Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak yang diberikan keberkahan.
Dengan kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga
kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Ucapan terimakasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen dan teman –
teman yang banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari
didalam penyusuhan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak
kekurangan yang harus diperbaiki, baik dari segi tata bahasa maupun hal
pengkonsilidasian.
Oleh karena itu kami minta maaf atas ketidak sempurnaannya dan juga
memohon kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat
karya tulis ini. Harapan kami mudah – mudahan apa yang kami susun bisa
memberikan manfaat untuk diri sendiri ,teman – teman serta orang lain.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masa ini, remaja mempunyai tugas– tugas perkembangan yang dapat
menjadi ancaman bagi remaja dan juga sangat dipengaruhi oleh faktor–faktor
lingkungan. Adanya hambatan dalam tahap perkembangan dapat menimbulkan
masalah kesehatan jiwa bila tidak terselesaikan dengan baik. Masalah tersebut
dapat berasal dari remaja sendiri, hubungan dengan orang tua atau akibat interaksi
social diluar lingkungan keluarga. Dampak selanjutnya adalah munculnya
gangguan psikotik yang bias berlanjut sampai masa dewasa
Agar kesehatan jiwa remaja dapat tercapai maka deteksi dini dan intervensi
dini perlu dilakukan dengan melibatkan keluarga maupun remaja sendiri sehingga
masalah–masalah kejiwaan remaja dapat diatasi dengan baik.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi remaja.
1
2. Untuk mengetahui landasan teori dari keperawatan jiwa pada remaja.
3. Untuk mengetahui perkembangan pada amsa remaja.
4. Untuk mengetahui proses keperawatan sehat jiwa pada remaja.
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
Makalah ini sangat bermanfaat bagi penulis, yaitu dengan penulisan
makalah ini dapat mengembangkan wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang asuhan keperawatan sehat jiwa pada remaja, serta dapat
mengimplementasikan pada kehidupan ataupun pada lapangan kerja di
masa depan.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini dapat menjadi referensi dan sumber informasi bagi pembaca
dalam menjalankan suatu proses keperawatan sehat jiwa pada remaja serta
dapat mengembangkan sikap berpikir kritis dalam suatu masalah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.1 Definisi
Istilah adolescent atau masa remaja berasal dari kata adolescere yang
berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolecent, seperti
yang digunakan saat ini, mencakup arti yang lebih luas, mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Stuart and Sundeen,
1995)
Periode peralihan
Periode perubahan
Usia bermasalah
3
Masa mencari identitas
Dukungan social
Minat agama
A. Teori perkembangan.
4
Sigmund Freud, Erik Erikson, sullivan Memberikan penghayatan kepada
kita tentang perjuangan remaja dalam mencapai kedewasaan. Proses
pengembangan identitas diri remaja memerlukan Self image (citra diri)
juga hubungan antar peran yang akan datang dengan pengalaman masa
lalu. Untuk mendapatkan kesamaan dan kesinambungan, pada umumnya
remaja harus mengulangi penyelesaian masa lalu dengan
mengintegrasikan elemen masa lalu dan membina identitas akhir. Periode
krisis yang harus ditinjau kembali adalah:
1. Rasa percaya, remaja perlu mencari ide dan objek untuk tempat
melimpahkan rasa percaya. Konflik yang tidak diselesaikan pada saat
pertama membuat remaja merasa ditinggalkan, biasanya dimanifestasikan
melalui perilaku makan yang berlebihan, serta ucapan kasar dan
bermusuhan
4. Rasa industri, menuntut remaja untuk memilih karir yang tidak saja
menjamin secara finansial, tetapi juga memberikan kepuasan karena
penampilan kerja yang baik.
5
dampak tahapan perkembangan, faktor sosial budaya, pengaruh
keluarga, dan konflik psikodinamika yang dimanifestasikan melalui
perilaku remaja.
6
berlaku bagi remaja. Perkembangan yang harus diselesaikan oleh remaja
tidak sedikit.
7
yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum
berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi
yang ditawarkan kurang bijaksana. Karena itu, kita perlu selalu ingat
bahwa untuk melepaskan diri secara emosional dari orangtua pun, bisa
dilakukan dengan meminta dukungan orangtua ataupun orang dewasa
yang ada di sekitar kita. Tentunya bukan dengan cara meminta mereka
untuk mereka untuk memecahkan masalah kita, tapi lebih kepada
memahami keinginan kita untuk dipahami sebagai individu yang beranjak
dewasa dan tidak ingin terlalu tergantung lagi kepada mereka.
