Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
STIKes FALETEHAN
disusun oleh :
1
BAB 1
PENDAHULUAN
2
10. Bagaimana komplikasi dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan Steven
Johnson Syndrome?
11. Bagaimana asuhan keperawatan dari SLE, Reaksi Hipersensitivitas, dan
Steven Johnson Syndrome?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa sebagai calon perawat yang professional diharapkan
mengerti dan memahami penyakit imunologi SLE, Reaksi
Hipersensitivitas dan Steven Johnson Syndrome serta mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
imunologis dengan tepat.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi dan asuhan
keperawatan yang tepat untuk gangguan sistem imunologis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Imunologi adalah suatu ilmu yang mempelajari antigen, antibody, dan
fungsi pertahanan tubuh penjamu yang diperantarai oleh sel, terutama
berhubungan imunitas terhadap penyakit, reaksi biologis hipersensitif, alergi
dan penolakan jaringan.
Sistem imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan
terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organism, termasuk
virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam
perlawanan terhadap protein tubuh molekul lain seperti yang terjadi pada
autoimunitas dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor
Letak sistem imun
4
thymopoetin dan thymosin yang menstimulasi perkembangan dan aktivitas
T limfosit.
a. Limfosit T sitotoksik
Limfosit yang berperan dan imunitas yang diperantarai sel. Sel T
sitotoksik memonitor sel di dalam tubuh dan menjadi aktif bila
menjumpai sel dengan antigen permukaan yang abnormal. Bila telah
aktif sel T sitotoksik menghancurkan sel abnormal.
b. Limfosit T helper
Limfosit yang dapat meningkatkan respon sistem imun normal. Ketika
distimulasi oleh antigen presenting sel seperti makrofag, T helper
melepas faktor yang menstimulasi proliferasi sel B limfosit.
c. Limfosit B
Tipe sel darah putih atau leukosit penting untuk imunitas yang
diperantarai antibody/humoral. Ketika di stimulasi oleh antigen
spesifik limfosit B akan berubah menjadi sel memori dan sel plasma
yang memproduksi antibody.
d. Sel plasma
Klon limfosit dari sel B yang terstimulasi. Plasma sel berbeda dari
limfosit lain, memiliki reticulum endoplamik kasar dalam jumlah yang
banyak, aktif memproduksi antibody.
3. Getah bening
Kelenjar getah bening berbentuk kacang kecil terbaring di sepanjang
perlanan limfatik. Terkumpul dalam situs tertentu seperti leher, axillae,
selangkangan, dan para-aorta daerah.
4. Nodus limfatikus
Nodus limfatikus (limfonodi) terletak sepanjang sistem limfatik. Nodus
limfatikus mengandung limfosit dalam jumlah banyak dan makrofag yang
berperan melawan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Limfe
bergerak melalui sinus, sel fagosit menghilangkan benda asing. Pusat
germinal merupakan produksi limfosit.
5. Tonsil
Tonsil adalah sekumpulan besar limfonodi terletak pada rongga mulut dan
nasofaring. Tiga kelompok tonsil adalah tonsil palatine, tonsil lingual dan
tonsil pharyngeal.
6. Limpa/spleen
Limpa mendeteksi dan merespon terhadap benda asing dalam darah,
merusak eritrosit dan sebagi penyimpan darah. Parenkim limpa terdiri dari
2 tipe jaringan yaitu pulpa merah dan pulpa putih.
5
a. Pulpa merah terdiri dari sinus dan di dalamnya terisi eritrosit.
b. Pulpa putih terdiri dari limfosit dan makrofag.
Benda asing di dalam darah yang melalui pulpa putih dapat menstimulasi
limfosit.
2.2.1 Definisi
6
Suatu peradangan kronis jaringan ikat mengenai sendi, ginjal,
selaput serosa permukaan, dan dinding pembuluh darah yang belum jelas
penyebabnya. Peradangan kronis ini mengenai perempuan muda dan
anak-anak. 90% penderita penyekit SLE adalah perempuan.
