Vous êtes sur la page 1sur 86

STUDI PENGARUH JENIS BAHAN PENGISI TERHADAP

KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK KACANG OVEN


DI PT TUDUNG PUTRA-PUTRI JAYA

SKRIPSI

TRANCY CHANDRA
F24070114

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
STUDY OF THE EFFECT OF FILLERS ON SEASONING ADHESIVENESS
TO COATED PEANUT PRODUCT AT PT TUDUNG PUTRA PUTRI JAYA

Trancy Chandra1, Dedi Fardiaz1, and Balayana Elizabeth Silalahi2


1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Dramaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia
2
PT Tudung Putra Putri Jaya, Bintaro, Jakarta
Phone: +62 821 1286 7300, E-mail: trancy.chandra@yahoo.com

ABSTRACT

According to the USDA Foreign Agricultural Service, snack production in 2008 was
recorded with the value of 56.8 billion USD and increased to 61.8 bilion USD in 2009. This data
indicates that there are many opportunities for snack companies in Indonesia. However, due to a lot
of competitors, snack food companies have to be more creative in developing their products. Snack
companies must provide new seasoning to keep the consumer loyalness and gain more market shares.
Most of seasonings coat the base surface, so that seasoning adhesiveness is needed during products
shelf life. The objective of the research is to determine the best filler formula with optimum seasoning
adhesiveness on coated peanut product and good sensory attribute (appearance and overall taste).
Fillers that used in garlic seasoning mixtures are dextrose, maltodextrin, dextrin, and corn starch.
The method used in the research was mixture design method from Design Expert7.0® program. The
result reveals that formula consist of dextrose, maltodextrin, dextrin, and corn starch in any
composition had seasoning adhesiveness between 92.34 to 97.94%, Level of Acceptance (LoA) scores
for appearance between 3.42 to 3.71 and for overall taste between 3.36 to 3.72. There were no
optimum fillers formula with certain value of seasoning adhesiveness, LoA scores of appearance and
overall taste since the polynomial model selected was mean. This model shows that there is an
insignificant relation between filler formula with seasoning adhesiveness, LoA scores of appearance
and overall taste. However, Design Expert7.0® program suggests combinations of all fillers.

Keywords: filler, base, Level of Acceptance and adhesiveness


TRANCY CHANDRA. F24070114. Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan
Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra-Putri Jaya. Di bawah bimbingan
Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc. dan Ir. Elizabeth Silalahi. 2011.

