Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Buku Ajar Asuhan
Keperawatan dengan Demam Berdarah Dengue dan Pengembangan
Model Preventif dan Promotif di komunitas dapat diselesaikan dengan
baik. Pembahasan materi pada buku ini dilakukan dengan cara
memaparkan landasan teori terkait demam berdarah dengue dan
kemudian dilanjutkan dengan pemaparan asuhan keperawatan terkait
kasus tersebut dengan pendekatan NANDA, NIC dan NOC.
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam buku ini untuk itu
kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini sangat diharapkan
untuk di masa yang akan datang. Pada kesempatan ini penyusun
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusun dalam menyelesaikan bahan ini. Mudah-mudahan buku
ini dapat memberikan manfaat bagi para mahasiswa keperawatan pada
khususnya dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I 1
DEMAM BERDARAH DENGUE 1
F. Patogenisis DBD............................................................ 5
B. Agent ........................................................................... 13
Tujuan Pembelajaran
A. Definisi DBD
1
Terdapat pula penjabaran definisi DBD oleh World Health
Organization (WHO) (1997), yakni Demam Berdarah (DF) adalah
penyakit virus demam akut yang sering disertai dengan adanya sakit
kepala, nyeri tulang atau sendi serta nyeri otot, adanya ruam dan gejala
leukopenia pada penderitanya. Lebih lanjut WHO (1977) menjabarkan
bahwa kondisi DBD ditandai dengan empat gejala utama yaitu: demam
tinggi, adanya tanda perubahan hemoragik, sering disertai dengan
hepatomegali dan, dalam kasus yang parah, dapat ditemukan tanda-
tanda kegagalan peredaran darah. Pada kondisi tersebut, penderita dapat
mengalami hal yang fatal dan mengacam jiwa akibat terjadinya syok
hopovolemik akibat kebocoran plasma darah yang seringkali disebut
dengan dengue shock syndrome (DSS) sebagaimana yang juga
dipaparkan oleh Chakraborty (2008) bahwa DBD merupakan penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh virus yang berbahaya karena
dapat menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat
pendek
B. Penyebab DBD
2
C. Cara penularan DBD
3
Nyamuk aedes aegypti menggigit sepanjang hari - terutama pagi dan
malam hari. Setelah menggigit, nyamuk aedes aegypti betina dapat
bertelur saat bertemu dengan wadah yang mengandung air. Telur
menetas menjadi 'wrigglers' atau larva, yang berkembang menjadi
nyamuk dewasa selama satu atau dua minggu.
4
rontok, perdarahan ringan (hidung atau gusi) dan periode menstruasi
yang berat (Queensland Health, 2017).
E. Komplikasi DBD
F. Patogenisis DBD
5
terjadi pada 50-80% orang dengan gejala pada hari pertama atau kedua,
gejala seperti kulit memerah. Beberapa petechiae (bintik merah kecil
yang tidak hilang saat kulit ditekan, yang disebabkan oleh kapiler yang
rusak) juga dapat muncul pada fase ini (Fried, 2010).
6
Gambar 3: Fase infeksi pada DBD (CDC, 2014)
G. Penatalaksanaan DBD
7
3) Pasien harus segera diurus ke rumah sakit jika ada bukti
perdarahan
4) Rujuk ke rumah sakit atau pusat kesehatan untuk
penatalaksanaan pemberian cairan intravena jika suhu tubuh
menurun, ektremitas dingin, dan bila pasien terlihat gelisah.
H. Pencegahan DBD
8
a) Mencegah nyamuk memeiliki tempat/wadah untuk bertelur melalui
pengelolaan lingkungan dan modifikasi lingkungan
b) Membuang limbah padat dengan benar, meliputi: mengosongkan
dan membersihkan wadah penyimpanan air secara rutin
c) Menggunakan insektisida atau bahan kimia yang sesuai untuk
wadah penyimpanan air di luar ruangan
d) Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pengendalian vektor
yang berkelanjutan
e) Melakukan penyemprotan saat terjadi wabah DBD sebagai salah
satu tindakan pengendalian vektor darurat
f) Melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap perkembangan
vektor nyamuk
g) Menggunakan vaksin Dengvaxia yang saat ini disetujui untuk
digunakan pada usia 9 sampai 45 tahun yang tinggal di daerah
dengan tingginya tingkat demam dengue. Vaksin diberikan dalam
tiga dosis selama 12 bulan. Dengvaxia mencegah infeksi dengue
sedikit lebih dari separuh waktu (WHO, 2017)
9
BAB II
SEGITIGA EPIDEMIOLOGI DBD
Tujuan Pembelajaran
10
Pada epidemiologi penyakit menular, epidemiologic triangle atau
segitiga epidemiologi terdiri dari host (orang yang rentan), agent (agen
eksternal) dan environment (tempat host dan agen berada). Segitiga
epidemiologi membantu kita untuk senantiasa berupaya untuk menjaga
keseimbangan manusia dan alam sehingga tidak memberikan efek
negative atau timbulnya masalah kesehatan (Swarjana, 2017). Untuk
lebih memahami tentang penyebab dan faktor yang mempengaruhi
kejadian DBD, gambar berikut menampilkan triad atau segitiga
epidemiologi yang memegang andil dalam interkasi dan terjadinya
DBD.
11
pendidikan kesehatan masyarakat yang tepat, praktis, dan efektif untuk
mengendalikan atau mencegah DBD memerlukan perhatian khusus
terhadap ketiga komponen tersebut.
A. Host (manusia)
12
Amerika Serikat. Namun, penularan di Amerika Serikat jarang terjadi
karena tidak ada kontak yang cukup antara manusia yang terinfeksi,
termasuk kontak dengan spesies nyamuk vektor, dan dengan imunitas
yang baik yang mampu mencegah transmisi terjadi. Terkait hal ini. studi
di perbatasan AS-Meksiko, misalnya, menunjukkan bahwa pembatasan
penularan terjadi karena keterbatasan kontak antara host manusia dan
vektor nyamuk yang ditandai dengan kepadatan rumah yang rendah dan
penggunaan air conditioning (AC) serta jendela di perumahan penduduk
(CDC, 2012).
B. Agent
13
WHO (2013) mengklasifikasikan infeksi virus dengue (lazim
disebut virus demam berdarah) menjadi 2 kategori umum yaitu
Asymptomatic dengue infection or dengue without symptoms and the
symptomatic dengue. Sedangkan infeksi virus dengue dengan gejala (the
symptomatic dengue) dibagi menjadi 3 kelompok yaitu demam dengue
tanpa gejala spesifik, demam dengue dengan demam di tambah 2 gejala
spesifik yakni pendarahan berat, serta demam berdarah dengue dengan
atau tanpa shock syndrome.
DBD ditularkan melalui nyamuk yang terjangkit virus dengue.
Terdapat 2 (dua) tipe nyamuk yang bisa menularkan DBD yaitu nyamuk
Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus dengan tingkat efisiensi
yang berbeda. Kedua spesies nyamuk ini sering berkembang biak di
sekitar tempat tinggal manusia dalam hal ini tampungan air yang dibuat
manusia seperti ban bekas dan wadah atau kontainer jenis lainnya
(Chakraborty, 2008). Virus Dengue yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes, terutama Aedes Aegypti yang umumnya menggigit pada pagi
hari dan di malam hari, namun tidak menutup kemungkinan dapat
menggigit dan menyebarkan infeksi setiap saat.
Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, spesies Aedes lain yang
menularkan penyakit ini meliputi A. Albopictus A. polynesiensis dan A.
scutellaris. Aedes albopictus, merupakan sebuah vektor demam
berdarah yang sangat adaptif dan, oleh karena itu, dapat bertahan di
daerah beriklim dingin sekalipun (WHO, 2017).
1. Aedes aegypti
Aedes aegypti merupakan nyamuk yang berasal dari Afrika dan
sebagai spesies liar yang berkembang biak di hutan tanpa kontak
manusia. Pada tahap selanjutnya, Ae. aegypti berkembang biak
pada Tempat Penyimpanan Air (TPA) seiring dengan perubahan
lingkungan. Pada tahun 1800, Ae. aegypti tersebut menyebar
daerah tropis dan kota-kota pesisir di seluruh dunia. Sesuai
dengan catatan terkait distribusi, Ae. aegypti merupakan spesies
14
kosmotropik antara garis lintang 45 ° LU dan 35 ° S (WHO,
2013).
2. Aedes albopictus
Aedes albopictus termasuk dalam kelompok scutellaris
subgenus Stegomyia. Ae. albopictus berasal dari Asia terutama
Asia Tenggara dan pulau-pulau di Pasifik Barat serta Samudera
Hindia. Namun, selama beberapa dekade terakhir, spesies
tersebut telah menyebar ke Afrika, Asia Barat, Eropa dan
Amerika (Utara dan Selatan) pada awal abad ke-20 (WHO,
2013).
C. Enviroment (lingkungan)
15
kasus setiap tahunnya (Djunaedi, 2006). Salah satu faktor risiko
penularan DBD adalah pertumbuhan penduduk yang relatif cepat, dan
akibat adanya mobilisasi penduduk (Chandra, 2010) baik itu antar
negara atau antar daerah. Hal ini bermanifestasi terhadap munculnya
kawasan perumahan yang relatif padat penduduk dengan jarak yang
relative dekat, sehingga kebersihan antar satu rumah akan berdampak
pada rumah lain disekitarnya seperti keberadaan tempat penampungan
air tanaman hias dan sebagainya yang bila tidak dilakukan tindakan 3M
dapat memudahkan berkembangnya jentik nyamuk yang berdampak
pada lingkungan sekitarnya.
Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penting yang
berkaitan dengan terjadinya infeksi dengue. Lingkungan pemukiman
sangat besar peranannya dalam penyebaran penyakit menular. Kondisi
perumahan yang tidak memenuhi syarat rumah sehat apabila dilihat dari
kondisi kesehatan lingkungan akan berdampak pada masyarakat itu
sendiri. Dampaknya dilihat dari terjadinya suatu penyakit yang berbasis
lingkungan yang dapat menular seperti DBD (Maria, Ishak, & Selomo,
2013)
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes, yang sangat sensitif
terhadap kondisi lingkungan. Suhu, presipitasi, dan kelembaban sangat
penting untuk kelangsungan hidup nyamuk, reproduksi, dan
perkembangan dan dapat mempengaruhi kehadiran nyamuk dan
kelimpahan. Selain itu, suhu yang lebih tinggi mengurangi waktu yang
dibutuhkan agar virus dapat meniru dan menyebarluaskan nyamuk.
Proses ini, disebut sebagai "masa inkubasi ekstrinsik", harus terjadi
sebelum virus bisa mencapai kelenjar ludah nyamuk dan ditransmisikan
ke manusia. Jika nyamuk menjadi menular lebih cepat karena suhu lebih
hangat, ia memiliki kesempatan lebih besar untuk menginfeksi manusia
sebelum mati (CDC, 2012).
Suhu, curah hujan, dan kelembaban, sering berkorelasi dengan
kejadian demam berdarah. Asosiasi ini, bagaimanapun, tidak
16
menggambarkan kejadian beberapa tahun epidemi besar di daerah ini,
menunjukkan bahwa variabilitas iklim jangka panjang tidak mengatur
pola transmisi jangka panjang. Regulator epidemi yang lebih penting
mungkin merupakan interaksi dari empat serotipe dengue yang berbeda.
Tingkat paparan sebelumnya populasi manusia terhadap masing-masing
serotipe dengue mungkin merupakan penentu yang lebih penting apakah
epidemi besar terjadi daripada siklus iklim.
Secara global, kejadian demam berdarah telah meningkat. Meskipun
iklim dapat berperan dalam mengubah kejadian dan distribusi dengue,
ini adalah salah satu dari banyak faktor; Dengan korelasi buruk dengan
perubahan historis dalam kejadian, perannya mungkin kecil. Faktor
penting lain yang berpotensi berkontribusi terhadap perubahan global
pada kejadian demam berdarah dan distribusi meliputi pertumbuhan
populasi, urbanisasi, kurangnya sanitasi, peningkatan perjalanan jarak
jauh, pengendalian nyamuk yang tidak efektif, dan peningkatan
kapasitas laporan (CDC, 2012).
17
5. Pengembangan kapasitas untuk memastikan respon yang
memadai terhadap situasi yang terjadi
18
Metode pengendalian vektor dapat berhasil jika dukungan
administratif dan politik memadai diberikan untuk implementasi penuh
mereka. Pengendalian vektor terpadu saat ini merupakan satu-satunya
cara yang tersedia untuk mengendalikan demam berdarah. Saat ini tidak
ada vaksin untuk mencegah infeksi dan penyakit. Obat spesifik untuk
mengobati demam berdarah dan demam berdarah. Sebagian besar
program bergantung pada tindakan pengendalian lingkungan atau kimia
yang sering dilakukan oleh staf lapangan kontrol vektor, dan upaya
untuk melibatkan penduduk dalam mengurangi jumlah kontainer
penahan air menghadapi banyak hambatan (WHO, 2013).