3) Mencapai suatu hubungan dan pergaulan yang lebih matang antara lawan
jenis yang sebaya sehingga remaja akan mempu bergaul secara baik
dengan kedua jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan.
Kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan ini juga dipengaruhi
oleh banyaknya interaksi yang dialami seorang remaja dengan orang-orang
dari kedua jenis kelamin. Tapi, hal ini sama sekali tidak berarti bahwa
seseorang bersekolah di sekolah khusus cowok atau khusus cewek,
kemampuannya untuk bergaul secara matang dengan jenis kelamin lain
akan terganggu karena pergaulan tidak terbatas disekolah saja. Ketika
pulang, di rumah dan di lingkungnan sekita juga terdapat kenalan pria dan
wanita. Kemampuan untuk berinteraksi dengan seimbang itu hanya dapat
terganggu apabila seseorang memang menciptakan Batasan untuk bergaul.
4) Dapat menjalankan peran sosial maskulin dan feminine. Peran sosial yang
dimaksud disini adalah seperti yang diharapkan masyarakat,dan bergeser
sesuai dengan peralihan zaman. Jika pada zaman dahulu sosial
mempertimbangkan baik ketika laki-laki mencari nafkah di rumah
sementara perempuan mengurus rumah tangga, dengan menumbuhkan
kesadaran akan kesetaraan gender sekarang ini tidak harus demikian.
Semua yang terkait dengan jenis kelamin, kita tidak boleh sampai
kemudian berhak untuk mensubordinasi atau meminta anggota jenis
kelamin lainnya, baik di masyarakat (masyarakat) maupun rumah tangga
(rumah tangga).
8
5) Berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu saja
diharapkan untuk mendapat bantuan atau perbaikan di lingkungan
sosialnya, namun jika hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus
dilakukan tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya.
Karena dianggap, remaja yang terlibat tawuran sampai pindah fasilitas
umum tidak dapat setuju telah melampaui tugas pembangunan yang satu
ini dengan sukses.
6) Mempersiapkan diri untuk memiliki karir atau pekerjaan yang memiliki
keuangan dan finansial. Setelah melepaskan diri dari kebebasan emosional
dengan orang dewasa lain, tugas yang menanti remaja juga melepaskan
diri dari kebebasan finansial dari mereka. Karena itu, belajar bekerja juga
merupakan hal yang perlu dilakukan oleh remaja, betapapun kecil yang
diperoleh. Dengan demikiarn, diharapkan pada saatnya nanti kita bisa siap
terjun dan bekerja di masyarakat.
7) Mempersiapkan perkawinan dan membentuk keluarga. Dengarn tugas
pembangunan yang telah dikembangkan sebelumnya yaitu yang berkaitan
dengan kemampuan untuk bergaul dengan sesama maupun lawan jenis,
diharapkan pergaulan ini akan dapat membawa ke langkah selanjutnya
yaitu untuk memilih pasangan hidup yang sesuai dan mulai
mempersiapkan diri membentuk keluarga
8) Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
perilaku sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Keberhasilan
remaja melaksanakan tugas perkembangan ini ditandai dengan, misalnya,
kesuksesannya meredam serta mengendalikan gejolak emosi maupun
seksualnya sehingga dapat hidup sesuai dengan norma dan etika yang
berlaku. Untuk dapat memperoleh konsep diri yang memegang
seperangkat nilai ini, remaja dapat memiliki role model atau seseorang
yang dijadikan tokoh idola yang tingkah lakunya kemudian diteladani
(Stuart dan Sundeen, 1995).
9
sulit untuk memenuhi tugas perkembangan fase selanjutnya. Atau apabila ia
gagal melaksanakan tugas perkembangannya pada waktu yang tepat, maka ia
akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya di waktu yang lain atau
melaksanakan tugas perkembangan pada tahapan yang lebih lanjut.
Banyak alasan mengapa masa remaja menjadi sorotan yang tidak lekang
waktu. Psikologi sendiri memandang periode ini sebagai periode yang penuh
gejolak dengan menamakannya period of storm and stress. Amett menarik
tiga tantangan tipikal yang secara general biasa dihadapi oleh remaja; (1)
konflik dengan orangtua, (2) perubahan moodyang cepat, dan (3) perilaku
berisiko (dalam Laugesen, 2003). Peran teman sebaya yang mulai
“menggeser” peran orang tua sebagai kelompok referensi tidak jarang
membuat tegang hubungan remaja dan orang tua. Teman sebaya menjadi
ukuran bahkan pedoman dalam remaja bersikap dan berperilaku. Meskipun
demikan, studi Stendberg menemukan bahwa teman sebaya memang
memiliki peran yang yang penting bagi remaja, namun pengaruh teman
sebaya cenderung pada hal-hal yang berhubungan dengan gaya berpakaian,
musik dan sebagainya.