RINGKASAN

Industri snack di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2008, bisnis ini tercatat
bernilai 56.8 juta USD dan terjadi peningkatan produksi pada tahun 2009 sebanyak 8% menjadi 61.8
juta USD. Pada tahun 2010, USDA Foreign Agricultural Service Jakarta memperkirakan industri
snack di Indonesia akan terus tumbuh sebanyak rata-rata 20% per tahun selama lima tahun ke depan.
Pertumbuhan industri snack di Indonesia memicu terjadinya persaingan antara industri snack.
Industri berlomba-lomba memproduksi snack yang memiliki daya saing lebih baik dibandingkan
kompetitornya. Seasoning adalah kunci dari rasa snack yang dihasilkan karena base pada snack
umumnya memiliki rasa yang tawar. Banyak industri snack yang lebih memilih untuk mencampurkan
sendiri seasoning yang digunakan ketimbang membeli dari produsen agar dapat menghasilkan produk
yang harganya lebih bersaing. Seasoning yang digunakan harus memiliki performa yang optimal
ketika diaplikasikan, seperti kelekatan yang optimal dan mempunyai profil sensori yang disukai
konsumen. Performa seasoning sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti proses dan alat aplikasi
yang digunakan, bahan penyusun seasoning, interaksi antara base dan seasoning serta berbagai faktor
lainnya. Permasalahan yang dihadapi oleh PT Tudung Putra Putri Jaya adalah kurang melekatnya
seasoning pada produk kacang oven rasa garlic. Faktor yang diperkirakan mempengaruhi kelekatan
seasoning pada produk ini adalah formula bahan pengisi dalam seasoning.
Penelitian magang ini bertujuan membuat formula bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin,
dekstrin, dan corn starch) dalam seasoning garlic A pada produk kacang oven sehingga memiliki
kelekatan dan karakteristik organoleptik (Level of Acceptance/LOA penampakan dan rasa
keseluruhan) terbaik serta membandingkannya dengan seasoning garlic exist.
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap yaitu (1) penentuan prosedur standar aplikasi
kacang oven garlic skala laboratorium, (2) pembuatan rancangan formula bahan pengisi dan respon
menggunakan program Design Expert 7.0® mixture design D-optimal, (3) aplikasi seasoning garlic A
pada kacang oven, (4) pengukuran respon kelekatan dan uji sensori tingkat kesukan dan (5) optimasi
formula bahan pengisi dan verifikasi formula.
Pada tahap awal, penelitian dilakukan dengan menentukan standar prosedur aplikasi kacang
oven pada skala laboratorium. Standar prosedur aplikasi yang ingin ditentukan adalah waktu aplikasi
seasoning yang dibuat menjadi lima variasi waktu aplikasi yaitu 3, 5, 7, 9 dan 11 menit dengan
menggunakan seasoning exist. Hasilnya, waktu aplikasi yang optimal adalah tujuh menit.
Percobaan dilanjutkan dengan membuat rancangan menggunakan bantuan mixture design D-
optimal pada program Design Expert 7.0®. Respon yang diukur dari rancangan tersebut adalah
kelekatan (%) dan LoA penampakan dan rasa keseluruhan. Respon terukur menunjukkan bahwa
secara umum keempat bahan pengisi tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan baik
terhadap kelekatan(%), LoA penampakan dan rasa keseluruhan. Hal ini ditunjukkan dari model
polinomial yang diberikan dan nilai desirability. Model polinomial bagi ketiga respon tersebut adalah
mean dengan saran berupa 30 formula bahan pengisi yang memiliki nilai prediksi respon yang sama.
Artinya, formula bahan pengisi pada komposisi apapun diprediksi akan menghasilkan nilai respon
yang tidak berbeda nyata. Nilai prediksi bagi respon yang dihasilkan antara lain kelekatan (%)
95.14%, LoA penampakan 3.57 dan LoA rasa keseluruhan 3.54 dengan nilai desirability 54.91%.
Walaupun program Design Expert 7.0® menunjukkan bahwa komposisi berbagai bahan pengisi tidak
signifikan terhadap respon, secara umum hampir seluruh formula saran terdiri atas gabungan keempat
bahan pengisi.
Verifikasi dilakukan terhadap model yang diberikan oleh Design Expert 7.0® dengan menguji
dua formula saran yang dipilih secara acak. Formula saran yang dipilih adalah formula 6 (0.0414 gram
dekstrosa, 0.1518 gram maltodekstrin, 0.0962 gram dekstrin dan 0.1067 gram corn starch) dan 16
(0.2128 gram dekstrosa, 0.0405 gram maltodekstrin, 0.0707 gram dekstrin dan 0.0721 gram corn
starch). Hasil verifikasi dua formula saran tersebut menyatakan bahwa nilai respon terukur masih
dalam Confident Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) sebesar 95% yang artinya ada kesesuaian
antara respon yang diprediksi dengan respon yang dihasilkan.
Seleksi formula penting dilakukan karena banyaknya jumlah saran yang diberikan.
Pertimbangan harga bahan pengisi menjadi dasar dalam menentukan formula terpilih. Berdasarkan
harga bahan pengisi masing-masing maka lima formula terpilih adalah formula saran 22 (0.0554 gram
dekstrosa, 0.0481 gram maltodekstrin, 0.0140 gram dekstrin dan 0.2786 gram corn starch), 11 (0.1023
gram dekstrosa, 0.0131 gram maltodekstrin, 0.0481 gram dekstrin dan 0.2327 gram corn starch), 24
(0.0590 gram dekstrosa, 0.0553 gram maltodekstrin, 0.0849 gram dekstrin dan 0.1970 gram corn
starch), 28 (0.0671 gram dekstrosa, 0.1209 gram maltodekstrin, 0.0309 gram dekstrin dan 0.1773
gram corn starch) dan 8 (0.1873 gram dekstrosa, 0.0040 gram maltodekstrin, 0.0374 gram dekstrin
dan 0.1675 gram corn starch).
STUDI PENGARUH JENIS BAHAN PENGISI TERHADAP
KELEKATAN SEASONING PADA PRODUK KACANG OVEN
DI PT TUDUNG PUTRA-PUTRI JAYA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
TRANCY CHANDRA
F24070114

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan
Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra
Putri Jaya
Nama : Trancy Chandra
NIM : F24070114

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc.) (Ir. Balayana Elizabeth Silalahi)
NIP 19481001.197302.1.001

Mengetahui:
PLT Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si.)


NIP 19610802 198703.2.002

Tanggal lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Studi Pengaruh
Jenis Bahan Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung
Putra Putri Jaya adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademis, dan
belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 20 September 2011


