Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
ADE IRAWAN
NIM : 2016.C.08a.0777
Program : S1 Keperawatan
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis CKD dan
Anemia di Ruang Bougenville RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
Penguji
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas Kasih dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Studi kasus berjudul “Asuhan Keperawatan Ny. R Dengan Diagnosa Medis CKD
dan Anemia Di Ruang Bougenville BLUD RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”.
Penulisan Laporan studi kasus ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, baik materi, moral maupun spritual.
Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Maria Adelheid Ensia,SP.d,.M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan memberi izin untuk
melaksanakan penelitian.
2. Meilitha Carolina, Ners, M.Kep selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan di
STIKes Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan bantuan dalam proses
pembelajaran..
3. Lisnawati S.Kep, Ns selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktunya
membimbing penulisan dalam menyelesaikan Studi Kasus ini dengan ikhlas dan
sabar.
4. Kemala, S.Kep.,Ns selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan saran
dan bimbingannya dalam menyelesaikan Studi Kasus ini.
5. Seluruh dosen dan staf yang telah bersedia memberikan ilmu, membimbing,
mendidik dan membantu selama ini.
6. Keluarga Tn. A yang telah memberikan informasi dengan penuh keterbukaan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan studi kasus ini masih jauh dari
sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak.
Semoga laporan studi kasus ini dapat berguna bagi pengembangan Ilmu
Keperawatan dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Berkat dan
KaruniaNya kepada kita semua. Palangka Raya, Mei 2017
Penulis
iii
DAFTAR ISI
i
5.2.2 Bagi institusi ............................................................................................ 74
5.2.2 Bagi keluarga ........................................................................................... 75
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai
dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik
untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal. Untuk menangani masalah
eliminasi klien, perawat harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-
faktor yang mempengaruhi eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan
menghormati privasi dan kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang
untuk meningkatkan eliminasi normal juga harus meminimalkan rasa
ketidaknyamanan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran tentang asuhan keperawatn dengan gagal
ginjal serta factor-faktor yang berhubungan dengan masalah tersebut.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu:
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Ny. R
dengan gangguan eliminasi
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien Ny.R
dengan gangguan elimiasi
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien Ny.
R dengan gangguan eliminasi
2
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien Ny.R
dengan penyakit gangguan eliminasi
1.3.2.5 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Ny. R
dengan penyakit gaangguan eliminasi
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mampu Memahami tentang Eliminasi
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
masalah Elimiasi
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Eliminasi materi sampah merupakan salah satu dari proses metabolic
tubuh. Produk sampah dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan
pencernaan. Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah
bentuk gas yang dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hamper semua
karbondioksida dibawa keparu-paru oleh system vena dan diekskresikan melalui
pernapasan. Kulit mengeluarkan air dan natrium / keringat.
4
a. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya
meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua.
b. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang
berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya
menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi
adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau
ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
5
b. Periode tekanan dipertahankan dan
6
- Nyeri
- Kehamilan : menekan rectum
- Operasi & anestesi
- Obat-obatan
- Test diagnostik : Barium enema dapat menyebabkan konstipasi
- Kondisi patologis
- Iritan
2.4 Fisiologi Proses Eliminasi Dalam Tubuh Anatomi Fisiologik & Hubungan
Saraf Pada Kandung Kemih
a) Ginjal Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis,
berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna
vertebra posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung
bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas berukuran
12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120-150gram. Sebuah kelenjar adrenal
terletak dikutub superior setiap ginjal, tetapi tidak berhubungan langsung
dengan proses eliminasi urine. Setiap ginjal di lapisi oleh sebuah kapsul yang
kokoh dan di kelilingi oleh lapisan lemak.
b) Ureter Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute
keluar pertama pembuangan urine. Ureter merupakan struktur tubulan yang
memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa.
Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung
kemih didalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureter
ureterovesikalis. Urin yang keluar dari ureter kekandung kemih umumnya
steril.
c) Kandung kemih Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang
terdiri dari dua bagian besar : Badan (corpus), merupakan bagian utama
kandung kemih dimana urin berkumpul dan, leher (kollum), merupakan
lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan
anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra.
7
Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior
karena hubungannya dengan uretra. Otot polos kandung kemih disebut otot
detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi,
dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60
mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting
untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor
terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah
dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh karena itu, potensial aksi dapat
menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya,
sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera. Pada
dinding posterior kandung kemih, tepat diatas bagian leher dari kandung
kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut Trigonum. Bagian terendah
dari apeks trigonum adalah bagaian kandung kemih yang membuka menuju
leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung
kemih pada sudut tertinggi trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan
melihat mukosa kandung kemih bagian lainnya, yang berlipat-lipat
membentuk rugae. Masing-masing ureter, pada saat memasuki kandung
kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati
1 sampai 2 cm lagi dibawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan
diri ke dalam kandung kemih. Leher kandung kemih (uretra posterior)
panjangnya 2 – 3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot detrusor yang
bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini
disebut sfinter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher
kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan oleh karena itu,
mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama
kandung kemih meningkat di atas ambang kritis. Setelah uretra posterior,
uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot
yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik
yang berbeda otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri
dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf
volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila
kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih.