10
Ada dua mekanisme dimana mood mempengaruhi memori kita : 1. Mood
dependent memorie, suatu informasi atau realita menimbulkan mood tertentu,
atau 2. Mood kongruence effects, kecendruangan untuk ,menyimpan atau
mengingat informasi positif kala mood sedang baik, dan sebailiknya
informasi lebih trtangkap atau diingat ketika mood sedang jelek (Byrne &
Baron, 2000). Bisa dibayangkan bagaimana perubahan mood yang cepat
pada remaja terkait dengan kecemasan yang terbentuk.
11
Pemahaman Tiap Variabel Tersebut
12
individu yang bagaimana tepatnya yang berpeluang untuk mengalami kecemasan
tinggi, tidak terkendali, atau yang wajar? Siapa anda? Siapa saya?
Pada model kognitif orientasi negatif pada masalah, individu juga memiliki
kecenderungan untuk meragukan kemampuan diri dalam menyelesaikan masalah
yang datang. Hal ini menunjukkan peran self-efficacy dalam pembentukkan rasa
cemas. Bandura (dalam Brown, 2005) menyatakan self-efficacy sebagai “a belief
that one can perform a specific behavior,” and “self-efficacy tinggi meyakini
bahwa kerja keras untuk menghadapi tantangan hidup, sementara rendahnya self-
efficacy kemungkinan besar akan memperlemah bahkan menghentikan usaha
seseorang.
Pencarian identitas menjadi salah satu ikon pada masa remaja. Hal ini
membawa kita untuk menelisik lebih jauh tentang self-concept yang ada maupun
yang sedang terbentuk. Konsep diri merupakan cara individu memandang dirinya
sendiri. Baron & Byrne (2000) merumuskan sebagai berikut, “self concept is
one’s self identity, a schema consisting of an organized collection of beliefs and
feelings about oneself.” Konsep diri berkembang sejalan dengan usia, namun juga
merespon umpan balik yang ada, mengubah lingkungan seseorang atau status dan
interaksi dengan orang lain. Pertanyaan “siapa anda? Siapa saya?” menjadi inti
studi psikologi tentang konsep diri. Rentsch & Heffner (1994, dalam Byrne &
Baron, 2000) menyimpulkan dari sekian ragam jawaban atas pertanyaan tersebut
dalam dua kategori; (1) aspek identitas sosial dan (2) atribusi personal. Sebagian
dari kita akan menjawab, saya adalah arsitek, penulis, mahasiswa, dan lain
sebagainya.
Yang mengacu pada identititas sosial seseorang. Sebagaian dari kita yang lain
akan menjawab saya penting, terbuka, pemalu, dan sebagian yang lebih merujuk
pada atribusi diri. Sementara rogers (2001) membagi konsep diri dalam dua
kategori yang sedikit berbeda yakni (1) personal dan (2) sosial. Konsep diri
personal pandangan seseorang tentang dirinya sendiri dan kacamata diri, misalnya
“ saya merasa sebagai seorang yang terbuka terhadap kritik. “ sedangkan konsep
diri sosial berangkat dari kacamata orang lain, seperti, “teman – teman di kampus
melihat saya sebagai orang yang keras kepala “ biasanya kalimat ini akan
berlanjut dengan koreksi dari pandangan dirinya sendiri seperti “ padahal saya
13
hanya mempertahankan pendapat saya saja “ atau justru kalimat yang
membenarkan pandangan lingkungan terhadap diri, seperti “... memang saya
merasa susah menerima perbedaan sih...” Rogers menambahkan bahwa konsep
diri invidu yang sehat adalah ketika konsisten dengan pikiran, pengalaman, dan
perilaku.
