Vous êtes sur la page 1sur 3

AKAD MURABAHAH

1. Pengertian Akad Murabahah

Secara luas jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela. Menurut
(sabiq,2008) jual beli adalah memindahkan milik dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan (sesuai
syariah). Pertukaran dapat dilakukan antara uang dengan barang, barang dengan barang yang bisa kita
kenal dengan barter dan uang dengan uang misalnya pertukaran nilai mata uang rupiah dengan yen.
Muslim harus mengetahui jual beli jual beli yang diperoleh dalam syariah agar harta yang dimiliki halal
dan baik. Seperti kita ketahui jual beli adalah salah satu aspek dalam muamalah (hubungan manusia
dengan manusia), dengan kaidah dasar semua boleh kecuali yang dilarang .

Pertukaran uang dengan barang yang bisa kita kenal dengan jual beli dapat dilakukan secara tunai atau
dengan cara pembelian tangguh. Pertukaran barang dengan barang, terlebih dahulu harus
memperhatikan apakah barang tersebut merupakan barang ribawi ( secara kasat mata tidak dapat
dibedakan) atau bukan. Untuk pertukaran barang ribawi seperti emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, tepung dengan tepung maka pertukarannya agar sesuai syariah harus dengan
jumlah yang sama dan harus dari tangan ke tangan atau tunai, karena kelebihannya adalah riba, untuk
pertukaran mata uang yang berbeda harus dilakukan secara tunai.

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan
penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pembeli dan penjual dapat
melakukan tawar-menawar atas besaran margin keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.
Harga beli menggunakan harga pokok yaitu harga beli dikurangi dengan diskon pembelian. Apabila
diskon diberikan setelah akad, maka diskon yang didapat akan menjadi hak pembeli atau hak penjual
sesuai dengan kesepakatan mereka diawal akad. Dalam PSAK 102 dijelaskan lebih lanjut, jika akad tidak
mengatur maka diskon tersebut menjadi hak penjual. Namun pada hakikatnya diskon pembelian adalah
hak pembeli. Sehingga akan lebih baik jika prosedur operasional perusahaan menyatakan bahwa diskon
setiap akad murabahah adalah hak pembeli. Diskon yang terkait dengan pembelian barang antara lain
meliputi (PSAK No. 102 par 11) :

(a) diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang.

(b) diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang.

(c) komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.

Sedangkan keuntungan yang diinginkan bisa dinyatakan dalam jumlah tertentu (lump sum) misalnya
Rp20.000.000 atau berdasarkan persentase tertentu,misalnya 20% atau 30% dari harga pokok. Sebagai
contoh, adi membeli mobil dengan harga Rp 200 juta dan ketika menawarkan mobilnya, ia
mengatakan :" saya jual mobil ini dengan harga 250 juta saya mengambil untung 50 juta", pembeli
dimungkinkan untuk melakukan tawar menawar dengan penjual atas besarnya keuntungan yang
diinginkan sehingga diperoleh besarnya keuntungan yang disepakati penjual dan pembeli.

Apabila akad penjualan secara tangguh dan pembeli dapat melunasinya secara tepatwaktu atau bahkan
ia melakukan pelunasan lebih cepat dari periode yang telah ditetapkan, maka penjual boleh memberikan
potongan. Namun, demikian besarnya potongan ini tidak akan boleh diperjanjikan diawal akad (untuk
menghindari adanya unsur riba). Apabila pembeli tidak dapat membayar utangnya sesuai dengan waktu
yang ditetapkan, penjual tidak diperbolehkan mengenakan denda riba. Pengecualian berlaku apabila
pembeli tersebut tidak membayar bukan karena mengalami kesulitan keuangan tapi karena lalai. Dalam
kasus ini pengenaan denda diperbolehkan. Namun, denda ini tidak boleh diakui sebagai pendapatan
penjual tapi harus diginakan untuk dana kebijakan sosial(dana qard) yang akan disalurkan pada orang
yang lebih membutuhkan. Apabila pelunasan piutang tertunda dikarenakan pembeli mengalami
kesulitan keuangan, maka penjual hendaknya memberi keringanan. Keringanan dapat berupa
menghapus sisa tagihan,membantu menjualkan objek murabahah pada pihak lain atau melakukan
restrukturisasi piutang. Restrukrisasi piutang dilakukan terhadap debitur yang mengalami penurunan
kemampuan pembayaran piutang yang bersifat permanen. Restrukturisasi piutang dapat dilakukan
dalam bentuk (PSAK ED 108) :

a. Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil

b. Melakukan penjadwalan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap (tidak boleh
ditambah) dan perpanjangan masa pembayaran disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga
besarnya angsuran menjadi lebih kecil.

c. Mengonversi akad murabahah dengan cara menjual objek murabahah kepada penjual sesuai dengan
nilai pasar, kemudian dari uang yang digunakan untuk melunasi sisa tagihan. Kelebihannya (bila ada)
digunakan sebagai uang muka akad ijarah atau sebagai bagian modal daei akad mudharabah masyarakat
atau musyarakah dalam rangka perolehan suatu barang. Hal ini dilakukan terhadap debitur yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran namun debitur tersebut masih prospektif. Sebaliknya
apabila terjadi kekurangan tetap menjadi utang pembeli yang cara pembayarannya disepakati bersama.

Akad murabahah sesuai dengan syariah karena merupakan transaksi jual beli dimana kelebihan dari
harga pokoknya merupakan keuntungan dari penjualan barang. Sangat berbeda dengan pratik riba
dimana nasabah meminjam uang sejumlah tertentu untuk membeli suatu barang kemudian atas
pinjaman tersebut nasabah harus membayar kelebihannya dan ini adalah riba.

Untuk penjualan tidak tunai (tangguh) sebaiknya dibuatkan kontrak atau perjanjian secara tertulis dan
dihadiri saksi-saksi. Kontrak memuat antara lain besarnya utang pembeli karena membeli barang, jangka
waktu akad, besarnya angsuran setiap periode, jaminan, siapa yang berhak atas diskon pembelian
barang setelah akad pembeli atau penjual dan lain sebagainya.

JENIS AKAD MURABAHAH

1. Murabahah dengan pesanan ( murabahah to the purchase order)


Dalam murabahah jenis ini penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli
barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang
yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan
tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual, dalam
murabahah pesanan mengikat, mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai akad.

Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah.

(2) Penjual memesan dan membeli pada supplier atau produsen

(3) barang diserahkan dari produsen

(4) barang diserahkan kepada pembeli

(5) pembayaran dilakukan oleh pembeli

2. Murabahah tanpa pesanan :murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat.

Keterangan :

(1) Melakukan akad murabahah

(2) Barang diserahkan kepada pembeli

(3) Pembayaran dilakukan oleh pembeli

DASAR SYARIAH

1. Al-Quran

" Hai orang-orang yang berminat janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela
diantaramu..."(QS 4:29)

Vous aimerez peut-être aussi