Yang membuat pernyataan

Trancy Chandra
F24070114
BIODATA PENULIS

Penulis memiliki nama lengkap Trancy Chandra. Penulis lahir di


Jakarta pada tanggal 7 Maret 1989 sebagai anak kedua dari dua
bersaudara dari pasangan Hendyanto Chandra dan Liu Siu Moi. Jenjang
pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah SD Mogallana Bekasi
(1995-2001), SLTP Marsudirini Bekasi (2001-2004) dan SMA
Marsudirini Bekasi (2004-2007). Penulis lulus seleksi melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan terdaftar sebagai
mahasiswi jenjang S1 dengan mayor Ilmu dan Teknologi Pangan dan
minor Kewirausahaan di Institut Pertanian Bogor (2007-2011).
Penulis aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan yaitu
sebagai Kepala Divisi Pengabdian Masyarakat Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB) IPB (2009-
2010), Kepala Divisi Acara “Dhammapada Reading Competition” oleh KMB-IPB (2008), Kepala
Divisi Acara Malam Keakraban KMB-IPB (2009), Sekretaris Umum Lomba Cepat Tepat Ilmu
Pangan Nasional XVII oleh Himitepa IPB (2009), salah satu koordinator “Food Processing Club”
oleh Himitepa IPB (2010-2011) dan anggota Ksatria Peduli Pangan Himitepa IPB yang memberi
penyuluhan berkala di SD Cangkrang Desa Cikarawang (2010). Penulis juga aktif sebagai anggota
tim basket putri ITP (2009-2010).
Penulis berkesempatan menjadi Asisten Praktikum Mikrobiologi Pangan (2010-2011).
Penulis juga berperan sebagai Trainer pada “Program Warung Sehat Lingkar Kampus IPB” yang
diselenggarakan Himitepa, LPPM IPB dan South East Asia Food and Agricultural Science and
Technology (SEAFAST) Center IPB (2010). Penulis merupakan finalis Lomba Desain Pin dalam
Seminar dan Deklarasi Anti Narkoba “Lets Fight Against Drugs” yang diselenggarakan Program
Pembinaan Akademik dan Multi Budaya (PPAMB) Asrama TPB IPB (2008) dan penerima
beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) periode 2010-2011. Pengalaman kerja yang
pernah diperoleh penulis antara lain di Indramayu Mango Farm dalam rangkaian acara Go Field
yang diselenggarakan LPPM IPB (2009) dan magang di divisi R&D PT Tudung Putra Putri Jaya
(2011) dalam rangka menyelesaikan tugas akhir dengan judul skripsi “Studi Pengaruh Jenis Bahan
Pengisi terhadap Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya”.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan laporan hasil magang
penelitian yang penulis lakukan di PT Tudung Putra Putri Jaya sebagai syarat mendapatkan gelar
sarjana di Institut Pertanian Bogor, berjudul “Studi Pengaruh Jenis Bahan Pengisi terhadap
Kelekatan Seasoning pada Produk Kacang Oven di PT Tudung Putra Putri Jaya” yang telah
dilaksanakan dari bulan Maret 2011 sampai Juli 2011.
Bersama dengan selesainya kegiatan magang dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin
mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Papa (Hendyanto Chandra), mama (Liu Siu Moi), dan kakak (Glenn Chandra) yang senantiasa
memberikan dukungan baik berupa kasih sayang, doa dan dorongan semangat yang tak
mungkin dapat dibalas oleh penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz M.Sc, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak
memberi bimbingan dan dukungan selama menjalani pendidikan hingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini.
3. Kak Fenny Patria sebagai pembimbing lapang, Ibu Elizabeth Silalahi (Head of Ingredient
Division), Ibu Yvonne Kirana, Kak Valencia Revina, Ibu Christina, Mbak Rosa, Juwita, Mbak
Maya, Mbak Ika, Ari, Bayu dan Panji serta segenap staff R&D Garudafood di Bintaro atas
bantuan serta dukungannya selama penulis melaksanakan kegiatan penelitian magangnya.
4. Elvira Syamsir STP M.Si, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi bimbingan
selama penulis menjalani sidang skripsi.
5. Sahabat-sahabat terkasih Marki, Beti dan Amelindud atas semua keceriaan, kebersamaan dan
suka duka yang telah dilalui bersama di kosan Perwira 45 dan sahabat semasa sekolah yang
selalu mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi Sariaty Farah Diba Siagian.
6. Teman seperjuangan magang Andri Prayogi dan Eddy Kurniawan.
7. Teman-teman KMB-IPB angkatan 44 (Eliana, Yunko, Reggie, Dendi, Poniman, Irine, Siska,
Kenny), Ci Yurin (KMB 43) dan semua angkatan lainnya. Terima kasih atas pengalaman yang
menyenangkan dan bimbingan spiritual yang diberikan selama masa kuliah.
8. Sahabat-sahabat ITP 44 yang begitu berkesan Onai, Meiado, Nipu, Bertha, Cherish, Michael,
Anisa Artis, Adidud, Bu Del, Dono, Iman, Dimas, Punjung, Daniel, Agi, Dindud, Arief, Vince,
Melcouw, Onye, Auntie Wima, Mitha, Vendry, Muncha, Vitong, Nadiaaah, Irsyad, Sariun,
Lail, Amelia Oke, Chandra, Tami, Elvita, Okky, Uli, Malik, Ronce, Ricen, Kurce, Puji, Leo,
Indri, Rozak, Romulo, Opa, Rina (Alm.) dan sahabat ITP lainnya yang tidak dapat disebutkan
satu per satu atas segala kegembiraan saat menjalani perkuliahan dan praktikum selama tiga
tahun ini.
9. Seluruh staff pengajar dan administrasi ITP 2008-2011 atas segala pengajaran dan pendidikan
yang telah diberikan kepada penulis.
Semoga skripsi hasil magang penelitian akhir ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan terutama di bidang pangan.

Bogor, 20 September 2011

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. viii
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................................1
B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG ..............................................................................2
C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG ..........................................................................2
II. PROFIL PERUSAHAAN ..................................................................................... 3
A. SEJARAH PERUSAHAAN .........................................................................................3
B. RUANG LINGKUP USAHA .......................................................................................3
C. PRESTASI PERUSAHAAN ........................................................................................6
III. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 7
A. SNACK ..........................................................................................................................7
B. KACANG OVEN .........................................................................................................7
C. SEASONING .................................................................................................................8
D. BAWANG PUTIH ......................................................................................................13
E. BAHAN PENGISI ......................................................................................................14
1. Dekstrosa.................................................................................................................14
2. Maltodekstrin ..........................................................................................................15
3. Dekstrin ...................................................................................................................16
4. Corn starch .............................................................................................................16
F. APLIKASI SEASONING ............................................................................................17
G. MIXTURE EXPERIMENT DESIGN EXPERT 7.0® ....................................................18
IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG ....................................................... 20
A. ALAT DAN BAHAN .................................................................................................20
B. METODE PENELITIAN ............................................................................................20
1. Prosedur Aplikasi Kacang Oven Garlic Skala Laboratorium .................................20
2. Pembuatan Rancangan Formulasi Bahan Pengisi dan Respon ...............................21
3. Aplikasi Seasoning Garlic A pada Kacang Oven ...................................................22
4. Pengukuran Respon berupa Kelekatan dan Uji Sensori .........................................24