8
d) Uretra Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh
melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami
turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membrane mukosa melapisi
uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir kedalam saluran uretra. Lendir
dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk
mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi
uretra.
e) Persarafan Kandung Kemih Persarafan utama kandung kemih ialah nervus
pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis,
terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan
melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf
motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung
kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan
terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan
pengosongan kandung kemih. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus
pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang
terletak pada dinding kandung kemih. Saraf psot ganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe
persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting
adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter
eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi
dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf
simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama
berhubungan dengan segmen L-2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin
terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi
kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf
simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan
pada beberapa keadaan, rasa nyeri. Transpor urin dari ginjal melalui ureter
dan masuk ke dalam kandung kemih. Urin yang keluar dari kandung kemih
mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari
duktus koligentes, tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin
tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung
9
kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes masuk ke kaliks renalis,
meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan pacemakernya, yang kemudian
mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan
kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari
pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos
dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperi juga neuron-
neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas diseluruh panjang
ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi
peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan
dihambat oleh perangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih
menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya,
ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa cm menembus dinding
kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung
kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik
urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama
berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang
peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam
ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka
dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih. Pada
beberapa orang, panjang ureter yang menembus dinding kandung kemih
kurang dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama berkemih
tidak selalu menimbulkan penutupan ureter secara sempurna. Akibatnya,
sejumlah urin dalam kandung kemih terdorong kembali kedalam ureter,
keadaan ini disebut refluks vesikoureteral. Refluks semacam ini dapat
menyebabkan pembesaran ureter dan, jika parah, dapat meningkatkan tekanan
di kaliks renalis dan struktur-struktur di medula renalis, mengakibatkan
kerusakan daerah ini.
f) Sensasi rasa nyeri pada Ureter dan Refleks Ureterorenal. Ureter dipersarafi
secara sempurna oleh serat saraf nyeri. Bila ureter tersumbat (contoh : oleh
batu ureter), timbul refleks konstriksi yang kuat sehubungan dengan rasa
nyeri yang hebat. Impuls rasa nyeri juga menyebabkan refleks simpatis
kembali ke ginjal untuk mengkontriksikan arteriol-arteriol ginjal, dengan
10
demikian menurunkan pengeluaran urin dari ginjal. Efek ini disebut refleks
ureterorenal dan bersifat penting untuk mencegah aliran cairan yang
berlebihan kedalam pelvis ginjal yang ureternya tersumbat. Anatomi Fisiologi
Saluran Pencernaan Secara normal, makanan & cairan masuk kedalam mulut,
dikunyah (jika padat) didorong ke faring oleh lidah dan ditelan dengan
adanya refleks otomatis, dari esofagus kedalam lambung. Pencernaan berawal
dimulut dan berakhir diusus kecil walaupun cairan akan melanjutkannya
sampai direabsorpsi di kolon. Anatomi fisiologi saluran pencernaan terdiri
dari :
- Mulut Gigi berfungsi untuk menghancurkan makanan pada awal proses
pencernaan. Mengunyah dengan baik dapat mencegah terjadinya luka parut
pada permukaan saluran pencernaan. Setelah dikunyah lidah mendorong
gumpalan makanan ke dalam faring, dimana makanan bergerak ke esofagus
bagian atas dan kemudian kebawah ke dalam lambung.
- Esofagus Esofagus adalah sebuah tube yang panjang. Sepertiga bagian atas
adalah terdiri dari otot yang bertulang dan sisanya adalah otot yang licin.
Permukaannya diliputi selaput mukosa yang mengeluarkan sekret mukoid
yang berguna untuk perlindungan.
- Lambung Gumpalan makanan memasuki lambung, dengan bagian porsi
terbesar dari saluran pencernaan. Pergerakan makanan melalui lambung dan
usus dimungkinkan dengan adanya peristaltik, yaitu gerakan konstraksi dan
relaksasi secara bergantian dari otot yang mendorong substansi makanan
dalam gerakan menyerupai gelombang. Pada saat makanan bergerak ke arah
spingter pylorus pada ujung distla lambung, gelombang peristaltik meningkat.
Kini gumpalan lembek makanan telah menjadi substansi yang disebut chyme.
Chyme ini dipompa melalui spingter pylorus kedalam duodenum. Rata-rata
waktu yang diperlukan untuk mengosongkan kembali lambung setelah makan
adalah 2 sampai 6 jam.
