Vous êtes sur la page 1sur 60

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 6

ALERGI SUSU SAPI

Disusun oleh : Kelompok B8

Tutor : dr. Liniyati D Oswari, MNS, MSc

Dhiyan Handi Asyhari Lubis 04011181823014


Alvina Damayanti 04011181823017
Nabilah Nurqonitah Syahrani 04011181823023
Annisa Hasyrahim Redha 04011281823095
Mario Alexander Panjaitan 04011281823104
Nara Putri Nabila 04011281823107
Risqa Indah Novianty 04011281823134
Sherin Obella Balqis 04011281823158
Zaki Alifsyah Putra AR 04011281823164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2018/2020


KATA PENGANTAR

Marilah kita mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyusun
Laporan Tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Di sini kami membahas sebuah kasus kemudian dipecahkan secara


kelompok berdasarkan sistematika nya mulai dari Klarifikasi Istilah, Identifikasi
Masalah, Menganalisis, Meninjau ulang, dan Menyusun keterkaitan antarmasalah,
serta mengidentifikasi topic pembelajaran. Bahan Laporan ini kami dapat kan dari
hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan ajar dari dosen-dosen
pembimbing.

Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepadaTuhan


Yang Maha Kuasa, Orang tua, Tutor dan para anggota kelompok yang telah
mendukung materi dalam pembuatan laporan ini. Kami mengakui dalam
penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan.Oleh karena itu, kami memohon
maaf dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
laporan kami di kesempatan mendatang. Sekian dan Terima Kasih.

Palembang, 14 Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI .......................................................... Error! Bookmark not defined.
KEGIATAN TUTORIAL ...................................... Error! Bookmark not defined.
SKENARIO A BLOK 6 TAHUN 2019 .................................................................. 4
I. Klarifikasi Istilah ............................................................................................. 4
II. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 6
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan..................................................................... 18
V. Sintesis ........................................................................................................... 20
VI. Kerangka Konsep ........................................................................................... 76
VII. Kesimpulan .................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA Error! Bookmark not defined.
KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Liniyati D Oswari, MNS, MSc

Moderator : Nabilah Nurqonitah Syahrani

Sekretaris 1 : Alvina Damayanti

Sekretaris 2 : Risqa Indah Novianty

Pelaksanaan : 13 Maret 2019 dan 14 Maret 2019

Presentan :

Peraturan selama tutorial:

1. Mengangkat tangan jika ingin berbicara

2. Semua anggota diwajibkan berbicara dan berpendapat

3. Boleh minum

4. Tidak boleh makan

5. Izin ke toilet maksimal 2x


SKENARIO

Seorang anak perempuan, DN berusia 9 bulan dibawa ke UGD sebuah


rumah sakit dalam keadaan lemas setelah dilakukan ktindakan resusitasi, dokter
melakukan anamnesis terhadap ibu anak tersebut dari hasil anamnesis didapatkan
informasi bahwa sejak ibu mulai bekerja, ibu memberikan susu formula tambahan
dengan alasan ibu merasa ASI nyatidak cukup, sedangkan si anak sulit makan dan
berat badannya menurun.

Sejak diberikan susu formula tambahan, buang air besar (BAB) sang anak
terkadang anak encer dan terkadang sulit, dan terdapat kemerahan pada pipi anak,
sehingga ibu mengganti merk susu anak tiga hari lalu.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, si anak menjadi sangat rewel dan
BAB cair kurang lebih 10 kali, cairan berwarna kekuningan dan didapatkan serat
darah (cairan yang keluar rerata 80-100 cc setiap defekasi). Setiap diberi susu
selalu di muntahkan (kurang lebih 3 kali muntah, setiap kali muntah 50 cc). anak
menjadi tampak rewel dan lemas.

Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan ubun-ubun cekung, mukosa bibir


kering, ruam kedua pipi. Turgor kulit kembali lambat, serta didapatkan perianal
rash

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan hipoglikemia,


hiponatremia dan hipokalemia . dari analisis feses didapatkan dugaan alergi susu
sapi. Dokter kemudian menginformasikan kepada ibu bahwa sang anak
mengalami dehidrasi akibat diare serta kemungkinan mengalami alergi susu sapi.

I. Klarifkasi istilah
1. Resusitasi : Menghidupakan kembali seseorang yang tampak
meninggal dengan memperbaiki fungsi jantung dan paru-paru setelah
kejadian henti jantung atau kematian mendadak (Dorland)
2. Turgor : Keadaan menjadi membengkak (Dorland)
3. Anamnesis : Mengingat kembali; riwayat penyakit pasien khususnya
berdasarkan ingatan pasien (Dorland)
4. Ruam : erupsi sementara pada kulit (Dorland)
5. Perianal rash: Bagian anal yang mengalami ruam (Dorland)
6. Hipoglikemia:Difesiensi konsentrasi glukosa dalam darah, dapat
menyebabkan hipotermia, nyeri kepala dan gejala-gejala neuorologi
yang serius (Dorland)
7. Hiponatremia: Difesiensi natrium dalam darah (Dorland)
8. Hypokalemia: Kadar kalium yang abnoramal rendah dalam darah
dapat nmenyebabkan gangguan neuromuscular dan ginjal (Dorland)
9. Alergi : Suatu reaksi hipersentivitas akibat induksi immunoglobulin
(IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan dengan sel
mast dan basophil (eprints.undip.ac.id)

II. Identifikasi Masalah


No Masalah kesesuain Konsen
1 Seorang anak perempuan 9 bulan dibawa TS 4
ke UGD dalam keadaan lemas, setelah
dilakukan tindakan resusitasi, hasil
anamnesis diketahui ibu memberikan
susu formula tambahan dengan alasan ibu
merasa ASI nya tidak cukup, sedangkan
si anak sulit makan dan berat badannya
menurun.
2 Sejak diberikan susu formula tambahan, TS 1
buang air besar (BAB) sang anak
terkadang encer dan terkadang sulit, dan
terdapat kemerahan pada pipi anak,
sehingga ibu mengganti merk susu anak
tiga hari ng lalu.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, si
anak menjadi sangat rewel dan BAB cair
kurang lebih 10 kali, cairan berwarna
kekuningan dan didapatkan serat darah
(cairan yang keluar rerata 80-100 cc
setiap defekasi). Setiap diberi susu selalu
di muntahkan (kurang lebih 3 kali
muntah, setiap kali muntah 50 cc). anak
menjadi tampak rewel dan lemas.
3 Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan TS 3
ubun-ubun cekung, mukosa bibir kering,
ruam kedua pipi. Turgor kulit kembali
lambat, serta didapatkan perianal rash
Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kesan hipoglikemia,
hiponatremia dan hipokalemia . dari
analisis feses didapatkan dugaan alergi
susu sapi
4 Dokter kemudian menginformasikan TS 2
kepada ibu bahwa sang anak mengalami
dehidrasi akibat diare serta kemungkinan
mengalami alergi susu sapi.

III. Analisis masalah

1. Seorang anak perempuan 9 bulan dibawa ke UGD dalam keadaan lemas,


setelah dilakukan tindakan resusitasi, hasil anamnesis diketahui ibu memberikan
susu formula tambahan dengan alasan ibu merasa ASI nya tidak cukup, sedangkan
si anak sulit makan dan berat badannya menurun.
a. faktor apa saja yang mempengaruhi produksi ASI?

Faktor yang paling mempengaruhi produksi ASI adalah sekresi dari


hormon oksitosin dan hormon prolaktin. Hormon oksitosin
disekresikan oleh hipotalamus yang kemudian disimpan di dalam
kelenjar hipofisis bagian posterior yang berfungsi untuk ejeksi susu
dari kelenjar mamaria (payudara) selama menyusui. Hormon oksitosin
juga disebut sebagai hormon cinta, dari julukan yang diberikan
sangatlah tampak bahwa hormon ini sangat berperan penting bagi sang
ibu dan anak. Hormon prolaktin dihasilkan oleh laktotrop yang berada
di kelenjar hipofisis bagian anterior yang berfungsi untuk
meningkatkan perkembangan payudara dan laktasi (produksi susu)
pada wanita. (Sherwood, 2014)

a) Sering menyusui bayi, akan menghasilkan hormon prolaktin yang


banyak yang akan memperbanyak produksi ASI.
b) Asupan nutrisi ibu, mengonsumsi protein,buah dan sayuran hijau
yang kaya akan asam folat akan menghasilkan ASI yang banyak
dan berkualitas.
c) Kondisi jiwa dan pikiran ibu, yang akan memengaruhi
metabolisme tubuh.
d) Pijat payudara, pijatan perlahan pada payudara akan membantuk
proses pengeluaran ASI.
e) Pola istirahati
b. Berapa rentang usia ideal pemberian ASI yang disarankan?
Mengapa?
Rentang usia yang ideal dalam pemberian ASI adalah sampai 2
tahun ataupun lebih, hal ini dikarenakan ASI yang sangat
bermanfaat bagi sang ibu ataupun anak. Contohnya saja bagi sang
ibu, ASI dapat Mengurangi perdarahan setelah melahirkan karena
pada ibu menyusui terjadi peningkatan kadar oksitosin yang
berguna juga untuk konstriksi/penutupan pembuluh darah sehingga
perdarahan akan lebih cepat berhenti. (Roesli, Panduan Praktis
Menyusui, 2005). Idealnya pemberian ASI eksklusif kepada bayi
sejak lahir sampai usia 6 bulan. Setelahnya bayi dapat diberi
makanan pendamping sambil tetap disusui sampai umur 2 tahun.

c. Sampai umur berapa bayi di sarankan diberikan ASI


eksklusif?
Bayi disarankan untuk diberikan ASI eksklusif mulai dari 0-6
bulan. (Roesli, Panduan Praktis Menyusui, 2005)
d. Bagaimana mekanisme tindakan resusitasi?
Dalam memberikan bantuan hidup dasar dikenal 3 (tiga) tahap
utama yaitu : penguasaan jalan nafas, bantuan pernafasan dan
bantuan sirkulasi darah yang lebih dikenal juga dengan istilah
pijatan jantung luar dan penghentian perdarahan besar.
a) Penguasaan Jalan Napas
1. Membebaskan Jalan Napas
Pada penderita dimana tidak ditemukan adanya pernafasan, maka
harus dipastikan penolong memeriksa jalan nafas apakah terdapat
benda asing ataupun terdapat lidah penderita yang menghalangi
jalan nafas.
•Teknik angkat dagu tekan dahi.
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami cedera
kepala, leher maupun tulang belakang.
•Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).
Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera
kepala, leher maupun tulang belakang.

