasi.
2) Dorong mandi 2x sehari dan gunakan lotion setelah mandi
3) Massage kulit Kriteria hasil ususnya diatas penonjolan tulang
4) Alih baring
d. Rasional :
1) Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit
2) Mandi dapat menjaga kebersihan kulit
3) Massage dapat mencegah terjadinya kerusakan kulit
4) Baring yang sering akan mengakibatkan penekanan pada kulit

12
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh

a. Tujuan : Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi


b. Kriteria hasil:
1) Suhu tubuh normal
2) Lekosit dalam batas normal
c. Intervensi :
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2) Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril
3) Instruksikan pekerja perawatan kesehatan dan keluarga dalam
prosedur kontrol infeksi
4) Antibiotik sesuai program
d. Rasional :
1) Tangan yamg bersih akan terhindar dari kuman
2) Alat yang bersih/steril tidak akan mengakibatkan infeksi
3) Untuk mengurangi resiko terjadinya infeksi
4) Antibiotik sebagai pengobatan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi
a. Tujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
b. Kriteria hasil:
1) Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup
2) Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.
c. Intervensi :
1) Tentukan tingkat pengetahuan orangtua
2) Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi
3) Konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat
4) Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien
d. Rasional :
1) Pengetahuan orang tua pasien mempengaruhi perawatan pasien
2) Jawaban sesuai indikasi agar tidak membingungkan orangtua pasien

13
3) Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
4) Menambah wawasan orangtua klien dalam perawatan pasien

14
BAB 1V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Manusia membutuhkan makan untuk bertahan hidup. Selain untuk


bertahan hidup, makanan juga berfungsi memenuhi kebutuhan-kebutuhan tubuh
akan zat-zat seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, dan zat-zat
lain. Namun, di zaman yang sudah modern ini justru banyak orang yang tidak
dapat memenuhi zat-zat tersebut.

Kurang kalori dan protein ini terjadi karena ketidakseimbangan antara


konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi atau
terjadinya defisiensi atau defisit energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini
terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan
yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori
maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang kalori dan protein).

Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macam KKP saja, yakni KKP
ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk) atau lebih sering disebut
marasmus (kwashiorkor). Anak atau penderita marasmus ini tampak sangat
kurus, berat badan kurang dari 60% dari berat badan ideal menurut umur, muka
berkerut seperti orang tua, apatis terhadap sekitarnya, rambut kepala halus dan
jarang berwarna kemerahan

KKP dibagi menjadi dua jenis, yaitu kwashiorkor dan marasmus.dan


faktor penyebab nya yaitu masalah sosial,masalah ekonomi,masalah biologi dan
masalah lingkungan.

15
B. Saran

Hendaknya mahasiswa dapat benar – benar memahami dan mewujud


nyatakan peran perawat yang prefesional, serta dapat melaksanakan tugas-tugas
dengan penuh tanggung jawab dan selalu mengembangkan ilmu keperawatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Pudjiani, 2000, Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Penerit FKUI, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 1999, Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di


Puskesmas dan di Rumah Tangga, Bhakti Husada, Jakarta

Hidayat, A. Aziz Alimul, 2008, Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.

Mochji, 1992, Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita, Penerbit Bharata, Jakarta

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, Editor Setiawan, EGC, Jakarta

17

Vous aimerez peut-être aussi