Vous êtes sur la page 1sur 25

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA I

“ASUHAN KEPERAWATAN SEHAT JIWA PADA


REMAJA”
Dosen Pengampu :
Ns. Feri Fernandes, M.Kep. Sp.Kep.J

OLEH :

KELOMPOK 2

1. Lara Claudya (1711311029) 10. Adzkia Pinta Dano (1711312013)


2. Ovitra Mulyawati (1711311031) 11. Makhda Nurfatmala L. (1711312017)
3. Mutya Amal Dwi S. (1711311033) 12. Vinny Darma Fajri (1711312019)
4. Wulandari Astagina (1711312001) 13. Ulfha Putri Rahmi (1711312021)
5. Fadhil Akbar (1711312003) 14. Siti Rahmah (1711312023)
6. Fara Annisa (1711312005) 15. Shintya (1711312025)
7. Syafrida Wulandari (1711312007)
8. Sri Dinda Andrifa (1711312009)
9. Ilda Yunanda (1711312011)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak yang diberikan keberkahan.
Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Ucapan terimakasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman –
teman yang banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari
didalam penyusuhan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun hal
pengkonsilidasian.
Oleh karena itu kami minta maaf atas ketidak sempurnaannya dan juga
memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat
karya tulis ini. Harapan kami mudah – mudahan apa yang kami susun bisa
memberikan manfaat untuk diri sendiri ,teman – teman serta orang lain.

Padang, 5 Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................................1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan .........................................................................................1
1.4 Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II : PEMBAHASAN .....................................................................................3


2.1 Konsep Dasar Keperawatan Jiwa pada Remaja ................................. 3
2.2 Proses Keperawatan Jiwa pada Remaja ........................................... 14

BABIII : PENUTUP ...........................................................................................21

3.1 Kesimpulan ................................................................................................21


3.2 Saran ...........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja adalah individu yang unik dengan segala proses perkembangan


yang harus dilaluinya baik secara fisik maupun psikologis. Masa remaja
merupakan masa transisi dan merupakan masa yang sulit bagi remaja sehingga
kemungkinan akan terjadi perubahan perilaku terkait dengan perkembangan
yang terjadi pada remaja tersebut.

Pada masa ini, remaja mempunyai tugas– tugas perkembangan yang dapat
menjadi ancaman bagi remaja dan juga sangat dipengaruhi oleh faktor–faktor
lingkungan. Adanya hambatan dalam tahap perkembangan dapat menimbulkan
masalah kesehatan jiwa bila tidak terselesaikan dengan baik. Masalah tersebut
dapat berasal dari remaja sendiri, hubungan dengan orang tua atau akibat interaksi
social diluar lingkungan keluarga. Dampak selanjutnya adalah munculnya
gangguan psikotik yang bias berlanjut sampai masa dewasa

Agar kesehatan jiwa remaja dapat tercapai maka deteksi dini dan intervensi
dini perlu dilakukan dengan melibatkan keluarga maupun remaja sendiri sehingga
masalah–masalah kejiwaan remaja dapat diatasi dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan suatu
masalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan remaja ?
2. Apa sajakah landasan teori dari keperawatan jiwa pada remaja?
3. Bagaimanakah perkembangan pada masa remaja ?
4. Bagaimanakah proses keperawatan sehat jiwa pada remaja ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi remaja.

1
2. Untuk mengetahui landasan teori dari keperawatan jiwa pada remaja.
3. Untuk mengetahui perkembangan pada amsa remaja.
4. Untuk mengetahui proses keperawatan sehat jiwa pada remaja.

1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Makalah ini sangat bermanfaat bagi penulis, yaitu dengan penulisan
makalah ini dapat mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang asuhan keperawatan sehat jiwa pada remaja, serta dapat
mengimplementasikan pada kehidupan ataupun pada lapangan kerja di
masa depan.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat menjadi referensi dan sumber informasi bagi pembaca
dalam menjalankan suatu proses keperawatan sehat jiwa pada remaja serta
dapat mengembangkan sikap berpikir kritis dalam suatu masalah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Jiwa pada Remaja

Perubahan pokok dalam moralitas selama masa remaja terdiri dari


mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang
benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan
pada prinsip-prinsip moral individual dan mengendalikan perilaku melalui
perkembangan hati nurani. Bahaya psikologis utama dari masa remaja
berkisar di sekitar kegagalan melaksanakan peralihan ke arah kematangan
yang merupakan tugas perkembangan terpenting dari masa remaja. Bidang-
bidang di mana ketidakmatangan disebabkan kegagalan melakukan peralihan
ke perilaku yang lebih matang yang paling umum adalah perilaku sosial,
seksual, dan moral dan ketidakmatangan dalam hubungan keluarga. Bila
ketidakmatangan tampak jelas, maka dapat menimbulkan penolakan diri yang
merusak penyesuaian pribadi dan sosial.