2. Membersihkan Jalan Napas


• Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon /
tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang masuk ke jalan
napas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti kait untuk mengambil
benda asing yang menghalangi jalan napas.
•Posisi pemulihan.
Bila penderita dapat bernapas dengan baik dan tidak ditemukan
adanya cedera leher maupun tulang belakang. Posisi penderita
dimiringkan menyerupai posisi tidur miring. Dengan posisi ini
diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan napas dan
apabila terdapat cairan pada jalur napas maka cairan tersebut dapat
mengalir keluar melalui mulut sehingga tidak masuk ke jalan
napas.

3. Sumbatan Jalan Napas


Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas bagian
bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai
lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan nafas pada penderita
respon/sadar ialah karena makanan dan benda asing lainnya,
sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar ialah lidah
yang menekuk ke belakang.
• Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan penolong
dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita. Hentakkan
rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan minta penderita
untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-ulang sampai berhasil
atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
• Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita hamil
yang respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua tangan
merangkul dada penderita melalui bawah ketiak. Posisikan
rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan
hentakan dada sambil meminta penderita memuntahkan benda
asing yang menyumbat. Lakukan berulangkali sampai berhasil atau
penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
b) Bantuan Pernapasan
1.Menggunakan Mulut Penolong
•Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru)
•Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).
•Mulut ke mulut ataupun hidung.
2. Menggunakan Alat Bantu Napas
1).Pastikan jalan nafas terbuka pada penderita.
2).Jika penolong menggunakan APD ataupun alat bantu pastikan
alat tersebut tidak bocor (tertutup rapat).
3).Pastikan juga bantuan nafas yang dihembuskan tidak bocor
melalui hidung penderita dengan cara mencapit lubang hidung
penderita.
4).Berikan 2 (dua) kali bantuan nafas awal (1,5-2 detik pada
manusia dewasa). Tiupan/hembusan merata dan cukup (dada
penderita bergerak naik).
5).Periksa nadi penderita selama 5-10 detik dan pastikan nadi
penderita masih terdeteksi.
6).Lanjutkan pemberian nafas buatan sesuai dengan frekuensi
pemberian bantuan nafas (dewasa : 10-12 kali bantuan nafas per
menit).
7).Apabila bantuan nafas berhasil dengan baik akan ditandai
dengan bergerak naik turunnya dada penderita
c).Bantuan Sirkulasi
Tindakan paling penting dalam bantuan sirkulasi ialah pijatan
jantung luar. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan efek
pompa jantung yang dinilai cukup untuk membantu sirkulasi darah
penderita pada saat kondisi penderita mati klinis. Kedalaman
penekanan pijatan jantung luar pada manusia dewasa ialah 4-5 cm
ke dalam rongga dada.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) merupakan gabungan dari tindakan
A, B dan C di atas. Resusitasi Jantung Paru dilaksanakan dengan
memastikan bahwa penderita tidak ada respon / tidak sadar, tidak
terdapat pernafasan dan tidak terdapat denyut nadi. Pada manusia
dewasa resusitasi jantung paru dikenal 2 (dua) rasio, yaitu rasio 15
kali kompresi dada berbanding 2 kali tiupan bantuan nafas (15:2)
apabila dilaksanakan oleh satu penolong, serta rasio 5:1 per siklus
apabila dilaksanakan oleh 2 (dua) orang penolong.
1).Posisikan penderita berbaring telentang pada bidang yang keras.
2).Posisikan penolong berada di samping penderita.
3).Temukan pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri (ulu
hati).
4).Tentukan titik pijatan (kira-kira 2 ruas jari ke arah dada atas dari
titik pertemuan lengkung tulang iga kanan dan kiri).
5).Posisikan salah satu tumit tangan di titik pijat, tumit tangan
lainnya diletakkan di atasnya untuk menopang.
6).Posisikan bahu penolong tegak lurus dengan tumit tangan.
e. Bagaimana pengaruh pemberian susu formula tambahan
terhadap anak bayi?
Memberikan susu formula tambahan merupakan hal yang
diperbolehkan apabila telah melewati masa pemberian ASI
eksklusif (0-6 bulan), tetapi setiap penambahan pasti memiliki efek
tersendiri, pada susu formula ada beberapa efek negative yang
dapat terjadi seperti gangguan saluran pencernaan dan
meningkatkan kurang gizi. (Khasanah, 2011) (Roesli, Inisiasi
Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif, 2008)
Dikarenakan pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan
sistem pencernaannya masih belum sempurna, dan kandungan susu
formula yang berupa protein casein yang sulit dicerna oleh usus
bayi. Maka pada beberapa bayi menimbulkan efek samping yang
dapat berupa diare.
f. Bagaimana perbedaan kandungan ASI dan susu formula?
Pada bayi berusia 6-9 bulan takaran ASI yang diberikan
yaitu 720 ml perhari dan mulai didukung dengan makanan

Perbandingan Komposisi zat gizi (per 100 ml)

Susu Formula
Komposisi ASI Susu Sapi (modifikasi susu sapi)

Energi (kcal) 62 67 60-65

Protein (g) 1,3 3,5 1,5-1,9

Karbohidrat (g) 6,7 4,9 7,0-8,6

Casein:Whey 40:60 63:37 40:60 – 63:37

Lemak (g) 3,0 3,6 2,6-3,8

Natrium (mg) 0,65 2,3 0,65-1,1

Calcium (mg) 33 125 50

Zat besi (mg) 0,15 0,10 0,45-2

pendamping ASI. Saat bayi berusia 1 tahun maka kebutuhannya


berkurang menjadi 550 ml perhari. Protein dalam ASI lebih banyak
terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi,
sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein kasein yang
lebih sulit dicerna.
Jumlah protein kasein yang terdapat dalam ASI hanya 30
persen dibanding susu sapi yang mengandung protein kasein dalam
jumlah tinggi yaitu 80 persen. Meskipun ada susu formula yang
mengklaim mengandung banyak protein whey, tetap saja
kandungan nutrisinya tidak bisa disamakan dengan ASI.
(Siregar, Arifin. 2004. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Pemberian Asi oleh Ibu Melahirkan. Medan: Universitas Sumatra
Utara)
Perbedaan paling mencolok diantara keduanya adalah pada
kartinin, dimana anak yang mendapatkan ASI akan mendapatkan
konsentrasi kartinin yang lebih baik, dalam segi pencernaan, ASI
lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi daripada susu formula. Selain
itu didalam susu formula juga tidak terdapat faktor-faktor antibodi,
hormone dan prostaglandin. (Jakarta, 2010) (Praptiani, 2012)

2. Sejak diberikan susu formula tambahan, buang air besar (BAB) sang
anak terkadang encer dan terkadang sulit, dan terdapat kemerahan pada
pipi anak, sehingga ibu mengganti merk susu anak tiga hari lalu. Satu
hari sebelum masuk rumah sakit, si anak menjadi sangat rewel dan
BAB cair kurang lebih 10 kali, cairan berwarna kekuningan dan
didapatkan serat darah (cairan yang keluar rerata 80-100 cc setiap
defekasi). Setiap diberi susu selalu di muntahkan (kurang lebih 3 kali
muntah, setiap kali muntah 50 cc). anak menjadi tampak rewel dan
lemas.
a. Bagaimana fisiologi gastrointestinal?

Fisiologi dari sistem digestif dibagi menjadi 4 proses yaitu,


motility (pergerakan) pada motil ini dibantu oleh otot-otot polos
yang ada pada organ digestif dan juga dengan adanya tonus,
kemudian ada proses sekresi yaitu adanya kelenjar eksorin dan
endokrin yang membantu sistem digestif seperti glandula saliva,
lalu ada proses digesti dimana terjadinya pemecahan molekul-
molekul agar dapat diserap oleh tubuh seperti glukosa menjadi
monosakarida dan adanya proses absorpsi yang terjadi di usus
halus.
(Sherwood, L., 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8
ed. Jakarta: EGC)
b. Bagaimana komposisi cairan elektrolit tubuh pada bayi
yang normal?

Pada penelitian yang dilakukan Puji Lestari di Kota


Semarang, pada bayi usia 0-6 bulan, konsumsi susu formula antara
15-24x/hari dengan takaran 11,3 gram/ 1 sendok susu atau setara
dengan 170-270 gram/hari dapat menyebabkan kegemukan pada
anak.

( Lestari P, Suyatno, Kartini A. 2014. Hubungan Praktik Pemberian


Susu Formula Dengan Status Gizi Bayi Usia 0-6 Bulan Di
Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang)

c. Bagaimana mekanisme terjadinya diare?

Pada anak-anak diare akut yang diakibatkan oleh infeksi


biasanya dikaitkan dengan virus akut ataupun bakteri
gastrointestinal. Rotavirus, norovirus, astrovirus termasuk kedalam
virus-virus yang dapat menyebabkan diare. Rotavirus adalah virus
yang paling sering menyerang anak-anak. Untuk bakteri ada
Escherichia coli, Klebsiella, staphylococci, Salmonella, Shigella,
and Vibrio cholera. Selain itu ada beberapa parasite juga.
Sedangkan untuk diare yang kronik biasanya disebabkan oleh
virus, kronik osmotic diare, ataupunn penyakit lain yang merusak
penyerapan. Diare yang terus menerus pada anak-anak dapat
menyebabkan malnutrisi dan kegagalan pertumbuhan. (Huether &
McCance, 2010)

d. Apa yang menyebabkan cairan feses berwarna kekuningan


dan didapatkan serat darah?
Feses didapatkan serat darah disebabkan karena intoleransi
laktosa dan juga dapat terjadi setelah infeksi diare yang disebabkan
oleh bakteri yang tumbuh di perut yang menyebabkan cedera pada
mukosa dan menyebabkan deses berdarah.

e. Mengapa anak selalu muntah setiap diberi susu formula?


respon tubuh terhadap alergi.
Pada bayi berumur 9 bulan ada beberapa faktor yang
dapat menyebabkan muntah dan mencret :

Aksi refleks muntah ini dipicu oleh “pusat muntah”


didalam otak setelah terangsang oleh:

a) Saraf dari perut dan usus ketika saluran gastrointestinal


mengalami iritasi atau pembengkakan karena infeksi, alergi
atau penyumbatan
b) Zat kimia di dalam darah, misalnya obat-obatan
c) Rangsangan psikologis dari penglihatan atau penciuman
yang mengerikan
d) Rangsangan dari telinga bagian tengah, seperti muntah
yang disebabkan oleh mabuk kendaraan
f. Mengapa terdapat kemerahan pada pipi?