2.2.2 Etiologi
7
respon dari sel limfosit T dan B sehingga dapat menyebabkan SLE
(Delafuente, 2002). Selain itu infeksi virus dan bakteri juga
menyebabkan perubahan pada sistem imun dengan mekanisme
menyebabkan peningkatan antibody entiviral sehingga mengaktivasi sel
B limfosit nonspesifik yang yang akan memicu terjadinya SLE
(Herfindal et al., 2000).
2.2.3 Patofisiologi
8
DNA, protein histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam
keadaan alamiah terdapat dalam bentuk agregat protein dan atau
kompleks protein RNA yang disebut partikel ribonukleoprotein (RNA).
Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak tissue-spesific dan
merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini secara
bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam
sirkulasi. Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada
SLE terganggu. Dapat berupa gangguan klirens kompleks imun besar
yang larut, gangguan pemprosesan kompleks imun dalam hati, dan
penurun
2.2.4 Epidemiologi
9
lupus. Wanita penderita lupus berisiko tinggi mengalami keguguran.
Juga risiko lahir mati, yang memerlukan perawatan ekstra selama
kehamilan.
Bayi-bayi yang lahir dari lupus dapat terkena ruam. Mereka juga
mengalami blok jantung dan defek jantung. Bayi-bayi ini mungkin
lahir premature atau mengalami keterlambatan pertumbuhan
intrauterine.
10
Rambut rontok pada bebrapa daerah kulit kepala
(generalize focal alopecia) terjadi pada fase aktif SLE.
Timbul bintik-bintik merah pendarahan (purpura) karena sel
pebeku darah turun (trombositopeni). Penderita mengeluh
silau pada sinar yang terang (photophobi). Bebrapa
penderita SLE memperlihatlan gejala pleuritis yang hilang
timbul (recurrent) yaitu peradangan dinding dada dan
selaput paru hingga penderita mengeluhkan sakit dada,
tetapi tidak ada efusi cairan pada rongga paru.
Pada keadaan lebih berat, bisa terjadi perdarahan paru dan
mengancam kehidupan (fatal). Peradangan selaput
pembungkus jantung (pericarditis) sering terjadi pada
penderita SLE. Peradangan pembuluh darah jantung
(coronary arteri vasculitis) atauotot jantung megalami
fibrosis (fibrosing myocarditis). Timbul pembengkakan
elenjar limfe di seluruh tubuh terutamapadapenderita anak-
anak dan dewasa muda (umur 20 tahunan). Pembesaran
limfe terjadi pada 10% penderita SLE.
3. Gejala gangguan saraf pusat
Keluhan sakit kepala, perubahan kepribadian, stroke,
kejang epilepsy, psikosis, gangguan organic pada otak
4. Gangguan ginjal
Bisa ringan dan tanpa gejala, sampai gangguan yang
progresif dan mematikan. Gejala yang serign ditemukan
pada pemeriksaan laboratorium air seni, terdapat protein
(proteinuria). Secara patologi terdapat kelainan pada injal,
peradangan glomerulus jinak, sampai yang peradangan
membrane yang luas (diffuse membrane prliferatif
glomerulopritis).
Sindroma menghancurkan darha sendiri pada stadium akut
SLE (Acute lupus homo pagosotik syndrome). Pada
keadaan ini sumsum tulang mengalami proliferasi yang
terlihat pada pemeriksaan darah tepi, banyak terlihat sel
11
histosit. Untuk mengatasi kelainan ini, biasanya penderita
berespons baik terhadap pemberian obat kortkosteroid.
2.2.6.Klasifikasi SLE
12
khususnya beberapa autoantibodi; yang paling sering digunakan adalah
antinukelar antibody (ANA, tetapi antibody ini juga dapat ditemukan
pada wanita yang tidak menderita SLE. Antibody yang kurang spesifik
adalah antidouble standed DNA antibody (anti DNA), pengukurannya
bermanfaat untuk menilai ruam pada lupu. Anti-Ro, anti-La dan antibody
antifosfolipid penting untuk diukur karena meningkatkna risiko pada
kehamilan. Penatalaksanaan SLE harus dilaksanakan secara
multidisiplin. Periode aktivitas penyakit dapat sulit untuk didiagnosis.
