Vous êtes sur la page 1sur 10

I.

Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui aktivitas sediaan sebagai adenergik pada hewan percobaan
II. Dasar Teori

Dikatakan obat adrenergic karena efek yang ditimbulkannya mirip perangsangan


saraf adrenergic, atau mirip efek neurotransmitter norepinefrin dan epinefrin ( yang disebut
juga noradrenalin dan adrenalin ). Golongan obat ini disebut juga obat simpatik atau
simpatomimetik yaitu zat – zat yang dapat menimbulkan ( sebagian ) efek yang sama
dengan stimulasi susunan simpaticus ( SS ) dan melepaskan noradrenalin ( NA ) di ujung –
ujung sarafnya.
Kerja obat adrenergic dapat dikelompokkan dalam 7 jenis yaitu :
1. Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, serta
kelenjar liur dan keringat.
2. Penghambatan organ perifer : otot polos usus, bronkus dan pembuluh darah otot rangka
3. Perangsangan jantung : dengan akibat peningkatan denyut jantung dan kekuatan
kontraksi
4. Perangsangan SSP : misalnya perangsangan pernapasan, peningkatan kewaspadaan,
aktivitas psikomotor, dan pengurangan nafsu makan
5. Efek metabolic : misalnya peningkatan glikogenolisis di hati dan otot, lipolisis dan
penglepasan asam lemak bebas dari jaringan lemak
6. Efek endokrin : misalnya modulasi sekresi insulin, rennin, dan hormone hipofisis
7. Efek prasinaptik : dengan akibat hambatan atau peningkatan penglepasan
neurotransmitter NE atau Ach ( acetyl colin ).
Adrenergic dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik kerjanya di sel – sel
efektor dari organ – ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta. Perbedaan antara kedua
jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin ( NA ), dan
isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitive bagi
isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologisnya yaitu
dalam alfa-1 dan alfa-2 serta beta-1 dan beta-2.Pada umumnya stimulasi dari masing-
masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut :
1. Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
2. Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya
tekanan darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat
sehingga antara lain menurunnya peristaltic.
3. : memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).
4. Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :
alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya
antara lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.
Contoh Obat Adrenergik antara lain :
a. Epinefrin i. Metoksamin
b. Norepinefrin j. Fenilefrin
c. Isoproterenol k. Mefentermin
d. Dopamin l. Metaraminol
e. Dobutamin m. Fenilpropanolamin
f. Amfetamin n. Hidroksiamfetamin
g. Metamfenamin o. Etilnorepineprin
h. Efedrin

1. Lidokain
Lidokain (Xylocaine/Lignocaine) adalah obat anestesi lokal kuat yang digunakan
secara luas dengan pemberian topikal dan suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi
lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang lebih
cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain.
Tidak seperti prokain, lidokain lebih efektif digunakan secara topikal dan merupakan obat
anti disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk alasan ini, lidokain merupakan
standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap mL mengandung: 2 –
(Dietilamino) – N – (2,6 – dimetil fenil) asetamida hidroklorida.

Struktur lidokain
a. Farmakokinetik
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah
otak. Sekitar 70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir semuanya
dengan alfa 1 – acid glycoprotein. Distribusi berlangsung cepat, volume distribusi adalah 1
liter per kilogram; volume ini menurun pada pasien gagal jantung. Tidak ada lidokain
yang diekskresi secara utuh dalam urin.
Jalur metabolik utama lidokain di dalam hepar (retikulum endoplasma), mengalami
dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda (mixed function oxidases) membentuk
monoetilglisin xilidid dan glisin xilidid, yang kemudian dimetabolisme lebih lanjut
menjadi monoetilglisin dan xilidid. Kedua metabolit monoetilglisin xilidid maupun glisin
xilidid ternyata masih memiliki efek anestetik lokal.
Penyakit hepar yang berat atau perfusi yang menurun ke hepar yang dapat terjadi
selama anestesi, menurunkan kecepatan metabolisme lidokain. Bersihan lidokain
mendekati kecepatan aliran darah di hepar, sehingga perubahan aliran darah hepar akan
mengubah kecepatan metabolisme. Bersihan lidokain dapat menurun bila infus
berlangsung lama. Waktu paro eliminasi adalah sekitar 100 menit. Sebagai contoh, waktu
paro eliminasi lidokain meningkat lebih dari lima kali pada pasien dengan disfungsi hepar
dibanding dengan pasien normal. Cimetidin dan propranolol menurunkan aliran darah
hepar dan bersihan lidokain. Penurunan metabolisme hepatik terjadi pada pasien yang
dianestesi dengan obat anestesi volatil.
Paru-paru mampu mengambil obat anestesi lokal seperti lidokain. Mengikuti
cepatnya obat anestesi lokal masuk ke sirkulasi vena, ambilan paru-paru ini akan
membatasi konsentrasi obat yang mencapai sirkulasi sistemik untuk didistribusikan ke
sirkulasi koroner dan serebral.