Antigen yang masuk kedalam kulit yang spesifik akan


menyebabkan reaksi yang mirip dengan reaksi anafilaksis (reaksi
alergi luas di sistem seluruh tubuh), histamin yang di lepas kan
akan menyebabkan vasadilatasi yang menimbulkan kemerahan
pipi dan peningkatan permeabilitas kapiler setempat sehingga
dalam beberapa menit terjadinya ruam pada pipi

3. Dari hasil pemeriksaan fisik di dapatkan ubun-ubun cekung, mukosa


bibir kering, ruam kedua pipi. Turgor kulit kembali lambat, serta
didapatkan perianal rash. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan kesan hipoglikemia, hiponatremia dan hipokalemia . dari
analisis feses didapatkan dugaan alergi susu sapi
a. Bagaiman reaksi tubuh terhadap saat alergi?(respon imun)
dan bagaimana mekanisme nya?

Aktivasi sel TH2 dan produksi antibodi IgE. Alergen


mungkin masuk lewat inhalasi, ingesti atau suntikan. Variabel
yang mungkin berperan terhadap reaksi kuat sel TH2 terhadap
alergen meliputi pintu masuk, dosts dan kronisitas pemajanan
antigen, serta komposisi genetik tuan rumah. Tidak jelas apakah zat
yang bersifat alergen juga mempunyai struktur unik yang
cenderung memicu reaksi kuat sel TH2.

Hipersensitivitas segera merupakan prototype dari reaksi


yang diperantara sel TH2. Sel TH2 akan mensekresikan beberapa
sitokin, termasuk IL-4, 1L-5 dan 1L-13, yang bertanggung jawab
untuk hampir semua reaksi hipersensitivitas segera. 1L-4
merangsang reaksi sel β yang spesifik terhadap alergen, memicu
perubahan kelas rantai berat imunoglobulin ke IgE dan
mensekresikan antibodi isotip tersebut. IL-5 mengaktifkan
eosinofil dan didatangkan ketempat reaksi, sedangkan IL-13
bekerja pada sel epitel dan merangsang sekresi mukus. Sel TH2
sering didatangkan ketempat reaksi alergi akibat pengaruh kemokin
yang diproduksi setempat, termasuk eotaksin yang juga
mendatangkan eosinofil ketempat yang sama.

Sensitisasi set mast oleh antibodi IgE. Sel mast berasal dari
prekursor di dalam sumsum tulang, tersebar luas di berbagai
jaringan, dan sering berada dekat pembuluh darah dan saraf, serta
pada daerah sub epitel. Sel mast memaparkan reseptor yang
berafinitas tinggi untuk bagian Fc dari rantai berat E dari IgE,
disebut FcεRI. Walaupun konsentrasi IgE serum sangat rendah
(dalam rentang antara 1 sampai 100 p.g/ mL), afinitas reseptor
FcεRI pada sel mast sangat tinggi sehingga reseptor selalu

(Kumar, Abbas, & Aster, 2013)

b. Mengapa ubun-ubun menjadi cekung.?

Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan


elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. (Hasan
dan Alatas, 1998)

Hasan, R. dan Alatas,H. 1998. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak


I.cet.ke:8. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

c. Mengapa turgor kulit kembali lambat?

Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan


elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun,
turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,
selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. (Hasan
dan Alatas, 1998)

Hasan, R. dan Alatas,H. 1998. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak


I.cet.ke:8. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

d. Mengapa didapatkan perianal rash?

Perianal rash disebabkan karna diare dapat menyebabkan


kerusakan pada kulit perianal terutama pada anak kecil,
malabsorbsi karbohidrat sekunder membuat fesesnya menjadi asam
sehingga dapat mengiritasi kulit, dan karena malabsorbsi asam
empedu yg bisa menyebabkan dermatitis

e. Bagaimana feses normal pada bayi?

Tekstur kotoran bayi yang menyusu ASI memiliki kotoran


yang lembut dan lunak, warnanya kuning atau kadang sedikit
kehijauan, teksturnya agak berair tapi ada juga yang sdikit padat.

Tekstur kotoran bayi yang diberi susu formula sedikit lebih


keras daripada yang diberi ASI, kotorannya dapat berwarna
kuning, hijau maupun coklat.

Warna kotoran bayi dengan makanan padat cenderung


kuning lebih tua atau hijau kecokelatan yang disebabkan oleh zat
besi yang terdapat pada susu formula.
4. Dokter kemudian menginformasikan kepada ibu bahwa sang
anak mengalami dehidrasi akibat diare serta kemungkinan
mengalami alergi susu sapi.
a. Adakah hubunganya dengan diare?
Ada, karena diare merupakan salah satu reaksi yang
ditimbulkan tubuh saat alergi, terdapat 3 pola klinis respon
alergi protein susu pada anak yaitu reaksi cepat, reaksi sedang
dan reaksi lambat.

Reaksi cepat, gejala timbul dalam 45 menit setelah


mengkonsumsi susu. Reaksi tersebut dapat berupa bintik
merah (seperti campak) atau gatal. Gejala lain berupa
gangguan sistem saluran napas seperti napas berbunyi
(wheezing), atau rinoconjuntivitis (bersin, hidung dan mata
gatal, dan mata merah). Gejala tersebut bisa terjadi meskipun
hanya rnengonsumsi sedikit susu sapi. Hampir semua (92%)
penderita dalam kelompok ini dalam pemeriksaan skin prick
test terhadap susu sapi hasilnya positif. Anafilaksis susu sapi
adalah, reaksi paling penting dalam kelompok ini.

Dalam kelompok reaksi sedang, gejala yang sering timbul


adalah muntah, diare dimulai setelah 45 menit hingga 20 jam
setelah mendapatkan paparan dengan susu. Menurut penelitian
sekitar sepertiga dari kelompok ini didapatkan hasil positif
pada tes kulit (skin prick test).

Gejala yang timbul dalam reaksi lambat terjadi dalam


sekitar 20 jam setelah terkena paparan susus sapi. Untuk
terjadinya reaksi ini dibutuhkan jumlah volume susu sapi yang
cukup besar. Dalam kelompok ini hanya sekitar 20% yang
didapatkan hasil uji kulit yang positif. Uji ternpel alergi (Patch
Test) yang dilakukan selama 48 jam sering terdapat hasil
positif pada kelompok ini. Sebagian besar terjadi dalam usia
lebih dari 6 bulan. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah
diare, konstipasi (sulit uang air besar) dan dermatitis
(gangguan kulit).

(Safri, Mulya. 2016. Alergi susu sapi. Aceh: Universitas Syiah


Kuala.)

b. Bagaimana cara mengatasi dehidrasi yang dialami DN?


Memberikan cairan kepada DN, jika DN masih sadar
berikan terus ASI kepada DN
IV. Keterbatasan Pengetahuan

No. Pokok Bahasan What I What I What I How I


Know Don’t Have to Will
Know Prove Learn
1. Keseimbangan Cairan tubuh Komposisi Penyebab Belajar
dan Komposisi ada pada cairan tubuh dehidrasi mandiri
Cairan Tubuh ekstraseluler bayi yang melalui
dan normal textbook
intraseluler dan
jurnal
2. Fisiologi Organ-organ Mekanisme Hubungan Belajar
Gastrointestinal digestive terjadinya diare mandiri
diare dengan melalui
alergi susu textbook
sapi dan
jurnal
3. ASI dan Susu Rentang usia Perbedaan Komposisi Belajar
Formula pemberian kandungan ASI bagi mandiri
ASI yang ASI dan sistem imun melalui
baik susu sang bayi textbook
formula dan
jurnal
4. Alergi Hipersentivit Penyebab Hubungan Belajar
as tipe I alergi susu antara alergi mandiri
sapi dengan melalui
feses ada textbook
serat darah dan
jurnal

V. Sintesis
1. Cairan Tubuh
A. Komposisi cairan tubuh
Menurut Irfanuddin (2008) Air merupakan salah satu sumber penunjang
bagi kehidupan terutama bagi manusia dan tubuhnya. 3 fungsi utama yang
mempunyai suatu manfaat bagi tubuh mahluk hidup diantaranya yaitu :
a. Merupakan tempat berlangsung sel untuk melakukan metabolisme
b. Sebagai media bagi sel untuk bergerak berpindah
c. Sebagai pengurai molekul sederhana melalui proses hidrolisis
Total air yang berada didalam tubuh manusia sekitar 50%-100% BB per
liter hal ini tergantung pada massa lemak ( jenis kelamin, kurus, gemuk
dan usia). Cairan didalam tubuh terbagi menjadi 2 kompartemen yaitu :
2 liter.
Rata-rata seorang laki-laki dewasa dengan berat 70 kilogram,
memiliki total cairan tubuh sekitar 60 persen berat badan, atau sekitar 42
L. Persentase ini dapat berubah, bergantung kepada umur, jenis kelamin,
dan derajat obesitas. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, persentase
total cairan tubuh terhadap berat badan berangsur-angsur turun. Hal
tersebut adalah sebagian akibat dari penuaan yang biasanya berhubungan
dengan peningkatan persentase lemak tubuh, sehingga mengurangi
persentase cairan dalam tubuh.
Oleh karena wanita pada normalnya mempunyai lemak tubuh lebih
banyak dari pria, cairan tubuh total mereka rata-rata berkisar sekitar 50
persen dari berat badannya. Pada bayi prematur dan yang baru lahir,
jumlah total cairan tubuhnya berkisar antara 70 sampai 75 persen dari
berat badannya. Jadi, bila kita membahas kompartemen cairan tubuh "rata-
rata", kita harus menyadari adanya variasi, bergantung pada umur, jenis
kelamin, dan persentase lemak tubuh.
1. Kompartemen Cairan Intraseluler
Sekitar 28 dari 42 L cairan tubuh ada di dalam 100 triliun sel dan
secara keseluruhan disebut cairan intraselular. Jadi, cairan intraselular
merupakan 40 persen dari berat badan total pada "rata-rata" orang.
Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri
dengan berbagai zat, namun konsentrasi zat-zat ini mirip antara satu sel
dengan sel lainnya. Sebenarnya, komposisi cairan sel sangat mirip, bahkan
pada hewan yang berbeda, mulai dari mikroorganisme paling primitif
sampai manusia. Oleh sebab itu, cairan intraselular dari seluruh sel yang
berbeda-beda dianggap sebagai satu kompartemen cairan yang besar.
2. Kompartemen Cairan Ekstraseluler
Semua cairan di luar sel secara keseluruhan disebut cairan
ekstraselular. Cairan ini merupakan 20 persen dari berat badan, atau
sekitar 14 L pada laki-laki normal dengan berat badan 70 kilogram. Dua
kompartemen terbesar dari cairan ekstraselular adalah cairan interstisial,
yang berjumlah lebih dari tiga perempat (11 L) bagian cairan ekstraselular,
dan plasma, yang berjumlah hampir seperempat cairan ekstraselular, atau
sekitar 3 L. Plasma adalah bagian darah yang tak mengandung sel; plasma
terus-menerus bertukar zat dengan cairan interstisial melaluli pori-pori
membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel untuk hampir
semua zat terlarut dalam cairan ekstraselular, kecuali protein. Oleh karena
itu, cairan ekstraselular secara konstan terus tercampur, sehingga plasma
dan cairan interstisial mempunyai komposisi yang hampir sama kecuali
untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi di dalam plasma.
3. Volume Darah
Darah mengandung cairan ekstraselular (cairan dalam plasma) dan
cairan intraselular (cairan dalam sel darah merah). Akan tetapi, darah
dianggap sebagai kompartemen cairan terpisah karena darah terkandung
dalam ruangnya sendiri, yaitu sistem sirkulasi. Volume darah khususnya
penting untuk mengatur dinamika sistem kardiovaskular.
Rata-rata volume darah orang dewasa adalah sekitar 7 persen dari
berat tubuh, atau sekitar 5 L. Sekitar 60 persen darah berupa plasma dan
40 persennya berupa sel darah merah, namun persentase ini dapat
bervariasi pada masing-masing orang bergantung pada jenis kelamin, berat
badan, dan faktor lainnya.
Hematokrit (Packed Red Cell Volume). Hematokrit adalah fraksi
darah yang terdiri atas sel darah merah, yang ditentukan melalui
sentrifugasi darah dalam "tabung hematokrit" sampai sel-sel ini menjadi
benar-benar mampat di bagian bawah tabung. Semua sel darah merah tidak
mungkin untuk dimampatkan; karenanya, sekitar 3 sampai 4 persen
plasma tetap terjebak di antara sel-sel, dan nilai hematokrit yang
sebenarnya hanya sekitar 96 persen dari nilai hematokrit yang terukur.
Komposisi cairan :