2.1.1 Definisi
Istilah adolescent atau masa remaja berasal dari kata adolescere yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolecent, seperti
yang digunakan saat ini, mencakup arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Stuart and Sundeen,
1995)

Masa remaja dibagi  Remaja awal: 13-16/17 tahun


menjadi 2 bagian;
 Remaja akhir: 16/17-18 tahun

Ciri-ciri Masa Remaja  Periode yang penting

 Periode peralihan

 Periode perubahan

 Usia bermasalah

3
 Masa mencari identitas

 Usia yang menimbulkan ketakutan

 Masa yang tidak realistik

 Ambang masa dewasa

Perubahan sosial yang  Meningkatnya pengaruh teman sebaya


penting dalam masa
 Pola perilaku sosial lebih matang
remaja
 Pengelompokan sosail baru dan nilai-nilai baru
dalam pemilihan teman dan pemimpin

 Dukungan social

Minat yang paling  Minat rekreasi


penting dan paling
 Minat pribadi dan sosial
universal remaja masa
kini  Minat dalam pendidikan

 Minat pada pekerjaan

 Minat agama

 Minat dalam simbol status

2.1.2 Landasan Teoritis Keperawatan Jiwa pada Remaja


Menurut Wilson dan Kneisl ( 1988), dua teori yang menjadi landasan
utama untuk memamhami tentang perkembangan remaja ialah
perkembangan dan teori interaksi humanistik. Stuart dan Sudden (1995)
mengemukakan teori biologis, teori psikoanalisis, teori perkembangan
intelektual, teori budaya dan teori multidimensional.

A. Teori perkembangan.

Teori perkembangan memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi


penyimpangan yang terjadi pada proses tumbuh kembang remaja. Teori

4
Sigmund Freud, Erik Erikson, sullivan Memberikan penghayatan kepada
kita tentang perjuangan remaja dalam mencapai kedewasaan. Proses
pengembangan identitas diri remaja memerlukan Self image (citra diri)
juga hubungan antar peran yang akan datang dengan pengalaman masa
lalu. Untuk mendapatkan kesamaan dan kesinambungan, pada umumnya
remaja harus mengulangi penyelesaian masa lalu dengan
mengintegrasikan elemen masa lalu dan membina identitas akhir. Periode
krisis yang harus ditinjau kembali adalah:

1. Rasa percaya, remaja perlu mencari ide dan objek untuk tempat
melimpahkan rasa percaya. Konflik yang tidak diselesaikan pada saat
pertama membuat remaja merasa ditinggalkan, biasanya dimanifestasikan
melalui perilaku makan yang berlebihan, serta ucapan kasar dan
bermusuhan

2. Rasa belajar ekonomi, remaja belajar bertindak dan membuat


keputusan secara mandiri. Konflik masa lalu yang tidak terselesaikan
membuat remaja takut akan kegiatan yang akan membuat dia ragu akan
kemampuannya.

3. Rasa diperbolehkan, dimana anak tidak lagi mementingkan


bagaimana berjalan, tetapi apa yang bisa dilakukan dengan kemampuan
tersebut. Pada tahap ini, mereka mengujicobakan apa yang mungkin
dilakukan, dan bukan apa yang dapat dilakukan. Konflik masa ini akan
terbawa pada saat remaia, yaitu ketidaksiapan untuk mengambil inisiatif.

4. Rasa industri, menuntut remaja untuk memilih karir yang tidak saja
menjamin secara finansial, tetapi juga memberikan kepuasan karena
penampilan kerja yang baik.

B. Teori Interaksi Humanistik

Perawat perlu mengintegrasikan prinsip-prinsip interaksi humanistik


dalam pengkajian dan asuhan keperawatan untuk mengembangkan
hubungan rasa percaya dengan remaja. Perawat perlu memperhatikan

5
dampak tahapan perkembangan, faktor sosial budaya, pengaruh
keluarga, dan konflik psikodinamika yang dimanifestasikan melalui
perilaku remaja.

Pertanyaan yang perlu diperhatikan perawat, adalah :


1. Apa arti perilaku atau masalah ini bagi remaja?
2. Apa yang dikatakan remaja tentang perilakunya?
3. Apa dampak masalah ini pada remaja? Apakah ini suatu masalah yang
biasa terjadi pada kelompok usia remaja?
4. Bagaimana perubahan ini mempengaruhi remaja dan hubungannya dengan
orang lain?
5. Apa tujuan yang dimiliki remaja dalam waktu dekat dan yang akan dating?
6. Apa kekuatan personal yang dimiliki remaja untuk mengatasi masalah
yang sedang dihadapinya?
7. Pertimbangan apa yang telah dibuat (perawat dan remaja) berkaitan
dengan faktor perkembangan, keluarga, biologis, atau sosial budaya?

2.1.3 Remaja Dan Perkembangan

Masa remaja merupakan masa"belajar" untuk tumbuh dan


berkembang dari anak menjadi dewasa. Masa belajar ini disertai dengan
tugas-tugas, yang dalam istilah psikologi dikenal dengan istilah tugas
perkembangan. Sama halnya dengan di sekolah, tugas perkembangarn ini
juga harus diselesaikan oleh seorang remaja dengan baik dan tepat waktu
untuk dapat naik ke kelas berikutnya. Istilah tugas perkembangan digunakan
untuk menggambarkan harapan masyarakat terhadap suatu individu untuk
melaksanakan tugas tertentu pada masa usia tertentu sehingga individu itu
dapat menyesuaikan diri dalam masyarakat. Setiap fase perkembangan, yaitu
sejak seorang bayi lahir, tumbuh menjadi dewasa sampai akhirmya mati,
mempunyai tugas-tugas perkembangarn yang harus dipenuhi. Misalnya,
balita berusia dua tahun diharapkan sudah dapat berbicara dan berkomunikasi
secara sederhana dengan orang-orang di sekelilingnya. Hal yang sama juga

6
berlaku bagi remaja. Perkembangan yang harus diselesaikan oleh remaja
tidak sedikit.