- Usus kecil Usus kecil (halus) mempunyai tiga bagian :
a) Duodenum, yang berhubungan langsung dengan lambung 2) Jejenum
atau bagian tengah dan 3) Ileum
11
b) Usus besar (kolon) Kolon orang dewasa, panjangnya ± 125 – 150 cm atau
50 –60 inch, terdir dari :
12
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini
menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang
maka feses keluar.
Refleks defekasi parasimpatis Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke
kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis
ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus
internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus
individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan
sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan
diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan
feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi
paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk
defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk
menampung kumpulan feses
13
c) Penyumbatan spinkter.
d) Tanda-tanda retensi urine :
e) Ketidak nyamanan daerah pubis.
f) Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
g) Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
h) Meningkatnya keinginan berkemih.
i) Enuresis Tinusis Ialah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari. Kemungkinan peyebabnya :
j) Kapasitas kandung kemih lebih kecil dari normal.
k) Kandung kemih yang irritable
l) Suasana emosiaonal yang tidak menyenangkan
m) ISK atau perubahan fisik atau revolusi. Inkontinensia Inkontinesia Urine ialah
BAK yang tidak terkontrol. Jenis inkotinensis :
1) Inkontinensia Fungsional/urge Inkotinensis Fungsional ialah keadaan dimana
individu mengalami inkontine karena kesulitan dalam mencapai atau ketidak
mampuan untuk mencapai toilet sebelum berkemih. Faktor Penyebab:
a. Kerusakan untuk mengenali isyarat kandung kemih.
b. Penurunan tonur kandung kemih
c. Kerusakan moviliasi, depresi, anietas
d. Lingkungan
e. Lanjut usia.
2) Inkontinensia Stress Inkotinensia stress ialah keadaan dimana individu
mengalami pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra
abdomen. Faktor Penyebab :
a. Inkomplet outlet kandung kemih
b. Tingginya tekanan infra abdomen
c. Kelemahan atas peluis dan struktur pengangga
d. Lanjut usia.
3) Inkontinensia Total Inkotinensia total ialah keadaan dimana individu
mengalami kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
Faktor Penyebab :
a. Penurunan Kapasitas kandung kemih.
14
b. Penurunan isyarat kandung kemih
c. Efek pembedahan spinkter kandung kemih
d. Penurunan tonus kandung kemih
e. Kelemahan otot dasar panggul.
f. Penurunan perhatian pada isyarat kandung kemih
4) Inkontenensia Dorongan Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluarana urin tanpa sadar, terjadi setelah merasa dorongan yang kuat
untuk berkemih Penyebab:
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Infeksi saluran kemih
c. Minum alcohol atau kafein
d. Penigkatan cairan
e. Peningkatan konsentrasi urine
f. Distensi kandung kemih yang berlebihan.
g. Inkontenensia reflex Adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urin yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dpat
di[perkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Penyebab : Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis) Tanda-tandanya :
1.Tidak ada dorongan utnuk berkemih
2.Merassa bahwa kandung kemih penuh
3.Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada intervalteratur.
Enuresis Adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna.
Enuresis terjadi pada anak-anak atau orang ngompol. Penyebab enuresis :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
b. Anak-anak yang tidunya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun
tidur untuk ke kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung
urin dalam jumlah besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya
persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orant tua).
15
e. Orang tua yang mempunya pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaanya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik neurologis system perkemihan
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan
pemedas.
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi
1) Kebiasaan BAB tidak teratur, seperti sibuk, bermain, pindah tempat, dan
lain-lain
2) Diet tidak sempurna/adekuat : kurang serat (daging, telur), tidak ada gigi,
makanan lemak dan cairan kurang
3) Meningkatnya stress psikologik. Kurang olahraga / aktifitas : berbaring
lama.
4) Obat-obatan : kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi. Penggunaan obat
pencahar/laksatif menyebabkan tonus otot intestinal kurang sehingga refleks
BAB hilang.
16
5) Usia, peristaltik menurun dan otot-otot elastisitas perut menurun sehingga
menimbulkan konstipasi.
6) Penyakit-penyakit : Obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada spinal
cord dan tumor.
7) Impaction
17
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya
pasien mengalami konstipasi.
2.7 Pathway
18
2.8 Asuhan Keperawatan Kebutuhan Eliminasi
2.8.1 Pengkajian
a. Keluhan utama Keluhan utama
Pola berkemih pasien, Gejala dari perubahan berkemih dan sejak kapan,
lamanya,Faktor yang memengaruhi berkemih dan usaha yang dilakukan selama
mengalami masalah eliminasi urine
Pola eliminasi: Sebelum sakit: pasien mengatakan BAK 3-4 kali/hari warnah urin
kuning jernih, bau khas.. Selama sakit pasien BAK 500cc dari jam 06.00-90.00,
aliran urin lancar, warnah agak kemerahan dan agak keruh terdapat sedikit stosel
terkadang BAK tidak terasa dan sulit ditahan.