Keterlibatan ginjal sering kali disalahartikan dengan pre-eklamsia, tetapi
temuan adanya peningkatan titer antibody anti DNA serta penurunan
tingkat komplemen membantu mengarahkan pada ruam.
13
Diagnosis dibuat berdasarkan pada riwayat komplet dan analisis
pemeriksaan darah; tidak ada satu pemeriksaan laboratorium yang
menguatkan SLE.
2.2.9 Penatalaksanaan
14
sindroma otak organic dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi
3. Penggumpalan Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa
terbentuk bekuan darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa
menyebabkan stroke dan emboli paru. Jumlha trombosit berkurang
dan tubuh membentuk antibody yang melawan faktor pembekuan
darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
4. Kardiovaskuler
Peradangan berbagai bagian jantung seperti perikarditis,
endokarditis maupun mikarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa
terjadi sebagai akibat dari keadaan tersebut.
5. Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan
efusi pleura (penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya).
Akibatnya dari keadaan tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak
napas.
6. Otot dan kerangka tubuh
7. Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu di tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika
terkena sinar matahari.
15
pemeriksaan fisik diperoleh ruam pada pipi dengan batas tegas,
peradangan pada siku, lesi pada daerah leher, malaise. Klien
mengatakan terdapat bberapa sariawan pada mukosa mulut. Klien
ketika bertemu dengan orang lain selalu menunduk dan menutupi
wajahnya dengan masker. Tekanan darah 110/80 mmHg, RR
15.000/mm3.
a. Pengkajian
1) Identitas klien
Nama : Ny. Y
Usia : 35 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Status : menikah
2) Keluhan utama
Klien mengeluhkan nyeri pada sendi serta kekakuan kaki dan
tangan, saat beraktivitas klien merasa mudah lelah, klien merasa
demam. Pipi dan leher memerah serta nyeri pada bagian yang
memerah.
6) Pemeriksaan fisik
a) TTV
TD : 110/80 mmHg
16
RR : 20x/menit
S : 38,5
N : 90x/menit
B2 (Blood)
TD 110/80 mmHg
B3 (Brain)
Gangguan psikologis
B4 (Bladder)
Tidak ada
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
7) Pemeriksaan penunjang
a) Tes fluorensi untuk menentukan antinuclear antobodi (ANA),
positif dengan titer tinggi pada 98% penderita SLE
b) Pemeriksaan DMA double stranded lebih spesifik untuk
menentukan SLE
17
c) Bila titer antidobel stranded tinggi, spesifik untuk diagnose
SLE
d) Tes sifilis bisa positif paslu pada pemeriksaan SLE
e) Pemeriksaan zat antifosfolipid antigen (seperti antikardiolipin
antibody) berhubungan untuk mennetukan adanya thrombosis
pada pembuluh arteri atau pembuluh vena atau pada abortus
spontan, bayi meninggal dalam kandungan, dan
trombositopeni.
b. Analisis data
18
S 38,5 SLE
↓
menyerang kulit
N 90x/menit ↓
Kulit kering dan Gangguan integritas
kemerahan kulit
c. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketidakmampuan fisik-
psikososial kronis (metastase kanker, injuri neurologis, arthritis)
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan deficit imunologi
d. Intervensi
19
pemberian
analgetik bila
perlu
20
nyeri
R/ klien dapat
P : intervensi management
mengetahui tentang
nyeri dilanjutkan
rasa nyeri
memberikan terapi
komplementer untuk
mengurangi rasa nyeri
R/ klien melakukan
teknik relaksasi nafas
dalam
menginformasikan
penggunaan analgetik
R/ diberikan anti nyeri
kolaborasi pemberian
analgetik
2 Gangguan Identifkasi penyebab S : klien mengatakan
integritas kulit gangguan integritas merasa nyaman
kulit
Ubah posisi tiap 2 jam
jika tirah baring O: tidak terdapat tanda-
Anjurkan mandi dan tanda infeksi
menggunakan sabun
TD 110/80 mmHg
secukupnya
RR 20x/menit
P : intervensi dilanjutkan
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
T. P. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
23