Tugas perkembangan seorang remaja adalah sebagai berikut :

1) Menerima keadaan fisik dirinya sendiri dan menggunakan tubuhnya secara


lebih efektif. Walaupun kedengarannya sederhana dan mudah diucapkan,
menerima keadaan fisik diri sendiri sering kali menjadi masalah yang
cukup besar bagi remaja. Banyak diantara kita yang sulit menerima
kenyataan bahwa kita berkulit gelap atau tidak setinggi dan selangsing
teman sebaya. Perasaan tidak puas ini kemudian membuat kita selalu
dilanda perasaan minder sehingga malas bergaul apalagi pergi kepesta.
Perasaan ini menutupi kenyataan, misalnya bahwa kita sebetulnya punya
sepasang mata yang indah. Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya fokuskan
perhatian ke kelebihan kita dan jadikan itu sebagai daya Tarik. Selain itu,
hilangkan dari pikiran apa yang selama ini selalu ditanamkan oleh
lingkungan kita, bahwa cewek harus cantic, putih, tinggi, dan langsing
untuk dapat disebut sebagai cewek sejati, sedangkan cowok harus
berbadan kekar, berbulu, dan bersuara dalam untuk bisa dikatakan jantan.
Apabila remaja memang tidak mempunyai gen untuk dapat berpenampilan
seperti itu, mereka cenderung gelisah dan tidak puas dengan dirinya
sehingga lupa bahwa mereka punya banyak potensi diri.
2) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya. Usaha untuk mencapai kemandirian emosional bisa membuat
remaja melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan
orangtuanya. Dengan ciri khas remaja yang penuh gejolak dan emosional,
pertentangan pendapat ini sering kali membuat remaja menjadi
pemberontak di rumah. Apabila masalah ini tidak terselesaikan, terutama
apabila orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung untuk mencari jalan
keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-teman
sebaya yang senasib. Sebetulnya, curhat dengan teman sebaya tidak ada
salahnya, selama teman sebaya itu bisa membantu mendapatkan solusi
yang baik. Namun, sering kali karena yang dihadapi adalah remaja seusia

7
yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum
berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi
yang ditawarkan kurang bijaksana. Karena itu, kita perlu selalu ingat
bahwa untuk melepaskan diri secara emosional dari orangtua pun, bisa
dilakukan dengan meminta dukungan orangtua ataupun orang dewasa
yang ada di sekitar kita. Tentunya bukan dengan cara meminta mereka
untuk mereka untuk memecahkan masalah kita, tapi lebih kepada
memahami keinginan kita untuk dipahami sebagai individu yang beranjak
dewasa dan tidak ingin terlalu tergantung lagi kepada mereka.
3) Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang antara lawan
jenis yang sebaya sehingga remaja akan mempu bergaul secara baik
dengan kedua jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan.
Kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan ini juga dipengaruhi
oleh banyaknya interaksi yang dialami seorang remaja dengan orang-orang
dari kedua jenis kelamin. Tapi, hal ini sama sekali tidak berarti bahwa
seseorang bersekolah di sekolah khusus cowok atau khusus cewek,
kemampuannya untuk bergaul secara matang dengan jenis kelamin lain
akan terganggu karena pergaulan tidak terbatas disekolah saja. Ketika
pulang, di rumah dan di lingkungnan sekita juga terdapat kenalan pria dan
wanita. Kemampuan untuk berinteraksi dengan seimbang itu hanya dapat
terganggu apabila seseorang memang menciptakan Batasan untuk bergaul.
4) Dapat menjalankan peran sosial maskulin dan feminine. Peran sosial yang
dimaksud disini adalah seperti yang diharapkan masyarakat,dan bergeser
sesuai dengan peralihan zaman. Jika pada zaman dahulu sosial
mempertimbangkan baik ketika laki-laki mencari nafkah di rumah
sementara perempuan mengurus rumah tangga, dengan menumbuhkan
kesadaran akan kesetaraan gender sekarang ini tidak harus demikian.
Semua yang terkait dengan jenis kelamin, kita tidak boleh sampai
kemudian berhak untuk mensubordinasi atau meminta anggota jenis
kelamin lainnya, baik di masyarakat (masyarakat) maupun rumah tangga
(rumah tangga).