Perlu dikaji apakah pasien pernah mengalami sakit apa sebelumnya dan apa
pernah masuk rumah saki.
1) Pertumbuhan
2) Perkembangan
19
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa
(meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson. Autonomy vs Shame
and doundt. Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam
puannya untuk mandiri (tak tergantug).
b.Pola Aktivitas Dan Latihan Menggunakan tabel aktifitas meliputi makan, mandi
berpakaian, eliminasi, mobilisaasi di tempat tidur, berpindah, ambulansi, naik
tangga, serta berikan keterangan skala dari 0 – 4 yaitu : 0 : Mandiri
1 : Di bantu sebagian
20
d. Pola Nutrisi - Metabolic Ditanyakan :
e.Pola Eliminasi
- Gambaran diri
- Identitas diri
- Peran diri
- Ideal diri
- Harga diri h.
- Persepsi keyakinan
- Tindakan berdasarkan keyakinan
21
a. Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil,
lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
c. Kepala : Ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1
tahun lebih
g. Sistem kardiovaskuler : Nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada
diare sedang .
h. Sistem integumen : Warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat
> 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time
memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : Urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam
), frekuensi berkurang dari sebelum sakit. Perlu dikaji :
22
- Volume : Volume urine yang dikeluarkan sangat bervariasi.
- Usia Jumlah / hari : Hari pertama & kedua dari kehidupan 15–60 ml Hari
ketiga–kesepuluh dari kehidupan 100–300 ml Hari kesepuluh – 2 bulan
kehidupan 250–400 ml Dua bulan–1 tahun kehidupan 400–500 ml 1–3
tahun 500–600 ml 3–5 tahun 600–700 ml 5–8 tahun 700–1000 ml 8–14
tahun 800–1400 ml 14 tahun-dewasa 1500 ml Dewasa tua 1500 ml /
kurang Jika volume dibawah 500 ml atau diatas 300 ml dalam periode 24
jam pada orang dewasa, maka perlu lapor.
j. Dampak hospitalisasi : Semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon
yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
23
24
2.7.5 Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil :
Rencana Tindakan :
3) Beri kompres hangat, biasa atau dingin pada dahi, axila dan lipatan paha.
29
Rasional : Kompres yang diberikan pada kulit dapat mengurangi atau
menurunkan suhu secara evaporasi.
Kriteria Hasil :Dapat mengontrol rasa nyeri, nyeri berkurang bahkan hilang,
ekspresi wajah rileks
Rencana Tindakan :
1) Kaji adanya rasa nyeri baik lokasi, intensitas, frekuensi dan lamanya nyeri
30
Rasional : Posisi pilihan klien dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi
rasa nyeri.
Rasional : Distensi yang terlalu lama pada kandung kemih mengakibatkan nyeri
kandung kemih.
Rasional : Golongan obat di atas dapat mengurangi nyeri dan iritasi saluran
kemih.
31
Kriteria Hasil : Pola urine kembali normal 6 – 7 kali setiap hari, produksi
urine > 30 cc / menit, urine normal ; warna jernih, tidak ada darah, tidak ada
tekanan saat mengeluarkan urine
Rencana Tindakan :
2) Kaji keluhan tidak bisa berkemih, berkemih berdarah, tidak bisa menahan urine
tiba-tiba, berkemih pada malam hari
Rasional : Mengurangi rasa nyeri saat berkemih dan proses berkemih terasa
lampias.
6) Ajarkan klien untuk perawatan perineal yang benar dari depan ke belakang
setiap kali selesai berkemih dan defekasi
32
7) Kolaborasi dalam pemberian obat anti bakteri dengan tim medik
Kriteria Hasil : Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh, keluhan mual
tidak ada, muntah tidak ada, porsi yang disediakan habis.
Rencana Tindakan :
Rasional : Mengetahui kebiasaan dan jenis makanan serta masukan makanan klien
33
Rasional : Meningkatkan asupan makanan
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan sajikan makanan dalam keadaan hangat
6) Anjurkan untuk makan biskuit atau roti atau makanan kesukaan sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan sekresi asam lambung dan mencegah rasa mual serta
meningkatkan asupan makanan
Rasional : Antasida dapat menurunkan asam lambung dan mencegah rasa mual.