Hambatan ini termasuk kebutuhan masyarakat untuk menyimpan air
karena air ledeng tidak dapat diandalkan atau tidak tersedia, keengganan
warga untuk membuang berbagai kontroversi karena hal ini dapat
digunakan untuk banyak tujuan lain, kurangnya layanan pengumpulan
sampah yang mengakibatkan akumulasi sampah. pada banyak properti,
dan pendapatan dari recyclin berbagai logam, dan kaca (WHO, 2013).
Lebih lanjut, terdapat beberapa hal spesifik yang dapat dilakukan untuk
mengontrok terjadinya DBD (WHO, 1997) diantaranya:
1. Pengelolaan limbah padat
Untuk pengendalian agent atau vector DBD, upaya
pengelolaan limbah padat yang efektif dan ramah lingkungan
perlu diupayakan. Dalam hal ini bentuk edukasi ataupun
demonstrasi pemanfaatan barang-barang bekas tempat
bersarangnya nyamuk atau tempat berkembanganya larva perlu
diberikan kepada masyarakat agar upaya pengendalian
berkembangnya nyamuk sebagai agent DBD dapat ditekan dari
segi jumlah. Pengelolaan limbah dengan memanfaatkan sistem 3
R yakni: Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali),
dan Recycle (mendaur ulang) perlu dipromosikan secara luas.
19
Meskipun langkah penyemprotan dikatakan cukup efektif, tetapi
karena terdapat beberapa pertimbangan kesehatan, untuk menekan
jumlah perkembangan nyamuk Aedes aegypti, penyemprotan
umumnya baru akan dilakukan saat terjadi wabah DBD di suatu
lingkungan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat dilakukan
penyemprotan bahan kimia yaitu:
Gunakan sarung tangan atau masker saat akan melakukan
penyemprotan
Lindungi barang-barang dari paparan semprotan bahan kimia
Saat akan menggunakan kembali barang-barang yang telah
terkena paparan semportan bahan kimia, dilakukan pencucian
dengan air dan sabun saat akan kembali digunakan
Mengubah dan mencuci fasilitas dengan cukup air dan sabun
20
BAB III
MODEL PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH
Tujuan Pembelajaran
21
penurunan. Data yang diperoleh dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes RI pada tahun 2014 mencatat
jumlah kasus DBD mencapai 100,347 dan sebanyak 907 kasus diantaranya tidak
tertolong. Data kejadian DBD pada tahun 2015 yang diperoleh sebayak 129,650
kasus dan sebanyak 1,071 kasus tidak tertolong.
23
Gambar 1. Pengendalian lingkungan yang dapat dilakukan
masyarakat
2. Pemberdayaan Masyarakat
24
atau menutup wadah air, membuang materi sampah termasuk ban bekas,
atau mengenakan kelambu.
25
Gambar 1. Perencanaan Patio Limpio
26
DBD serta strategi pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat. Hasil
penelitian pertama menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
mempercayai bahwa penyebaran penyakit DBD disebarkan oleh nyamuk
walaupun masih ada yang beranggapan bahwa DBD dapat ditularkan dari
manusia ke manusia. Hasil penelitian kedua menunjukkan bahwa secara
umum upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah
dengan menjaga kebersihan rumah seperti kebersihan dalam rumah,
kebersihan halaman atau penggunaan bubuk abate pada tanaman.
27
Strategi pemberantasan ini di awasi oleh Pemerintah Provinsi dan
Kota di Cina dengan membentuk Komite Pengawasan Demam Berdarah
yang khusus bertugas untuk melakukan pengawasan dan pelatihan teknis
pencegahan. Komite ini akan berkoordinasi langsung dengan departemen
kesehatan setempat terkait pelaksanaan strategi pencegahan DBD. Setelah
berkoordinasi, para tenaga kesehatan setempat akan membentuk tim
pengendali khusus di setiap komunitas masyarakat yang bertugas untuk
melaksanakan pengendalian DBD dibawah standar pemerintah. Tim
pengendalian ini juga bertugas untuk melakukan inspeki berkala terhadap
rumah-rumah di wilayahnya, melakukan larvaciding pada berbagai wadah,
melakukan pengendalian nyamuk dewasa, serta memberikan edukasi terkait
pencegahan DBD.
28
Gambar 3. Penggunaan Guppy Fish untuk memberantas jentik/larva
nyamuk
29
Pendekatan pengendalian vektor yang dapat dilakukan adalah dengan
menggunakan metode kontrol biologis seperti penggunaan guppy fish yang
dapat memakan larva nyamuk, atau penggunaan bakteri Bacillus
thuringiensis israelensis (Bti) yang dapat melepaskan racun untuk
membunuh larva.
30
berdarah, perawat komunitas memiliki peran sebagai penyuluh atau pemberi
edukasi kesehatan terkait demam berdarah, pelaksana konseling keperawatan
pada kasus-kasus demam berdarah, penghubung antara masyarakat dalam
tindakan pencegahan demam berdarah, serta sebagai role model dalam hal
pengendalian lingkungan.
1. Pengkajian
Data inti dapat meliputi riwayat sebuah penyakit di suatu wilayah atau
komunitas, demografi, tipe keluarga, status perkawinan, statistik vital,
31
nilai dan keyakinan agama. Dalam kasus demam berdarah maka data
inti yang dapat dikaji berupa sejarah atau riwayat wabah demam
berdarah disuatu wilayah serta perubahan-perubahan yang telah terjadi.
b. Data subsistem komunitas
32
d. Data sekunder
Beberapa diagnosa yang dapat muncul pada kasus demam berdarah dapat
meliputi:
a. Defisiensi kesehatan komunitas
b. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
c. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan
d. Ketidakefektifan manajemen kesehatan
33
3. Penyusunan rencana asuhan keperawatan
Prevensi Tersier
34
Konsultasi via telepon
Rujukan
35
Partisipasi keluarga dalam perawatan Manajemen penularan penyakit
secara professional Manajemen lingkungan
Prevensi tersier
Membangun hubungan yang kompleks
Peningkatan sistem dukungan
36
Prevensi Sekunder
Keyakinan kesehatan : perceived untuk Prevensi Sekunder
mengontrol Manajemen penularan penyakit
Keyakinan kesehatan : sumber daya
Manajemen lingkungan
yang dirasakan
Skrining kesehatan
Keyakinan kesehatan : ancaman
Identifikasi risiko
Orientasi kesehatan
Surveilans komunitas
Derajat kesehatan masyarakat
Prevensi tersier
Prevensi tersier
Dukungna terhadap caregiver
Partisipasi tim kesehatan dalam keluarga
Dukungan keluarga
Dukungan sosial
37
C. Asuhan Keperawatan Demam Berdarah pada individu
Dalam menetapkan asuhan keperawatan pada klien dengan DBD maka
perlu diperhatikan hal-hal yang meliputi:
1. Pengkajian
a. Identitas yang dapat meliputi nama, tempat tanggal lahir, alamat,
pendidikan, dan pekerjaan
b. Keluhan utama yang umumnya dapat berupa keluhan terkait demam
tinggi
c. Riwayat penyakit sekarang yang dapat meliputi riwayat waktu awal
demam tinggi, demam yang naik turun, menggigil, dan riwayat
penurunan kesadaran. Riwayat penyakit lain yang dapat dikaji meliputi
riwayat nyeri sendi atau nyeri ulu hati serta riwayat muntah darah atau
perdarahan lainnya.
d. Riwayat penyakit yang sebelumnya pernah di derita oleh klien
e. Kondisi lingkungan tempat tinggal, sekolah, atau tempat kerja klien
f. Pola kebiasaan sehari-hari klien yang meliputi pola BAB, BAK, tidur,
makan, dan olahraga.
2. Pemeriksaan fisik
38
3. Pemeriksaan laboratorium
39
5. Rencana Asuhan Keperawatan
1 Nyeri akut/bd Setelah perawatan selama 1x24 jam, nyeri Manajemen Nyeri
. agen cedera akut klien berkurang dari skala 4 ke skala Lakukan pengkajian nyeri secara
2 dengan kriteria hasil: komprehensif
biologis
Observasi adanya petunjuk nonverbal
Kontrol Nyeri terkait nyeri maupun ketidaknyamanan
Klien dapat mengenali kapan nyeri terutama pada pasien yang tidak dapat
terjadi berbicara
Klien mengetahui penyebab Gunakan strategi komunkasi terapeutik
terjadinya nyeri untuk mengetahui pengalaman klien
Klien mampu mengurangi rasa nyeri terkait nyeri dan penerimaan klien
tanpa analgesik terhadap nyeri
40
Klien melaporkan perubahan gejala Gali bersama pasien faktor-faktor yang
nyeri dapat memperberat maupun mengurang
Klien mengenali hal-hal yang nyeri
berkaitan dengan nyeri. Evaluasi bersama klien efektifitas
tindakan pengurangan nyeri yang pernah
Tingkat Nyeri dilakukan sebelumnya jika ada
Klien mengatakan rasa nyeri telah Kendalikan faktor lingkunan yang dapat
berkurang mempengaruhi nyeri dan
Tanda-tanda vital dalam rentang ketidaknyamanan
normal Pilih dan implementasikan tindakan
Tidak mengalami gangguan tidur. yang beragam seperti farmakologis dan
non farmakolois untuk memfasilitasi
penurunan nyeri
Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan nyeri
sesuai dengan kebutuhan
Ajarkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
41
Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologis seperti relaksasi nafas
dalam, aplikasi panas/dingin dan pijatan
jika memungkinkan.
Kolaborasikan dengan tim kesehatan
unntuk menggunakan teknik
farmakologi jika memungkinkan
Evaluasi keefektifan dari tindakan
pengontrol nyeri selama pengkajian
nyeri dilakukan
Mulai modifikasi tindakan pengontrolan
nyeri berdasarkan respon klien
Informasikan dengan tim kesehatan lain
dan keluarga tentang strategi
nonfarmakologi yang sedang digunakan
untuk mendorong preventif terkait
dengan manajemen nyeri
42
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
Monitoring vital sign
43
Tidak ada peningkatan suhu kulit Dorong konsumsi cairan
Tidak ada hipertermi Fasilitasi istirahat, terapkan pembatasan
Klien melaporkan kenyamanan suhu aktivitas: jika diperlukan
Mandikan pasien dengan spons hangat
dengan hati-hati (yaitu: berikan pada
Tanda-tanda vital
pasien dengan suhu yang sangat tinggi,
Suhu tubuh klien berada pada rentang
tidak memberikannya selama fase dingin
normal
dan hindari agar pasien tidak menggigil)
Tekanan darah klien berada pada
Pantau komplikasi yang berhubungan
rentang normal
dengan demam serta tanda dan gejala,
Frekuensi pernafasan klien berada
kondisi penyebab demam.
pada rentang normal
Lembabkan bibir dan mukosa hidung
Nadi klien berada pada rentang
yang kering
normal
Ketidakseimbangan
3 nutrsi Setelah dilakukan tindakan Manajeman Gangguan Makan
kurang
. dari kebutuhan keperawatan selama 3 x 24 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
berhubungan dengan nutrisi terpenuhi dengan untuk mengembangkan rencana
kurang asupan makanan kriteria hasil :
44
perawatan dengan melibatkan klien dan
orang terdekat klien
Status Nutrisi
Rundingkan dengan tim kesehatan lain,
Asupan Gizi tidak menyimpang
klien, serta orang terdekat klien terkait
dari rentang normal
target pencapaian berat badan
Asupan makanan tidak
Rundingkan dengan ahli gizi mengenai
menyimpang dari rentang normal
asupan kalori harian yang ingin dicapai
Rasio berat badan/tinggi badan
Dorong klien untuk mendiskusikan
tidak menyimpang dari rentang
makanan yang disukai
normal
Monitor berat badan klien secara rutin
Monitor intake secara tepat
Nafsu makan
Keinginan untuk makan tidak
terganggu
Klien menyenangi makanan
Klien mencari makanan
Intake makanan tidak terganggu
Intake nutrisi tidak terganggu
45
Ketidakefektifan
4 perfusi Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 Perawatan sirkulasi: insufisiensi
jaringan
. perifer b/d jam, diperoleh kriteria hasil : vena
kebocoran plasma darah
Monitoring edema
Perfusi jaringan perifer:
Inspeksi kulit
Tekanan dalam batas normal
Instruksikan pasien untuk meninggikan
Edema perifer berkurang dari derajat
kaki setinggi 20o atau lebih dari jantung
2 ke derajat 1
Ajarkan klien untuk latihan ROM pasif
Nyeri berkurang dari skala 2 ke skala
ataupun aktif
0
Kolaborasi pemberian obat antikoagulan
Tidak ditemukan kerusakan kulit
Keletihan
5 b/d kelesuan Setelah dilakukan intervensi, diagnosa Manajemen energi :
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
fisiologis
. Kaji status fisiologis klien yang
menyebabkan kelelahan
Tingkat kelelahan :
46
Tidak ada kelelahan Monitor intake nutrisi untuk mengetahui
sumber energi yang adekuat
Kelelahan (efek yang Monitor sumber kegiatan dan kelelahan
mengganggu) : emosional yang dialami klien
Tidak ada penurunan energy (tangan Monitor sister kardiorespirasi klien
dan kaki tidak tremor) Bantu klien untuk memahami kebutuhan
untuk membatasi aktivitas
Bantu klien memprioritaskan kegiatan
untuk mengakomodasi energi yang
diperlukan
Monitor respon oksigen klien
47
Kekurangan
6 volume cairan Manajemen hipovolemi
Tujuan :
b/d . perpindahan cairan Monitor adanya tanda – tanda dehidrasi.