8
5) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu saja
diharapkan untuk mendapat bantuan atau perbaikan di lingkungan
sosialnya, namun jika hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus
dilakukan tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya.
Karena dianggap, remaja yang terlibat tawuran sampai pindah fasilitas
umum tidak dapat setuju telah melampaui tugas pembangunan yang satu
ini dengan sukses.
6) Mempersiapkan diri untuk memiliki karir atau pekerjaan yang memiliki
keuangan dan finansial. Setelah melepaskan diri dari kebebasan emosional
dengan orang dewasa lain, tugas yang menanti remaja juga melepaskan
diri dari kebebasan finansial dari mereka. Karena itu, belajar bekerja juga
merupakan hal yang perlu dilakukan oleh remaja, betapapun kecil yang
diperoleh. Dengan demikiarn, diharapkan pada saatnya nanti kita bisa siap
terjun dan bekerja di masyarakat.
7) Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga. Dengarn tugas
pembangunan yang telah dikembangkan sebelumnya yaitu yang berkaitan
dengan kemampuan untuk bergaul dengan sesama maupun lawan jenis,
diharapkan pergaulan ini akan dapat membawa ke langkah selanjutnya
yaitu untuk memilih pasangan hidup yang sesuai dan mulai
mempersiapkan diri membentuk keluarga
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
perilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Keberhasilan
remaja melaksanakan tugas perkembangan ini ditandai dengan, misalnya,
kesuksesannya meredam serta mengendalikan gejolak emosi maupun
seksualnya sehingga dapat hidup sesuai dengan norma dan etika yang
berlaku. Untuk dapat memperoleh konsep diri yang memegang
seperangkat nilai ini, remaja dapat memiliki role model atau seseorang
yang dijadikan tokoh idola yang tingkah lakunya kemudian diteladani
(Stuart dan Sundeen, 1995).

Tugas-tugas perkembangan ini harus dicapai sebelum seorang remaja


melangkah ke tahapan perkembangan selanjutnya. Apabila remaja tadi gagal
dalam memenuhi tugas perkembangannya secara tepat waktu, maka ia akan

9
sulit untuk memenuhi tugas perkembangan fase selanjutnya. Atau apabila ia
gagal melaksanakan tugas perkembangannya pada waktu yang tepat, maka ia
akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya di waktu yang lain atau
melaksanakan tugas perkembangan pada tahapan yang lebih lanjut.

2.1.4 Period Of Storm And Stress

Banyak alasan mengapa masa remaja menjadi sorotan yang tidak lekang
waktu. Psikologi sendiri memandang periode ini sebagai periode yang penuh
gejolak dengan menamakannya period of storm and stress. Amett menarik
tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja; (1)
konflik dengan orangtua, (2) perubahan moodyang cepat, dan (3) perilaku
berisiko (dalam Laugesen, 2003). Peran teman sebaya yang mulai
“menggeser” peran orang tua sebagai kelompok referensi tidak jarang
membuat tegang hubungan remaja dan orang tua. Teman sebaya menjadi
ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku. Meskipun
demikan, studi Stendberg menemukan bahwa teman sebaya memang
memiliki peran yang yang penting bagi remaja, namun pengaruh teman
sebaya cenderung pada hal-hal yang berhubungan dengan gaya berpakaian,
musik dan sebagainya.

Sementara untuk nilai-nilai fundamental, remaja cenderung tetap


mengacu pada nilai yang dipegang oleh orangtua termasuk dalam pemilihan
teman sebaya, biasanya juga mereka yang memiliki nilai-nilai sejenis ( dalam
Perkins, 2000). Benarkah demikian ? agaknya para orangtua harus berbesar
hati dan membuka diri agar tidak tertipu oleh model rambut, model pakaian,
musik yang berdebum dikamar remaja, juga gaya bahasa yang tidak jarang
membuat telinga terasa penuh. Kedekatanlah yang bisa membuka mata dan
hati untuk melihat lebih jernih nilai-nilai yang sebenarnya dipegang remaja.
Bukankah penemuan Stanberg menjadi angin segar dan harapan yang
menggembirakan dimana orangntua atau keluarga menjadi model utama.
Hanya penampilan tentu tidak menjadi sama, era digital bukankah membawa
berjuta pilihan? Tidak hanya bagi remaja, tetapi juga orangtua. Mood yang
naik turun sering terdengar dari celetukan remaja “bete nih”.

10
Ada dua mekanisme dimana mood mempengaruhi memori kita : 1. Mood
dependent memorie, suatu informasi atau realita menimbulkan mood tertentu,
atau 2. Mood kongruence effects, kecendruangan untuk ,menyimpan atau
mengingat informasi positif kala mood sedang baik, dan sebailiknya
informasi lebih trtangkap atau diingat ketika mood sedang jelek (Byrne &
Baron, 2000). Bisa dibayangkan bagaimana perubahan mood yang cepat
pada remaja terkait dengan kecemasan yang terbentuk.

Remaja juga memiliki reputasi berani mengambil resiko paling tinggi


dibandingkan periode lainnya. Hal ini pula yang mendorong remaja
berpotensi untuk meningkatkan kecemasan karena kenekatannya sering
menggiringnya pada suatu perilaku atau tindakan dengan hasil yang tidak
pasti. Keinginan yang besar untuk mencoba banyak hal menjadi salah satu
pemicu utama. Perilaku nekat dan hasil yang tidak selalu jelas diasumsikan
Arnett membuka peluang besar untuk meningkatnya kecemasan pada remaja (
dalam Leugesen,2003 ).

2.1.5 Empat Model Kognitif Bagi Kecemasan Remaja

Laugesen (2003) dalam studinya tentang empat model kognitif yang


digagas oleh Dugas, Gagnon, Ladouceur, dan Freeston (1998) menemukan
bahwa empat model kognitif tersebut efektif bagi pencegahan dan perlakuan
terhadap kecemasan pada remaja. Kencemasan merupakan fenomena
kognitif, fokus pada hasil negatif, dan ketidakjelasan hasil di depan. Hal ini
didasari dari defenisi Vasey & Dalaiden (dalan Laugesen, 2003) berikut;
“worry in childhood and adolescence has been defined as primarily an
anticipatory cognitive process involving repetitive, primarily verbal thoughts
related to possible threatening outcomes and their potential consequences”.