b. Farmakodinamik
Selain menghalangi hantaran sistem saraf tepi, lidokain juga mempunyai efek penting pada
sistem saraf pusat, ganglia otonom, sambungan saraf-otot dan semua jenis serabut otot.
c. Efek samping
Reaksi yang tidak diinginkan yang serius jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi akibat dosis
lebih relatif atau mutlak (toksisitas sistemik) dan reaksi alergi.
Dosis relatif lebih
Dapat terjadi bila lidokain secara tidak sengaja ke dalam arteri yang menuju otak. Hal ini
dapat terjadi pada saat memblok saraf pada daerah leher atau bila arteri kecil pada setengah
tubuh bagian atas tertusuk dan lidokain mencapai otak akibat injeksi retrograd. Pada kasus
ini dapat timbul gejala-gejala sistem saraf pusat, mungkin juga kejang pada dosis yang
diperkirakan tidak berbahaya
Dosis lebih mutlak (toksisitas sistemik)
Toksisitas sistemik obat anestetik lokal adalah kelebihan konsentrasi obat dalam plasma.
Penjelasan konsentrasi obat anestetik lokal dalam plasma adalah kecepatan obat masuk ke
dalam sirkulasi relatif terhadap redistribusinya ke sisi jaringan yang tidak aktif dan bersihan
oleh metabolisme. Kejadian infeksi langsung intravaskular yang tidak disengaja selama
tindakan anestesi blok saraf perifer atau anestesi epidural merupakan mekanisme yang
paling umum untuk menyebabkan kelebihan konsentrasi obat anestesi lokal dalam plasma.
Jarang, kelebihan konsentrasi dihasilkan dari absorbsi dari tempat injeksinya. Besarnya
absorbsi sistemik ini tergantung pada:
1) Toksisitas sistemik lidokain melibatkan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular
2) Dosis yang diberikan ke dalam jaringan,
3) Vaskularisasi tempat suntikan,
4) Penambahan epinefrin dalam larutan,
5) Sifat fisikokimia obat.

daerah vaskular yang tinggi ini. Sebagai kelanjutan dari konsentrasi plasma yang meningkat,
obat dengan mudah melintasi sawar darah otak dan menyebabkan pola perubahan sistem
saraf pusat yang dapat diramalkan. Kegelisahan, vertigo, tinitus, dan kesulitan dalam
memfokus terjadi lebih awal. Peningkatan selanjutnya dari konsentrasi obat dalam sistem
saraf pusat menyebabkan ucapan seperti tertelan dan kejang otot rangka, dan sering terjadi
pertama kali pada wajah dan ekstremitas.
Efek-efek di atas dapat dianggap sebagai gejala-gejala toksik yang dapat diketahui secara
dini. Bila gejala-gejala diatas dijumpai sewaktu injeksi, suntikan harus segera dihentikan.
Reaksi toksik yang berat kemudian dapat dicegah. Bila suntikan diteruskan dapat
mengakibatkan serangan kejang tonik klonik. Serangan bersifat klasik diikuti dengan dpresi
sistem saraf pusat yang dapat juga disertai dengan hipotensi dan apnoe. Konsentrasi plasma
lidokain yang menyebabkan gejala toksisitas sistem saraf pusat adalah 5-10 mcg/ml.
Selanjutnya, metabolit aktif lidokain seperti monoetilglisin xilidid dapat memberikan efek
aditif dalam menyebabkan toksisitas sistemik setelah pemberian lidokain epidural.
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat B. Bahan
1. Sonde oral 1. Lidokain injeksi
2. Gelas kimia 2. Mencit (Mus musculus)
3. Timbangan mencit bb antara 20-25 gram.
4. Wadah penyimpan
mencit

IV. Prosedur

Dibuat 4 kelompok, Kelompok II, III, IV,


tiap-tiap kelompok Kelompok I diberi dan V diberi dosis
menggunakan 2 dosis lazim 10, 20, 30, 40 kali
ekor mencit lipat dosis lazim

Perhatikan dan bandingkan data


catat gejala yang dari kelima dosis
terjadi tiap menit. tersebut

V. Perhitungan Dosis

Perhitungan Dosis

Dosis : 7 mg/kg BB tikus

Konversi manusia

7 mg × 70 = 490 mg

Konversi mencit

490 mg × 0,0026 = 1,274mg/20 g BB mencit

Dosis V
1,274
× 20 mL = 2,548 mL/20 g BB mencit
10 𝑚𝑔
Volume pemerian

Mencit I
12,75
× 2,548 mL = 1,62 mL
20

Mencit 2
12,23
× 2,548 = 1,56 mL
20

VI. Hasil Pengamatan

Gejala
No
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Geliat - - - - - - - - - - -
Mencit 1
Grooming
Geliat - - - - - - - - - - -
Mencit 2
Grooming

VII. Pembahasan

Dalam praktikum farmakologi kali ini mengenai obat sistem syaraf otonom atau obat
adrenergik, dimana dilakukan pengujian terhadap pengaruh aktivitas obat-obat sistem syaraf
otonom pada mencit. Syaraf otonom atau dapat disebut juga sebagai sistem saraf tak sadar
merupakan syaraf-syaraf yang bekerja tanpa disadari atau bekerja secara otomatis tanpa
diperintah oleh sistem saraf pusat dan terletak khusus pada sumsum tulang belakang. Sistem
saraf otonom ini terdiri dari neuron-neuron motorik yang mengatur kegiatan organ-organ
dalam, misalnya jantung, paru-paru, ginjal, kelenjar keringat, otot polos sistem pencernaan
dan otot polos pembuluh darah.