48
Kulit dan membran mukosa pucat.
Hb dan Hematokrit dalam batas
normal.
49
BAB IV
MODEL PROMOSI KESEHATAN
Tujuan Pembelajaran
50
Piagam Ottawa menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan
promosi kesehatan. Salah satunya yaitu faktor-faktor yang menjadi penentu
kesehatan (determinants of health) seperti tempat tinggal, pendidikan,
makanan dan pendapatan. Piagam Ottawa adalah suatu kerangka kerja
global yang bertujuan menjadi panduan dalam pelaksanaan tindakan
promosi kesehatan.
Melalui upaya bersama yang melibatkan semua pihak, seperti
institusi pendidikan, pemerintah, dan stakeholder lainya, promosi kesehatan
telah berhasil beralih dari perubahan perilaku di tingkat individu (dengan
orientasi pengangan penyakit) ke perilaku di tingkat masyarakat (dengan
perilaku berorientasi pada kesehatan) serta pada faktor-faktor penentu
lainnya seperti diet yang sehat, aktivitas fisik, kebersihan pribadi, dan
pendidikan, melalui penerapan kombinasi dari lima Area Aksi Piagam
Ottawa.
Lima area aksi untuk promosi kesehatan yang diidentifikasi dalam
piagam Ottawa adalah:
1. Membangun kebijakan publik yang sehat
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung
3. Memperkuat aksi masyarakat
4. Mengembangkan keterampilan pribadi
5. Mengorientasikan kembali layanan perawatan kesehatan ke arah
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
51
b. Menyediakan lingkungan sosial, ekonomi dan fisik yang
mendukung melalui strategi yang beragam namun saling
melengkapi
c. Bekerja dalam kolaborasi dengan berbagai sektor
d. Memungkinkan individu untuk mengambil kendali atas faktor-
faktor penentu kesehatan
e. Melengkapi sistem dan sektor untuk mengatasi faktor penentu sosial
kesehatan.
52
terbatas pada individu dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan latar
belakang sosial ekonomi yang tinggi pula. Sehingga upaya baru sangat
diperlukan untuk memngurangi kesenjangan yang ada.
B. Promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan seseorang
atau masyarakat untuk meningkatkan kontrol atas kesehatan dan
meningkatkan kesehatan mereka. Untuk mencapai keadaan fisik, mental,
dan sosial yang sehat, seorang individu atau kelompok harus mampu
mengidentifikasi kebutuhan kesehatan dan cara untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan yang diinginkan, dan untuk mengubah atau memodifikasi
lingkungan untuk terciptanya kesehatan yang diinginkan. Sehingga dalam
hal ini kesehatan adalah konsep positif yang menekankan pada sumber daya
sosial dan pribadi serta kapasitas fisik. Oleh karena itu, promosi kesehatan
bukan hanya tanggung jawab sektor kesehatan, tetapi juga merupakan gaya
hidup sehat oleh seorang individu hingga hingga mncapai kesejahteraan.
Pengertian Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat melalui pembelajaran diri oleh dan untuk masyarakat agar dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber
daya dari masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Kemenkes, 2011).
Promosi kesehatan adalah proses yang memungkinkan orang untuk
meningkatkan kontrol atas kesehatan mereka dan faktor penentu. Hal ini
dilakukan dengan memperkuat keterampilan dan kemampuan individu dan
kapasitas kelompok untuk mengubah banyak kondisi, terutama penyebab
sosial dan ekonomi, yang mempengaruhi kesehatan. Promosi kesehatan
berfungsi sebagai dasar perawatan kesehatan primer.
53
C. Tujuan Promosi kesehatan
Promosi kesehatan merupakan suatu proses yang bertujuan
memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat serta sesuai dengan sosial budaya
setempat. Demi mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik dari fisik,
mental maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan
mewujudkan 9 aspirasi dan kebutuhannya, serta mampu mengubah atau
mengatasi lingkungannya (Kemenkes, 2011).
Adapun beberapa tujuan promosi kesehatan yaitu:
1. Untuk mempromosikan ekuitas
2. Untuk memastikan keadilan sosial
3. Untuk mengadvokasi peningkatan hasil kesehatan masyarakat
4. Untuk bekerja dalam kemitraan
5. Untuk memastikan kolaborasi lintas sektoral
6. Untuk mempromosikan keterlibatan masyarakat
7. Untuk mendukung pemberdayaan
8. Untuk mempromosikan keberlanjutan
9. Untuk melakukan praktik berbasis bukti
10. Untuk menghargai pengetahuan kontekstual
11. Untuk menghargai pengetahuan dan perbedaan budaya
12. Untuk meningkatkan literasi kesehatan melalui perubahan tingkat
sistem
54
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku
bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak
didukung oleh sistem nilai dan norma sosial serta norma hukum
yang dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal.
Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun formal dalam 10 mempraktikkan PHBS. Suasana
lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-
kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya
PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh
mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan
(stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia
usaha (Maulana, 2009).
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain)
maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media
massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam
mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi tentang
PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. 11
55
Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundangundangan di bidang kesehatan dan bidang lain
yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau
menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam
upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga
(rumah tangga) dengan cara:
[1] Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan
yang tidak merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan
mendukung terciptanya PHBS dan kesehatan masyarakat.
[2] Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-
lain) yang dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) pada
khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana,
2009).
56
Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan dan
suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini
ditujukan kepada pemimpin organisasi masyarakat serta
pengelola tempat-tempat umum dan diharapkan memperhatikan
dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan non-fisik yang mendukung atau kondusif terhadap
kesehatan masyarakat.
3. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health serice) adalah
penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merupakan
tanggung jawab bersama antara pemberi dan penerima
pelayanan orientasi pelayanan diarahkan dengan menempatkan
masyarakat sebagai subjek yang dapat memelihara dan
meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri. Hal tersebut
berarti pelayanan lebih diarahkan kepada pemberdayaan
masyarakat.
4. Meningkatkan keterampilan individu (increase individual
skills). Kesehatan masyarakat adalah kesehatan yang terdiri atas
kelompok, keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat
terwujud apabila kesehatan kelompok, keluarga, dan individu
terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota
masyarakat atau individu sangat penting untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat memelihara
serta meningkatkan kualitas kesehatannya.
5. Memperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community
action), derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara
efektif jika unsur-unsur yang terdapat di masyarakat tersebut
bergerak sama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti
memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di
masyarakat sehingga lebih dapat berkembang. Disamping itu,
57
tindakan ini memberi kesempatan masyarakat untuk
berimprovisasi, yaitu melakukan kegiatan dan berperan serta
dalam pembangunan kesehatan. Pendekatan yang menyeluruh
dalam pembangunan kesehatan dengan menggunakan lima
ruang lingkup tersebut jauh lebih efektif dibanding dengan
menggunakan pendekatan tunggal. Pendekatan melalui tatanan
memudahkan implementasi penyelenggaraan promosi
kesehatan. Peran serta masyarakat sangat penting untuk
melestarikan berbagai upaya. Masyarakat harus menjadi subjek
dalam promosi kesehatan dan pengambilan keputusan. Akses
pendidikan dan informasi sangat penting untuk mendapatkan
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat (Notoatmodjo, 2009).
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan
pendampingan dalam mencegah dan menanggulangi masalah
kesehatan, guna membantu individu, keluarga atau kelompok-
kelompok masyarakat menjalani tahap-tahap tahu, mau dan mampu
mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi kesehatan,
pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat penting
dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan
adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan
58
mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar
klien tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau
menjadi mampu melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek
practice) (Notoatmodjo, 2005).
2. Bina suasana
Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial
yang kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta
penciptaan panutanpanutan dalam mengadopsi PHBS dan
melestarikannya (Notoatmodjo, 2005).
3. Advokasi
Advikasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-
pihak tertentu yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan
pembinaan PHBS baik dari segi materi maupun non materi
(Notoatmodjo, 2005).
59
bertujuan untuk mengurangi perbedaan dalam status kesehatan
saat ini dan memastikan kesetaraan peluang dan sumber daya
untuk memungkinkan semua orang mencapai potensi kesehatan
sepenuhnya. Ini termasuk fondasi yang aman dalam lingkungan
yang mendukung, akses ke informasi, keterampilan hidup dan
peluang untuk membuat pilihan yang sehat. Orang tidak dapat
mencapai potensi kesehatan sepenuhnya kecuali mereka mampu
mengendalikan hal-hal yang menentukan kesehatan mereka. Ini
harus berlaku sama untuk wanita dan pria.
3. Mediate (Menengahi)
Prasyarat dan prospek kesehatan tidak dapat
dipastikan oleh sektor kesehatan saja. Lebih penting lagi,
promosi kesehatan menuntut tindakan terkoordinasi oleh semua
pihak: oleh pemerintah, oleh kesehatan dan sektor sosial dan
ekonomi lainnya, oleh organisasi non-pemerintah dan sukarela,
oleh otoritas lokal, oleh industri dan oleh media. Orang-orang di
semua lapisan masyarakat terlibat sebagai individu, keluarga,
dan komunitas. Kelompok profesional dan sosial dan tenaga
kesehatan memiliki tanggung jawab besar untuk menengahi
antara berbagai kepentingan dalam masyarakat untuk mencapai
kesehatan.
Strategi dan program promosi kesehatan harus
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemungkinan lokal masing-
masing negara dan wilayah untuk memperhitungkan sistem
sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda.
61
G. Upaya Promosi Kesehatan:
a. Membangung Kebijakan Publik yang Sehat
Promosi kesehatan melampaui perawatan kesehatan. Ini
menempatkan kesehatan dalam agenda pembuat kebijakan di semua
sektor dan di semua tingkatan, mengarahkan mereka untuk mengetahui
konsekuensi kesehatan dari keputusan mereka dan untuk menerima
tanggung jawab mereka terhadap kesehatan.
Kebijakan promosi kesehatan menggabungkan beragam
pendekatan yang saling melengkapi termasuk perundang-undangan,
langkah-langkah fiskal, perpajakan dan perubahan organisasi. Ini
adalah tindakan terkoordinasi yang mengarah pada kebijakan
kesehatan, pendapatan, dan sosial yang mendorong pemerataan. Aksi
bersama berkontribusi untuk memastikan barang dan layanan yang
lebih aman dan sehat, layanan publik yang lebih sehat, dan lingkungan
yang lebih bersih dan menyenangkan.
Kebijakan promosi kesehatan mensyaratkan identifikasi hambatan
untuk adopsi kebijakan publik yang sehat di sektor non-kesehatan, dan
cara menghilangkannya. Tujuannya harus membuat pilihan yang lebih
sehat menjadi pilihan yang lebih mudah bagi pembuat kebijakan juga.
b. Membuat Lingkungan yang Mendukung
Masyarakat kita kompleks dan saling terkait. Kesehatan tidak dapat
dipisahkan dari tujuan lain. Hubungan yang tak terpisahkan antara
manusia dan lingkungannya merupakan dasar bagi pendekatan
sosioekologis terhadap kesehatan. Prinsip panduan keseluruhan untuk
dunia, negara, wilayah dan komunitas sama, adalah kebutuhan untuk
mendorong pemeliharaan timbal balik - untuk saling menjaga satu sama
lain, komunitas kita dan lingkungan alam kita. Konservasi sumber daya
alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai tanggung jawab global.
62
Mengubah pola hidup, bekerja dan bersantai memiliki dampak
signifikan pada kesehatan. Pekerjaan dan liburan harus menjadi sumber
kesehatan bagi orang-orang. Cara masyarakat mengatur pekerjaan harus
membantu menciptakan masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan
menghasilkan kondisi hidup dan kerja yang aman, menstimulasi,
memuaskan, dan menyenangkan.
Penilaian sistematis terhadap dampak kesehatan dari lingkungan
yang berubah dengan cepat - terutama di bidang teknologi, pekerjaan,
produksi energi dan urbanisasi - sangat penting dan harus diikuti oleh
tindakan untuk memastikan manfaat positif bagi kesehatan masyarakat.
Perlindungan lingkungan alami dan buatan dan konservasi sumber daya
alam harus diperhatikan dalam strategi promosi kesehatan apa pun.
