Vous êtes sur la page 1sur 16

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA By. Ny.

T DENGAN
BBLC, KB, SMK, SPONTAN, PARTUS PREMATURUS
IMINENS DI RUANG NUSA INDAH III
RSUD SLEMAN

Disusun Oleh :
Kopong Bali Fransiskus Reming
18400023

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN GUNA BANGSA
YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA By. Ny. T DENGAN
BBLC, KB, SMK, SPONTAN, PARTUS PREMATURUS
IMINENS DI RUANG NUSA INDAH III
RSUD SLEMAN

Disusun Oleh:
Kopong Bali Fransiskus Reming
18400023

Menyetujui,
Clincal Instructure Nusa Indah III

= =
A. Definisi
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur
dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus
preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu
dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah
(2010), partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37
minggu atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan
dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum
aterm (20 minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500
gram.

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,
KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi
serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan
imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus
prematurus adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas
35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu
seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor
pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

C. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan
atau membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya
proses persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi,
regangan dan perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah,
aliran darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi
aktifitas yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan
persalinan prematur. Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin
dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya
sehingga terjailah imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya
terjdilah maturitas paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin.
Sedangkan pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan ansietas
dan kurangnya informasi tentang kehamilan mengakibatkan kurangnya
pengetahuan untuk merawat dan menjaga kesehatan saat kehamilan.

D. Tanda dan Gejala


Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis. Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan
berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

E. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI
(Wiknjosastro, 2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya
setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan
The American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks.
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO,
faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan,
gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas
biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba
dan kelainan uterus.

G. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat
menyebabkan infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan
lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur
memiliki resiko infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan,
sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama
yang mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung
kongestif, perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik,
hiperilirubinemia, sepsis dan kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

H. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk
mencegah morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu
:
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan
salbutamol dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek
samping yang lebih kecil. Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50
μg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau
terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 μg/menit, subkutan: 250 μg
setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam
(maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah:
hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial,
edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance).
Namun obat ini jarang digunakan karena efek samping yang dapat
ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa efek sampingnya
ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi pernafasan (pada ibu
dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac,
nimesulide dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases (COXs) yang dibutuhkan untuk
produksi prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX
yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada
janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada
indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam
konteks percobaan klinis.
Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-
mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome
(RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising enterocolitis,
dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian neonatus.
Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang dari 35
minggu. Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason.
Pemberian steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin
terhambat. Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi surfaktan.
Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian
antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis
dan sepsis neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan
mengandung risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat
diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3
hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau
dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.
I. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK),
penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit
selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau
infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin terlihat,
Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester ketiga, Riwayat
aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus mungkin distensi
berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500 sampai
2500 gram)
Tes nitrazin : menentukan KPD
Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio
lesitin terhadap sfingomielin (L/S) mendeteksi
fofatidigliserol (PG) untuk maturitas paru janin, atau
infeksi amniotik
Pemantauan elektronik : memfalidasi aktifitas uterus/status janin.
J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia,
psikologis), kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler,
tirah baring, kelemahan
3. Ansietas, ketakutan berhubungan dengan krisis situasional, ancaman yng
dirasakan atau aktual pada diri dan janin.
4. Kurang pengetahuan mengenai persalinan preterm, kebutuhan tindakan
dan prognosis berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
K. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri Akut
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan a. Pain Level, a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
dengan agen injuri b. Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(fisik, biologis, c. Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
kimia, psikologis), Setelah dilakukantinfakan keperawatan selama …. b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
kontraksi otot dan Pasien tidak c. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
efek obat-obatan. mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: menemukan dukungan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) kebisingan
b. Melapor kan bahwa nyeri berkurang dengan e. Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan manajemen nyeri f. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, intervensi
frekuensi dan tanda nyeri) g. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
d. Menyata kan rasa nyaman setelah nyeri h. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ……...
berkurang i. Tingkatkan istirahat
e. Tanda vital dalam rentang normal j. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
f. Tidak mengalami nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
k. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

2. Intoleransi Aktivitas
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Self Care : ADLs a. Observasi adanya pembatasan klien dalam
hipersensitivitas b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
otot/seluler, tirah c. Konservasi eneergi b. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
baring, kelemahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. c. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan d. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
Kriteria Hasil : emosi secara berlebihan
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa e. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
b. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) perubahan hemodinamik)
secara mandiri f. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
c. Keseimbangan aktivitas dan istirahat pasien
g. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
h. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
i. Monitor respon fisik, emosi sosial dan spiritual

3. Ansietas
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Ansietas, ketakutan NOC : NIC:
berhubungan dengan a. Anxiety contror Coping Enhancement
krisis situasional, b. Fear control a. Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
ancaman yng Setelah dilakukan tindakan keperawatan b. Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien
dirasakan atau aktual selama......takut klien teratasi dengan kriteria hasil : dan keluarga
pada diri dan janin. a. Memiliki informasi untuk mengurangi takut c. Sediakan reninforcement positif ketika pasien
b. Menggunakan tehnik relaksasi melakukan perilaku untuk mengurangi takut
c. Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi d. Sediakan perawatan yang berkesinambungan
peran e. Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat
d. Mengontrol respon takut menyebabkan misinterprestasi
f. Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan,
persepsi dan rasa takutnya
g. Perkenalkan dengan orang yang mengalami
penyakit yang sama
h. Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi
4. Kurang Pengetahuan
Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Kurang pengetahuan NOC: NIC :
mengenai persalinan a. Kowlwdge : disease process a. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
preterm, kebutuhan b. Kowledge : health Behavior b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
tindakan dan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
prognosis Pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
berhubungan dengan penyakit dengan kriteria hasil: c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
kurangnya keinginan a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman pada penyakit, dengan cara yang tepat
untuk mencari tentang penyakit, kondisi, prognosis dan d. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
informasi, tidak program pengobatan tepat
mengetahui sumber- b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan e. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
sumber informasi. prosedur yang dijelaskan secara benar yang tepat
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan f. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya g. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuanpasien dengan cara yang tepat
h. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
i. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
j. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengar cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan
Ginekologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran


Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC


NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and
Classification, Philadelphia, USA

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya.


Yogyakarta:Nuha Medika.

Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human
Labor and Birth). Yogyakarta : YEM.

Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info
Media

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono


Prawirohardjo.

Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan
Diagnosa NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi
Kesembilan. Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi