Vous êtes sur la page 1sur 6

AKUNTANSI KEPERILAKUAN

EKA450 C2

“ILMU KEPERILAKUAN DALAM PERSPEKTIF AKUNTANSI”


(PERTEMUAN KE – 2)

Kelompok 7 :

Ni Komang Ning Saniardi (1607531021)


Graciela Immanuelita (1607531055)
Putu Riska Diviana (1607531107)
Ni Putu Andriani Megantari (1607531108)
Putu Nindya Parista Yanti (1607531116)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS UDAYANA
2019
2. Tinjauan Terhadap Ilmu Keperilakuan Dalam Perspektif Akuntansi
2.1 Mempertimbangkan Aspek Keperilakuan pada Akuntansi
Akuntansi Keperilakuan (Behavioral Accounting) adalah bagian dari disiplin
akuntansi yang mempelajari tentang hubungan antara perilaku manusia dan sistem
akuntansi. Yang dimana terdapat tiga pilar utama akuntansi keperilakuan, yaitu: perilaku
manusia, akuntansi, dan organisasi. Oleh karena itu, akuntansi keperilakuan sering
dikatakan sebagai bidang studi yang mempelajari aspek manusia dari akuntansi (human
factors of accounting). Dalam perkembangan selanjutnya bahkan diperluas lagi sampai
bagaimana akuntansi dan masyarakat saling mempengaruhi, sehingga aspek sosial dari
Akuntansi (social aspect of accounting) juga sering dimasukkan sebagai bagian dari
Akuntansi Keperilakuan,
Peningkatan ekonomi pada suatu organisasi dapat digunakan sebagai dasar dalam
memilih informasi yang relevan terhadap pengambilan keputusan. Saat ini, keterampilan
matematis telah berperan dalam menganalisis permasalahan keuangan yang kompleks.
Demikian pula halnya dengan kemajuan teknologi komputer akuntansi yang
memungkinkan informasi dapat tersedia dengan cepat. Namun, kesempurnaan teknis
tidak pernah mampu mencegah orang untuk menyadari bahwa tujuan akhir jasa akuntansi
organisasi bukan sekedar teknik yang didasarkan pada efektivitas dari pelaksanaan segala
prosedur akuntansi, tetapi juga bergantung pada bagaimana perilaku orang-orang di
dalam perusahaan, baik sebagai pemakai maupun pelaksana, dipengaruhi oleh informasi
yang dihasilkannya.

1) Akuntansi adalah tentang Manusia


Berdasarkan pemikiran perilaku, manusia dan faktor sosial secara jelas di desain
dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh sistem akuntansi. Akan tetapi
dalam penerapannya selama ini, belum pernah ada yang melihatnya dari sudut
pandang semacam itu, dan para akuntan belum pernah ada yang mengoperasikan
perilaku pada sesuatu yang vakum. Para akuntan secara berkelanjutan membuat
beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi,
bagaimana mereka menginterprestasikan dan menggunakan informasi akuntansi
dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan
memengaruhi organisasi. Bagaimanapun harus diakui bahwa banyak sistem
akuntansi masih dihadapkan pada berbagai kesulitan manusia yang tidak
terhitung, bahkan penggunaan dan penerimaan seluruh sistem akuntansi terkadang
1
dapat menjadi meragukan. Pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan
dilakukan atas dasar sudut pandang hasil laporan mereka dan bukan atas dasar
kontribusi mereka yang lebih luas terhadap efektivitas organisasi. Sebagian
prosedur saat ini juga dapat menimbulkan pembatasan yang tidak di inginkan
terhadap inisiatif manajerial. Prosedur dapat menjadi tujuan akhir itu sendiri jika
semata-mata dibandingkan dengan teknik organisasi yang lebih luas.
2) Akuntansi adalah Tindakan
Dalam organisasi, semua anggotanya mempunyai peran yang harus dimainkan
dalam mencapai tujuan organisasi. Peran tersebut bergantung pada seberapa besar
porsi tanggung jawab dan rasa tanggung jawab anggota tersebut terhadap
pencapaian tujuan. Rasa tanggug jawab tersebut pada sebagian organisasi dihargai
dalam bentuk penghargaan tertentu. Pencapaian tujuan dalam bentuk kuantitatif
juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab organisasi dalam memenuhi
keinginannya untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Peran anggota
organisasi sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan.

2.2 Lingkup dan Sasaran Hasil dari Akuntansi Keperilakuan


Fokus para akuntan pada masa lalu hanya terbatas pada pengukuran pendapatan dan
biaya yang mempelajari pencapaian kinerja perusahaan di masa lalu. Pengukuran
pendapatan dan biaya yang mereka pelajari untuk mencapai kinerja tersebut selanjutnya
akan digunakan untuk memprediksi masa depan perusahaan atau organisasi. Para akuntan
sering mengabaikan fakta bahwa kinerja masa lalu adalah hasil masa lalu dari perilaku
manusia, dan kinerja masa lalu itu sendiri merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
perilaku dimasa depan. Mereka melewatkan fakta bahwa arti pengendalian secara penuh
dari suatu organisasi harus diawali dengan memotivasi dan mengendalikan perilaku,
tujuan, serta cita-cita individu yang saling berhubungan dalam organisasi. Para akuntan
keperilakuan memusatkan perhatian mereka pada hubungan antara perilaku dan sistem
akuntansi. Mereka menyadari proses akuntansi melibatkan ringkasan dari sejumlah
sebagian ekonomi makro yang dihasilkan dari perilaku manusia dan akuntansi itu sendiri,
serta dari beberapa faktor yang dapat memengaruhi perilaku, yang pada gilirannya secara
bersama-sama akan menentukan semua keberhasilan peristiwa ekonomi.
Para akuntan keperilakuan melihat kenyataan bahwa perusahaan yang
melakukan penjualan terlebih dahulu mempertimbangkan perilaku juru tulis yang
mencatat pesanan pelanggan melalui telepon. Para juru tulis tersebut harus menyadari
2
bahwa tujuan merekamelakukn pekerjan itu adalah untuk kelangsungan hidup organisai.
Para akuntan keperilakuan juga menyadari bahwa mereka bebas mendesain sistem
informasi untuk memengaruhi motivasi, semangat, dan produktivitas karyawan.
Tanggung jawab mereka menjangkau ke luar pengumpulan dan penggunaan laporan
akuntansi oleh orang lain. Akuntan keperilakuan percaya bahwa tujuan utama laporan
akuntansi adalah memengaruhi perlaku dalam rangka memotivasi dilakukannya tindakan
yang diinginkan.