Plasma :3,5 L dari 5 % BB


Total CES :15,5 L dari 22 % BB
Total CIS :26,5 L dari 38 % BB
Intertisial : 12 L dari 17 % BB
(Irfanuddin,2008)

A. Pengaturan pertukaran cairan dan keseimbangan osmotik antara


cairan ekstraseluler dan intraseluler
Dalam mendistribusikan cairan anatr kompartemen ekstraseluler
dan kompartemen intraseluler ditentukan oleh efek osmotik dan zat-zat
yang terlarut seperti natrium, klorida dan elektrolit. Zat tersebut dapat
keluar masuk sel melalui difusi dan tranportasi membran sel ( transportasai
pasif karena adanya energi potensial, dan transportasi aktif karena adanya
perpindahan dari konsentarsi rendah kmenuju konsentrasi tinggi) Ada
bebrapa faktor yang dapat menyebabkan perpindahan cairan ektraseluler
dan intraseluler yaitu :
a. Tekanan osmotik tubuh
Osmosis dengan menggunakan prinsip difusi perpindahan zat yang
menyebrangi membran permeable dari tempat yang konsentrasi air yang
tinggi menuju ketempat konsentrasi air yang lebih rendah. Dengan catatan
bahwa konsentrasi air yang rendah adalah konsentrasi zat terlarut yang
tinggi dan konsentrasi air yang yang tinggi adalah konsentrasi zat terlarut
yang yang rendah. Maka apabila suatu zat terlarut seperti natrium, klorida
di tambahkan kedalam cairan ekstraseluler, air akan cepat berdifusi dari sel
melalui membran sel kedalam cairan ekstraseluler, jika sebaliknya terjadi
natrium dan klorida dilepaskan maka air akan berdifusi dari cairan
ekstraseluler melalui membran sel menuju masik kedalam sel.
b. Tekanan hidrostatik
Suatu tekanan yang menyebabkan air terdorong sehingga dapat di
hantarkan keseluruh tubuh. Tekanan hodrostatik ini merupakanakibat dari
gaya dorong oleh sistem organ pompa jantung, elstisitas dinding pembuluh
darah dan gravitasi.

Perpindahan cairan di dinding kapiler, yang terjadi pada dinding


kapiler yang semipermeable adanya zat yang keluar masuk termasuk
cairan sehingga terjadinya pertukaran yang bertujuan untuk menyuplai zat
yang dibutuhkan oleh sel dan mengambil zat sisa metabolisme sel, proses
keluarnya cairan dari dinding kapiler ke intertisial disebut juga dengan
filtrasi. Filtrasi terjadi apabila adanya perbedaan anatar tekanan ruang dari
tekanan tinggi menuju tekanan yang lebih rendah dengan adanya tekanan
hidrostatik yang meyebabkan terdorongnya cairan keluar. Sebaliknya
cairan yang keluar dari intertisial akan keluar menuju dinding kapiler atau
disebut reabsorbsi.

C. Komponen elektrolit untuk keseimbangan

a. Natrium
Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya
bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil
(sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90%
tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang
mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl)
dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik
pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.

Perbedaan kadar natrium intravaskuler dan interstitial disebabkan


oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan kadar natrium
dalam cairan ekstrasel dan intrasel disebabkan oleh adanya transpor aktif
dari natrium keluar sel yang bertukar dengan masuknya kalium ke dalam
sel (pompa Na+ K+).

Jumlah natrium dalam tubuh merupakan gambaran keseimbangan


antara natrium yang masuk dan natrium yang dikeluarkan. Pemasukan
natrium yang berasal dari diet melalui epitel mukosa saluran cerna dengan
proses difusi dan pengeluarannya melalui ginjal atau saluran cerna atau
keringat dikulit. Pemasukan dan pengeluaran natrium perhari mencapai
48-144 mEq.

Jumlah natrium yang keluar dari traktus gastrointestinal dan kulit


kurang dari 10%. Cairan yang berisi konsentrasi natrium yang berada pada
saluran cerna bagian atas hampir mendekati cairan ekstrasel, namun
natrium direabsorpsi sebagai cairan pada saluran cerna bagian bawah, oleh
karena itu konsentrasi natrium pada feses hanya mencapai 40 mEq/L.

Keringat adalah cairan hipotonik yang berisi natrium dan klorida.


Kandungan natrium pada cairan keringat orang normal rerata 50 mEq/L.
Jumlah pengeluaran keringat akan meningkat sebanding dengan lamanya
periode terpapar pada lingkungan yang panas, latihan fisik dan demam.

Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal. Pengaturan


eksresi ini dilakukan untuk mempertahankan homeostasis natrium, yang
sangat diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh. Natrium
difiltrasi bebas di glomerulus, direabsorpsi secara aktif 60-65% di tubulus
proksimal bersama dengan H2O dan klorida yang direabsorpsi secara
pasif, sisanya direabsorpsi di lengkung henle (25-30%), tubulus distal
(5%) dan duktus koligentes (4%). Sekresi natrium di urine <1%.
Aldosteron menstimulasi tubulus distal untuk mereabsorpsi natrium
bersama air secara pasif dan mensekresi kalium pada sistem renin-
angiotensin-aldosteron untuk mempertahankan elektroneutralitas.
Nilai Rujukan Natrium rujukan kadar natrium.
- serum bayi : 134-150 mmol/L
- serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- feses : kurang dari 10 mmol/hari

Natrium merupakan salah satu komponen yang mengatur tekanan osmotik


di ekstra sel yang konsentrasinya di aturoleh 2 mekanisme yaitu :
1. Umpan balik negatif Anti Diuretik Hormon (ADH)
Jika tubuh kekurangan cairan maka natrium konsentrasi natrium
akan meningkat(cairan plasma akan kental) sehingga tekanan osmolaritas
akan meningkat juga yang nanti akan memacu neurohipofisis untuk
memproduksi ADH untuk menahan cairan agar tidak keluar dari ginjal ke
ureter (Irfanuddin, 2008)
2. Mekanisme rasa haus
Konsentrasi natrium yang tinggi akan merangsang pisat haus di
hipotalamus yang akan menyebabkan timbul nya rasa haus dan keinginan
untuk minum.

b. Kalium
Kadar kalium tergantung engan efek dari aldosteron yang memacu
ginjal untuk mengeluarkan kalium sehingga kadar kalium akan menurun.
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium
ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah
kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada
wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada
orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak.
Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan
kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya
transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan
natrium).

Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan


kalium yang masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna
tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan
normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama dengan
konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70-
80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal dan
direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di lengkung henle. 19-20
Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari
5%, kulit dan urine mencapai 90%. (Yaswir, 2012)

Nilai Rujukan Kalium


Nilai rujukan kalium serum pada:
- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
- serum anak : 3,5-5,5 mmo/L
- serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- cairan lambung : 10 mmol/L

c. Kalsium
Membantu proses pembekuan darah, meningkatkan fungsi saraf
dan otot, membenttuk garam bersama fospate, bicarbonat dan flouride
didalam gigi dan tulang
d.Bikarbonat
Bereaksi dengan asam kuat membentu asam karbonant dan suasana
garam untuk menurunkan ph

e.Fospate
Sebagai energi pada metabolisme sel

D. Intake dan output cairan tubuh


1. Intake

Pengatur utama intake adalah haus setelah pesan yang dikirim dari
hipocampus maka ada keinginan untuk minum dan setelah minum sensasi
haus akan hilang sebelum di serap oleh tractus gastrointestinal
2. Output
Output cairan dalam tubuh manusia melaui beberapa jalan keluar.
Cairan didalam tubuh juga dapat hilang, kehilangan cairan didalam tubuh
ini dapat disebababkan oleh beberapa hal, yaitu :

1.Kehilangan Air yang Tidak Dirasakan (Insensible Water Loss).