iv
5. Optimasi Formula Bahan Pengisi dan Verifikasi Formula .....................................25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................... 27
A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM ......................27
B. RANCANGAN FORMULA DARI PROGRAM DESIGN EXPERT 7.0®.................28
C. HASIL PENGUKURAN RESPON FORMULA BAHAN PENGISI ........................29
1. Kelekatan (%) .........................................................................................................29
2. Penampakan ............................................................................................................33
3. Rasa Keseluruhan....................................................................................................35
D. SARAN FORMULA DESIGN EXPERT 7.0® ............................................................38
E. VERIFIKASI ..............................................................................................................39
F. SELEKSI FORMULA ................................................................................................40
VI. PENUTUP........................................................................................................... 41
A. SIMPULAN ................................................................................................................41
B. REKOMENDASI .......................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 42
LAMPIRAN ............................................................................................................... 45

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Berbagai produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Garudafood.................... 4
Tabel 2. Hasil uji kelekatan seasoning exist pada waktu aplikasi yang berbeda............................. 27
Tabel 3. Rancangan formula dari program Design Expert 7.0®...................................................... 29
®
Tabel 4. Hasil verifikasi respon formula saran hasil optimasi program Design Expert 7.0 ......... 39
Tabel 5. Formula terpilih berdasarkan kriteria harga bahan baku................................................... 40

vi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kacang oven.............................................................................................................. 8
Gambar 2. Diagram alir tahapan proses produksi kacang oven.................................................. 8
Gambar 3. Seasoning garlic........................................................................................................ 9
Gambar 4. Interior dalam coating drum...................................................................................... 18
Gambar 5. Diagram alir pencampuran seasoning....................................................................... 22
Gambar 6. Diagram alir prosedur standar aplikasi kacang oven................................................. 23
Gambar 7. Coating Pan............................................................................................................... 24
Gambar 8. Diagram alir kegiatan magang penelitian.................................................................. 26
Gambar 9. Kurva kelekatan seasoning exist................................................................................ 28
Gambar 10. Grafik kelekatan (%) aplikasi 20 formula dan formula exist..................................... 30
Gambar 11. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon kelekatan (%)............... 31
Gambar 12. Grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%).................................................... 31
Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%).................................................... 32
Gambar 14. Grafik LoA penampakan dari aplikasi 20 formula dan formula exist........................ 33
Gambar 15. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA penampakan.......... 34
Gambar 16. Grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan............................................... 35
Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA penampakan............................................... 35
Gambar 18. Grafik LoA rasa keseluruhan dari aplikasi 20 formula dan formula exist.................. 36
Gambar 19. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan.... 37
Gambar 20. Grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan......................................... 37
Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA rasa keseluruhan......................................... 38

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil pengukuran respon 20 formula dan formula exist............ 46
®
Lampiran 2. Hasil analisis ANOVA seluruh respon dari program Design Expert 7.0 ............ 47
®
Lampiran 3. Formula yang disarankan program Design Expert 7.0 ........................................ 49
Lampiran 3. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 1............................................. 50
Lampiran 4. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 2............................................. 51
Lampiran 5. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 3............................................. 52
Lampiran 6. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 4............................................. 53
Lampiran 7. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 5............................................. 54
Lampiran 8. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 6............................................. 55
Lampiran 9. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 7............................................. 56
Lampiran 10. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 8............................................. 57
Lampiran 11. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 9............................................. 58
Lampiran 12. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 10........................................... 59
Lampiran 13. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 11........................................... 60
Lampiran 14. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 12........................................... 61
Lampiran 15. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 13........................................... 62
Lampiran 16. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 14........................................... 63
Lampiran 17. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 15........................................... 64
Lampiran 18. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 16........................................... 65
Lampiran 19. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 17........................................... 66
Lampiran 20. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 18........................................... 67
Lampiran 21. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 19........................................... 68
Lampiran 22. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 20........................................... 69
Lampiran 23. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 21 (exist)................................ 70
Lampiran 24. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 22 (SA).................................. 71
Lampiran 25. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 23 (SB).................................. 72