Empat model kognitif yaitu: (1) tidak toleran (intoleransi) terhadap


ketidakpastian, (2) keyakinan positif tentang kecemasan, (3) orientasi negatif
terhadap masalah, (4) penghindaran kognitif.

11
Pemahaman Tiap Variabel Tersebut

1. Intoleransi terhadap ketidakpastian merupakan bias kognitif yang


mempengaruhi bagaimana seseorang menerima, menginterpretasi, dan
merespon ketidakpastian situasi pada tataran kognitif, emosi, dan perilaku.
2. Sejumlah studi menunjukkan bahwa orang yang meyakini bahwa
perasaan cemas dapat membimbing pada hasil positif seperti solusi yang
lebih baik dari masalah, meningkatkan motivasi atau mencegah dan
meminimalisir hasil negatif, dapat membantu mereka dalam menghadapi
ketakutan dan kegelisahan.
3. Orientasi negatif terhadap masalah merupakan seperangkat kognitif
negatif yang meliputi kecenderungan untuk mengangggap masalah sebagai
ancaman, memandangnya sebagai sesuatu yang tidak dapat dipecahkan,
meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah, menjadi
merasa frustasi, dan sangat terganggu ketika masalah muncul.
4. Penghindaran kognitif dikonsepsikan dalam dua cara, yakni proses
otomatis dalam menghindari bayangan mental yang mengancam dan
strategi untuk menekan pikiran-pikiran yang tidak diinginkan.
Studi Laugesen (2003) secara khusus menunjukkan dua hal penting yang bisa
menjadi acuan;(1) intoleransi terhadap ketidakpastian dan orientasi negatif
terhadap masalah merupakan target utama baik dalam pencegahan maupun
perlakuan pada kecemasan yang berlebihan dan tidak terkendali pada remaja, (2)
intoleransi terhadap ketidakpastian juga menjadi konstruk utama dalam
kecemasan remaja. Hal lain yang sangat menarik dalam temuan Laugesen adalah
intoleransi pada remaja berkorelasi dengan persepsi tentang tugas ambigu, namun
tidak dengan kecemasan. Hal ini menunjukkan bahwa intoleransi dan kecemasan
sebagai konstruk yang unik. Intoleransi menjadi kunci penting dalam memahami
kecemasan pada remaja.
Secara logika bisa dipahami bahwa ketidakmampuan individu dalam
menerima ketidakpastian sebagai salah satu kenyataan yang akan dihadapi cukup
menggambarkan diri orang tersebut. Hal ini juga menarik untuk kembali melirik
teori dan studi tentang diri. Laugesen (2003) juga menguji tingkat kecemasan
(tinggi dan rendah), dimana intoleransi tetap berperan didalamnya. Remaja dan

12
individu yang bagaimana tepatnya yang berpeluang untuk mengalami kecemasan
tinggi, tidak terkendali, atau yang wajar? Siapa anda? Siapa saya?
Pada model kognitif orientasi negatif pada masalah, individu juga memiliki
kecenderungan untuk meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah
yang datang. Hal ini menunjukkan peran self-efficacy dalam pembentukkan rasa
cemas. Bandura (dalam Brown, 2005) menyatakan self-efficacy sebagai “a belief
that one can perform a specific behavior,” and “self-efficacy tinggi meyakini
bahwa kerja keras untuk menghadapi tantangan hidup, sementara rendahnya self-
efficacy kemungkinan besar akan memperlemah bahkan menghentikan usaha
seseorang.
Pencarian identitas menjadi salah satu ikon pada masa remaja. Hal ini
membawa kita untuk menelisik lebih jauh tentang self-concept yang ada maupun
yang sedang terbentuk. Konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya
sendiri. Baron & Byrne (2000) merumuskan sebagai berikut, “self concept is
one’s self identity, a schema consisting of an organized collection of beliefs and
feelings about oneself.” Konsep diri berkembang sejalan dengan usia, namun juga
merespon umpan balik yang ada, mengubah lingkungan seseorang atau status dan
interaksi dengan orang lain. Pertanyaan “siapa anda? Siapa saya?” menjadi inti
studi psikologi tentang konsep diri. Rentsch & Heffner (1994, dalam Byrne &
Baron, 2000) menyimpulkan dari sekian ragam jawaban atas pertanyaan tersebut
dalam dua kategori; (1) aspek identitas sosial dan (2) atribusi personal. Sebagian
dari kita akan menjawab, saya adalah arsitek, penulis, mahasiswa, dan lain
sebagainya.
Yang mengacu pada identititas sosial seseorang. Sebagaian dari kita yang lain
akan menjawab saya penting, terbuka, pemalu, dan sebagian yang lebih merujuk
pada atribusi diri. Sementara rogers (2001) membagi konsep diri dalam dua
kategori yang sedikit berbeda yakni (1) personal dan (2) sosial. Konsep diri
personal pandangan seseorang tentang dirinya sendiri dan kacamata diri, misalnya
“ saya merasa sebagai seorang yang terbuka terhadap kritik. “ sedangkan konsep
diri sosial berangkat dari kacamata orang lain, seperti, “teman – teman di kampus
melihat saya sebagai orang yang keras kepala “ biasanya kalimat ini akan
berlanjut dengan koreksi dari pandangan dirinya sendiri seperti “ padahal saya