63
d. Mengembangkan Keterampilan Pribadi
Promosi kesehatan mendukung pengembangan pribadi dan
sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan untuk kesehatan, dan
peningkatan keterampilan hidup. Dengan melakukan hal itu, ia
meningkatkan pilihan yang tersedia bagi orang untuk melakukan kontrol
lebih besar atas kesehatan mereka sendiri dan atas lingkungan mereka,
dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
Memungkinkan orang untuk belajar, sepanjang hidup, untuk
mempersiapkan diri untuk semua tahapannya dan untuk mengatasi
penyakit kronis dan cedera adalah penting. Ini harus difasilitasi dalam
pengaturan sekolah, rumah, pekerjaan dan masyarakat. Diperlukan
tindakan melalui badan pendidikan, profesional, komersial dan sukarela,
dan di dalam lembaga itu sendiri.
e. Reorientasi Pelayanan Kesehatan
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan dalam layanan
kesehatan dibagi di antara individu, kelompok masyarakat, profesional
kesehatan, lembaga layanan kesehatan dan pemerintah.
Mereka harus bekerja bersama menuju sistem perawatan
kesehatan yang berkontribusi untuk mengejar kesehatan. Peran sektor
kesehatan harus semakin bergerak ke arah promosi kesehatan, di luar
tanggung jawabnya untuk menyediakan layanan klinis dan kuratif.
Layanan kesehatan perlu merangkul mandat yang diperluas yang peka
dan menghormati kebutuhan budaya. Mandat ini harus mendukung
kebutuhan individu dan masyarakat untuk kehidupan yang lebih sehat,
dan membuka saluran antara sektor kesehatan dan komponen
lingkungan sosial, politik, ekonomi dan fisik yang lebih luas.
Reorientasi layanan kesehatan juga membutuhkan perhatian
yang lebih kuat untuk penelitian kesehatan serta perubahan dalam
pendidikan dan pelatihan profesional. Ini harus mengarah pada
64
perubahan sikap dan organisasi layanan kesehatan yang memfokuskan
kembali pada total kebutuhan individu sebagai manusia seutuhnya.
65
tidak, ditentukan oleh keadaan dan lingkungan mereka. Sebagian besar,
faktor-faktor seperti di mana tempat tinggal, keadaan lingkungan, genetika,
tingkat pendapatan dan pendidikan, dan hubungan personal sosial dengan
teman dan keluarga semuanya memiliki dampak besar pada kesehatan.
Faktor-faktor penentu kesehatan meliputi:
a. lingkungan sosial dan ekonomi,
b. lingkungan fisik, dan
c. karakteristik dan perilaku individu orang tersebut.
66
pribadi dan keterampilan koping - makan seimbang, tetap aktif,
merokok, minum, dan bagaimana kita menghadapi tekanan dan
tantangan hidup, semuanya memengaruhi kesehatan.
f. Layanan kesehatan - akses dan penggunaan layanan yang mencegah
dan mengobati penyakit mempengaruhi kesehatan
g. Gender (Jenis Kelamin). Terdpat beberapa pria atau wanita yang
rentan menderita berbagai jenis penyakit tertentu pada usia yang
berbeda
• pengaturan visi
• pembuatan solusi
67
menentukan metode untuk pengumpulan data, interpretasi, dan
pengambilan keputusan.
Rencanakan untuk melibatkan pemangku kepentingan,
termasuk klien dan staf, dengan cara yang berarti. Menetapkan
garis waktu yang jelas untuk membuat rencana kerja.
Rencanakan bagaimana Anda akan mengalokasikan sumber
daya keuangan, material, dan manusia. Pertimbangkan data
yang diperlukan untuk membuat keputusan pada setiap
langkah dan sertakan waktu yang memadai untuk
pengumpulan dan interpretasi data. Menetapkan proses
pengambilan keputusan yang jelas. (mis., melalui konsensus,
oleh komite.
68
3. Langkah 3: Identifikasi tujuan, populasi, hasil dan tujuan hasil
Tujuan: untuk menggunakan hasil penilaian situasional untuk
menentukan tujuan, populasi yang menarik, hasil dan tujuan
hasil.
Pastikan sasaran program, populasi yang menarik, dan sasaran
hasil diselaraskan dengan arahan strategis organisasi atau
kelompok Anda:
- goal: pernyataan luas yang memberikan arahan keseluruhan
untuk suatu program selama periode waktu yang panjang.
- populasi yang diminati: kelompok atau kelompok yang
membutuhkan perhatian khusus untuk mencapai tujuan
Anda
- tujuan akhir: pernyataan singkat yang menetapkan
perubahan yang diinginkan yang disebabkan oleh program.
69
evaluasi dampak. Untuk mengembangkan tujuan yang baik
yang akan memandu pengembangan dan evaluasi program
adalah untuk memastikannya adalah SMART:
a. Specific (Spesifik (jelas dan tepat))
b. Measureable (Terukur (dapat untuk dievaluasi))
c. Achievable ( dapat diraih/realistis)
d. Relevant ( relevan dengan masalah kesehatan, kelompok
populasi, individu target)
e. Time (waktu (kerangka waktu untuk mencapai tujuan
yang ingin diraih)
71
memastikan konsistensi dengan temuan penilaian situasional.
Model logika adalah penggambaran grafis dari hubungan
antara semua bagian dari suatu program (yaitu, tujuan, sasaran,
populasi, strategi, dan kegiatan) dan merupakan salah satu cara
di mana gambaran umum program dapat dikomunikasikan.
Tinjau rencana untuk menentukan apakah: strategi
berkontribusi secara efektif terhadap sasaran dan sasaran;
tujuan jangka pendek berkontribusi pada tujuan jangka
panjang; kegiatan terbaik dipilih untuk memajukan strategi;
kegiatan sesuai untuk audiens; dan sumber daya yang
memadai untuk melaksanakan kegiatan
Implementasi
[1] Partnership/Kemitraan dan Cappacity Building
Kemitraan memegang peran yang juga sangat penting untuk
pelaksanaan promosi kesehatan, misalnya, mulai dari pendidikan
pasien hingga perumusan bersama kebijakan nasional. Definisi
kemitraan dapat berupa cara-cara bekerja bersama yang meliputi:
aliansi, jaringan, kerjasama, kolaborasi, koalisi, multi-sektoral,
antar-sektoral. Ada beberapa definisi kemitraan lainnya namun yang
pasti adalah kemitraan dilakukan untuk kesehatan adalah bahwa
dengan bermitra dapat memudahkan dalam pencapain tujuan
dibandingkan dengan bekerja sendiri. Kemitraan ini perlu bekerja
secara sinergi dimana berarti kemitraan menggabungkan kekuatan,
perspektif, sumber daya, dan keterampilan semua mitra dalam
mencari solusi yang lebih baik.
72
praktik promosi kesehatan dan memberikan kontribusi pada
transformasi layanan dan perubahan sosial. Pendekatan kemitraan
sebaiknya dilakukan melalui sejumlah bidang yang berbeda
termasuk pelatihan dan pendidikan, kebijakan dan kerangka kerja,
pemasaran dan advokasi sosial, penelitian dan evaluasi,
pengembangan dan implementasi program, dan kemitraan dengan
sektor lain.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, promosi kesehatan
difokuskan untuk mempengaruhi faktor-faktor penentu kesehatan
dan mengurangi kesenjangan kesehatan. pendekatan antar-sektoral
atau kemitraan yang melibatkan stakeholder perlu dilakukan karena
faktor penentu kesehatan adalah sebagian banyak berasal di luar
kesehatan. Perlunya kemitraan efektif yang bekerja untuk
meningkatkan kesehatan dalam berbagai bentuk dan ukuran dan
dapat bersifat formal atau informal. Pada satu sisi, kemitraan dapat
memiliki hingga banyak anggota dan di sisi lain, kemitraan dapat
melibatkan sedikit orang yang bekerja pada proyek peningkatan
kesehatan.
[3] Pelatihan dan Pendidikan
Prioritas utama untuk promosi kesehatan adalah membangun
kapasitas staf layanan kesehatan dan lainnya untuk meningkatkan
kesehatan. Ini terjadi melalui program pelatihan dan pendidikan
serta pengembangan dan dukungan yang berkelanjutan.Pelatihan
dan pendidikan diberikan sebagai bagian dari rangkaian intervensi
yang membahas berbasis individu, kelompok, dan populasi
Tujuan dari intervensi ini adalah untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, self-efficacy dan kapasitas individu untuk
berubah. Selanjutnya, pendidikan dan proses pelatihan, dengan
sendirinya, berkontribusi pada pengembangan pribadi dan
73
profesional individu, masyarakat dan organisasi melalui keterlibatan
berkelanjutan mereka selama beberapa hari, minggu atau bulan.
Dampak maksimal dari pelatihan, pendidikan dan pengembangan
berkelanjutan dicapai ketika intervensi relevan, dihargai,
partisipatif, dan dapat dicapai untuk semua
Peserta.
[4] Kebijakan
Pendekatan kebijakan untuk promosi kesehatan telah terbukti
menjadi salah satu cara paling efektif untuk mencapai perubahan.
Untuk mengurangi ketidaksetaraan pada kesehatan, perubahan
paling baik dilakukan dengan mengubah kebijakan dan lingkungan
yang memiliki dampak terbesar pada kehidupan dengan
ketidaksetaraan kesehatan
74
tertentu di dalamnya untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas
hidup mereka, dan untuk mengurangi kesenjangan kesehatan.
Penting untuk mengkomunikasikan kampanye yang efektif
dengan pesan yang jelas serta dengan tujuan dan metode yang jelas
agar masyarakat dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang gaya hidup kelompok populasi, lingkungan di mana mereka
tinggal dan bekerja, yang akan mendukung dan memotivasi mereka
untuk melakukan perubahan positif, bagi kesehatan mereka
[6] Advokasi
Advokasi adalah upaya untuk mempengaruhi hasil, termasuk
kebijakan publik dan keputusan alokasi sumber daya yang secara
langsung memengaruhi kehidupan masyarakat saat ini. Faktor-
faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, perilaku dan
biologis semuanya merupakan faktor penentu kesehatan. Penentu
kesehatan, sebagian besar, diciptakan melalui keputusan dan
tindakan yang diambil oleh Pemerintah, organisasi dan individu.
Oleh karena itu, penting bagi praktisi yang ingin meningkatkan
kesehatan, menemukan cara untuk mempengaruhi keputusan ini
melintasi berbagai sektor, baik secara langsung atau secara tidak
langsung melalui advokasi.
Advokasi sangat berperan dalam mempengaruhi atau
mendukung kebijakan publik serta dalam mengembangkan dan
memfasilitasi kemitraan antara berbagai kepentingan dalam
masyarakat untuk mendapatkan manfaat kesehatan, sehingga
memungkinkan individu dan masyarakat untuk mencapai potensi
penuh terhadap kesehatan mereka. Agar pelaksanaan avokasi
berjalan secara fektif, advokasi kesehatan harus direncanakan,
menggunakan strategi berdasarkan analisis yang sistematis. Harus
75
ada advokasi yang efektif dan yang berfokus hingga pada akhirnya
dapat mempengaruhi sistem pengambilan keputusan. Adapun
metode advokasi yang dapat digunakan mencakup lobi,
pengembangan strategi, pembangunan kemitraan, serta advokasi
media.
b. Evaluasi
Terdapat tiga jenis evaluasi: proses, dampak, dan hasil.
1. Evaluasi proses digunakan untuk menilai unsur-unsur
pengembangan dan penyampaian program, yaitu kualitas,
kesesuaian dan jangkauan program. Jenis evaluasi ini dapat
digunakan selama masa program, mulai dari perencanaan
76
hingga akhir pelaksanaan.
Selama tahap perencanaan dan uji coba, proses evaluasi akan
fokus pada kualitas dan kesesuaian bahan dan pendekatan yang
dikembangkan. Setelah program berada dalam tahap
implementasi, proses evaluasi dapat dilakukan yang berguna
untuk mengujur program dan tingkat implementasi semua aspek
program, dan dalam mengidentifikasi potensi atau masalah yang
muncul sehingga dapat dengan cepat diselesaikan dengan
dampak minimal pada program.
2. Evaluasi dampak digunakan untuk mengukur dampak program
langsung dan, oleh karena itu, dapat digunakan pada
penyelesaian tahapan implementasi (yaitu, setelah sesi, pada
interval bulanan dan / atau pada saat penyelesaian program).
Jenis evaluasi ini menilai sejauh mana tujuan program dipenuhi.
Karena itu, penting agar sasaran program dikembangkan dan
ditulis dengan cara yang memungkinkan penilaian kemudian
tentang apakah dan sejauh mana mereka telah dicapai.
Dampak didefinisikan sebagai, efek langsung yang
dihasilkan dari sebuah program promosi kesehatan terhadap
manusia, pemangku kepentingan dan pengaturan untuk
mempengaruhi faktor penentu kesehatan. Program promosi
kesehatan mungkin memiliki kisaran efek langsung pada
individu dan pada pengaturan sosial dan fisik. ’Program-
program promosi kesehatan terpadu harus menentukan
indikator dampak, memberikan pernyataan yang lebih konkret
tentang perubahan yang ingin dicapai dalam tujuan. Indikator-
indikator ini harus menentukan jenis perubahan yang
diharapkan dan persentase orang atau pengaturan dimana
perubahan itu diantisipasi.