viii
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Industri snack di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2008, bisnis ini tercatat
bernilai 56.8 juta USD dan terjadi peningkatan produksi pada tahun 2009 sebesar 8% menjadi
61.8 juta USD. Diperkirakan industri snack di Indonesia akan terus tumbuh sebesar rata-rata
20% per tahun selama lima tahun ke depan (USDA Foreign Agricultural Service 2010).
Munculnya berbagai industri snack di Indonesia memicu terjadinya persaingan antar
industri snack sehingga industri berlomba-lomba memproduksi snack yang memiliki daya saing
lebih baik dibandingkan kompetitornya. Persaingan tidak hanya mengacu pada banyaknya jenis
snack yang dihasilkan tetapi varian rasa untuk jenis snack yang sama. Demi memenuhi hal
tersebut, industri snack dituntut untuk menghasilkan produk dalam berbagai rasa yang unik.
Seasoning yang merupakan bahan campuran rempah-rempah, komponen rasa dan warna yang
digunakan untuk menambah kesan flavor pada makanan (De Rovira 1999), adalah jawaban atas
pertanyaan ini.
Industri seasoning menawarkan berbagai produk dengan rasa yang enak serta penampilan
yang menggugah selera. Berbagai bahan digunakan dan dicampurkan untuk menghasilkan
macam-macam sensasi rasa yang berguna untuk meningkatkan penampilan demi menarik
perhatian konsumen (Seighman 2001). Demi menjaga kerahasiaan formula, biasanya industri
seasoning tidak mencantumkan komponen penyusun secara detil untuk mencegah munculnya
kompetitor.
Sayangnya, persaingan industri snack yang demikian ketat membuat perusahaan harus
memutar otak lebih keras agar dapat menghasilkan produk berkualitas baik dengan harga
bersaing. Seasoning yang digunakan untuk aplikasi dalam industri snack biasanya merupakan
seasoning mix. Ketergantungan penyediaan seasoning mix dari industri lain dapat menghambat
hal tersebut. Terlebih fluktuasi harga seasoning mix dapat mempengaruhi biaya produksi snack.
Pemecahan masalah untuk hal tersebut adalah dengan mencampur seasoning sendiri sehingga
biaya bahan baku dapat dipangkas. Kegiatan mencampur seasoning sendiri berarti bersaing
dengan seasoning mix yang sudah ada di pasaran. Artinya, seasoning mix yang dihasilkan harus
memiliki performa yang bagus. Kebanyakan seasoning diaplikasikan pada permukaan produk
snack sehingga kelekatan seasoning selama masa penyimpanan snack sangatlah penting
(Barringer 2006)
Permasalahan yang dihadapi oleh PT Tudung Putra Putri Jaya adalah kelekatan
seasoning pada produk kacang oven rasa garlic. Bagian yang menyalut pada kacang oven pada
dasarnya tidak memiliki rasa sehingga digunakan seasoning sebagai penambah rasa. Seasoning
yang digunakan adalah seasonin garlic tanpa bahan pengisi yang berbentuk bubuk dan
merupakan hasil pencampuran berbagai flavor dan bahan lainnya yang sedang dikembangkan
oleh laboratorium Flavour and Seasoning Garudafood. Menurut Church tahun 1999, bahan yang
biasa digunakan untuk pembuatan seasoning bubuk yang memiliki karakter rasa gurih antara lain
pengatur keasamanan, anti kempal, pewarna makanan, bahan pengisi dan carrier, dairy powder,
fat powder, penguat rasa, flavor, rempah-rempah, hydrolized vegetable protein, garam pemanis,
vegetable powder, vitamin, yeast extract, dan pra-ekstrusi flavor. Berdasarkan hasil trial yang
dilakukan di laboratorium, bahan pengisi dalam seasoning garlic diduga sebagai penyebab

1
kurang melekatnya seasoning pada produk kacang oven rasa garlic A di PT Tudung Putra Putri
Jaya.

B. TUJUAN KEGIATAN MAGANG


Penelitian magang ini bertujuan membuat formula bahan pengisi (dekstrosa,
maltodekstrin, dekstrin, dan corn starch) dalam seasoning garlic A pada produk kacang oven
sehingga memiliki kelekatan dan karakteristik organoleptik (penampakan dan rasa keseluruhan)
terbaik serta membandingkannya dengan seasoning garlic yang sudah ada.

C. MANFAAT KEGIATAN MAGANG


Kegiatan magang ini memberikan manfaat pada penulis berupa kesempatan untuk
mengaplikasikan ilmu pangan di dalam industri pangan yaitu PT Tudung Putra Putri Jaya. Hasil
penelitian penulis diharapkan dapat membantu memberikan rekomendasi bagi permasalahan
kelekatan seasoning yang sedang dihadapi PT Tudung Putra Putri Jaya.

2
II. PROFIL PERUSAHAAN

A. SEJARAH PERUSAHAAN
Garudafood awalnya bernama PT Tudung yang didirikan tahun 1958 di Pati oleh
Almarhum Bapak Darmo Putro dan Ibu Poesponingrum. Pada saat itu perusahaan ini bergerak di
bidang bisnis tepung tapioka. Pada tahun 1979, perusahaan memproduksi kacang panggang
tanpa merek dan mulai menggunakan merek “Garuda” pada tahun 1987. Tahun 1994
perusahaan berinisiatif mengembangkan jaringan distribusi sendiri. Kemudian pada tahun 1995
perusahaan mulai merambah bisnis coated peanut dengan produk kacang atom dan kacang telur.
Lalu pada tahun 1997 memasuki bisnis biskuit dengan merek “Gery”. Pada tahun 1998 saat
terjadi puncak krisis finansial Asia, perusahaan mulai mengembangkan bisnis jelly drink dan
sukses dengan produk “Okky Jelly Drink” yang mulai dipasarkan pada tahun 2002. Tahun 2004
perusahaan mulai memasuki bisnis basic food (Enerfil) dan confectionary (Ting Ting). Pada
tahun 2005 kemudian mengembangkan pasar teh dengan produk “Mountea” dan pasar snack
(non-peanut) dengan produk “Leo”. Kemudian memasuki tahun 2006, berbagai lini perusahaan
digabungkan dengan “Tudung” sebagai holding company dan mengenalkan logo baru
Garudafood dan memasuki bisnis air minum dalam kemasan (Mayo) pada tahun 2007. Di tahun
2008 Garudafood meluncurkan produk coklat (Chocolatos) dan wafer cream(Wafelatos). Tahun
2009 Garudafood memasuki bisnis susu (Clevo) dan tahun 2010 meluncurkan produk biskuit
donut (Gery O‟Donut) dan minuman sari buah (Space). Hingga saat ini perusahaan masih terus
mengembangkan berbagai produk makanan dan minuman untuk dipasarkan.
Perkembangan Garudafood hingga saat ini tidak lepas dari peran dewan direksi dan
komisaris. Dewan direksi Garudafood dipimpin oleh empat orang yaitu Hartono Atmadja
sebagai Vice President Operations, Sudhamek AWS sebagai Presiden Direktur, Hardianto
Atmadja sebagai Vice President Commercials dan David Elsaputra sebagai Vice President
Services. Dewan komisaris Garudafood dipimpin oleh dua orang yaitu Eka Soedjipto sebagai
Komisaris dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti sebagai Presiden Komisaris.
Garudafood memiliki misi menjadi perusahaan pembawa perubahan yang menciptakan
nilai bagi masyarakat berdasarkan prinsip saling menumbuhkembangkan melalui pribadi-pribadi
yang unggul, saleh dan kompeten dengan visi menjadi perusahaan makanan dan minuman dua
terbaik di Indonesia pada tahun 2015. Garudafood memiliki lima filosofi yang dijunjung tinggi
yaitu nilai-nilai kemanusiaan, etika bisnis, persatuan melalui keharmonisan, cepat dan unggul
dalam inovasi dan bekerja secara cerdas dalam budaya pembelajaran. Nilai-nilai perusahaan
tersebut adalah pegangan untuk menjalankan dan mengembangkan Garudafood ke depannya.