Rencana Tindakan :
1) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih 2 – 2,5 liter air dan hindari
konsumsi kopi dan alkohol
34
3) Ajarkan perawatan perineal yang benar terutama setelah berkemih dan
defekasi, bersihkan dari depan ke belakang
4) Jaga kebersihan perineal agar tetap kering dan bersih keringkan depan sampai
ke belakang
35
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.Dalam melaksanakan tindakan perawatan, selain
melaksanakannya secara mandiri, harus adanya kerja sama dengan tim kesehatan
lainnya. Implementasi merupakan realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan menilai data yang baru. Implementasi tindakan
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: independent (mandiri), interdependent
(bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya: dokter, bidan, tenaga analis, ahli
gizi, apoteker, ahli kesehatan gigi, fisioterapi dan lainnya) dan dependent (bekerja
sesuai instruksi atau delegasi tugas dari dokter).
Perawat juga harus selalu mengingat prinsip 6S setiap melakukan
tindakan, yaitu senyum, salam, sapa, sopan santun, sabar dan syukur. Selain itu,
dalam memberikan pelayanan, perawat harus melaksankannnya dengan displin,
inovatif (perawat harus berwawasan luas dan harus mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi), rasional, integrated
(perawat harus mampu bekerja sama dengan sesama profesi, tim kesehatan yang
lain, pasien, keluarga pasien berdasarkan azas kemitraan), mandiri, perawat harus
yakin dan percaya akan kemampuannya dan bertindak dengan sikap optimis
bahwa asuhan keperawatan yang diberikan akan berhasil (Zaidin, 2003: 84).
Yang perlu diperhatikan pada pelaksanaan tindakan keperawatan yaitu:
1) Tepat waktu.
2) Pelaksanaan tindakan keperawatan sesuai dengan program terapi.
3) Dalam pelaksanaan tindakan privasi pasien harus dijaga.
36
pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan intervensi tersebut dapat
dicapai secara efektif. (Nursalam, 2009).
Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan
lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan yang disesuaikan denagn criteria hasil pada tahap perencanaan. Pada tahap
evaluasi ini terdiri dari 2 kegiatan yaitu (Setiadi, 2012: 57).
2.7.9.1 Evaluasi formatif
Menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi
dengan respon segera. Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian
format catatn perkembangan denagn berorientasi kepada masalah yang dialami
klien. Format yang dipakai adalah SOAP yaitu S: subjektif ddalah perkembangan
keadaan yang dirasakan klien, dikeluhkan, dan dikemukakan klien; O: objektif
adalah perkembangan yang dapat diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain; A: analisis yaitu penilaian dari kedua jenis data apakah
berkembang ke arah perbaikan atau kemunduran; P: perencanaan berdasarkan
hasil analisis yang berisi melanjutkan perencanaan sebelumnya apabila keadaan
atau masalah belum teratasi.(Setiadi, 2012: 70).
37
R:reassesment yaitu bila hasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses pengumpulan data
subjektif, objektif dan proses analisisnya.(Setiadi, 2012: 72 ).
38
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Ade Irawan
NIM : 2016.C.08a.0777
3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.R
Umur : 46 Tahun
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan :-
Pendidikan : SMP
39
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama:
Klien mengatakan klien sakit saat BAK , dan juga nyeri seperti di remas-
remas, di area pingang,skala nyerinya 3,waktu timbul datang kurang lebih 5-
6 menit,klien jguga mengeluhkan sakit saat BAK
Klien mengatakan dirujuk dari rumah sakit buntuk,dengan keluahn sakit ssat
BAK, dan nyeri pingang, masuk Rs dr. doris sylvanus masuk IGD diberi
penangan injeksi lisinopril 1x10 mg, injeksi amilodpin 1x10mg, dan
sucralfat 3x1 c, setelah dari IGD klien dianjurkan masuk ruang bogenville
untukmendapakanperawatan lebih lanjut.
GENOGRAM KELUARGA:
40
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Pasien (Nn.V)
= Hubungan Keluarga
= Tinggal Serumah
1. Keadaan Umum:
2. Status Mental :
e. Berbicara : Baik/Jelas
h. Fungsi kognitif :
Orientasi waktu : Baik, pasien tau waktu pagi, siang,
dan malam.
Orientasi orang : Baik, pasien dapat mengenali anggota
keluarga.
Orientasi tempat : Baik, pasien sadar berada di rumah
sakit.
i. Halusinasi : Dengar/Akustic Lihat/Visual Lainnya .................
41
j. Proses berpikir : Blocking Circumstansial Flight
oh ideas
n. Keluhan lainnya :
3. Tanda-tanda Vital :
b. Nadi/HR : 79 x/m
c. Pernapasan/RR : 21 x/m
d. Tekanan Darah/BP : 120/80 mm Hg
4. PERNAPASAN (BREATHING)
Batuk,
Sianosis
Nyeri dada
Dyspnoe nyeri dada Orthopnoe Lainnya
Sesak nafas saat inspirasi Saat aktivitas Saat
istirahat
Lainnya
42
Irama Pernafasan Teratur Tidak teratur
Bronchial Trakeal
5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
Ada kelainan
43
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E : 4 (Spontan)
V : 5 ( Orientasi baik)
M : 6 ( menurut perintah)
Total Nilai GCS : 15(Normal)
Kesadaran : Compos Menthis Somnolent
Delirium
Apatis Soporus
Coma
Midriasis Meiosis
44
Nervus Kranial VI :Pasien dapat melihat ke samping.