Beberapa pengeluaran cairan tidak dapat diatur secara tepat. Contohnya,
ada kehilangan air yang berlangsung terusmenerus melalui evaporasi dari
traktus respiratorius dan difusi melalui kulit, yang keduanya mengeluarkan
air sekitar 700 ml/ hari pada keadaan normal. Hal inilah yang disebut
insensible water loss karena kita tidak menyadarinya, walaupun terjadi
terus menerus pada semua makhluk hidup.
Insensible water loss yang terjadi melalui kulit tidak bergantung
kepada keringat, dan bahkan tetap terjadi pada orang yang lahir tanpa
kelenjar keringat; jumlah rata-rata kehilangan air dengan cara difusi
melalui kulit kira-kira 300 sampai 400 ml/hari.
2. Kehilangan Air lewat Keringat. Jumlah air yang hilang melalui keringat
sangat bervariasi, bergantung pada aktivitas fisik dan suhu lingkungan
3. Kehilangan Air lewat Feses. Secara normal hanya sejumlah kecil cairan
yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat
sampai beberapa liter sehari pada pasien diare berat.
4. Kehilangan Air melalui Ginjal. Kehilangan air lainnya dari tubuh adalah
lewat urine yang dieksresikan oleh ginjal. Ada berbagai mekanisme yang
mengatur kecepatan ekskresi urine.
Volume cairan tubuh pada keadaan abnormal
1. Air bergerak cepat melewati membran sel, karenanya osmlaritas cairan
intraseluler dan ekstraseluler tetap
2. Membran sel hampi semuanya impermeable terhadap zat terlarut
Faktor yang menyebabkan perubahan volume cairan intraseluler dan
ekstraseluler adalah dehidrasi,infus dan berbagai jenis larutan.

E. Fisiologi Natrium, Kalium, dan Klorida


Cairan tubuh terdiri dari air dan elektrolit. Cairan tubuh dibedakan
atas cairan ekstrasel dan intrasel. Cairan ekstrasel meliputi plasma dan
cairan. Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya
bisa mencapai 60 mEq per kilogram berat badan dan sebagian kecil
(sekitar 10- 14 mEq/L) berada dalam cairan intrasel4,8. Lebih dari 90%
tekanan osmotik di cairan ekstrasel ditentukan oleh garam yang
mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium klorida (NaCl)
dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotik
pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
intrasel dapat dilihat pada Tabel 13 . Jumlah natrium dalam tubuh
merupakan gambaran keseimbangan antara natrium yang masuk dan
natrium yang dikeluarkan.

Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan


intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi
kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada
orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah
kalium pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah
kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak.
19 Perbedaan kadar kalium di dalam plasma dan cairan interstisial
dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-Donnan, sedangkan perbedaan
kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial adalah akibat adanya
transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar dengan
natrium). Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan
kalium yang masuk dan keluar.

Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel.


Pemeriksaan konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis
banding pada gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion
gap. 14 Jumlah klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per
kilogram berat badan. Sekitar 88% klorida berada dalam cairan
ekstraseluler dan 12% dalam cairan intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi
lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak dan dewasa. Keseimbangan
Gibbs-Donnan mengakibatkan kadar klorida dalam cairan interstisial lebih
tinggi dibanding dalam plasma. Klorida dapat menembus membran sel
secara pasif. 11 Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan
cairan intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan
dalam membran sel.
Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Tubuh Menurut
Yaswir dan Ferawati (2012)

F. Gangguan Keseimbangan
1. Gangguan Keseimbangan Natrium.
Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium
plasma dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah
nilai normal (135-145 mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium
plasma meningkat di atas normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan
hipoosmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan hiperosmolalitas.
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air
yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan
konsentrasi natrium plasma. Kehilangan natrium klorida primer biasanya
terjadi pada dehidrasi hipoosmotik seperti pada keadaan berkeringat
selama aktivitas berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan
penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan
penggunaan diuretik secara berlebihan. 10,12,19 Hiponatremia juga dapat
disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan
fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit addison, serta retensi
air yang berlebihan (overhidrasi hipo-osmotik) akibat hormon
antidiuretik10,12,19. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respons
fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari
hipotalamus (osmolaritas urine rendah).
1. Gangguan Keseimbangan Kalium
Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai
hipokalemia dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai
hiperkalemia. Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi
denyut jantung melambat. 3,10,16,19 Peningkatan kalium plasma 3-4
mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi
lagi dapat menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung. Penyebab
hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Asupan Kalium Kurang
Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum
alkohol yang berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan baik,
atau pada pasien sakit berat yang tidak dapat makan dan minum dengan
baik melalui mulut atau disertai oleh masalah lain misalnya pada
pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori pada program
menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.
b. Pengeluaran Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna
seperti muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik
3. Gangguan Keseimbangan Natrium.
Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi
pemasukan. Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan
hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia,
defisit klorida tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga dapat
terjadi pada gangguan yang berkaitan dengan retensi bikarbonat,
contohnya pada asidosis respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal.

2. Fisiologi gastrointestinal

Sumber : Guyton and Hall Textbook Of Medical Physiology


A. Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air,
dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal
tubuh. Makanan yang dicerna merupakan sumber energi, atau bahan bakar,
yang esensial. Bahan bakar tersebut digunakan oleh sel untuk
menghasilkan ATP untuk melaksanakan berbagai aktivitas yang
memerlukan energi, misalnya transpor aktif, kontraksi, sintesis, dan
sekresi. (Sherwood, 2013).

Guyton (1997) menyatakan bahwa saluran pencernaan memberi


tubuh persediaan akan air, elektrolit, dan makanan yang terus-menerus.
Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan :
1. Pergerakan makanan melalui saluran pencernaan.
2. Sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan.
3. Absorpsi hasil pencernaan, air, dan berbagai elektrolit.
4. Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa
zat-zat yang diabsorpsi.
5. Pengaturan semua fungsi ini oleh sistem saraf dan hormonal.

Proses Pencernaan.
1. Mastikasi/ Mengunyah
Mengunyah adalah proses pencernaan makanan yang pertama kali.
Organ utama mengunyah adalah gigi. Gigi yang paling berperan untuk
menghaluskan makanan adalah gigi incisivus (seri) yang berfungsi
memotong dan molar (geraham) untuk menggiling makanan. Ada juga
tipe gigi kaninus (taring) yang berperan untuk mengoyak makanan. Dan
juga ada peran lidah sebagai reseptor rasa dan pengatur perubahan posisi
makanan serta pendorong makanan ke faring untuk ditelan Di organ mulut
memiliki beberapa kelenjar yang berproduksi saliva. Saliva terdiri dari
campuran mukus, enzim ptialin/amilase dan natrium bikarbonat. Mukus
berperan untuk memudahkan proses menelan dan garam bikarbonat untuk
menetralisir keasaman makanan. (Irfannuddin, 2008)
2. Diglusi/Menelan
Menurut Irfannuddin (2008) setelah dirasa halus, makanan akan
didorong ke faring posterior untuk ditelan. Proses menelan terbagi menjadi
tiga stadium, yaitu :
a) Stadium volunteer merupakan awal proses menelan. Secara sadar,
makanan didorong ke faring oleh lidah.
b) Stadium faringeal makanan sampai ke pintu faring dan mengenai tonsil
palatina dan dinding posterior faring. Sentuhan makanan ke faring akan
membangkitkan reseptor menelan.
c) Stadium esophageal menimbulkan gerakan peristaltik primer sebagai
lanjutan kontraksi muskulus kontriktor faring. Dengan gerakan peristaltik
makanan di esofagus akan di dorong ke gaster. Bila makanan belum
seluruhnya ke gaster maka akan timbul gerakan peristaltik sekunder yang
dihasilkan oleh distensi esofagus oleh makanan.

Gambar 2 Mekanisme Menelan


Sumber : Guyton and Hall Textbook Of Medical Physiology

3. Motilitas
Kata motilitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan
mendorong maju isi saluran cerna. Di dinding saluran cerna terdapat otot
polos yang dinamakan tonus yang berfungsi untuk mempertahankan
tekanan tetap pada isi saluran cerna serta untuk mencegah dindingnya
teregang permanen setelah mengalami distensi (Sherwood, 2013).
Pada aktivitas tonus yang terus-menerus terjadi ini terdapat dua
tipe dasar motilitas fasik saluran cerna: gerakan propulsif dan gerakan
mencampur.
a) Gerakan propulsif mendorong isi maju melalui saluran cerna. Makanan
yang melalui esofagus hanya transit. Tapi di usus, penyerapan isi bergerak
maju dengan lambat, untuk menguraikan dan menyerap makanan.
(Sherwood, 2013)
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik.
Terdapat beberapa faktor hormonal yang memengaruhi peristaltik berupa
gastrin, CCK, insulin, dan serotonin, semuanya meningkatkan motilitas
usus dan disekresikan selama berbagai fase pencernaan makanan.
Sebaliknya, sekretin dan glukagon menghambat motilitas usus. Fungsi lain
dari kimus adalah menyebarkan kimus sepanjang mukosa usus. (Arthur C.
Guyton, 1997)
b). Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan
mencampur makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan
pencernaan makanan. Kedua, gerakan ini mempermudah penyerapan
dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap
saluran cerna Pergerakan bahan terjadi berkat kontraksi otot polos di
dinding organ-organ pencernaan. Kecuali pada saat mengunyah, menelan,
dan defekasi karena otot yang berperan adalah otot rangka. (Sherwood,
2013)

4. Sekresi
Menurut Guyton (1997) di sepanjang traktus gastrointestinal, kelenjar
sekretoris mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
a) Enzim-enzim pencernaan disekresi pada sebagian besar daerah dari
rongga mulut sampai ujung distal ileum.
b). Kelenjar mukus, dari ringga mulut sampai ke anus, mengeluarkan
mucus untuk melumaskan dan melindungi semua bagian saluran
pencernaan.