B. RUANG LINGKUP USAHA


Garudafood Group adalah perusahaan makanan dan minuman di bawah PT Tudung Putra
Putri Jaya. PT Tudung Putra Putri Jaya adalah induk perusahaan yang memiliki tiga Line of
Business (LoB), yakni LoB Food and Beverage (Garudafood Group), LoB Distribution (PT
Sinar Niaga Sejahtera) yang berperan mendistribusikan produk Garudafood untuk penetrasi
pasar ke seluruh Indonesia, dan LoB Agribusiness (PT Garuda Bumi Perkasa) dengan bisnis
pengolahan crude palm oil serta PT Bumi Mekar Tani yang mengembangkan kemitraan dengan
petani kacang.

3
Saat ini, Garudafood memiliki 11 buah pabrik yang beroperasi yang berlokasi di Gresik
(pabrik biskuit), Bogor (pabrik minuman jelly), dua pabrik di Pati (pabrik kacang), Lampung,
Rancaekek, Tangerang, Sidoarjo, Makasar, Pekanbaru, dan Sukabumi. Pabrik tersebut tersebar
di antaranya delapan pabrik di Jawa, dua pabrik di Sumatra, dan satu pabrik di Sulawesi dengan
jumlah karyawan hampir 20000 orang dan total kapasitas produksi 550.000 ton. Selain itu,
terdapat 20 OEM (Original Equipment Manufacturer) yang membantu perkembangan bisnis
Garudafood. Berbagai produk yang dihasilkan oleh Garudafood dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Berbagai produk makanan dan minuman yang dihasilkan oleh Garudafood

No. Kategori Produk Jenis Produk Merek Dagang


1 Basic Food Sereal Instan Enerfil
Air Minum dalam
2 Mayo
Kemasan
3 Minuman Fungsional Super O2
4  Okky Jelly Drink Jambu
5  Okky Jelly Drink Jeruk
6  Okky Jelly Drink Anggur
7 Beverage  Okky Jelly Drink Apel
Jus dan Minuman Buah
8  Okky Jelly Drink Mangga
9  Okky Koko Drink
10  Keffy
11 Space
12 Kopi Kopyes
13 Teh Mountea
14  Gery Rice Cracker
Cracker Beras
15 Gery Rice Cracker Cheese Flavor
16  Gery Bismart
17  Gery O‟donuts
Cookies
18  Gery O‟donuts Chocomilk
19 Hollanda Butter Cookies
20 Dipstick Gery Dipstick Tray
21  Gery Chocolatos Platinum
22  Gery Butter Cookies
23  Gery Wafer Stick dan Stick Coklat
24 Seasonal  Gery Wafer Cream
25  Gery Eggroll
26  Gery Assorted
Biskuit
27 Tory Cheese Cracker
28 Snack Sereal Gery Snack Sereal
29  Gery Enrob Wafer Cream Saluut
30  Gery Wafelatos
Wafer Cream Enrob
31  Gery Wafelatos toping Coklat
32 Gery Wafer Piramid
33  Berry Good
34  Gery Chocolatos
35  Gery Chocolatos II
36 Wafer Stick  Gery Chocolatos Mocca
37  Gery Chocoroll
38  Gery Enrob Wafer Stick Cokluut
39 Tory Cheeselatos
40 Confectionary Coklat Bar Gery Chocolate