13
hanya mempertahankan pendapat saya saja “ atau justru kalimat yang
membenarkan pandangan lingkungan terhadap diri, seperti “... memang saya
merasa susah menerima perbedaan sih...” Rogers menambahkan bahwa konsep
diri invidu yang sehat adalah ketika konsisten dengan pikiran, pengalaman, dan
perilaku.
Konsep diri yang kuat bisa mendorong seseorang menjadi fleksibel dan
memungkinkan ia untuk berkonfrontasi dengan pengalaman atau ide baru tanpa
merasa terancam. Lebih lanjut, pembahasan konsep diri membawa kita pada self –
esteem sebagai evaluasi atau sikap yang di pegang tentang diri sendiri baik dalam
wilayah general maupun spesifik. Para ahli psikologi mengambil perbandingan
antara konsep diri dengan konsep diri ideal atau yang di inginkan. Semakin kecil
perbedaan atau diskrepansi antara keduanya, semakin tinggi self – esteem
seseorang, “ he/she is what he/she wants to be, “ salah satu hasil yang dituju
dalam terapi Rogerian ( self contered therapy ) adalah peningkatan self – esteem
atau menurunkan gap antara diri dan diri ideal dalam seseorang.

2.2 Proses Keperawatan Jiwa Pada Remaja


2.2.1 Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan remaja meliputi observasi dan


interpretasi pola perilaku, yang mencakup informasi sebagai berikut :

a) Pertumbuhan dan perkembangan


b) Keadaan biofisik (penyakit, kecelakaan )
c) Keadaan emosi ( status mental, termasuk proses berpikir dan pikiran
tentang bunuh diri atau membunuh orang lain )
d) Latar belakang sosial, budaya, ekonomi, agama
e) Penampilan kegiatan kehidupan sehari – hari ( rumah, sekolah )
f) Pola penyelesaian masalah ( pertahanan ego seperti denial , acting,
out, menarik diri )
g) Pola interaksi ( keluarga, teman sebaya )
h) Persepsi remaja tentang/dan kepuasan terhadap kesehatannya.
i) Tujuan kesehatan remaja

14
j) Lingkungan ( fisik, emosi, ekologi )
k) Sumber materi dan narasumber yang tersedia bagi remaja ( sahabat,
sekolah, dan keterlibatannya dalam kegiatan di masyarakat)

Data yang dikumpulkan mencakup semua aspek kehidupan remaja baik


pada masa lalu maupun sekarang yang diperoleh dari remaja itu sendiri,
keluarganya, atau orang lain. Permasalahan yang biasanya dihadapi oleh
remaja berkaitan dengan citra diri, identitas diri, kemandirian, seksualitas
peran sosial, dan perilaku seksual yang menimbulkan perilaku adaptif dan
maladaptif.
Dalam berkomunikasi dengan remaja, perawat harus mengrti bahwa:
1. Perasaan dan konflik cendrung diekspresikan melalui perilaku kasar dari
pada secara verbal
2. Remaja mempunyai bahasa mereka sendiri
3. Kata – kata kotor sering diucapkan oleh remaja, terutama remaja yang
sangat terganggu
4. Banyak data yang dapat diperoleh hanya dengan mengamati peilaku
remaja, cara berpakaian, dan lingkungannya.

Perawat yang mepelajari keterampilan mewawancarai dengan


menggunakan pesan nonverbal dapat memanfaatkan keterampilannya
dalam berkomunikasi dengan remaja secara wajar. Dalam usahanya
menyesuaikan diri dengan perubahan fisik yang pesat, remaja mengalami
ketegangan karena konflik antara kebutuhan akan rasa tergantung dan
keinginan untuk mandiri. Menurut para remaja, kemandirian berarti
melepaskan diri dari kendali orang tua, tanpa menyadari bahwa
kemandirian terjadi melalui situasi proses belajar yang terjadi secara
bertahap.
2.2.2 Perencanaan Dan Implementasi
Karakteristik normal remaja :
1. Menilai diri secara objektif, kelebihan dan kekurangan diri
2. Bergaul dengan teman

15
3. Memiliki teman curhat
4. Mengikuti kegiatan rutin (olahraga, seni, pramuka, pengajian dll)
5. Bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa
tergantung pada orang tua
6. Menentukan identitas diri, memiliki tujuan dan cita-cita masa depan
7. Tidak menjadi pelaku tindak antisosial dan tindak asusila
8. Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginan
yang berlebih dan negatif
9. Berprilaku santun, menghormati orang tua, guru dan bersikap baik
pada teman
10. Memiliki prestasi yang berarti dalam hidup

Diagnosa keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja

Intervensi perkembangan normal


1. Intervensi generalis:
a. Memfasilitasi remaja untuk mengikuti kegiatan yang positif dan
bermanfaat
b. Tidak membatasi atau terlalu mengekang remaja melainkan
membimbingnya
c. Menciptakan suasana rumah yang nyaman untuk pengembangan
bakat dan kepribadian diri
d. Menyediakan waktu untuk diskusi, mendengarkan keluhan,
harapan dan cita-cita remaja
e. Tidak menganggap remaja sebagai junior yang tidak memiliki
kemampuan apapun
2. Intervensi spesialis
a. Terapi kelompok tarapeutik : remaja