77
3. Evaluasi hasil digunakan untuk mengukur dampak jangka
panjang dari program dan terkait dengan penilaian tentang
apakah, atau sejauh mana, tujuan program telah tercapai. Efek
jangka panjang mungkin termasuk pengurangan insiden atau
prevalensi kondisi kesehatan, perubahan angka kematian,
perubahan perilaku berkelanjutan, atau peningkatan kualitas
hidup, keadilan atau keadaan lingkungan. Sumber daya ini
berfokus pada proses (jangkauan) dan evaluasi dampak.
Sedangkan agensi / organisasi / kemitraan tidak diperlukan
untuk melakukan evaluasi hasil, mereka didorong untuk
mendokumentasikan setiap temuan hasil yang relevan jika
memungkinkan.
78
BAB V
KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS
Tujuan Pembelajaran
A. Definisi Komunitas
79
Minat, isu atau identitas yang dimiliki kelompok heterogen
Interaksi sosial yang seringkali kuat di alam dan mengikat orang ke
dalam hubungan atau ikatan yang kuat satu sama lain
Kebutuhan dan kepentingan bersama yang bisa ditangani secara
kolektif dan tindakan kolaboratif.
80
derajat kesehatan melalui upaya promotif, preventif dan tidak mengabaikan
kuratif, dan rehabilitative dengan melibatkan komunitas sebagai dalam
menyelsaikan suatu masalah (Stanhope & Lancaster, 2016).
Keperawatan kesehatan komunitas bertujuan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan serta memberikkan intervensi keperawatan
sebagai dasar untuk membantu individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat dalamh mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-sehari (Efendi & Makhfudli, 2009).
Berbagai definisi keperawatan komunitas telah dikemukakan oleh
organisasi-organisasi professional. Pada tahun 2004, American Nurses
Association (ANA) mendefinisikan keperawatan komunitas sebagai upaya
meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dari populasi dengan
keterampilan dan pengetahuan berdasarkan keperawatan dan kesehatan
masyarakat. Praktik keperawatan komunitas dilakukan secara
komprehensif, umum (tidak terbatas pada kelompok tertentu), dan bersifat
kontinyu atau berkelanjutan. Menururt American Public Health Association
(2004) keperawatan kesehatan komunitas merupakan sintesis ilmu
kesehatan masyarakat dan teori keperawatan professional yang bertujuan
meningkatkan derajat kesehatan pada keseluruhan komunitas.
Definisi keperawatan kesehatan masyarakat menurut Depkes (2006),
yaitu suatu bidang dalam keperawatan kesehatan yang merupakan
perpaduan antara keperawatan dan kesehatana masyarakat dengan
dukungan serta peran aktif masyarakat yang menitikberatkan pada
pelayanan promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa
mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara holistic dan terpadu.
Upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal dilakukan melalui
tindakan promotif, preventif pada semua tingkat pencegahan dengan
menjamin terjangkaunya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
81
evaluasi pelayanan keperawatan. Mengistu (2006) mendefinisikan bahwa
perawat komunitas merupakan sintesis ilmu keperawatan dan kesehatan
masyarakat yang diterapkan untuk mempromosikan dan melindungi
kesehatan populasi dalam hal ini dengan menggabungkan semua elemen
dasar profesional keperawatan, keperawatan klinis dan teori keperawatan
dengan praktik kesehatan masyarakat untuk berperan serta dalam
meningkatkan kesehatan masyarakat.
Tujuan pelayanan perkesmas adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah perkesemas secara optimal, hal ini
berbeda dengan pelayanan kesehatan dalam konteks perawatan akut yang
lebih berfokus pada penyembuhan suatu penyakit dan bagaimana intervensi
untuk mengurangi suatu gejala dari suatu penyakit. Pelayanan keperawatan
diberikan secara langsung kepada seluruh masyarakat pada rentang sehat-
sakit dengan mempertimbangkan seberapa jauh masalah kesehatan tersebut
mempengaruhi individu, keluarga, kelompok, amupun masyarakat. Adapun
sasaran perkesmas yaitu seluruh komponen masyarakat yang terdiri atas
individu, keluarga, dan kelompok yang berisiko tinggi termasuk kelompok
atau penduduk di daerah kumuh, terisolasi, berkonflik dan daerah yang tidak
terjangkau dari pelayanan kesehatan. (Efendi & Makhfudli, 2009). Tabel
berikut menunjukkan perbedaan mendasar antara konteks perawatan akut
dan konteks perawatan berbasis komunitas.
82
Ditandai dengan Lingkungan berbagi
Lingkungan
lingkungan ruang bersama dengan
perawatan, Kamar keluarga dan
terstandarisasi, masyarakat. Klien
akses keluarga dan tidak terlepas
klien dibatasi oleh dari lingkungan
oleh sekitarnya
fasilitas/pihak yang
terkait
Fokus kesehatan Fokus kesehatan yaitu
Kesehatan
adalah untuk untuk memaksimalkan
menghilangkan/meng fungsi
obati dan kualitas hidup.
penyakit.
83
1. Mengkaji kebutuhan pada populasi/komunitas secara keseluruhan
dimana dalam proses pegkajian ini dilakukan secara sistematis.
Pengkajian tidak hanya dilakukan pada komunitas, tetapi juga
kepada ke keluarga dan individu yang secara tidak langsung akan
mendapatkan manfaat dari program promosi kesehatan, atau pada
mereka yang berisiko terkena penyakit, cedera atau bahkan
kematian.
2. Mengidentifikasi dan mengartikulasi sejumlah hal dan faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kesehatan di komunitas
3. Memberikan solusi atau membantu pemcahan masalah kesehatan
yang terkait dengan bio-psiko-sosio-spiritual pada keluarga,
individu melalui program kesehatan melalui kolaborasi antar sesama
petugas kesehatan dan menggali dan mengidentifikasi sejumlah
sumber daya yang dapat membantu peningkatan kesehatan
4. Mengimplementasikan segala perencanaan dan kebijakan secara
efektif
5. Mengevaluasi program keperawatan komunitas yag sudah
dijalankan dan bagaimana dampaknya terhadap kesehatan individu,
keluarga dan komunitas
6. Menjalankan riset keperawatan, memberikan pelayanan secara
maksimal berdasarkan dari hasil evaluasi yang telah dijalankan.
84
Gerakan konsumen dalam beberapa dekade terakhir telah
meningkatkan kesadaran pentingnya perawatan diri. Nilai merawat
diri untuk tetap sehat, daripada mengabaikan kesehatan, dengan
konsekuensi sakit atau cedera, telah menjadi gagasan yang lebih
diterima. Program penanganan stres, gizi, olahraga
dan kebugaran, serta penghentian merokok dan pencegahan dan
pengobatan penyalahgunaan zat, adalah contoh bagaimana perilaku
pencarian kesehatan mengambil peran yang lebih menonjol dalam
perawatan kesehatan. Self-care juga terlihat dalam penanganan
penyakit. Program pengelolaan penyakit mulai mencakup pelayanan
di seluruh rangkaian perawatan.
Self-care membebankan klien individual dan keluarga dengan
tanggung jawab utama untuk keputusan dan tindakan perawatan
kesehatan. Karena perawatan kesehatan semakin banyak dilakukan
di luar perawatan akut, dengan merancang klien, keluarga, atau
pengasuh lainnya, seperti teman atau tetangga, lebih peduli daripada
profesional perawatan kesehatan. Memberdayakan individu untuk
membuat keputusan perawatan kesehatan yang tepat merupakan
komponen penting self-care. Salah satu contohnya adalah arahan
awal yang memungkinkan klien berpartisipasi dalam keputusan
tentang perawatan mereka, termasuk hak untuk menolak perawatan.
Salah satunya yaitu kehendak hidup, yang merupakan pernyataan
klien mengenai perawatan medis yang dia gunakan untuk
menghilangkan atau menolak jika klien tidak dapat mengambil
keputusan tersebut untuk dirinya sendiri.
Perawat memainkan peran penting dalam memastikan bahwa klien
dan keluarga diberi tahu tentang masalah penting ini. Meskipun
keperawatan berbasis komunitas memberi kesempatan untuk
melakukan intervensi langsung, namun juga memerlukan pengajaran
85
perawatan mandiri untuk klien dan perawat. Peran perawat dalam
memfasilitasi self-care atau perawatan diri memerlukan proses
keperawatan.
2. Asuhan keperawatan berfokus pada pencegahan.
Dalam praktik kesehatan komunitas, pencegahan adalah hal
utama. Pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan.
Pencegahan mengandung makna antisipasi dan mencegah terjadinya
masalah atau menemukan masalah sedini mungkin, untuk dapat
meminimalkan potensi kecacatan dan kelemahan. Hal ini juga
berarti bahwa pencegahan ditujukan untuk menghentikan dan
mengendalikan penyakit sebelum suatu penyakit muncul atau
sebelum suatu penyakit memperburuk suatu kondisi yang sudah ada
(Mengistu, 2006). Tindakan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga
level, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Pencegahan primer adalah pencegahan untuk orang-orang yang
masih sehat. Pencegahan sekunder dilakukan ketika telah ditemukan
sakit atau pencegahan bagi orang yang telah didiagnosis sakit dan
diberikan treatment atau pengobatan. Diagnosis dini atau early
diagnosis adalah salah satu kuncinya, sehingga lebih awal dapat
diberikan tindakan yang tepat. Pencegahan tersier adalah pencegahan
berupa pemulihan atau sering dikenal dengan tindakan rehabilitatif.
Lebih lanjut ketiga level pencegahan ini berikut contohnya
sebagai berikut:
Pencegahan primer: pencegahan suatu penyakit sebelum
berkesempatan untu muncul dan berkembang, misalnya
melalui vaksinasi atau imunisasi, makan makanan yang
bergizi, olahraga yang teratur, istirahat yang cukup,
menghindari rokok dan alkohol, manajemen stress,
menggunakan semprotan nyamuk, dan sebagainya.
86
Pencegahan sekunder: pencegahan dengan melakukan deteksi
dini terhadap
masalah kesehatan aktual atau potensial misalmya skrining
diabetes, skrining kanker payudara, pap smear, aktivitas
SADARI (pemeriksaan payudara sendiri) dan sebagainya
Pencegahan tersier: mencegah memburuknya suatu kondisi
kesehatan yang sudah ada misalnya rehabilitasi setelah
amputasi. Contoh lain misalnya, perawat di ruang gawat
darurat tidak hanya mempertimbangkan dampak keracunan
anak, tapi intervensi pencegahan keperawatan mana yang akan
memaksimalkan pemulihan dan mencegah terulangnya
kejadian tersebut. Pengajaran tentang perawatan luka untuk
menghindari infeksi merupakan intervensi pencegahan
penting bagi klien yang mengalami laserasi.
87
D. Kontinuitas Perawatan
E. Perawatan kolaboratif
88
memberikan terapi di tempat perawatan akut, pengaturan rehabilitasi,
perawatan di tempat tinggal, atau di rumah. Klien dapat mengunjungi
fasilitas tersebut, atau terapis dapat mengunjungi rumah tersebut.
Seorang ahli gizi dapat menyesuaikan diet khusus dengan individu dan
keluarga tertentu atau untuk menasihati dan mendidik klien dan keluarga
mereka. Pekerja sosial membantu klien dan keluarga membuat keputusan
terkait penggunaan sumber daya masyarakat, perawatan yang mendukung
kehidupan, dan perawatan jangka panjang. Seorang pendeta atau penasihat
spiritual klien juga akan menasihati klien dan keluarga dan memberikan
dukungan spiritual. Apoteker mengeluarkan obat-obatan sesuai petunjuk
dokter. Meskipun masing-masing profesional bertanggung jawab untuk
perhatian khusus, masing-masing juga bertanggung jawab untuk berbagi
informasi dengan orang lain atau untuk mengevaluasi bagaimana perawatan
berlanjut. Jika satu orang dalam rantai gagal berkomunikasi, jembatan
kontinuitas melemah. Biasanya satu orang ditunjuk sebagai koordinator
komunikasi ini. Dalam banyak kasus koordinator ini adalah perawat.
Dalam praktik kesehatan komunitas, kita mengenal dua komponen dasar
(two basic components) yang mencakup promosi kesehatan dan pencegahan
terhadap masalah kesehatan. Level dari pencegahan adalah kunci dari
praktik kesehatan komunitas (Allender et al., 2014). Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing komponen praktik kesehatan komunitas
(Swarjana, 2016).