4
41 Coklat Dragee Gery Bischoc
42  Okky Jelly Ice Stick
43  Okky Jelly Jumbo Cup Lokal
44  Okky Jelly Jumbo Cup Premium
Okky Jelly
45  Okky Jelly Sedot
46  Okky Jelly Super Cup Lokal
47 Okky Jelly Super Cup Premium
48 Meses Gery Meses
49  Gery Pasta Coklat
Pasta
50 Gery Pasta Coklat Keju
51  Ting Ting
52 Ting Ting  Ting Ting Kopi
53 Ting Ting Original
54  Leo Cassachips Ayam Lada Hitam
Cassava Chip
55 Leo Cassachips Ayam Bawang
56 Nachocheese Chip Leo Nachocheese Corn Crisps
57  Leo Potato Chip Sapi Panggang
58 Potato Chip  Leo Potato Chip Ayam
59 Leo Potato Chip rasa Rumput Laut
60  Kacang Atom Garuda Lokal
61  Kacang Atom Garuda Pedas
62  Kacang Atom Garuda Manis
63 Coated Peanut  Kacang Telur Garuda
64  Kacang Panggang Garuda Rosta
65 Snack  Garudakid
66 Kacang Kriting Garuda
67  Kacang Kulit Premium Garuda
68  Kacang Kulit Semi Panggang Garuda
Roasted Peanut
69  Kacang Kulit Rasa Garuda
70 Kacang Kulit Tiga Biji Garuda Biga
71  Pilus Garuda Barbeque
72  Pilus Garuda Original
73  Pilus Garuda Pedas
Pilus
74  Pilus Garuda Rumput Laut
75  Pilus Garuda Sapi Panggang
76  Pilus Kapsul Garuda

Produk-produk yang dihasilkan Garudafood didistribusikan oleh PT Sinar Niaga


Sejahtera (SNS) yang merupakan Divisi Distribusi dari holding company Tudung Putra Putri
Jaya. Berdiri pada tahun 1994, peran SNS sangat menentukan bagi perkembangan Garudafood.
Berkat perannya, berbagai macam produk Garudafood bisa diperoleh konsumen di berbagai
wilayah pelosok seluruh Indonesia. SNS juga bermitra dengan subdistributor besar yang tersebar
dari Aceh sampai Papua untuk lebih memperluas jaringan. Kekuatan jaringan berupa 201 depo,
740 armada, 1000 lebih agen dan 2080 sales yang tersedia menjadi kunci utama untuk
mendistribusikan produk Garudafood ke seluruh wilayah Indonesia.
Tidak hanya distribusi dalam negeri, Garudafood juga berusaha memenangkan persaingan
di pasar internasional. Divisi Bisnis Internasional yang merupakan bagian terintegrasi dari
Garudafood secara terus-menerus melakukan ekspansi di pasar global dengan Garudafood
International yang menjadi garda depannya. Hasilnya, beberapa produk seperti “Kacang

5
Garuda”, “Gery Biskuit” dan “Okky Jelly” telah merambah pasar internasional. Selain itu, saat
ini telah didirikan PT Xiamen-Garudafood Ltd yang fokus pada pemasaran di China.

C. PRESTASI PERUSAHAAN
Berbagai produk makanan dan minuman Garudafood Group telah mendapat pengakuan
dan penghargaan. Produk snack “Kacang Garuda” yang memperoleh penghargaan Top Brand
pada tahun 2007 hingga 2011, penghargaan Indonesia Costumer Satisfaction Award (ICSA)
pada tahun 2010, penghargaan Indonesia Best Brand Award (IBBA) pada tahun 2004 hingga
2010, penghargaan Superbrands pada tahun 2003 dan 2004, dan penghargaan Anugerah Produk
Asli Indonesia (APAI) pada tahun 2009 untuk kategori Makanan/Minuman Ringan. Produk
“Kacang Kulit Garuda” mendapat penghargaan ICSA pada tahun 2000 hingga 2010 dan
“Kacang Garuda” non-kulit pada tahun 2010. Produk “Leo” dan “Pilus Garuda” juga
memperoleh penghargaan IBBA pada tahun 2007 hingga 2010.
Produk minuman “Okky Jelly Drink” meraih penghargaan Top Brand for Kids pada tahun
2009 dan 2011, Top Brand pada tahun 2007 hingga 2011, ICSA pada tahun 2008 hingga 2010
dan IBBA pada tahun 2005 hingga 2010. Produk minuman berikutnya yaitu “Mountea” juga
memperoleh Top Brand pada tahun 2009, ICSA pada tahun 2010 dan IBBA pada tahun 2007
hingga 2010. Produk biskuit “Chocolatos” memperoleh berbagai penghargaan seperti Top
Brand for Kids pada tahun 2011, Top Brand pada tahun 2011, ICSA tahun 2010, IBBA tahun
2007 hingga 2010, Mom’s Choice Brand tahun 2011. “Gery” juga memperoleh berbagai
penghargaan seperti Top Brand for Kids pada tahun 2011, ICSA tahun 2010, IBBA pada 2005
hingga 2010 dan APAI tahun 2011. Perusahaan Garudafood sendiri telah memenangkan
penghargaan Indonesia Most Admired Company (IMAC) dalam kurun waktu 2005 hingga 2010
secara berturut-turut.
Peningkatan kualitas perusahaan tidak hanya dari segi ekonomi saja. Melainkan
mencakup sosial kemasyarakatan seperti Corporate Social Responsibility (CSR). CSR
Garudafood dengan brand Garudafood Sehati memiliki misi yaitu menerapkan filosofi
perusahaan, membentuk komunitas „knowledge worker‟ yang mampu menjadi „agent of change‟
yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan memberi kontribusi positif bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat luas melalui program yang berkesinambungan di berbagai aspek
(sosial, ekonomi dan lingkungan). Garudafood Sehati tidak hanya bertanggungjawab dalam
aktifitas sosial, namun juga berperan dalam mengakselerasi tumbuh kembang dengan
mengedukasi masyarakat Indonesia dalam berbagai bidang. Kegiatan Garudafood Sehati
mengacu pada lima pilar utama yaitu kesehatan masyarakat, peduli lingkungan, bantuan
kemanusiaan, pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. Sejalan dengan perkembangan
perusahaan serta sebagai wujud peran sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar/masyarakat
luas, Garudafood Sehati perlu membuat suatu program khusus yang fokus pada kegiatan sosial
perusahaan. Program tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan sekitar namun tetap
terarah.