Ekstrimitas Bawah :
Refleks :
45
Refleks lainnya :
Uji sensasi : tidak di kaji tidak ada keluhan dan tidak ada
masalah dalam pergerakan atau mental
Keluhan lainnya :
Masalah Keperawatan :
Oliguri Nyeri
Retensi
Poliuri Panas
Hematuri
Dysuri Nocturi
Kateter Cystostomi
Gigi : Baik/lengkap
46
Mukosa : tampak kering
Rectum :
Haemoroid : Tidak
Parese, kelemahan pada bagian satu atau dua lebih sisi tubuh
47
Ukuran otot Simetris
Atropi
Hipertropi
Kontraktur
Malposisi
Kifosis Lordosis
Keluhan Lainnya :
Makanan, ikan
Kosmetik
Lainnya
48
Turgor Baik Cukup
Kurang
Pustula, lokasi
Nodula, lokasi
Vesikula, lokasi
Papula, lokasi
Ulcus, lokasi
Tekstur rambut
Distribusi rambut
Keluhan Lainnya :
Ganda Buta/gelap
Gerakan bola mata : Bergerak normal Diam
Bergerak spontan/nistagmus
49
Mata kiri (VOS) :
Nyeri :
Keluhan lain :
b. Telinga / Pendengaran :
c. Hidung / Penciuman:
Lesi
Patensi
Obstruksi
Nyeri tekan sinus
Transluminasi
Cavum Nasal Warna Integritas
Sekresi, warna
Keluhan Lainnya :
50
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Kemerahan, Lokasi
Gatal-gatal, Lokasi
Gland Penis
Maetus Uretra
Tidak dikaji
Discharge, warna
Srotum
Hernia
Kelainan
Keluhan lain
a. Reproduksi Wanita
Flour Albus
51
Clitoris
Labis
Uretra
Kehamilan :
Tafsiran partus :
Keluhan lain
Simetris Asimetris
Sear Lesi
Warna areola
Keluhan lainnya :
Masalah Keperawatan :
Klien mengatakan bahwa yakin bisa sembuh dengan waktu yang tidak
lama.
2. Nutrisida Metabolisme
TB : 155 Cm
52
BB sekarang : 43 Kg
BB Sebelum sakit : 43 Kg
Diet :
Diet Khusus :
Mual
Muntah x/hari
Keluhan lainnya :
53
Masalah Keperawatan:
4. Kognitif
Saat dijelaskan tentang perawatan selama di Bougenville dan kenapa
harus dilakukan tindakan tersebut, klien kooperatif.
5. Konsep diri
Klien menyadari perannya sekarang sebagai seorang anak.
6. Aktivitas Sehari-hari
Lebih banyak beristirahat.
8. Nilai-Pola Keyakinan
Selama dirawat diruang Bougenville, tindakan maupun perawatan
yang diberikan tidak ada yang bertentangan dengan pola keyakinan
yang dianut klien.
D. SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
54
2. Bahasa sehari-hari
5. Orang berarti/terdekat
Orang yang sangat berarti bagi klien adalah suami dan anaknya.
7. Kegiatan beribadah
Klien selalu berharap dan berdoa agar cepat sembuh.
a. Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Normal
1. WBC 8.12x10^3/ul 4.00-10.00
2. RBC 4,41 x10^6/ul 3.50-5.50
3. HBG 11.9 g/dl 11.0-16.0
4. PLT 399x10^3/ul 150-400
5. Natrium (Na) 135 mmol/L 135-148
6. Kalium (K) 4,3 mmol/L 3,3-5,3
7. Calcium (Ca) 1.09 mmol/L 0.98-1.2
55
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi Kegunaan
Stoper Memudahkan injeksi obat
Injeksi IV perinfus Sebagai obat anti bakteri dan anti protozoa
Antrain 2x20 mg
Injeksi IV perinfus Mengatasi gangguan pencernaan
lanzoprazole 1x1 g
( )
56
3.2 Analisa Data
Obyektif dan Data Subyektif
(Etiologi) (Problem)
(sign/symptom)
DS : pasien mengatakan terasa Jaringan Parut Gangguan
panas saat BAK eliminasi urine
DO : Penyempitan uretra dan
1. Urine berwarna merah vesica urinaria
2. Urine keluar sedikit 600 ml
3. Panas saat mengeluarkan urine Menyumbat saluran
4. TTV: kemih
- TD =120/80 mmhg
- N =79 */m Kesultan berkemih
- RR = 21 */m
- S =36,4 C Infeksi urin
T = 5-6 menit
Nyeri
DO :
1. Klien tampak meringis
2. Klien tampak gelisah
3. TTV :
- TD =120/80 mmhg
- N =79 */m
- RR = 21 */m
- S =36,4 C
57
DS : Ikterus ektrapatik Defisit
DO : perawatan diri
1. Pasien tampak kotor
2. Rambut pasien tampak Nyeri akut
kering
3. Mulut bau
Sulit beraktivitas
4. Bibir tampak kering
5. Kuku panjang
6. Penampilankurang rapi
Menurunya motivasi
merawat diri
58
3.2 Prioritas Masalah
1) Gangguan eliminasi urine b.d infeksi urine
2) Nyeri akut b.d akibat peradangan parenkim ginjal
3) Defisit perawatan diri b.d menurunya motivasi perawatan diri
59
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
60
N = 80 */m
RR = 20 */m
S = 36,6 C
61
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
NO DIAGNOSA TUJUAN (KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL)
2 Nyeri akut b.d akibat Setelah di lakukan 1. Kaji tingkat nyeri 1. Menghitung tingkat nyeri
peradangan parenkim tindakan keperawatan 2. Mengajarkan teknik nafas dalam 2. Mengurangi rasa nyeri
ginjal selama 2x24 jam, maka 3. Observasi TTV 3. Sebagai medikasi
diharapkan nyeri 4. Kaloborasi dengan dokter pemeriksaan selanjutnya
berkurang dengan dalampemberian obat analgesik 4. Mendapatkan penangan yang
kriteria hasil: tepat
1) Nyeri hilang
2) Pasien tidak
meringis lagi
3) Tidak gelisah
4) Ttv batas normal
TD = 120/80
N = 80 */m
RR = 20 */m
S = 36,6 C
62
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
63
3.4 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
64
S: klien mengatakan masih panas saat
BAK
1. Obsevasi perubahan urine O:
2. Mengkaji keluhan apabila ingin - TTV:
berkemih TD: 120/80 mmhg
3. Pantau dan periksa urine RR: 19 x/menit
Selasa , 17 Juli 4. Observasi TTV S : 36,6oc
2018 5. Kaloborasi dengan dokter dalm N : 880 x/ Menit
Pukul: pemberian obat anti bakteri - Urine tampak masih merah
10:00WIB 6. Pemberian antipiretik. - Urine sudah banyak keluar 1200 ml
- Masih terasa panas saat BAK
A: Masalah eliminasi urine teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
65
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
66
Selasa , 17Juli 2 Mengajarkan teknik nafas dalam berkurang
2018 3 Observasi TTV O:
Pukul: 10:00 4 Kaloborasi dengan dokter - P = Nyeri
WIB dalampemberian obat analgesik Q = Diremas remah
R = Perut
S = 1 (sedang)
T = 1-2 menit
- Klien Tampak lemas
- Klien tampak meringis
A : Masalah nyeri sudah Teratasi
sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
67
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : Bougenville
68
Selasa , 17 Juli apa pun
2018 1 Jelaskan pada klien dan keluarga O :
Pukul: 10:00 perawatan diri yang benar - Pasien tidak tampak kotor lagi
WIB 2 Tingkatkan harga diri klien dan - Rambut tidak lag tampak kering
penentuan diri klian - Mulut tidak bau lagi
3 Hilangkan dan bersihkan bau dengan - Bibir kering
cara merawat diri - Kuku panjangkuku sudah pendek
4 Cegah terfjadinya infeksi dan - Penampilan sudah lumayan rapi
perahankan daerah vulva A : Masalah perawatan diri
sudahteratasi
P : pertahankan Intervensi
69
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan mencoba membandingkan konsep teori mengenai
asuhan keperawatan pasien dengan Apendiksitis pada kliien asuhan keperawatan
Tn. A dengan Gangguan Eliminasi diruang Bougenville RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan
komunikasi data tentang pasien. Menurut Potter dan Perry (2005).
Menurut teori beberapa hasil pengkajian dan observasi pada klien dengan
Gangguan Eliminasi ditemukan data-data klien merasakan panas saat BAK,serasa
tidak enak di pubis, urine keluar sedikit dan nyeri didaerah perut.
Pada kasus Ny. R didapatkan data seperti klien Klien mengatakan sebelum
masuk rumah sakit mengeluh nyeri di bagian perut sakit saat berkemih kurang
lebih 2 hari , kesadaran Ny. R Compos Menthis, Ny. R terlihat lemah aktivitas
klien dibantu oleh keluarga, ekspersi wajah meringis klien tidak rapi. Hasil
pemeriksaan TTV yaitu suhu diukur menggunakan thermometer axila pada tangan
kiri dan didapatkan hasil 36,4°C, Respirasi : 21 x/menit, Nadi x/79menit, Tekanan
70
Darah : 120/80 mmHg. Feaces klien berwarna coklat dan kosistensi lunak, bising
usus klien hipoaktif.