Masalah utama yang biasa dialami remaja berkaitan dengan perilaku


seksual, keinginan untuk bunuh diri, keinginan untuk lari dari rumah, perilaku

16
antisosial, perilaku mengancam, keterlibatan dengan obat terlarang,
hypochodriasis, masalah uang / makan, dan takut sekolah. Untuk mencegah
kesan remaja memihak kepada orangtuanya, maka sangat perlu diperhatikan
perawat untuk melakukan kontak awal dengan remaja. Pengetahuan perawat
tentang perkembangan normal yang dialami remaja sangat diperlukan untuk
dapat membedakan perilaku adaptif dan yang maladaptif. Langkah pertama
dalam perencanaan asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi respon
maladaptif dan menentukan masalah berdasarkan perilaku remaja.

Perawat kemudian menentukan tujuan jangka pendek berdasarkan respon


maladaptif dengan memperhatikan kekuatan yang dimiliki remaja, begitu pula
dengan memperhatikan kekuatan yang dimiliki remaja, begitu pula tujuan
jangka panjang. Tinjauan terhadap rencana asuhan keperawatan perlu
dilakukan secara berkala untuk memperbarui situasi, catatan perkembangan,
dan mempertimbangkan masalah baru. Sangat penting untuk mengkaji dan
mengevaluasi proses keperawatan pada remaja. Implementasi kegiatan
perawat meliputi:

a. Pendidikan pada remaja dan orang tua, perawat adalah tenaga


kesehatan yang paling tepat untuk memberikan informasi mengenai
kesehatan berkaitan dengan penggunaan obat-obat terlarang, masalah seks,
pencegahan bunuh diri, dan tindakan kejahatan, begitu pula informasi
mengenai fungsi emosi yang sehat. Dengan mengetahui perilaku remaja
dan memahami konflik yang dialami mereka, orang tua, guru, dan
masyarakat akan lebih supportif dalam menghadapi remaja, bahkan dapat
membantu mengembangkan fungsimandiri remaja. Dengan meningkatkan
kemandirian remaja dan mengurangi pertentangan kekuasaan antara
remaja dan orang tua mereka, akan menimbulkan perubahan hubungan
yang positif.
b. Terapi keluarga, terapi keluarga khususnya diperlukan bagi remaja
dengan gangguan kronis dalam interaksi keluarga yang mengakibatkan
gangguan perkembangan pada remaja. Oleh karena itu, perawat perlu
mengkaji tingkat fungsi keluarga dan perbedaan yang terdapat di

17
dalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi perawat berinteraksi dan
membantu keluarga. Pertemuan pertama antara keluarga dan terapis.
Kemudian pertemuan selanjutnya, remaja dengan terapis. Pada akhirnya
saat semua telah jelas, maka keluarga dipertemukan dengan remaja.
c. Terapi kelompok, memanfaatkan kecendrungan remaja untuk mendapat
dukungan dari teman sebaya. Konflik antara keinginan untuk mandiri dan
tetap tergantung serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter.
d. Terapi individu, dilakukan oleh perawat spesialis jiwa yang
berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi
individu terdiri atas terapi perilaku dan terapi penghayatan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara
lain penggunaan teknik berdiam diri, menjaga kerahasiaan, negativistic,
resistent, berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk terapi,
dan minta perhatian khusus.

2.2.3 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan


a. Remaja yang Bekerja, perkembangan pengetahuan remaja yang normal
sangat dibutuhkan untuk membedakan antara tingkah laku pada usia yang
diharapkan dan respon yang maladaptif. Ketika sepakat dengan remaja,
sebaiknya perawat mengawali pertemuan langsung dengan remaja.
Sebagian besar remaja menunjukkan bahwa perawat akan bekerjasama
dengan orang tua. Pertemuan keluarga dapat digunakan untuk diagnosa
evaluasi, menolong keterbukaan saat interaksi dengan keluarga, dan sangat
membantu untuk membangun dukungan keluarga.
b. Pendidikan kesehatan, perawat juga mempunyai posisi yang sangat
penting untuk mndidik remaja, keluarga, dan masyarakat. Informasi
kesehatan dasar yang harus diberikan seperti obat-obat terlarang, seks dan
kontrasepsi, pencegahan bunuh diri, dan pencegahan kekerasan. Perawat
dapat memberikan informasi tentang fungsi kesehatan emosional. Melalui
pendidikan keluarga dan masyarakat tentang tingkah laku remaja yang
nomal dan dengan interpretasi yang mendasari konflik, orangtua, pengajar,