5.Digesti
Menurut Sherwood (2013) manusia mengonsumsi tiga kategori
utama bahan makanan kaya-energi: karbohidrat, protein, dan lemak.
Tujuan digesti adalah untuk menguraikan struktur kompleks makanan
secara kimiawi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap
melalui proses-proses berikut ini:
a). Sebagian besar bentuk karbohidrat yang dikonsumsi berbentuk
polisakarida, polisakarida yang paling umum dikonsumsi adalah tepung,
yang mengandung polisakarida amilosa dan amilopektin yang berasal dari
tanaman. Polisakarida dalam bentuk lain berupa glikogen yang terdapat
pada daging dan terdapat juga bentuk selulosa yang ditemukan dalam
makanan dan di dinding tumbuhan. Selain polisakarida, sumber
karbohidrat lain dalam makanan adalah dalarn bentuk disakarida, termasuk
sukrosa yang dikenal sebagai gula pasir dan laktosa yaitu gula susu.
Melalui proses pencernaan, tepung, glikogen, dan disakarida diubah
menjadi monosakarida yang dapat diserap tubuh.
b). Protein dalam makanan terdiri dari berbagai kombinasi asam amino
yang disatukan oleh ikatan peptide. Melalui proses pencernaan, protein
diuraikan terutama menjadi asam-asam amino serta beberapa polipeptida
kecil, keduanya adalah satuan protein yang dapat diserap.
c). Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida,
Pencernaan enzimatik lemak akan diubah menjadi monogliserida dan asam
lemak netral yang dapat diserap oleh tubuh.
Pencernaan semua bahan makanan dalam diet dituntaskan Garam dan air,
oleh hidrolisis enzimatik. Makanan akan diurai oleh enzim yang akan
diubah menjadi unit-unit terkecil yang dapat diserap.
6.Absorpsi
Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi sebagian besar
penyerapan. Melalui proses absorpsi, unit-unit kecil makanan yang dapat
diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitatnin, dan
elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darali atau
limfe. (Sherwood, 2013)

B. Gangguan Sistem Pencernaan


Diare
Diare adalah peningkatan kadar air, volume atau frekuensi tinja
yang dapat menjadi akut ataupun kronis. Diare adalah masalah
gastrointestinal umum yang terjadi selama masa bayi ataupun pada
masa kanak-kanak. Diare yang disebabkan oleh infeksi dapat menjadi
penyebab utama kematian anak-anak terutama di negara-negara
berkembang. Parahnya diare terjadi selama 1 sampai 3 kali selama 3
tahun pertama dalam hidup. Dan biasanya akan sembuh sendiri selama
kurang lebih 72 jam.
Patofisiologi, diare dengan jumlah feses yang meingkat dimana
large-volume diarrhea, biasanya terjadi karena jumlah air atau sekresi
yang berlebihan yang terjadi di usus. Small-volume diarrhea, volume
tinja tidak meningkat, biasanya terjadi karena motilitas usus yang
berlebihan.
Diare dapat dibagi menjadi 3 kategori utama, yaitu :
1. Osmotik Diare
2. Sekresi Diare
3. Motilitas Diare
Untuk anak kecil ada 1 jenis tambahan yaitu infant diarrhea yang
terjadi karena sebuah anomaly dari metabolism ataupun memang
bawaan (kongenital). Pada anak-anak diare akut yang diakibatkan oleh
infeksi biasanya dikaitkan dengan virus akut ataupun bakteri
gastrointestinal. Rotavirus, norovirus, astrovirus termasuk kedalam
virus-virus yang dapat menyebabkan diare. Rotavirus adalah virus
yang paling sering menyerang anak-anak. Untuk bakteri ada
Escherichia coli, Klebsiella, staphylococci, Salmonella, Shigella, and
Vibrio cholera. Selain itu ada beberapa parasite juga. Sedangkan untuk
diare yang kronik biasanya disebabkan oleh virus, kronik osmotic
diare, ataupunn penyakit lain yang merusak penyerapan. Diare yang
terus menerus pada anak-anak dapat menyebabkan malnutrisi dan
kegagalan pertumbuhan. (Huether & McCance, 2010)

3. Sistem Imun
A. Definisi
Saluran cerna tersusun dari jaringan limfoid (40%) dan 80% selnya
menghasilkan antibodi. Jaringan limfoid saluran cerna sendiri
merupakan jaringan limfoid terbesar di dalam tubuh manusia. Oleh
karena itu, wajar bila saluran cerna sangat berperan dalam mekanisme
pertahanan (sistem imun) tubuh secara keseluruhan. Diharapkan
dengan mempunyai saluran cerna yang sehat, anak lebih terproteksi
dari berbagai bakteri patogen dan lebih tolerans dari bahan makanan
yang bersifat alergen (menimbulkan penyakit alergi). Secara ringkas
dapat disimpulkan bahwa dengan saluran cerna yang sehat akan
menghasilkan sistem pertahanan tubuh yang baik sehingga anak lebih
jarang sakit dan dapat tumbuh serta berkembang secara optimal
(Satgas ASI IDAI, 2010).
Sistem imun merupakan kumpulan mekanisme dalam suatu
mahluk hidup yang melindunginya terhadap infeksi dengan
mengidentitifikasi dan membunuh substansi patogen. Sistem ini dapat
mendeteksi bahan patogen, mulai dari virus sampai parasit dan cacing
serta membedakannya dari sel dan jaringan normal. Deteksi
merupakan suatu hal yang rumit karena bahan patogen mampu
beradaptasi dan melakukan cara-cara baru untuk meng-infeksi tubuh
dengan sukses.
Sebagai suatu organ kompleks yang disusun oleh sel-sel spesifik,
sistem imun juga merupakan suatu sistem sirkulasi yang terpisah dari
pembuluh darah yang kesemuanya bekerja sama untuk menghilangkan
infeksi dari tubuh. Organ sistem imun terletak di seluruh tubuh, dan
disebut organ limfoid.
B. Jenis Sistem Imun
1. Sistem imun non spesifik
Suatu sistem pertahanan tubuh yang terdepan dalam menghadapi
berbagai macam serangan mikoroorganisme karena sistem imun spesifik
memiliki waktu yang sedikit lama untuk merespon. Adapu pertahanan dari
sistem imun non spesifik adalah :
a. Pertahanan fisik
Berfungsi sebagai pencegahan dari kuman patogen yang masuk kedalam
kulit misal nya luka bakar, dan selaput lendir
b. Pertahanan larut
Pertahanan biokimia : bahan yang di sekresi misalnya ludah, keringat air
mata dan air susu sebagai perlindungan kuman dan antibakteri
c. Pertahanan humoral
Pertahann komplemen : meng aktivasikan fagosit untuk membasmi bakteri
2. Sistem imun spesifik
a. Sistem imun spesifik humoral : yang berperan dalam sistem fungsi
spesifik adalah lomfosit B yang berasal dari multi protein dalam sumsum
tulang. Bila limfosit B terangsang benda asing maka sel tersebut
berdifesiensi menjadi mebentuk anti bodi untuk mempertahankan tubuh
terhadap infeksi bakteri atau bakteri dan menetralisir toksin
b. Sistem imun spesifik seluler : yang berperan dalam sistem pertahanan
adalah sel T fungsinya yaitu :
• Memproduksi antibodi bersama sel B
• Mengenali dan mehancurkan virus
• Pengaktifan makrofag dan fagositosis
• Pengontrolan abang dan kualitas sistem imun
Gambar 4. Organ dan jaringan sistem imun sebagai barier proteksi tubuh
terhadap infeksi
Pada dasarnya, ada tiga macam strategi pertahanan tubuh: 1)
Barier-sikal (kulit dan mukosa yang utuh) dan kimia (asam lambung); 2)
Respons imun alami (innate/non-spesifik), misal fagositosis; 3) Respons
imun adaptif (didapat/ spesifik). Pada sebagian besar kasus, pertahanan
terhadap patogen penyerang yang merusak dapat dilakukan oleh barier-
sikal dan respons imun alami, tetapi bila tidak berhasil, respons
imunadaptif akan diaktivasi. Membran mukosa, seperti mukosa
pencernaan, pernapasan, urinari, dan reproduksi, berfungsi untuk
melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme asing. Urin dan sekret
mukosa akan men-dorong dan mengeluarkan antigen dan antibodi.
Antigen merupakan suatu zat yang dapat merangsang pembentukan
antibodi sedangkan antibodi gamma globulin atau immunoglobulin yang
mencangkup 20 persen dari seluruh protein plasma (guyton, 2016)
Mekanisme antibodi :
1. Menyerang penyebab penyakit
2. Mengaktivasi sistem komplemen yang kemudian akan menghancurkan
penyebab penyakit
Mekanisme Kerja Antibodi :
Kerja langsung antibodi terhadap agen yang menginvasi dengan cara
a. Aglutinasi, Terikatnya secara bersama-sama menjadi satu gumpalan
banyak partikel besar dengan antigen di permukan seperti bkteri atau sel
darah merah
b. Presipitasi, yaitu pembentukan presipitat akibat suatu proses yang
menyebabkan kompleks molekular dari antigen yang mudah larut dan
antibodi menjadi begitu besar sehingga menjadi tidak larut
c. Netralisasi, proses yang menyebabkan antibody menutupi tempat-tempat
yang toksik dari agen yang bersifat antigenik.
d. Lisis, rupturnya suatu agen akibat beberapa antibody yang sangat kuat
yang mampu menyerang membrane sel agen penyebab penyakit.
Kerja antibody yang langsung menyerang agen penyebab penyaki tidak
cukup kuat. Sehingga, terdapat efek penguatan oleh sistem komplemen
yang merupakan isitilah gabungan untuk menggambarkan suatu sistem
yang terdiri dari kira-kira 20 protein yang kebanyakan merupakan
precursor enzim. Pemeran utama dalam sistem ini adalah 11 protein yang
ditandai dengan C1 sampai C9,B, dan D yang terdapat diantara protein
plasma darah dan juga ada di antara protein yang bocor keluar dari kapiler
masuk ke dalam jaringan.
Jenis immunoglobulin :
a. igG
Komponen utama yang banyak yang ditemukan dalam berbagai
cairan diantarnya cairan saraf sentral dan juga urin, igG dapat meembus
plasenta dan masuk ke janin dan berperan sebagai imunitas bayi pada
umur 6-9 bulan, berfungsi sebagai pertahanan infalamasi
b. igA
Ditemukan sedikit dalam serum terdapat dalam cairan sekresi
saluran pernapasan, saluran cerna, saluran kemih, air mata , keringat ,
ludah dan kolostrum lebih tinggi. Berfungsi sebagai menetralisir toksin
atau virus dan atau mencegah kontak antara toksin atau virus
c. igD
Ditemukan dengan kadar yang rendah dalam darah berfungsi
mengaktivasi antibodi terhadap antigen
d. igE
Ditemukan dalam jumlah dikit didalam serum yang diikat dengan
mastofil, basofil, eosinofil, makrofag dan trombosit. Kadar ig E tinggi
ditemukan pada saat alergi

C. Penyebab alergi
1. Alergi yang disebabkan oleh sel T teraktivasi : alergi reaksi-lambat
a. Alergi ini menyebabkan erupsi kulit sebagai respons terhadap obat-
obatan atau bahan-bahan kimia tertentu. Contohnya erupsi kulit yang
disebabkan oleh pajanan terhadap racun dari tumbuhan yang menjalar.
b. Alergi ini disebabkan teraktivasinya sel T bukan dari antibodi.
Pada kasus terkena racun dari tumbuhan yang menjalar, toksik dari racun
itu sendiri tidak menyebabkan banyak kerusakan jaringan, tetapi bila
terpapar terus-menerus akan menimbulkan reaksi imun yang diperantarai
sel. Jadi akibat akhir dari beberapa alergi reaksi-lambat dapat
menimbulkan kerusakan jaringan yang parah. (Arthur C. Guyton, 1997
2. Alergi pada orang yang alergenik dengan antibodi IgE yang
berlebihan
a. Alergi ini ditandai dengan adanya sejumlah besar antibodi IgE.
Bila suatu alergen (antigen yang beraksi dengan antibodi regain IgE)
memasuki tubuh, maka terjadi reaksi alergen-reagin, dan kemudian
menjadi reaksi alergi. (Arthur C. Guyton, 1997)