Konsep diri yang kuat bisa mendorong seseorang menjadi fleksibel dan
memungkinkan ia untuk berkonfrontasi dengan pengalaman atau ide baru tanpa
merasa terancam. Lebih lanjut, pembahasan konsep diri membawa kita pada self –
esteem sebagai evaluasi atau sikap yang di pegang tentang diri sendiri baik dalam
wilayah general maupun spesifik. Para ahli psikologi mengambil perbandingan
antara konsep diri dengan konsep diri ideal atau yang di inginkan. Semakin kecil
perbedaan atau diskrepansi antara keduanya, semakin tinggi self – esteem
seseorang, “ he/she is what he/she wants to be, “ salah satu hasil yang dituju
dalam terapi Rogerian ( self contered therapy ) adalah peningkatan self – esteem
atau menurunkan gap antara diri dan diri ideal dalam seseorang.
14
j) Lingkungan ( fisik, emosi, ekologi )
k) Sumber materi dan narasumber yang tersedia bagi remaja ( sahabat,
sekolah, dan keterlibatannya dalam kegiatan di masyarakat)
15
3. Memiliki teman curhat
4. Mengikuti kegiatan rutin (olahraga, seni, pramuka, pengajian dll)
5. Bertanggung jawab dan mampu mengambil keputusan tanpa
tergantung pada orang tua
6. Menentukan identitas diri, memiliki tujuan dan cita-cita masa depan
7. Tidak menjadi pelaku tindak antisosial dan tindak asusila
8. Tidak menuntut orang tua secara paksa untuk memenuhi keinginan
yang berlebih dan negatif
9. Berprilaku santun, menghormati orang tua, guru dan bersikap baik
pada teman
10. Memiliki prestasi yang berarti dalam hidup
Diagnosa keperawatan
Kesiapan peningkatan perkembangan remaja
16
antisosial, perilaku mengancam, keterlibatan dengan obat terlarang,
hypochodriasis, masalah uang / makan, dan takut sekolah. Untuk mencegah
kesan remaja memihak kepada orangtuanya, maka sangat perlu diperhatikan
perawat untuk melakukan kontak awal dengan remaja. Pengetahuan perawat
tentang perkembangan normal yang dialami remaja sangat diperlukan untuk
dapat membedakan perilaku adaptif dan yang maladaptif. Langkah pertama
dalam perencanaan asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi respon
maladaptif dan menentukan masalah berdasarkan perilaku remaja.
17
dalamnya untuk menentukan cara terbaik bagi perawat berinteraksi dan
membantu keluarga. Pertemuan pertama antara keluarga dan terapis.
Kemudian pertemuan selanjutnya, remaja dengan terapis. Pada akhirnya
saat semua telah jelas, maka keluarga dipertemukan dengan remaja.
c. Terapi kelompok, memanfaatkan kecendrungan remaja untuk mendapat
dukungan dari teman sebaya. Konflik antara keinginan untuk mandiri dan
tetap tergantung serta konflik berkaitan dengan tokoh otoriter.
d. Terapi individu, dilakukan oleh perawat spesialis jiwa yang
berpengalaman dan mendapat pendidikan formal yang memadai. Terapi
individu terdiri atas terapi perilaku dan terapi penghayatan. Hal-hal yang
perlu diperhatikan perawat ketika berkomunikasi dengan remaja antara
lain penggunaan teknik berdiam diri, menjaga kerahasiaan, negativistic,
resistent, berdebat, sikap menguji perawat, membawa teman untuk terapi,
dan minta perhatian khusus.
18
dan anggota masyarakat lainnya disiapkan menjadi lebih baik untuk
mendukung remaja dan mengambalikan fungsi kesehatan mandiri.
c. Komunikasi dengan remaja, ada beberapa poin penting yang harus
diperhatikan saat berkomunikasi dengan remaja, yaitu:
1) Silence/diam , diam atau mendengarkan seringkali efektif untuk orang
dewasa, tetapi menakutkan bagi remaja, terutama saat memulai
treatment atau eveluasi. Kecemasan ini seringkali refleksi dari
perasaan remaja tentang empati dan identitas diri yang rendah. Secara
singkat, diam dapat kreatif dan produktif ketika remaja menolak di
teratment, ketika remaja sanggup toleransi tanpa kecemasan, yang
mengindikasikan pertumbuhan dalam rasa percaya diri dan menerima
perasaannya.
2) Confidentiality/kerahasiaan, kerahasiaan ditekankan untuk beberapa,
terutama untuk remaja yang takut bila perawat melaporkan ke orang
tuanya. Perawat berjanji untuk tidak mengatakan apapun kepada
orantua apabila tidak diizinkan, terkecuali saat perawat membutuhkan
kontak dengan orang tua jika remaja menyatakan keinginan bunuh diri
atau yang berhubungan dengan pembunuhan atau penggunaan obat
terlarang.