2.3 Beberapa Hipotesis Keprilakuan untuk Konsep yang Berbeda


Memang didasari bahwa persepsi yang berbeda sering menghasilkan toleransi
dan memungkinkan seseorang untuk menerima sudut pandang orang lain sebagai
sesuatu yang sah. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Stagner, orang-orang sering
menjadi sangat terlibat pada situasi di mana mereka gagal membedakan keterlibatan
mereka sendiri dengan fakta spsifik. Secara khusus, ini terjadi pada situasi yang
melibatkan konflik.

Alasan Terjadinya Perbedaan Persepsi


Secara jelas, persepsi, sikap, kerangka referensi, nilai, kelompok referensi,
norma kelompok, lingkungan, budaya, sistem kepribadian berhubungan dengan pola
interaksi secara tumpang tindih. Sikap ini adalah pembentukan psikologis yang kita
pelajari sejalan dengan perkembangan kita; ketika dipelajari, sikap tersebut menuntut
kita bertindak menurut karakteristik tertentu. Ini menunjukkan dampak keluarga
perkembangan sikap dari setiap individu. Banyak orang menganggap faktor keluarga
adalah pengaruh langsung utama karena keluarga merupakan filter biasa dimana
budaya , kelas, agama, dan sumber-sumber lainnya mengalir keseorang individu
diawal perkembangan usianya. Namun, terdapat peangaruh penting lain terhadap
perkembangan sikap selain keluarga. Budaya adalah pengaruh paling penting yang
sangat berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Ahli antropologi telah
menunjukkan bagaimana perbedaan budaya bertanggung jawab atas bermacam-
macam perbedaan sikap terhadap banyak hal. Namun, dalam pembahasan ini, budaya
total tidak menjadi faktor penting karena terdapat perbedaan persepsi dalam satu
budaya.
Selanjutnya, harus dinyatakan bahwa manusia tidak sepenuhnya menyadari
seluruh aspek dari struktur nilai mereka atau bermacam-macam sikap yang masuk ke
3
struktur tersebut. Oleh karena itu, mereka tidak sepenuhnya menyadari persepsi
mereka terhadap lingkungan tertentu.

Beberapa Hipotesis Mengenai Konsep Kepemilikan


Terdapat hipotesis bahwa sebagian besar pemegang saham yang memiliki
saham dari suatu perusahaan dalam jumlah yang substansial menganut pandanagan
kepemilikan. Secara khusus, hal ini terjadi pada pemegang saham yang memiliki
saham biasa dalam kuantitas yang substansial. Selanjutnya pengaruh dalam keluarga.
Banyak istri dan anak dari pemegang saham yang besar juga menjadi pemegang
saham, dan konsep kepemilikan diserap dalam atmosfer rumah. Banyak akuntan
public mengikuti jejak ayahnya, dan bahkan ketika anaknya masuk kepekerjaan
berbeda , mereka sering menggunakan banyak nilai orang tua sebagai bagian dari nilai
yang dianutnya.
Beberapa Hipotesis Berkaitan Dengan Konsep Entitas
Terdapat hipotesis bahwa sebagian besar pegawai perusahaan yang tanggung
jawabnya didelegasikan menganut konsep entitas; semakin tinggi skala hierarkis dari
pegawai ini, semakin kuat mereka menganut konsep ini. Mayoritas dari pegawai
semacam ini, baik secara sadar maupun tidak, memandang entitas sebagai pemilik
dari keuntungan ketika mereka mendapatkan aset bersih. Mereka cenderung
memandang pemegang saham sebagai bagian yang penting bagi perusahaan, tetapi
bukan bagi pemiliknya.
Pengaruh lingkungan dalam organisasi, seperti norma kelompok eksekutif,
memasukkan dasar-dasar konsep entitas, dan pengaruh ini segera diinternalisasi oleh
anggota kelompok yang terrlibat secara psikologis di posisi mereka masing-masing.
Bahkan, fakta bahwa anggota kelompok tersebut mungkin menduduki posisi rendah
sampai menengah di perusahaan sepertinya tidak menghalangi mereka untuk memiliki
sudut pandang entitas yng sama dengan yang dipegang oleh eksekutif tersebut. Selain
itu, juga disampaikan hipotesis bahwa isu saham psikologis bagi eksekutif tidak akan
mengubah pandangan bahwa kesejahteraan mereka bergantung pada kehidupan dan
keberhasilan entitas. Mereka tidak akan memandang dirinya sebagai pemilik.

4
DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan Lubis. 2009. Akuntansi Keperilakuan Edisi.2. Jakarta: Salemba Empat

Vous aimerez peut-être aussi