D. Imunopatologi hipersensitivitas
1. Reaksi hipersensitivitas tipe I
Pada individu yang mempunyai predisposisi genetik, paparan
antigen makanan menyebabkan produksi IgE. Pada usia penyapihan,
apabila supresor sel T tidak berkembang, atau produksi IgA defisien pada
saat lahir, maka terjadi proses lebih lanjut yang diawali ikatan IgE spesifik
pada sel mast atau basofil. Pemaparan antigen spesifik berikutnya, maka
sel mast atau sel basofil akan mengikat antigen kemudian mengeluarkan
berbagai macam mediator. Penyebab utama reaksi tipe I adalah protein
susu sapi atau protein telur. Protein susu sapi dapat berada di dalam ASI
dalam jumlah sedikit, sehingga kasus alergi CMPA pada anak yang
minum EBF lebih jarang (Mac Donald dalam Pitono, 2003).
2. Reaksi hipersensitivitas tipe III
Antibodi (IgG atau IgM) bereaksi dengan antigen yang berlebih,
diikuti perlekatan komplemen, dengan akibat respon keradangan lokal.
Reaksi berlangsung dalam beberapa jam sesudah pemaparan antigen.
Dikemukakan reseptor Fc untuk immunoglobulin dan bukannya
komplemen yang penting dalam kerusakan jaringan. Reaksi
gastrointestinal dapat terjadi 6 jam setelah pemaparan berupa muntah,
diare dan kolik, serta peningkatan lokal dari IgM dan sel plasma IgA.
Dalam jangka 24 jam berikutnya akan terlihat sembab lokal, reaksi
endotel, penebalan membran dasar, penimbunan serat kolagen dan
infiltrasi lekosit polimorf. Terjadi pula peningkatan lokal IgG dan C3 di
dalam jaringan ikat subepitelial yang menunjukkan adanya reaksi
kompleks imun. Pada tahap ini mulai terlihat kerusakan enterosit yaitu
mikrovili yang menjadi tidak teratur, peningkatan lisosom dan
pembengkakan mitokondrial. Selain penimbunan lokal, kompleks imun
yang mengandung antigen makanan dan imunoglobulin (IgG dan IgE)
terlihat pula dalaM serum penderita alergi makanan (Mac Donald dalam
Pitono, 2003)
3. Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Delayed type hypersensitivity
reaction=DTH)
DTH mencerminkan fenomena imunitas dengan perantaraan sel
CMI (cell-mediatedimmunity). DTH merupakan mekanisme imunologik
yang paling jelas perannya terhadap kerusakan mukosa usus yang berat.
DTH adalah reaksi yang ditimbulkan oleh antigen dengan limfosit T
spesifik terhadap antigen tersebut dikenal sebagai sel DTH (Pitono S dkk,
2003, Siti Boedina Kresna, 1996) Antigen menembus mukosa usus
melalui Plaques Peyeri, ditangkap sel APC, sel dendritik atau makrofag.
Selanjutnya disajikan pada sel T yang mengikat MHC II, akan memacu
Th1 menghasilkan IFN-g. Sel akan bermigrasi pada lamina propria yang
juga memacu Th1 lebih banyak dan menghasilkan IFN-g. IFN-g ini
menyebabkan keradangan dan kerusakan mukosa usus. Sitokin lainnya
adalah TNF-a dan IL-1b yang akan menghasilkan berbagai
metalloproteinase yang merusak mukosa (Mowatt, 1994 dalam Pitono,
2003

4. ASI dan ASI Eksklusif


A. ASI
Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik untuk bayi karena
merupakan makanan alamiah yang sempurna, mudah dicerna oleh bayi
dan mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi untuk
pertumbuhan, kekebalan dan mencegah berbagai penyakit serta untuk
kecerdasan bayi, aman dan terjamin kebersihannya karena langsung
diberikan kepada bayi agar terhindar dari gangguan pencernaan seperti
diare, muntah dan sebagainya (WHO, 2002) (Depkes, 2002).
Pedoman internasional yang menganjurkan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama didasarkan pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI
bagi daya tahan hidup bayi, pertumbuhan, dan perkembangannya. ASI
memberi semua energi dan gizi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan
pertama kehidupnya. Pemberian ASI eksklusif mengurangi tingkat
kematian bayi yang disebabkan berbagai penyakit yang umum menimpa
anak-anak seperti diare dan radang paru, serta mempercepat pemulihan
bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran (Williams, L & Wilkins,
2011).
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI tanpa memberikan
makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai bayi berumur 6
bulan, kecuali obat dan vitamin. (Depkes 2002) (WHO, 2002)
Menurut Hidayat (2012), bayi yang diberikan ASI eksklusif akan
lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak
mendapat ASI eksklusif karena di dalam ASI terdapat kolostrum yang
berfungsi sebagai zat kekebalan, kolostrum ini akan melindungi bayi dari
berbagai penyakit termasuk penyakit diare. Kolostrum pada ASI sangat
berguna bagi bayi dimana terkandung zat kekebalan terutama
immunoglobulin A (IgA) untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi seperti diare, memiliki efek laksatif yaitu membantu bayi, pada
awal – awal buang air besar dimana kolostrum melindungi saluran
pencernaan bayi dari zat asing yang masuk ke tubuhnya.
Menurut Sidi, Suradi, Masoara, Boediharjo dan Marnoto (2007),
bayi yang mendapat ASI lebih jarang menderita penyakit, karena adanya
zat protektif dalam ASI, Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktosa
menjadi asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran
pencernaan bersifat asam sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri E.coli Shigela dan jamur. Laktoferin
bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan kuman tertentu yaitu
berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2013, Laktosa adalah
karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali
lipat dibanding laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu formula.
Namun demikian angka kejadian diare yang disebabkan karena tidak dapat
mencerna laktosa (intoleransi laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang
mendapat ASI, kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya
berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi, protein dalam ASI
dan susu formula terdiri dari protein Whey dan Casein, protein dalam ASI
lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus
bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak mengandung protein Casein yang
lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah protein Casein yang terdapat
dalam ASI hanya 30% dibanding susu sapi yang mengandung protein ini
dalam jumlah tinggi (80%).

Perbandingan Komposisi zat gizi (per 100 ml)

Susu Formula
Komposisi ASI Susu Sapi (modifikasi susu sapi)

Energi (kcal) 62 67 60-65

Protein (g) 1,3 3,5 1,5-1,9

Karbohidrat (g) 6,7 4,9 7,0-8,6

Casein:Whey 40:60 63:37 40:60 – 63:37

Lemak (g) 3,0 3,6 2,6-3,8

Natrium (mg) 0,65 2,3 0,65-1,1

Calcium (mg) 33 125 50

Zat besi (mg) 0,15 0,10 0,45-2

B. Jenis ASI
1. Kolostrum
Kolostrum adalah jenis susu yang diproduksi pada tahap akhir
kehamilan dan pada hari-hari awal setelah melahirkan. Warnanya
kekuningan dan kental. Meski jumlahnya tidak banyak, kolostrum
memiliki konsentrasi gizi dan imunitas yang tinggi. Dalam beberapa hari
pertama setelah kelahiran, kolostrum keluar dari payudara untuk diminum
bayi. Kolostrum hanya tersedia mulai hari pertama hingga maksimal hari
ketiga atau keempat (Depkes, 2002).
Menurut Depkes, 2002, kolostrum memiliki banyak manfaat yaitu :
a. Kolostrum berkhasiat untuk bayi dan komposisinya mirip dengan nutrisi
yang diterima bayi di dalam rahim
b.Kolostrum bermanfaat untuk mengenyangkan bayi pada hari-hari petama
hidupnya
c.Seperti imunisasi, kolostrum memberi antibodi kepada bayi
(perlindungan terhadap penyakit yang sudah pernah dialami sang ibu
sebelumnya)
d.Kolostrum juga mengandung sedikit efek pencahar untuk menyiapkan
dan membersihkan sistem pencernaan bayi dari mekonium, yaitu kotoran
bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan
e.Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA yang melindungi
bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare
f. Kolostrum juga mengurangi konsentrasi bilirubin (yang
menyebabkan bayi kuning)
Kolostrum memiliki fungsi yang sangat vital dalam sepuluh hari
pertama kehidupan bayi. Kolostrum memiliki konsentrasi tinggi
karbohidrat, protein, dan zat kekebalan tubuh. Zat kebal yang ada antara
lain adalah : IgA dan sel darah putih. Kolostrum sangat rendah lemak
karena bayi yang baru lahir tidak mudah mencerna lemak.

2. ASI transisi
ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum, yaitu
pada hari kelima sampai hari kesepuluh. Kadar lemak dan laktosa yang
dikeluarkan lebih tinggi dan kadar protein serta mineral lebih rendah
dibandingkan dengan kandungan ASI hari pertama. Pada masa ini, jumlah
volume ASI semakin meningkat dan pengeluaran ASI mulai stabil. Hal ini
untuk memenuhi kebutuhan bayi karena aktifitas bayi yang mulai aktif dan
bayi mulai beradaptasi dengan lingkungan (Williams, L, & Wilkins,
2011).

3. Susu matur
Susu matur yaitu ASI yang disekresi pada hari kesepuluh sampai
seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bayi yang terus berubah
disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai usia 6 bulan. Setelah 6
bulan, bayi mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI
(Williams, L, & Wilkins, 2011).

C. Komposisi ASI
ASI selalu dapat diberikan dalam kondisi apapun ke bayi,
meskipun ibu dalam keadaan sakit, hamil, menstruasi atau kurang gizi.
Kandungan seimbang dalam ASI dapat membantu pencernaan bayi, selain
itu bioavailabilitasnya tinggi pada beberapa zat gizi makro dan mikro. ASI
mengandung sedikit kasein, dimana bentuknya lebih halus dan mudah
dicerna, lebih banyak protein dibandingkan dengan susu sapi, dan biasanya
mengandung protein anti-inefective. Selain itu, ASI juga mengandung
asam lemak esensial yang tidak terdapat pada susu sapi atau produk susu
sapi. Enzim lipase dalam ASI membantu mencerna lemak dan kandungan
laktosanya yang tinggi membuatnya lebih bercita rasa dibandingkan susu
sapi. (Gibney, MJ et al, 2009).

Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Di dalam usus halus,


laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase.
Produksi enzim laktase pada usus halus bayi kadang-kadang belum
mencukupi, untungnya laktase terdapat dalam ASI. Sebagian laktosa akan
masuk ke usus besar, di mana laktosa ini akan difermentasi oleh flora usus
(bakteri baik pada usus) yaitu laktobasili. Bakteri ini akan menciptakan
keadaan asam dalam usus yang akan menekan pertumbuhan kuman
patogen (kuman yang menyebabkan penyakit) pada usus dan
meningkatkan absorpsi (penyerapan) kalsium dan fosfor. (Fransisca, 2014)
Kandungan protein dalam ASI yang terbanyak adalah dalam bentuk whey
sebanyak 70%, sedangkan 30% dalam bentuk kasein. Protein whey tahan
terhadap suasana asam dan lebih mudah diserap sehingga akan
mempercepat pengosongane lambung. Laktoferin, lisozim, dan secretory
immunoglobulin A (sIgA) adalah merupakan bagian dari protein whey
yang berperan dalam pertahanan tubuh. Kandungan zat aktif lain dalam
AStI yang terutama bekerja untuk fungsi kekebalan tubuh adalah
komponen protein (alfa laktalbumin, beta laktoglobulin, kasein, enzim,
faktor pertumbuhan, hormon, laktoferin, lisozim, sIgA, dan imunoglobulin
lain), nitrogen non protein (alfa amino nitrogen, keratin, kreatinin,
glukosamin, asam nukleat, nukleotida, poliamin, urea, asam urat),
karbohidrat (laktosa, oligosakarida, glikopeptida, faktor bifidus), lemak
(vitamin larut lemak A, D, E, K, karotenoid, asam lemak, fosfolipid, sterol
dan hidrokarbon, trigliserida), vitamin larut air (biotin, kolin, folat,
inositol, niasin, asam pantotenat, riboflavin, thiamin, vitamin B12, vitamin
B6, vitamin C), mineral dan ion, trace mineral, serta sel (sel epitelial,
leukosit, limfosit, makrofag dan neutrofil).
D. Susu Formula
Susu formula menurut WHO (2002) yaitu susu yang diproduksi
oleh industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu
formula kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu
cair steril sedangkan susu formula tidak steril.
Pemberian susu formula diindikasikan untuk bayi yang karena sesuatu hal
tidak mendapatkan ASI atau sebagai tambahan jika produksi ASI tidak
mencukupi kebutuhan bayi
(Khasanah, 2011).
E. Jenis Susu Formula
Ada beberapa jenis susu formula menurut Khasanah (2011),
1) Susu Formula Adaptasi atau Pemula
Susu formula adaptasi (adapted) atau pemula adalah susu formula
yang biasa digunakan sebagai pengganti ASI oleh bayi baru lahir sampai
umur 6 bulan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Susu formula adaptasi ini disesuaikan dengan keadaan fisiologis bayi.
Komposisinya hampir mendekati komposisis ASI sehingga cocok
diberikan kepada bayi yang baru lahir hingga berusia 4 bulan.
2) Susu Formula Awal Lengkap
Formula awal lengkap (complete starting formula) yaitu susunan
zat gizinya lengkap dan dapat diberikan setelah bayi lahir
3) Susu Formula Follow-Up (lanjutan)
Susu formula lanjutan yaitu susu formula yang menggantikan
kedua susu formula yang digunakan sebelumnya dan untuk bayi yang
berusia 6 bulan ke atas, sehingga disebut susu formula lanjutan. Susu
formula ini dibuat untuk bayi yang berumur sampai 1 tahun meskipun ada
juga yang menyebutkan sampai umur 3 tahun ,juga menjelaskan susu
formula ini dibuat untuk bayi usia 6-12 bulan.
F. Kandungan Susu Formula
Susu formula yang dibuat dari susu sapi telah diproses dan diubah
kandungan komposisinya sebaik mungkin agar kandungannya sama
dengan ASI tetapi tidak 100% sama. Proses pembuatan susu formula,
kandungan karbohidrat, protein dan mineral dari susu sapi telah diubah
kemudian ditambah vitamin serta mineral sehingga mengikuti komposisi
yang dibutuhkan sesuai untuk bayi berdasarkan usianya (Khasanah, 2011).
Menurut Khasanah (2011) ada beberapa kandungan gizi dalam susu
formula yaitu, lemak disarankan antara 2,7-4,1 g tiap 100 ml, protein
berkisar antara 1,2-1,9 g tiap 100 ml dan karbohidrat berkisar antara 5,4-
8,2 g tiap 100 ml
VI. Kerangka Konsep

DN, 9 Bulan

Ibu Bekerja

Asi Tidak Cukup

Sulit Makan, α Laktalbumin


Diberikan Susu
BB Turun Formula β Laktoglobulin

Respon Imunologis
Spesifik

Hipersensitivitas Tipe I
(Ig E)

Ig E Berikatan Dengan
Antigen Yang Dapat
Memicu Alergi

CMPA (Cow Milk Melepaskan Mediator


Protein Allergi) Inflamasi

Bercak Merah Di Pipi Fisiologi TD Terganggu

Bakteri Tumbuh Di
Perut
Bakteri Tumbuh Di
Perut

Diare Cedera Di Mukosa

Perianal Rash Dehidrasi Keluar Darah

Hipoglikemia Turgor Kulit Lambat Ubun-Ubun Cekung

Hiponatremia

Hypokalemia

VII. Kesimpulan
Anak mengalami gangguan dehidrasi dan gangguan keseimbangan
elektrolit disebabkan oleh muntah dan diare dengan dugaan disebabkan
oleh alergi susu sapi
Daftar Pustaka

Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Alih Bahasa:
. Irawati, Ramadani D, Indriyani. Editor Bahasa Indonesia: Setiawati.
Jakarta: . Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.

Host A. Halken S. Approach to feeding problems in the infant and young child.
Dalam: Leung DYM, Sampson HA, Geha RS, Szefler SJ, penyunting. Pediatric
Allergy principles and practice. Missouri, Mosby, 2003

Irfannuddin. 2018. Fungsi Tubuh Manusia (cetakan IX). Palembang: Fakultas


Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Lifsehitz C, Alergy to cow milk. J.Ped. Neonatal 2005.

Rizqiani, AP.2017.Produksi ASI.Semarang:UNIMUS. (diakses di


http://repository.unimus.ac.id/857/3/BAB%202.pdf pada tanggal 12 maret 2019
pukul 20:02 WIB)

Sampson HA. Adverse reactions to foods.Dalam : Middleton E, Reed CE, Elliot


EF, Adkinson NF, Yunginger JW, Busse WW, penyunting. Allergy. Principle and
Practice.Edisi ke-4.St.Louis, Mosby, 1993

Satgas ASI IDAI. 2010. Air Susu Ibu Dan Menyusui. Jakarta: Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia (edisi VIII). China: Brooks/Cole,


Cengage Learning.

Sicherer Sh,Sampson HA.Food hypersensitivity and atepic dermatitis:


Patophysiology, epidemiology, diagnosis and management. J Allergy Clin
Immunol. 1999.

Siregar P Sjawitri, Ida Mardiati, Akib Arwin. Cows milk allergy. Pediatric
Indonesia 1999.

Depkes. 2002. Buku Panduan Manajement Laktasi. Jakarta: Depkes RI.


Fransisca, Jessica Novia and JC Susanto , JC Susanto (2014) Pengaruh Lama Cuti

Bersalin Terhadap Kelangsungan Pemberian Asi. Undergraduate thesis, Faculty of


Medicine Diponegoro University.

Gibney, M.J., et al. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.

Guthrie, H.A. 1995, Introductory Nutrition 7th edition, Times Mirror/Mosby


College Publishing, Missouri

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba


Medika.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2013). Air susu ibu dan Kesehatan

Saluran Cerna. http://www.idai.or.id/artikel/klinik

/asi/air-susu-ibu-dan-kesehatan-saluran-cerna diakses pada tanggal


11 Maret 2019 jam 20.00.

Khasanah. 2011. ASI atau susu formula ya?. Panduan Lengkap Seputar ASI dan
Susu Formula.

Jogjakarta. Flashbook

World Health Organization (WHO).2002. Angka Kematian Bayi. Amerika:


WHO.

Giovanna, V., Carla, C., Alfina, C., Domenico, P. A., & Elena, L. (2012). The
immunopathogenesis of cow's milk protein allergy (CMPA). Italian Journal of
Pediatrics, 1-5.

Huether, S. E., & McCance, K. L. (2010). Pathophysiology : The Biologic Basis


for Disease in Adult and Children (7th ed.). Riverport Lane: Elsevier.
Jakarta, I. C. (2010). Air Susu Ibu dan Menyusui. Jakarta : Pengurus Pusat Ikatan
Dokter Anak Indonesia.

Kumar, V., Abbas, A. K., & Aster, J. C. (2013). Robbins Basic Pathology (13th
ed.). Philadelphia: Elsevier.

Nasar, S., Hendarto, A., & Muaris, H. J. (2005). Makanan Bayi dan Ibu
Menyusui. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Praptiani, W. (2012). Kebidanan Oxford : dari Bidan untuk Bidan. Jakarta: EGC.

Purwanti, H. S. (2004). Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Bandung: Cendekia.

Roesli, U. (2000). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Niaga Swadaya.

Roesli, U. (2005). Panduan Praktis Menyusui. Jakarta: Niaga Swadaya.

Roesli, U. (2008). Inisiasi Menyusu Dini Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka
Bunda.

Arifin, Siregar. 2004. Pemberian Asi Eksklusif dan Faktor - Faktor yang
Mempengaruhinya.

Briawan, Dodik. 2004. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran


Penggunaan Air Susu Ibu (ASI).

Dewi. 2017. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.

Juffrie, Mohammad. 2013. Saluran Cerna yang Sehat: Anatomi dan Fisiologi.

Kuntarti. 2005. Keseimbangan Cairan, Elekrolit, Asam dan Basa.

Purwanti. 2004. Konsep Penerapan ASI Eksklusif.

Sherwood. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 8 ed. Jakarta: EGC.

Siregar, P dan Zakiudin, M. 2006. Pentingnya Pencegahan Dini dan Tata laksana
Alergi Susu Sapi.
Sudiono, Janti. 2014. Sistem Kekebalan Tubuh. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG

Sukandar, E dan Retnosari, A. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI


Penerbitan.

Wijayanti, Widya. 2010. Hubungan Antara Pemberian ASI Eksklusif Dengan


Angka Kejadian Diare Pada Bayi Umur 0-6 Bulan di Puskesmas Gilingan
Kecamatan Sanjarsari Surakarta.

Yaswir, R dan Ferawati, I. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan Natrium,

Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratorium.

Vous aimerez peut-être aussi