Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar
tulang yang patah tersebut.
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam
waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
d. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu
diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin
3. Indikasi OREF
a. Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan otot ) dan III (Luka sebesar 6-8 cm dengan
kerusakan pembuluh darah, syaraf otot dan kulit )
b. Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
f. Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi
palsu ).
g. Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.
Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien , mobilisasi awal dan latihan awal untuk sendi di sekitarnya
sehingga komplikasi karena imobilisasi dapat diminimalkan
c. Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau non union .
d. Emboli lemak.
e. Overdistraksi fragmen.
5. Hal – hal yang Harus Diperhatikan pada Klien dengan Pemasangan Eksternal Fiksasi
a. Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan
dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa
mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan
terhadap perawatan fiksator ini.
b. Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.
Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin harus ditutupi untuk mencegah adanya
cedera akibat alat ini. Tiap tempat pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri tekan,
n yeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial masalah karena tekanan terhadap alat ini
terhadap kulit, saraf, atau pembuluh darah.
c. Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat
penusukan pin, fiksator harus dijaga kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus
diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan ukurannya.
d. Latihan isometrik
Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa menahan. Bila bengkak sudah hilang,
pasien dapat dimobilisasi sampai batas cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk
meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan tulang.
6. Path Way
Fraktur Fraktur
Luka Terbuka
Luka Terbuka
tulang
Imobilisasi
neuromuskular
Defisit perawatan Dipasang infus dan
Deficit perawatan nsfusi Dipasang infus dan
diri
diri transfusi
Kerusakan mobilitas
Kerusa
fisik
kan
mobilit
as fisik Saluran invasif
Saluran invasif
Nyeri akut
Nyeri akut
Kerusakan
Kerusakan
integritas kulit
Merawat luka adalah untuk mencegah trauma pada kuit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan
oleh adanya trauma , fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit.
2) Absorbsi drainase.
b. Pencegahan Injury
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme
otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk
menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang
diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. (Smeltzer & Bare, 2001 ).
b) Mobilisasi terbatas
a) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
d) Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
i) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
2) Pencegahan Injury dengan Latihan aktif
Definisi ROM
Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot
dan tonus otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi
yang abnormal
Jenis ROM
a) ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan.
Indikasi latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan
paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
b) ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan
sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk
melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
Pergerakan aktif adalah dimana seseorang yang bisa untuk melakukan latihan / menggerakan anggota tubuh dengan
kekuatannya sendiri tanpa dibantu oleh orang lain.
Tujuan
d) Untuk mendorong dan membantu agar pasien dapat menggunakan lagi anggota gerak yang lumpuh.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Pre operasi :
a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit
bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera
b) Kecemasan b/d ancaman integritas biologis sekunder akibat operasi d/d mengeluh takut operasi, takut dipasang
alat, khawatir tangan dan kaki tidak berfungsi, tampak gelisah dan murung , tachicardi.
2) Post operasi :
a) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur invasif (pin ).
b) Resiko cedera b/d terpasang alat berujung tajam
e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi
1. Pre operasi
a) Nyeri b/d trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder akibat fraktur ditandai dengan mengeluh sakit, sulit
bergerak, tampak meringis dan memegangi tubuh yang cedera
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 1×24 jam diharapkan keluhan nyeri berkurang.
Rencana tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan selama 2 x 30 menit diharapkan kecemasan klien berkurang.
2. Post operasi
a) Resti infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder akibat adanya jalur
invasif (pin ).
Rencana tujuan :
melalui pin
secara dini.
tanda infeksi sistemik maupun lokal ( demam, d. Untuk mencegah atau
nyeri, kemerahan, keluar cairan, pelonggaran pin )
d. Kolaboratif pemberian antibiotika. mengobati infeksi.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selam 3 x 24 jam diharapkan klien mampu memperlihatkan kemampuan
mobilitas.
Rencana
Tindakan Rasionalisasi
Latih bagian a. Mencegah terjadinya
a. tubuh yang atrofi
sehat dengan
latihan ROM disuse .
Bila bengkak . b. Membantu
b. pada daerah meningkatkan
pemasangan
eksternal kekuatan
fiksasi sudah c. Mempercepat
berkurang, kemampuan
latih pasien klien untuk mandiri
untuk latihan serta
isometrik di meningkatkan rasa
daerah percaya diri
Rencana tindakan Rasionalisasi
tersebut. klien.
Rencana tujuan :
Rencana Tindakan
Rasionalisasi
a. Dorong individu untuk mengekspresikan
pikiran, perasaan, pandangan tentang dirinya. a. Dapat mengidentifikasi
gambaran klien tentang
b. Ungkapkan aspek positif dari klien. dirinya.
e) Resiko penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif b/d ketidaktahuan tentang perawatan eksternal fiksasi
Rencana tujuan :
Setelah diberikan askep selama 3 x 30 menit diharapkan klien dapat menunjukkan prilaku yang mendukung
penatalaksanaan program terapi.
a. Berikan pengertian bahwa OREF memerlukan a. Agar secara psikologis klien
masa terbiasa dengan alat yang
penyembuhan yang relatif terpasang di bagian tubuhnya
Carpenito – Moyet, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10, EGC< Jakarta, 2007.
Muttaqin, Arif, Ns, S.Kep, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal, EGC, Jakarta, 2008.
Smeltzer, G. Bare, Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, EGC,Jakarta, 2002.