3) Negativism, perasaan negative seringkali diekspresikan
remaja,terutama pada permulaan karena mereka takut akan dampak
yang muncul dari treatment.
4) Resistence/perlawanan, seringkali remaja mulai menguji perawatan
untuk melihat apakah mereka menjadi figure authoritarian. Remaja
yang suka melawan dapat menyangkal membutuhkan terapi atau
pertolongan. Apabila remaja tampak cemas,sangat baik memberi
dukungan dan simpati, tunjukkan bahwa perawat tertarik untuk
mengetahui remaja dan kemudian berdiskusi saat kondisi netral atau
stabil`
5) Arguing/menentang, remaja selalu menentng dan dan mereka jarang
mengakui/mendengar pendapat orang. Apabila perawat mengakui
19
memiliki area ketidaktahuan, sangat baik untuk remaja, dimana mereka
takut membutuhkan untuk menjadi lebih baik.
6) Testing, remaja membutuhkan dan menginginkan batas. Mereka
bingung dan tidak dapat membuat batas untuk dirinya sendiri. Mereka
mencoba melalui trial dan error untuk menemukan konsep diri.
7) Dreams and artistic creations, remaja seringkali kreatif dan sangat
pandai belajar dari pelajaran mereka di tempat bekerja. Selama
diskusinya relevan,dapat menjadi sumber yang baik untuk
mengeksplorasi perasaaan mereka.
8) Bringing friends, remaja yang membawa teman ke ertemuan dapat
menghindari terapi. Ada beberapa keuntungan sharing pengalaman
dengan peergroup, sejak kecemasan berkurang
d. Keadaan memelukan saat terapi, keadaan memalakan ini dapat terjadi di
beberapa usia kelompok, tetapi lebih menonjol pada remaja, terutama fase
awal terapi.
e. Permintaan untuk lebih diperhatikan ,beberapa remaja dapat
mengembangkan ketergantungan kepada terapis. Fokusnya untuk
mengeksplorasi perasaan empati, deprivasi,dan incomplementass bahwa
mreka bertanggung jawab atas permintaan.
f. Orangtua remaja, jika kelompok atau treatment individu sangat selektif
untuk remaja, perawat tetap harus megomunikasikannya dengan keluarga.
Orangtua tidak dapat membantu treatment jika mereka tidak mengerti dan
tidak mengetahuinya. Perawat dapat bekerja dengan orangtua tanpa
membuka rahasia. Tidak semua orangtua membutuhan treatment. Ini
sangat menolong bagi orangtua yang memiliki treatment jika remaja
mengatakan memikul peran yang tidak tepat di rumah.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah adolescense atau masa remaja berasal dari kata dolere yang berarti
"tumbuh" atau "tumbuh menjadi dewasa" istilah adoiexcence, seperti yang
digunakan saat ini, mencakup arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental,
emosional, sosial, dan fisik. Menurut tradisi, masa remaja adalah periode dari
meningginya emosi (period of storm and stress), namun hanya sedikit bukti yang
menonjol atau menetap seperti anggapan orang pada umumnya. Perubahan sosial
yang penting remaja meliputi: 1) meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, 2)
pola perilaku sosial yang lebih matang, 3) pengelompokan menunjukkan bahwa
ini bersifat universal atau dalam masa.
Perubahan pokok dalam moralitas selama amsa remaja terdiri dari
mengganti konsep-konsep moral khusus dengan konsep-konsep moral tentang
benar dan salah yang bersifat umum, membangun kode moral berdasarkan pada
prinsip-prinsip moral individual dan mengendalikan perilaku melalui
perkembangan hati nurani. Bahaya psikologis utama dari masa remaja berkisar di
sekitar kegagalan melaksanakan peralihan ke arah kematangan yang merupakan
tugas perkembangan terpenting dari masa remaja. Bidang-bidang di mana
ketidakmatangan disebabkan kegagalan melakukan peralihan ke perilaku yang
lebih matang yang paling umum adalah perilaku sosial, seksual, dan moral dan
ketidakmatangan dalam hubungan keluarga. Bila ketidakmatangan tampak jelas,
maka dapat menimbulkan penolakan diri yang merusak penyesuaian pribadi dan
sosial.
3.2 Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Winarni, Naila. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sehat Mental.
STIKM Pontianak
22