F. Promosi Kesehatan
Dalam bidang public health, public/community health nursing, serta
dalam community health practice, promosi kesehatan adalah bagian yang
sangat penting. Health promotion menyangkut semua upaya yang dilakukan
untuk membantu orang-orang agar lebih dekat dengan kesehatan yang
optimal atau level tertinggi dari keadaan yang sejahtera. Dalam
keperawatan, program dan aktivitas promosi kesehatan dilaksanakan dalam
89
berbagai bentuk pendidikan kesehatan. Tujuan akhir dari promosi kesehatan
adalah untuk meningkatkan levels of wellness untuk individu, keluarga,
populasi, dan komunitas. Upaya kesehatan komunitas yang dapat dilakukan
untuk mencapai tujuan tersebut yaitu :
1. Meningkatkan rentang hidup bagi semua warga.
2. Menurunkan kesenjangan kesehatan bagi populasi.
3. Mendapatkan akses terhadap pelayanan pencegahan bagi semua
orang
90
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Tujuan Pembelajaran
91
dengan mengaplikasikan beberapa teori dan konsep model keperawatan
yang relevan. Informasi atau data ini dapat diperoleh secara langsung
atau tidak langsung di komunitas (Riasmini, et al., 2017). Dalam
pengkajian komunitas menurut (Riasmini, et al., 2017) ada beberapa
data yang perlu dikumpulkan meliputi data :
1. Data Inti Komunitas
Data inti komunitas terdiri dari :
a) Riwayat (riwayat daerah, perubahan daerah)
b) Demografi (usia, jenis kelamin, ras, dan etnis)
c) Tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok)
d) Status perkawinan (kawin, /janda/duda, belum kawin)
e) Statistic vital (kelahiran, kematian kelompok usia dan
penyebab kematian)
f) Nilai-nilai kepercayaan dan agama
92
c) Ekonomi
Data yang perlu dikaji meliputi karakteristik keuangan
keluarga, dan individu, status pekerjaan, kategori
pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja, lokasi
perindustrian, pasar, pusat bisnis.
d) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi alat trasportasi
penduduk datang dna keluar wilayah, transportasi umum
(bus, taksi, angkot dan transportasi privat). Layanan
perlindung kebakaran, polisi, sanitasi dan kualitas udara.
e) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikaji meliputi pemerintahan (RT, RW,
desa/kelurahan, kecamatan dan lain-lain), kelompok
pelayanan msyarakat (posyandu, PKK, karang taruna,
posbindu, poskesdes, panti, dan sebagainya), kegiatan
politik di wilayah tersebut dan peran serta partai politik
dalam pelayanan kesehatan.
f) Komunikasi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan komunikasi
terbagi menjadi dua yaitu : a) komunikasi formal meliputi
surat kabar, radio, dan televise, telepon, dan internet; b)
komunikasi informal meliputi papan pengumuman, poster,
brosur, pengeras dari masjid dan sebagainya.
g) Pendidikan
Data yang perlu dikaji meliputi sekolah yang di daerah
tersebut, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan
khusus, pelayanan kesehatan yang ada di sekolah, program
makan siang di sekolah, akses pendidikan yang lebih
tinggi.
93
h) Rekreasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan rekreasi meliputi
taman, area bermain, perpustakaan rekreasi umum dan
privat dan fasilitas khusus.
3. Data Persepsi
Data persepsi yang perlu dikumpulkan meliputi:
a) Persepsi masyarakat
Persepsi masyarakat yang dikaji terkait tempat tinggal
tentng bagaimana persepsi masyarakat tentang kehidupan
bermasyarakat yang dirasakan di lingkungan tempat
tinggal mereka, apa yang menjadi kekuatan mereka,
permasalahan, tanyakan pada kelompok yang berbeda
(misalnya remaja, lansia, pekerja, ibu rumah tangga, dan
sebagainya).
b) Persepsi perawat
Persepsi perawat yang dimaksud yaitu peryataan umum
tentang kondisi kesehatan dari masyarkat yang menjadi
kekuatan, masalah atau potensial masalah yang dapat
diidentifikasi.
94
2. Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya kementrian
kesehatanm dinas kesehatan atau biro pusat statistic.
3. Absensi sekolah, industry dan perusahaan
4. Secara internasional, data dapat diperoleh dari data WHO, seperti
data laporan populasi.
a) Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dengan beberapa cara diantaranya: a)
karakteristik demografi (komposisi keluarga, usia, jenis kelamin,
etnis dan ras); b) karaterikstik geografis (batas wilayah, jumlah dan
besarnya kepala keluarga (KK), ruang public dan jalan); c)
karakeristik social-ekonomi (pekerjaan dan jenis pekerjaan), tingkat
pendidikan, dan pola kepemilikan rumah; d) sumber dan pelayanan
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, klinik, balai kesehatan dan
pusat kesehatan mental dan lain-lain).
b) Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan
disajikan dalam bentuk ukuran seperti jumlah, bagan dan grafik.
c) Perbandingan
Perbandingan merupakan analisis data yang meliputi identifikasi
kesejangan data dan ketidaksesuaian. Data pembandingan
diperlukan untuk menetapkan pola atau kecenderungan yang ada
atau jika data tidak benar dan perlu revalidasi yang membutuhkan
95
data asli. Perbedaan data dapat terjadi karena adanya kesalahan
pencatat data.
d) Membuat kesimpulan
Membuat kesimpulan merupakan tahap akhir yang dilakukan
setelah data dikumpulkan dan dikategorikan, ringkasan dan
dibandingkan. Kesimpulan dibuat secara logis dari peristiwa yang
kemudian dibuatkan peryataan penegakan diagnosis keperawatan
komunitas.
96
Tabel 2. Daftar Diagnosis Keperawatan Komunitas
97
(ICNP) 10022234 Penyalahgunaan obat-obatan
10022425 Perlaku seksual efektif
10028187 Ketidakmampuan manajemen regimen diet
10022592 Ketidakmampuan manajemen regimen latihan
10022603 Ketidakmampuan mempertahankan kesehatan
Defisit pengetahuan tentang latihan
10000918 Kurang pengetauan tentang regimen diet
Kurang pengetahuan tentang perilaku seksual
10022585 Ketidakmampuan meningkatkan keamanan
10021939 Masalah perilaku seksual
10029991 Resiko terjadinya penyakit
Resiko cidera lingkungan
10022140 Penyalahgunaan rokok
10001274
10032386
10032355
10022247
Manajemen 10029286 Kurang pengetahuan tentang penyakit
perawatan jangka
panjang
(ICNP)
98
Manajemen 10029744 Kekerasan pada anak
risiko 10029825 Kekerasan lansia
(ICNP) 10029856 Keamanan lingkungan yang efektif
10032289 Risiko kekerasan
10032301 Risiko kekerasan anak
10033489 Risiko pengabaian anak
10032340 Risiko kekerasan lansia
10033489 Risiko pengabaian lansia
10015122 Risiko jatuh
10033436 Risiko pengobatan
99
C. Perencanaan Keperawatan Komunitas
1. Menetapkan prioritas
Penetapan prioritas masalah perlu melibatkan masyarakat
dalam suatu pertemuan musyawarah masyarakat. Masyarakat
akan memprioritaskan masalah yang ada dengan bimbingan atau
arahan perawat kesehatan komunitas. Perawat dalam
menentukan prioritas masalah perlu memperhatikan enam
kriteria, yaitu kesadaran masyarakat akan masalah, motivasi
masyarakat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan perawat
dalam memengaruhi penyelesaian masalah, ketersediaan pihak
terkait terhadap solusi masalah, beratnya konsekuensi jika
masalah tidak terselesaikan, memperepat penyelesaian masalah
dengan resolusi yang dapat dicapai.
100
meningkatkan proporsi individu yang memiliki tekanan darah,
serta menurunkan kejadian penyakit kardiovaskuler.
3. Menetapkan tujuan (objective)
Tujuan adalah pernyataan hasil yang diharapkan dan dapat
diukur, dibatasi waktu berorientasi pada kegiatan. Untuk
menetapkan tujuan sebaiknya berdasarkan metode SMART
yaitu spesific, measurable, achievable, relevant dan time bound
(Mengistu, 2006). Hal ini membantu perawat untuk membuat
tujuan yang realistis, yang secara mampu dicapai oleh perawat
yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia, serta
membantu perawat untuk tidak secara berlebihan menetapkan
tujuan yang sulit diraih nantinya. Idealnya segala tujuan yang
ingin dicapai harus mampu diukur untuk menilai tingkat
keberhasilannya berikut juga dengan tjangka waktunya sehingga
pelaksanaan suatu program dapat lebih terarah dan berjalan
secara efektif dan efisien. Karakteristik dalam penulisan tujuan
yaitu menggunakan kata kerja, menggambarkan tingkah laku
akhir, kualitas penampilan, kuantitas penampilan, cara
mengukur penampilan, berhubungan dengan sasaran, adanya
batasan waktu.
4. Menetapkan rencana intervensi
Dalam menetapkan rencana intervensi keperawatan kesehatan
komunitas maka yang perlu diperhatikan adalah hal apa yang
akan dilaksanakan, waktu pelaksanaan, jumlah, target atau
sasaran, tempat atau lokasi. Adapun hal yang perlu diperhatikan
saat menetapkan rencana intervensi meliputi program
pemerintah terkait dengan masalah kesehatan yang ada, kondisi
atau situasi yang ada, sumber daya yang ada di dalam dan di luar
komunitas yang dapat dimanfaatkan, program yang sudah
101
pernah dijalankan, menekankan pada pemberdayaan
masyarakat, penggunaan teknologi tepat guna, mengedepankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
102
dan keberhasilannya untuk keperluan pemangku kepentingan (Riasmini
et al, 2017). Jenis-jenis evaluasi menurut waktu pelaksanaan:
103
f) Keberlanjutan (sustainability): apakah perbaikan indikator terus
berlanjut setelah program selesai?
104
BAB V
Aplikasi Asuhan Keperawatan Komunitas DBD
Tujuan Pembelajaran
A. Pengkajian
1. Lingkungan Fisik
Adapun data yang perlu dikaji pada masalah Demam Berdarah
Dengue (DBD) yaitu:
a) Tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-
lain). Pengurasan TPA (Tempat Pennampungan Air) perlu
dilakukan dengan secara teratur sekurang-kurangnya seminggu
sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak ditempat itu.
b) Pembuangan limbah. Limbah seperti kaleng, ban, dan barang
bekas lainnya harus dkubur atau dimusnahkan
c) Ruang Terbuka. Ruang terbuka pada rumah perlu diperhatikan
salah satunya ventilasi. Ventilasi rumah adalah lubang tempat
udara keluar masuk secara bebas. Ventilasi biasanya dimanfaatkan
oleh nyamuk untuk keluar maupun masuk ke dalam rumah.
105
Penggunaan kawat kasa pada ventilasi rumah adalah salah satu
pengendalian penyakit DBD secara mekanik. Pemakaian kawat
kasa pada setiap lubang ventilasi yang ada di dalam rumah
bertujuan agar nyamuk tidak masuk ke dalam rumah dan
menggigit manusia (host/pejamu) (Anwar & Adi, 2015).
d) Kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar. Kebiasaan
mengantung pakaian memiliki peluang bisa terkena penyakit
DBD. Pakaian yang tergantung di balik lemari atau di balik pintu
sebaiknya di lipat dan disimpan dalam lemari karena nyamuk
Aedes aegypti senang hinggap dan beristirahat di tempat-tempat
gelap dan kain tergantung (Anwar & Adi, 2015).
e) Pencahayaan. Hasil penelitian Nugroho dalam Anwar & Rahmat
(2015) adalah adanya hubungan yang bermakna antara intesitas
pencahayaan alam kurang 50 lux dengan infeksi dengue. Pada
lokasi penelitian yang didapatkan kondisi rumah responden yang
saling berdekatan sehingga menghalangi sinar/cahaya matahari
masuk ke dalam rumah. Pada umumnya jentik dari nyamuk Ae.
Aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer
yang gelap dan menarik nyamuk betina untuk meletakkakn
telurnya. Di dalam kontainer yang berintensitas cahaya rendah
atau gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari kontainer yang
intensitas cahayanya besar atau terang.
f) Pemakaian obat anti nyamuk atau lotion. Obat anti nyamuk atau
lotion merupakan penolak serangga atau perlindungan diri yang
umum digunakan masyarakat terhadap nyamuk. Dapat
disimpulkan bahwa orang yang menggunakan obat anti nyamuk
atau lotion tidak memiliki peluang untuk terkena penyakit DBD,
sebaliknya orang yang tidak pernah menggunakan obat anti
106
nyamuk atau lotion akan berpeluang untuk terkena penyakit DBD
(Wati, Astuti, & Sari, 2016).