18
dan anggota masyarakat lainnya disiapkan menjadi lebih baik untuk
mendukung remaja dan mengambalikan fungsi kesehatan mandiri.
c. Komunikasi dengan remaja, ada beberapa poin penting yang harus
diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja, yaitu:
1) Silence/diam , diam atau mendengarkan seringkali efektif untuk orang
dewasa, tetapi menakutkan bagi remaja, terutama saat memulai
treatment atau eveluasi. Kecemasan ini seringkali refleksi dari
perasaan remaja tentang empati dan identitas diri yang rendah. Secara
singkat, diam dapat kreatif dan produktif ketika remaja menolak di
teratment, ketika remaja sanggup toleransi tanpa kecemasan, yang
mengindikasikan pertumbuhan dalam rasa percaya diri dan menerima
perasaannya.
2) Confidentiality/kerahasiaan, kerahasiaan ditekankan untuk beberapa,
terutama untuk remaja yang takut bila perawat melaporkan ke orang
tuanya. Perawat berjanji untuk tidak mengatakan apapun kepada
orantua apabila tidak diizinkan, terkecuali saat perawat membutuhkan
kontak dengan orang tua jika remaja menyatakan keinginan bunuh diri
atau yang berhubungan dengan pembunuhan atau penggunaan obat
terlarang.
3) Negativism, perasaan negative seringkali diekspresikan
remaja,terutama pada permulaan karena mereka takut akan dampak
yang muncul dari treatment.
4) Resistence/perlawanan, seringkali remaja mulai menguji perawatan
untuk melihat apakah mereka menjadi figure authoritarian. Remaja
yang suka melawan dapat menyangkal membutuhkan terapi atau
pertolongan. Apabila remaja tampak cemas,sangat baik memberi
dukungan dan simpati, tunjukkan bahwa perawat tertarik untuk
mengetahui remaja dan kemudian berdiskusi saat kondisi netral atau
stabil`
5) Arguing/menentang, remaja selalu menentng dan dan mereka jarang
mengakui/mendengar pendapat orang. Apabila perawat mengakui

19
memiliki area ketidaktahuan, sangat baik untuk remaja, dimana mereka
takut membutuhkan untuk menjadi lebih baik.
6) Testing, remaja membutuhkan dan menginginkan batas. Mereka
bingung dan tidak dapat membuat batas untuk dirinya sendiri. Mereka
mencoba melalui trial dan error untuk menemukan konsep diri.
7) Dreams and artistic creations, remaja seringkali kreatif dan sangat
pandai belajar dari pelajaran mereka di tempat bekerja. Selama
diskusinya relevan,dapat menjadi sumber yang baik untuk
mengeksplorasi perasaaan mereka.
8) Bringing friends, remaja yang membawa teman ke ertemuan dapat
menghindari terapi. Ada beberapa keuntungan sharing pengalaman
dengan peergroup, sejak kecemasan berkurang
d. Keadaan memelukan saat terapi, keadaan memalakan ini dapat terjadi di
beberapa usia kelompok, tetapi lebih menonjol pada remaja, terutama fase
awal terapi.
e. Permintaan untuk lebih diperhatikan ,beberapa remaja dapat
mengembangkan ketergantungan kepada terapis. Fokusnya untuk
mengeksplorasi perasaan empati, deprivasi,dan incomplementass bahwa
mreka bertanggung jawab atas permintaan.
f. Orangtua remaja, jika kelompok atau treatment individu sangat selektif
untuk remaja, perawat tetap harus megomunikasikannya dengan keluarga.
Orangtua tidak dapat membantu treatment jika mereka tidak mengerti dan
tidak mengetahuinya. Perawat dapat bekerja dengan orangtua tanpa
membuka rahasia. Tidak semua orangtua membutuhan treatment. Ini
sangat menolong bagi orangtua yang memiliki treatment jika remaja
mengatakan memikul peran yang tidak tepat di rumah.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Istilah adolescense atau masa remaja berasal dari kata dolere yang berarti
"tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa" istilah adoiexcence, seperti yang
digunakan saat ini, mencakup arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. Menurut tradisi, masa remaja adalah periode dari
meningginya emosi (period of storm and stress), namun hanya sedikit bukti yang
menonjol atau menetap seperti anggapan orang pada umumnya. Perubahan sosial
yang penting remaja meliputi: 1) meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, 2)
pola perilaku sosial yang lebih matang, 3) pengelompokan menunjukkan bahwa
ini bersifat universal atau dalam masa.
Perubahan pokok dalam moralitas selama amsa remaja terdiri dari
mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang
benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada
prinsip-prinsip moral individual dan mengendalikan perilaku melalui
perkembangan hati nurani. Bahaya psikologis utama dari masa remaja berkisar di
sekitar kegagalan melaksanakan peralihan ke arah kematangan yang merupakan
tugas perkembangan terpenting dari masa remaja. Bidang-bidang di mana
ketidakmatangan disebabkan kegagalan melakukan peralihan ke perilaku yang
lebih matang yang paling umum adalah perilaku sosial, seksual, dan moral dan
ketidakmatangan dalam hubungan keluarga. Bila ketidakmatangan tampak jelas,
maka dapat menimbulkan penolakan diri yang merusak penyesuaian pribadi dan
sosial.

3.2 Saran

Asuhan keperawatan jiwa pada remaja memerlukan kepekaan dan


ketrampilan khusus perawat. Perawat perlu memahami setiap tahap pertumbuhan
dan perkembangan remaja, tingkat keterampilan kompetensi, serta pengetahuan
tentang dampak konflik yang tidak terselesaikan pada tahapan sebelumnya
terhadap perkembangan dan pertumbuhan remaja selanjutnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani, SH (1993). Child-Familiy Characteristics and Coping Patterns of


Indomensian Familiar With a mentally Reterded Child. Dissertation. Catholic
University of America, Washington DC.

Muhith, Abdul. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : ANDI

Winarni, Naila. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sehat Mental.
STIKM Pontianak

Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

22

Vous aimerez peut-être aussi