Adrenergik merupakan obat yang termasuk golongan obat otonom simpatomimetik.


Adrenalin dan neropineprin termasuk simpatomimetik kerja langsung yang langsung
berikatan dengan reseptor alfa dan beta. Obat adrenergik memiliki banyak kegunaan
diantaranya untuk meningkatkan output jantung, meningkatkan tekanan darah, dan untuk
meningkatkan aliran air seni sebagai bagian dari pengobatan syok. Adrenergics juga
digunakan sebagai stimulan jantung.
Percobaan kali ini bertujuan untuk menghayati secara lebih baik pengaruh berbagai
obat sistem syaraf otonom dalam pengendalian fungsi-fungsi vegetatif tubuh dan mengenal
suatu teknik untuk mengevaluasi aktivitas obat adrenergik pada neoroefektor parasimpatikus.
Sehingga digunakan obat antikolinergik dengan berbagai cara pemberian obat yang berbeda
untuk melihat pengaruhnya terhadap system syaraf otonom.

Obat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu ephedrine dan lidocain. Ephedrine
adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis reseptor adrenergik. Aksi
utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor, yang merupakan bagian dari sistem saraf
simpatik. Efedrin memiliki dua mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin mengaktifkan α-
reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak selektif. Kedua,
efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari ujung saraf.

Dengan mekanisme tersebut, efedrin digunakan untuk beberapa indikasi. Pertama,


efedrin dapat digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega saluran nafas)
karena ia bisa mengaktifkan reseptor beta adrenergik yang ada di saluran nafas. Pengobatan
asma tradisional atau jaman dulu masih banyak menggunakan efedrin dalam racikannya,
namun obat ini mulai banyak ditinggalkan karena efek sampingnya yang cukup besar.
Sifatnya yang tidak selektif di mana dapat mengaktifkan reseptor alfa adrenergik pada
pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek vasokonstriksi atau penciutan pembuluh
darah, yang bisa berakibat naiknya tekanan darah. Beberapa kemungkinan efek sampingnya
antara lain adalah: kecemasan, gemetar, pusing, Sakit kepala ringan, gastrointestinal distress
(misalnya kram perut), insomnia, denyut jantung tidak teratur, jantung berdebar-debar,
peningkatan tekanan darah, stroke, kejang, psikosis, lekas marah dan agresi.

Lidocaine adalah anastesi lokal jenis amide dan umumnya digunakan sebagai anti-
arrhythmic yang menggunakan pengaruhnya pada axon syaraf sodium channels, untuk
mencegah depolarisasi. Efek CV (bradycardia, hipotensi, sumbatan jantung, arrhythmia,
gagal jantung, supresi batang sinus, peningkatan defibrilator, insufisiensi vascular, kejang
urat nadi); Efek CNS (agitasi, kecemasan, koma, kepeningan, mengantuk, euphoria,
halusinasi, lethargy, lightheadedness, paresthesia, psychosis, seizure, slurred speech).

Pada praktikum kali ini obat yang digunakan yaitu lidocain dan ephedrine yang
diberikan secara intravena pada mencit yang telah ditentukan. Setelah obat diberikan,
dilakukan pengamatan pada mencit. Mencit yang telah diberikan obat, akan mati karena pada
lidocain dan ephedrine memiliki efek yang mematikan seperti meningkatkan ketika diberikan
pada mencit seperti jantung berdebar-debar, peningkatan tekanan darah, stroke, kejang,
psikosis, lekas marah dan agresi dll.

VIII. Simpulan
Pada mencit efek obat adrenergic seperti ephedrine dan lidocain dapat mematikan
sehingga ketika mencit disuntikan dengan ephedrine tidak lama mencit tersebut akan mati.

IX. Daftar Pustaka

Gunawan, 2009. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5 Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
Kelompok Kerja Phyto Medica. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan
Pengujian Klinis. Jakarta: Yayasan Phytomedica
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat. Edisi ke-5, Bandung: ITB Press.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Raharja. (2005). Obat-obat Penting, Khasiat,Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta : Kelompok Gramedia
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI
ADRENERGIK

20 April 2015

Reki Senja Trinanda (31112041)


Yayu Tresnasari (31112055)
Zidny Ilmayaqin (31112057
Dewi Nuraini (31112173)
Ai Rudiyat (31111004)

PRODI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015

Vous aimerez peut-être aussi