Dari data hasil pengkajian antara kasus dan teori Ny. R ditemukan
kesenjangan yaitu menurut teori beberapa hasil pengkajian dan observasi pada
klien dengan Apendiksitis ditemukan data-data klien merasakan panas saat
BAK,serasa tidak enak di pubis, urine keluar sedikit dan nyeri didaerah perut.
Namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga
tidak bisa BAK,warna urine berubah,terasa nyeri saat berkemih.
Sedangkan fakta pada kasus Ny. R pada saat dilakukan pengkajian seperti
ditemukan diteori, tetapi ada persamaan antara teori dan kasus mengenai
ditemukannya klien mengeluh nyeri di bagian perut dan panas saat BAK .
71
Pada kasus Ny. R Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan adanya infeksi
saluran kemih Diagnosa tersebut merupakan diagnosa pertama karena berdasarkan
data pasien yaitu di tandai dengan terasa panas saat BAK, TTV: S: 36,4 oC, N: 79
x/menit, RR: 19 x/menit, TD: 120/80 mmHg. Diagnosa kedua yaitu Nyeri akut
berhubungan dengan akibat peradagan parenkim ginjal, didukung oleh data pasien
yaitu klien tampak meingis dan gelisah dsakit daerah perut , TTV: S: 36,4 oC, N:
79 x/menit, RR: 19 x/menit, TD: 120/80 mmHg. Diagnosa ketiga yaitu Defisit
perawatan diri berhubungan dengan motivasi merawat diri di tandai dengan klien
ketidak bersihan tempat pasien
Mengenai diagnosa yang lain tidak diangkat karena tidak ditemukan gejala
dan data-data yang mendukung diagnosa tersebut dan keadaan klien sudah mulai
membaik.
72
Faktanya pada Ny. R rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat dan
akan dilakukan sama dengan teori. Alasanya mengapa ada kesamaan antara teori
dan fakta karena apa yang kita kemukakan dalam rencana keperawatan haruslah
berdasarkan teori yang jelas dan menggunakan bukti dan sumber yang ada
sehingga tidak ditemukan perbedaan antara teori dan fakta rencana tindakan
keperawatan pada pasien.
2.2 Implementasi
Menurut Doengoes, (2009) implementasi keperawatan merupakan
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang meliputi tindakan-
tindakan yang mengacu kepada perencanaan yang telah disusun sebelumnya oleh
perawat.
73
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan merupakan bagian dari pemeliharaan kesehatan. Asuhan
keperawatan medical pada Ny.R dengan Ganguan eliminasi dalam pemberian
asuhan keperawatan disesuaikan dengan standar keperawatan dalam pelaksanaan
intervensi dan implementasi ditetapkan bersama pasien.. Dimana masalah Ny. R
dengan diagnosa Gangguan eliminasi urine b.d infeksi urine,Nyeri akut b.d akibat
perad angan parenkim ginjal, dan Defisit perawatan diri b.d menurunya motivasi
perawatan diri . Dimana dalam setiap masalah yang diangkat berbanding lurus
dengan teori yang baki dalam tahap pengkajian, masalah diagnosa keperawatan
yang muncul, dan intervensi keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan
setelah semua kegiatan intervensi diimplementasikan dengan hasil masalah,
sehingga pasien masih harus mendapatkan perawatan baik dirumah sakit maupun
selama dirumah dan dianjurkan untuk menjaga kebersihan diri dan menjaga
keehatan.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi mahasiswa
Dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Sindrom
Nefrotik terlebih dahulu mahasiswa harus memahami konsep dari Sindrom
Nefrotik itu sendiri sehinga pada saat pemberian askep sesuai dan tepat dengan
masalah dan kondisi pasien
5.2.2 Bagi institusi
Untuk mencapai hasil yang diinginkan terutama dalam memberikan
Asuhan Keperawatan medical, pembimbing diharapkan lebih spesifik
menjelaskan dan memberi bimbingan kepada mahasiswa/mahasiswi yang
dibimbingnya. Dengan Asuhan Keperawatan medical yang telah dilakukan oleh
penulis dapat kiranya menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi dari pendidikan
dalam mencetak ners yang profesional dalam bidangnya.
74
5.2.2 Bagi keluarga
Diharapkan setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan melalui
pendekakatan biopsikososialspiritual dalam pemberian Asuhan Keperawatan dan
penyuluhan diharapkan pasien dan keluarga mampu merawat dan mengontrol
kondisi pasien sehingga mengetahui apa yang dilakukan apabila masalah
kesehatan yang terjadi dapat segera diketahui dan dibawa kepelayanan kesehatan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica
Ester. Jakarta: EGC.
Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Suryadi,dkk, (2001), Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Sagung
Seto: Jakarta
76
77