107
B. Diagnosis dan Perencanaan
108
rata-rata kasus 4-7 kasus Prevensi sekunder Prevensi sekunder
dengan range waktu 1-2 1600 Kepatuhan perilaku 4350 Manajemen perilaku
minggu. 1602 Perilaku promosi 4360 Modifikasi perilaku
Hasil angket : kesehatan 6650 Surveilans
74% kemampuan penduduk 1603 Pencarian perilaku sehat 6550 Proteksi infeksi
dalam mengenali secara dini 1606 Partisipasi dalam 7400 Panduan sistem kesehatan
penyakit DBD kurang baik pengambilan keputusan Fasilitas kunjungan rumah
52% kemampuan penduduk perawatan kesehatn 7560 Pengontrolan berkala
dalam mencegah atau merawat 1608 Kontrol gejala Transportasi;antar fasilitas kesehatan
anggota keluarganya dari 1908 Deteksi faktor resiko 7620 Manajemen penyakit menular
penyakit DBD kurang baik. 1934 Keamanan dan kesehatan 7890 Manajemen lingkungan; komunitas
46% penduduk yang pernah serta perawatan Proteksi resiko lingkungan
mnderita DBD tidak pernah lingkungan 8820 Skrinning kesehatan
dilakukan kunjungan rumah 2606 Status kesehatan keluarga
oleh tenaga Puskesmas. 2700 Kompetensi komunitas 6489
45% warga yang menderita 2701 Status kesehatan
DBD tidak pernah komunitas 8880
mendapatkan penuyuluhan 2806 Respon komunitas
tentang DBD. terhadap disaster/KLB 6520
42 % wrga menyatakan bahwa 2807 Efektifitas skrining
manfaat melakukan tindakan kesehatan komunitas
2808 Prevensi Tersier
109
pencegahan 3M hanya sebatas Efektiifitas program Dukungan teraddap caregiver
lingkungan rumah agar bersih 2802 komunitas Dukungan keluarga
60% hambatan yang dirasakan Kontrol resiko komunitas Mobilissi keluarga
dalam melakukan tindakan Konsultasi
pencegahan karena tidak ada Dokumentasi
sanksi 7040 Pecacatan insidensi kasus
Angka bebas jentik di rumah 2605 Prevensi Tersier Rujukan
tangga sebesar 59% yang Partsispasi tim kesehatan 7140 Konsultasi telepon
berarti ada 41% rumah tangga 2108 dalam keluarga 7120 Pengembangan kesehatan masyarakat
positif jentik. Penggunaan sumber yang 7910 Pengembangan program
18% warga menyatakan yang ada di komunitas 7920
paling efektif untuk mencegah 7980
DBD adalah dilakukan fogging
atau menabur bubuk abate. 8100
Hasil observasi : 8180
Karakteristik lingkungan 8500
pemukiman penduduk
khususnya di RW “X” dan RW 8750
“Y” padat dengan SPAL yang
kurang baik.
Hasil Wawancara
110
Kegiatan PSN melalui gerakan
3M tidak secara rutin dilakukan
hanya kalau terjadi banyak
kasus.
Menggerakkan masyarakat
untuk melakukan gerakan 3M
dirasakan adil
111
BAB VI
Tujuan Pembelajaran
A. Analisa Data
3. Kulit kemerahan
4. Takikardia
5. Takipnea
6. Hipotensi
112
7. Vasodilatasi
8. Kejang
9. Apnea
3. Haus (ketidakseimbangan
2. Perubahan karakteristik
kulit
(trombositopenia)
2. Hipovolemia
113
3. Sepsis
4. Hipoksia
6. Takikardia
B. Diagnosis Keperawatan
C. Tujuan Intervensi
114
a. Termoregulasi
a. Keseimbangan cairan
b. Hidrasi
115
4) Wajah tidak pucat
a. Status sirkulasi
c. Koagulasi darah
dengan infeksi
116
3) Penggunaan alat pelindung diri
Daily Living/ADL)
117
D. Intervensi Keperawatan
a. Perawatan hipertermia
lebih dingin.
kebutuhan.
kebutuhan)
b. Pengaturan suhu
118
1) Monitor suhu setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
serangan panas
a. Monitor cairan
eleminasi
perubahan cairan
tinggi yang sama seperti jantung dan menekan jari tengah selama
kembali merah
119
5) Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang
6) Catat dengan tepat asupan dan keluaran (asupan oral, asupan pipa
b. Manajemen hipovolemia
sirkulasi darah.
1) Monitor sensasi tumpul atau tajam dan panas atau dingin (yang
dirasakan pasien)
120
2) Monitor adanya parasthesia dengan tepat (misalnya mati rasa,
baju
propriosepsi terganggu
b. Pengecekan kulit
suhu)
121
3) Monitor level ketidaknyamanan atau nyeri
darah.
a. Pencegahan perdarahan
occult blood)
segar/FFP)
122
8) Instruksikan pasien dan keluarga untuk memonitor tanda-tanda
a. Pencegahan syok
dan kelemahan)
jantung
mengancam jiwa
a. Manajemen Energi
123
1) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
yang adekuat
A. Intervensi Keperawatan
d. Monitor gas darah arteri, level serum serta urine elketrolit jika
diperlukan
124
2. Manajemen jalan nafas
jika diperlukan
jalan napas
125
BABVI
Gambaran Pelaksanaan Juru Pemantau Jentik DBD
Tujuan Pembelajaran
126
pelatihan, monitoring dan evaluasi serta penelitian dan pengembangan
(Kemenkes, 2014).
127
sekitar 20% dari jumlah penduduk Indonesia adalah anak sekolah SD,
SLTP dan SLTA. Anak sekolah tersebar di semua wilayah Indonesia,
baik daerah perkotaan maupun pedesaan. Pemahaman PSN bagi anak
sekolah berperan untuk menanamkan perilaku PSN pada usia sedini
mungkin, yang akan digunakan sebagai dasar pemikiran dan
perilakunya dimasa yang akan datang. Selain itu, menggerakan anak
sekolah lebih mudah dibandingkan dengan orang dewasa dalam
pelaksanaan PSN (Kemenkes, 2014).
B. Tujuan Kegiatan
C. Sasaran Kegiatan
D. Pengorganisasian Kegiatan
1. Struktur
Jumantik anak sekolah adalah anak sekolah yang telah diberi
pembekalan terkait pemantauan jentik di sekolahnya.
128
Pembentukan dan pelaksanaan Jumantik PSN anak sekolah
dimaksudkan agar para anak sekolah ikut serta dalam
mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) selain itu melalui pembinaan ini
merupakan salah satu bentuk upaya pembinaan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) sejak usia dini. Pembentukan Jumantik
ini serta pengawasan dan pembinaannya menjadi hak dan
tanggung jawab pemerintah kabupaten Takalar dalam hal ini
Dinas Kesehatan dan Pendidikan Kabupaten Takalar. Adapun
struktur organisasinya adalah sebagai berikut :
Dari struktur diatas dapat dilihat bahwa dinas kesehatan dan dinas
pendidikan saling berkoordinasi bekerjasama membentuk kelompok kerja
(Pokja) PSN Anak Sekolah. Kemenkes (2014) juga menjelaskan bahwa
peran dan tanggungjawab Pokja Jumantik PSN Anak sekolah antara lain
yaitu:
a) Membentuk kegiatan PSN/ Jumantik anak sekolah di tiap-tiap
sekolah di wilayahnya.
129
b) Memberikan dukungan operasional dalam rangka pelaksanaan PSN
anak sekolah.
c) Menjalin koordinasi antara puskesmas dan sekolah dalam upaya
pembentukan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan
PSN anak sekolah di wilayahnya.
d) Memastikan bahwa pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan PSN/
Jumantik anak sekolah di wilayahnya berjalan dengan baik dalam
rangka mencapai usaha kesehatan sekolah (UKS) yang optimal dan
mewujudkan “Sekolah Bebas Jentik”.
e) Melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan
kegiatan PSN anak sekolah di wilayahnya.
f) Memberikan penghargaan terhadap sekolah, madrasah dan pondok
pesantren yang memiliki kinerja dan prestasi yang baik dalam
pelaksanaan PSN anak sekolah dan berhasil mewujudkan “Sekolah
Bebas Jentik”.
g) Memberikan laporan pelaksanaan PSN anak sekolah kepada
Pokjanal DBD tingkat provinsi (jika Pokjanal DBD tingkat provinsi
belum terbentuk, maka laporan ditujukan kepada Gubernur dengan
tembusan kepada kepala dinas kesehatan provinsi).
130
d) Puskesmas berkewajiban melaksanakan pembinaan/
penyuluhan teknis kepada para guru dan para kader jumantik
anak sekolah secara berkala.
e) Kepala sekolah bersama dengan para guru dan petugas
puskesmas memantau dan menilai pelaksanaan PSN di
sekolahnya.
f) Kepala sekolah melalui guru penanggungjawab PSN sekolah
memberikan laporan rutin perbulan kepada puskesmas
berdasarkan hasil rekap pelaksanaan PSN/Jumantik Anak
sekolah setiap minggunya.
131
Mampu dan mau menjadi motivator bagi rekan-rekan guru
dan kader jumantik sekolah yang menjadi binaannya.
Mampu dan mau bekerjasama/ berkoordinasi yang baik
dengan petugas puskesmas, tim Pokja Jumantik-PSN Anak
Sekolah dan masyarakat.
4. Perekrutan
Perekrutan kader jumantik anak sekolah dan penunjukan guru
penanggungjawab dilaksanakan sesuai dengan tata cara yang telah
diatur oleh masing-masing sekolah. Semakin banyak anak sekolah
yang dilibatkan akan semakin baik, bila perlu seluruh anak sekolah
dilibatkan sebagai Jumantik-PSN Anak Sekolah.
132
6. Berperan sebagai penggerak dan motivator siswa-siswi
lainnya agar mau melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk terutama di lingkungan sekolah dan tempat
tinggalnya.
7. Berperan sebagai penggerak dan motivator bagi keluarga dan
masyarakat agar mau melaksanakan pemberantasan sarang
nyamuk terutama di lingkungan tempat tinggalnya.
c. Kepala Puskesmas
1. Membina dan memantau pelaksanaan kegiatan PSN anak
sekolah serta melaksanakan koordinasi dengan pemerintah
daerah setempat (Pokja PSN Anak Sekolah).
2. Memberikan pembinaan teknis kepada guru-guru dan
Jumantik anak sekolah.
3. Menganalisa laporan hasil pemantauan jentik oleh Jumantik
anak sekolah.
4. Melaporkan rekapitulasi hasil pemantauan jentik oleh
Jumantik anak sekolah di wilayah kerjanya kepada Pokja
PSN Anak Sekolah melalui kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota.
133
d. Dukungan Operasional
Agar Jumantik-PSN Anak Sekolah dapat bertugas dan berfungsi
sebagaimana yang diharapkan maka diperlukan dukungan biaya
operasional. Dukungan dana tersebut dapat berasal dari beberapa
sumber misalnya APBD, Bantuan Operasional Kesehatan (BOK),
dan lain sebagainya (Kemenkes, 2014). Adapun komponen
pembiayaan yang diperlukan antara lain adalah:
Transport/insentif bagi petugas pembina teknis di lapangan.
Penyediaan PSN kit berupa topi, rompi, tas kerja, formulir hasil
pemeriksaan jentik, alat
tulis, senter, pipet dan plastik tempat jentik dan larvasida.
Penyediaan alat lainnya misalnya media komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) seperti leaflet, stiker, lembar balik (flipchart),
buku saku, juknis/juklak dll.
Biaya pelatihan/pembinaan guru-guru sekolah/ guru
penanggung jawab PSN anak sekolah oleh Pokja PSN anak
sekolah.
Biaya pelatihan bagi jumantik anak sekolah oleh puskesmas/
dinas kesehatan/ Pokja PSN anak sekolah.
Biaya monitoring dan evaluasi.
134
Gambar: PSN Kit berupa topi, tas kerja, senter, dan sebagainya
E. Pelaksanaan
1. Mekanisme pelaksanaan
a. Dinas Kesehatan bersama Dinas Pendidikan dan Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/Kota dalam wadah Pokja
135
PSN anak sekolah memberikan pembinaan/pelatihan
Jumantik-PSN anak sekolah kepada guru-guru di sekolah.
b. Kepala Sekolah membuat tim pelaksana Jumantik-PSN anak
sekolah dan menunjuk seorang guru penanggung jawab PSN
anak sekolah.
c. Guru penanggungjawab PSN anak sekolah menyusun program
kerja/kegiatan Jumantik-PSN anak sekolah.
d. Guru yg sudah dilatih mengajarkan Jumantik-PSN kepada
anak sekolah
e. Setiap minggu siswa melakukan pemantauan jentik dan PSN
di sekolah dan rumah/ tempat tinggalnya masing-masing dan
melakukan pencatatan hari dan tanggal pelaksanaan, jenis
tempat perkembangbiakan nyamuk, ada tidaknya jentik dan
kegiatan PSN 3M yang dilakukan (sebagaimana form 1 dan 2).
f. Formulir pencatatan Formulir Hasil Pemantauan Jentik
Mingguan di Rumah/Tempat Tinggal (lampiran 1) dan
Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di Sekolah
(lampiran 2) dilaporkan setiap minggu ke guru penanggung
jawab dan diparaf oleh guru penanggung jawab.
g. Guru penanggungjawab memeriksa formulir tersebut, apabila
laporan ditemukan jentik maka guru wajib memberikan arahan
kepada siswa untuk meningkatkan kegiatan PSN 3M, serta
membuat rekap laporan ke Puskesmas terdekat untuk
ditindaklanjuti.
h. Dinas Kesehatan/ Pokja PSN anak sekolah melalui Puskesmas
setempat melakukan pembinaan ke sekolah dalam rangka
keberlangsungan kegiatan Jumantik-PSN anak sekolah.
136
Gambar 5: Pelaksanaan pendidikan kesehatan tentang DBD di
depan para siswa
2. Pemantauan jentik
Mencari semua tempat perkembangbiakan jentik nyamuk yang ada
di dalam maupun di lingkungan rumah.
Setelah didapatkan, maka dilakukan penyenteran untuk mengetahui
ada tidaknya jentik
Mencatat ada tidaknya jentik dan jenis kontainer yang diperiksa
pada Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di
Rumah/Tempat Tinggal (lampiran 1) dan Formulir Hasil
Pemantauan Jentik Mingguan di Sekolah (lampiran 2)
3. Menguras
137
Menguras tempat penampungan air secara rutin dan terus menerus.
Menguras harus dilakukan setiap minggu dengan pertimbangan
nyamuk harus dibunuh sebelum menjadi nyamuk dewasa, karena
periode pertumbuhan telur, jentik dan kepompong selama 8-12
hari, sehingga sebelum 8 hari harus sudah dikuras supaya mati
sebelum menjadi nyamuk dewasa.
4. Menutup
Menutup adalah kegiatan menutup semua tempat penyimpanan air
yang diperkirakan air akan disimpan dalam waktu lama (lebih dari
satu minggu). Namun apabila tetap ditemukan jentik, maka air
harus dikuras dan dapat diisi kembali kemudian ditutup rapat.
5. Mengubur
Mengubur adalah kegiatan penimbunan barang-barang dari kaleng
atau plastik agar tidak menjadi tempat tertampungnya air. Air yang
tertampung dalam sampah kaleng atau plastik dapat menjadi tempat
berkembang biaknya nyamuk penyebab demam berdarah. Oleh
karena itu kegiatan mengubur barang bekas dapat menjadi alternatif
umtuk mengatasi masalah tersebut
138
Gambar 7: Edukasi mendaur ulang barang-barang
a. Pot Hidroponik
Pot hidroponik adalah pot bunga yang terbuat dari olahan barang
bekas yang di ubah menjadi suatu pot yang dapat menyimpan air
sehingga pemilik bunga tidak perlu di sibukkan lagi untuk
menyiram tanamannya (Ina, 2016)
1. Alat dan bahan:
Botol bekas
Sumbu kompor
Gunting
Cutter
Air secukupnya
2. Cara pembuatan
Potong botol plastik dengan cutter pada bagian batas atas
botol
Bagian badan botol di bentuk menjadi daun atau anyaman
sesuai keinginan pembuat
Lepaskan tutup botol dari bagian kepala botol yang telah
potong
Bagian tutup botol di lubangi sedikit untuk tempat
masuknya sumbu
139
Masukkan sumbu kompor di lubang pada penutup botol
yang sudah di buat
Tutup kembali kepala botol dengan tutup botol yang telah
kita modifikasi
Letakkan kepala botol dengan posisi terbalik pada bagian
atas badan botol
Pot hidroponik siap di gunakan
140
Gambar 6: Tahapan pembuatan pot hidroponik
b. Dompet pernak-pernik
Dompet pernak-pernik adalah tempat penyimpanan eksesoris seperti
jam tangan, bros jilbab, koin, dan berbagai pernak pernik yang terbuat
dari botol plastik bekas yang di gabungkan dengan resleting untuk
membuka dompet (Humaira, 2015)
1. Alat dan bahan:
141
buah botol bekas dengan bentuk dan warna yang sama
Resleting
Benang dan jarum
Cutter
2. Cara pembuatan
Potong bagian bawah kedua botol tersebut dengan
menggunakan cutter
Setelah itu, satukan bagian bawah kedua botol yang telah di
potong dengan cara menjahit resleting pada sisi kedua botol
tersebut.
Untuk membuat tampilannya lebih lucu dan menarik, Anda
bisa menempelkannya mata boneka pada sisi atasnya.
Anda juga dapat menambahkan aksesoris sesuai kreativitas
anda untuk lebih mempercantik tampilan
142
Merupakan tempat penimpanan uang yang ingin di tabung untuk
digunakan dimasa depan (Sugeng, 2015)
1. Alat dan bahan :
Kaleng susu bekas
Cat Warna, bisa pilox atau cat cair
Kuas
Cutter
Koran bekas
2. Tutorial Memebuat Celengan dari Kaleng Susu Bekas
Kaleng susu bekas dicuci hingga bersih, kemudian dijemur
sampai kering.
Kaleng bekas yang sudah kering selanjutnya dicat
menggunakan cat pilox atau cat cair sebagai warna dasar
gunakan warna putih.
Semprotkan cat secukupnya saja (tidak perlu tebal) tapi rata
kesemua permukaan kaleng. Gunakan koran bekas sebagai
alas.
Selanjutnya jemur kaleng yang sudah dicat hingga kering
dengan beralasankan koran bekas.
Setelah kaleng sudah kering kemudian kita lukis / gambar
dengan menggunakan kuas. misalnya gambar pemandangan,
binatang, atau tokoh kartun hello kitty.
Jemur kembali calon celengan kaleng yang sudah digambar
hingga kering.
Untuk membuat celengan kaleng lubangi tutup kaleng
dengan cuter, dengan bentuk lubang lurus sepanjang kira-
kira 4 cm.
Pasang tutup kaleng yang sudah dilubangi tadi sebagai
penutup celengan kaleng.
143
d. Kotak pesan
Merupakan kotak tempat penimpanan surat yang terbuat dari kotak
susu yang sudah tidak dipergunakan (Lestari, 2012)
1. Alat dan bahan
Kardus susu bekas ukuran 400 gr
Kertas warna warni
Lem kertas
Gunting/cutter
Penggaris
Tali
Boneka hias
2. Cara pembuatan
Potong kardus susu sesuai yang diinginkan dengan salah satu
sisinya membentuk cela untuk menyelipkan pesan
144
Untuk memperoleh struktur yang berbeda, remas kertas warna
warni kemudian tempelkan ke kardus hingga leseluruhan
terbungkus rapi
Lubangi ujung bagian atas kardus yang telah diberi cela untuk
menyelipkan kertas
Ikatkan tali untuk menggantung kertas
Tempel boneka hias sebagai pemanis
Dapat juga dikreasikan sesuai dengan kreatifitas pembuat
145
Lem
Gunting cutter
2. Cara pembuatan
Bersihkan gelas kertas bekas. Potong kertas karton warna hijau
dengan ukuran yang diinginkan (lebar kurang lebih 1-2 cm),
kemudian lipat-lipat dan masukkan ke dalam gelas hingga
penuh
Buat pola bunga dan daun dari kertas karton dengan warna
berbeda.
Tempelkan tusuk sate yang sudah dilapisi kertas krep ke bagian
belakang pola bunga
Atur bunga-bunga yang telah jadi ke dalam gelas kertas
146
tempat tissu ini kuat dan tahan terhadap air yang dapat merusak tissue
(Budi, 2016)
1. Alat dan Bahan:
Kaleng Bekas Susu ukuran besar
Gunting
Pisau Cutter
Cat (warna sesuai dengan keinginan kita)
2. Cara Pembuatan
Pada bagian tutup kaleng buatlah lubang bulat yang berfungsi
sebagai tempat untuk keluarnya tissu
Kaleng tinggal dicat dan diwarnai agar lebih menarik
147
Lem
2. Cara Pembuatan
Botol bekas yang sudah disiapkan dipotong bagian
ujungnya yang kecil
Sendok plastik bekas dipotong dan dipisahkan dari
gagangnya
Ujung sendok kemudian ditempelkan dengan
menggunakan lem pada potongan botol bekas satu persatu
hingga keseluruhan botol bekas tertutupi oleh potongan
sendok
Berikan hiasan tambahan untuk lebih mempercantik
148
h. Wadah Lampu
Merupakan kreasi wadah lampu yang terbuat dari kaleng yang sudah
tidak terpakai (Tiwi, 2017)
1. Alat dan Bahan:
Kaleng bekas susu ukuran kecil
Pisau
Paku
Cat
2. Cara Pembuatan
Kaleng bekas dilubangi pada kedua sisinya sebagai tempat
masuknya lampu
Dibagian sisi kaleng bentuklah pola dengan menggunakan
paku membuat lubang-lubang kecil sesuai dengan kreasi kita
Kaleng tinggal dicat dan diwarnai agar lebih menarik
149
7. Pencatatan dan pelaporan
a. Kegiatan pencatatan dan pelaporan berfungsi untuk menilai
keberhasilan PSN 3M oleh anak sekolah, serta sebagai informasi
penting dalam rangka menghadapi terjadi serangan DBD.
Pencatatan dan pelaporan PSN anak sekolah dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut : Pencatatan dilakukan sesuai dengan
Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan di Rumah/Tempat
Tinggal (lampiran 1) dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik
Mingguan di Sekolah (lampiran 2).
b. Seminggu sekali siswa melakukan pemantauan jentik dan PSN di
rumahnya masingmasing melakukan pencatatan hasil pemantauan
jentik, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk/ penampungan air
(kontainer), ada tidaknya jentik dan kegiatan PSN 3M yang
dilakukan dengan menggunakan Formulir Hasil Pemantauan Jentik
Mingguan di Rumah/Tempat Tinggal (lampiran 1)
c. Seminggu sekali siswa juga melakukan pemantauan jentik dan PSN
di lingkungan sekolahnya, melakukan pencatatan hasil pemantauan
jentik, jenis ruangan yang dipantau, jenis tempat perkembangbiakan
nyamuk/ penampungan air (kontainer), ada tidaknya jentik dan
kegiatan PSN 3M yang dilakukan Formulir Hasil Pemantauan Jentik
Mingguan di Sekolah (lampiran 2).
d. Formulir Hasil Pemantauan Jentik Mingguan Anak Sekolah
dilaporkan setiap minggu ke guru penanggung jawab dan diparaf
oleh guru penanggung jawab.
e. Guru penanggungjawab memeriksa Formulir Hasil Pemantauan
Jentik dan PSN Sekolah dan Formulir Hasil Pemantauan Jentik dan
PSN Rumah, apabila laporan ditemukan jentik maka guru wajib
150
memberikan arahan kepada siwa untuk meningkatkan kegiatan PSN
3M, serta diharapkan dapat melaporkan ke Puskesmas setempat
untuk mendapatkan pengendalian lebih lanjut.
f. Guru Penanggung jawab merekap hasil pemantauan siswa di rumah
dan di sekolah ke dalam form Rekapitulasi Laporan Mingguan
Jumantik-PSN Anak Sekolah (lampiran 3) kepada kepala puskesmas
setempat selaku pembina UKS wilayah.
151
Daftar Pustaka
Arellano, C., Casttro, L., Caravantes, E.D., Ernst, K.C., Hayden, M., & Castro, P.R.
(2015). Knowledge and beliefs about dengue transmission and their
relationship with prevention practice in Hermosillo, Sonora, Emergent
Public Health Issues In The US-Mexico Border Region, Vol. 3 (142), p. 15-
22.
Conyer, R..T., Galvan, J.M., Zuniga, P.B. (2012). Community participation in the
prevention and control of dengue: the patio limpio strategy in Mexico,
Pediatrics and International Child Health, Vol. 32, p. 10-13.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nurisng Outcomes
Classification (NOC) Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: Elsevier.
Riasmini, N.M., Permatasari, H., Chairani, R., Astuti, N.P., Ria, R.T.T.M.,
Handayani, T.W. (2017). Panduan asuhan keperawatan individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas dengan modifikasi Nanda, ICNP, NOC, dan NIC
di puskesmas dan masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia
World Health Organization. (2012). Global strategy for dengue prevention and
control. France
World Health Organization and Asian Development Bank. (2013).
Managing regional public goods for health: community-based dengue
vector control. Philippines
Kwok-Cho Tang, Robert Beaglehole, & Desmond O'Byrne. Kebijakan dan
kemitraan untuk tindakan promosi kesehatan - menangani faktor-faktor
penentu kesehatan
Ontario Agency for Health Protection and Promotion (Public Health Ontario). At a glance:
The six steps for planning a health promotion program. Toronto, On: Quuen’s Printer for
Ontario:2015
Antiplatelet, 122
A
A Apnea, 112 C
C
Abdomen, 38, 118 Apoteker, 89
Abiotik, 13 Arbovirus, 2 Cairan, 4, 39, 44, 48, 113
Advokasi, 17, 22, 59, 75 Asites, 4 Center for disease control and
Promosi, 11, 35, 50, 51, 52, Ras, 12, 92, 95 Sakit perut, 4, 5
53, 54, 56, 58, 59, 60, 62, Rawat inap, 10 Salisilat, 7
63, 64, 65, 67, 69, 70, 71, Reabsorbsi, 7 Saluran cerna, 6
72, 73, 74, 76, 77, 83, 84, Recycle, 19 Sampah, 19, 25, 138