6
III. TINJAUAN PUSTAKA

A. SNACK
Beberapa penulis mengartikan snack sebagai makanan yang dimakan antara waktu
konsumsi makanan biasa (Lusas 2001). Kamus Perguruan Tinggi Webster edisi kesembilan
(1985) diacu dalam Lusas (2001), mendefinisikan „snack‟ sebagai makanan ringan, makanan
yang dimakan di waktu sela antara makanan biasa, makanan yang cocok dijadikan kudapan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007) mendefinisikan makanan ringan sebagai makanan yang
bukan berupa nasi (seperti kue-kue) sebagai makanan selingan di antara waktu-waktu makan;
kudapan.
Berdasarkan sejarahnya, snack mulai populer di USA pada tahun 1950. Pada saat itu
snack jenis jagung gulung dan keju gulung sangat digemari. Snack ini diproduksi dari pati jagung
dan bahan tambahan utama flavor keju kemudian diekstrusi dengan tekanan tinggi. Di
pertengahan tahun 1960, muncul jenis snack lain yang mulai dipasarkan yaitu snack berbentuk
pelet yang digoreng dari bahan tepung kentang. Snack ini mengembang saat digoreng sebentar
pada suhu tinggi dan memiliki tekstur yang garing (Church 1999).
Saat ini, snack telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat. Berbagai jenis snack
diproduksi industri guna memenuhi permintaan pasar. Secara umum, snack yang produksi oleh
industri dikategorikan menjadi dua yaitu snack manis dan snack gurih. Beberapa jenis snack
yang termasuk kategori snack manis adalah biskuit manis, biskuit krim lapis, butter cookies,
wafer coklat dan keju, dan berbagai jenis snack ekstrusi. Contoh snack gurih seperti keripik
kentang, keripik jagung, stik rol dengan isian atau berlapis keju dan snack ekstrusi lainnya.
(USDA Foreign Agricultural Service 2010)
Pada tahun 2007, Badan Pusat Statistik (dalam USDA Foreign Agricultural Service 2010)
mendata total produksi snack chiki adalah senilai 37.88 juta USD (5,785 tons), keripik jagung
2.57 juta USD dan keripik kentang 826,744 USD. Hingga November 2010, USDA Foreign
Agricultural Service mencatat terdapat 15 pabrik snack skala besar di Indonesia dengan pabrik
skala kecil dan sedang diestimasi berjumlah ribuan dimana sebagian besar berlokasi di pulau
Jawa. Jumlah pabrik tersebut meningkat lebih dari 60% selama lima tahun terakhir. Banyak juga
pabrik skala menengah yang memproduksi base snack kemudian dijual kepada perusahaan yang
lebih besar untuk diproses lebih lanjut. Pabrik besar tersebut kemudian menambahkan flavor
pada base snack yang telah dibeli kemudian dikemas dan dipasarkan dengan merek sendiri.

B. KACANG OVEN
Kacang oven adalah produk makanan ringan yang terbuat dari kacang tanah yang disalut
dengan adonan dan proses pemanasannya menggunakan oven. Tepung yang digunakan untuk
menyalut kacang biasanya merupakan tepung tapioka atau dapat dicampur dengan tepung lain
agar memperoleh karakteristik sensori yang diinginkan. Dalam hal ini, tepung tapioka berwarna
putih lebih diharapkan sebagai bahan baku karena dapat menghasilkan warna putih yang baik
sehingga produk tidak tampak kusam (Rahman 2007). Gambar 1 berikut adalah contoh kacang
oven yang sering ditemui di pasaran.

7
Gambar 1. Kacang oven

Diagram alir produksi kacang oven dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

kacang
tanah

tepung sortasi

penyalutan

bahan
lain kacang yang
sudah tersalut

seasoning pengovenan

aplikasi

minyak
sayur
kacang
oven

Gambar 2. Diagram alir tahapan proses produksi kacang oven

C. SEASONING
Seasoning merupakan bahan campuran rempah-rempah, komponen rasa dan warna yang
digunakan untuk menambah kesan flavor pada makanan (De Rovira 1999). Seasoning diproduksi
dalam berbagai bentuk, salah satunya dalam bentuk bubuk. Bentuk bubuk dianggap memiliki
nilai ekonomis tinggi, lebih praktis dalam penggunaan serta memudahkan dalam pengemasan
dan pengangkutannya. Namun demikian, penggumpalan atau kerusakan lainnya merupakan
masalah yang sering terjadi pada produk dalam bentuk bubuk. Penggumpalan sering
menyebabkan perubahan kelarutan, kenaikan oksidasi lemak dan aktivitas enzim, kehilangan cita

8
rasa dan kerenyahan, penurunan kualitas organoleptik dan umur simpan (Chung et. al. 2000).
Contoh gambar seasoning garlic dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Seasoning garlic

Menurut Underriner (1994), shelflife seasoning bergantung pada beberapa faktor yaitu
komposisi produk, sifat barier kemasan, kondisi penyimpanan (temperatur, kelembaban, cahaya,
dan lain-lain) dan waktu. Seasoning sendiri tersusun dari berbagai bahan yang dicampurkan.
Dengan mengenal bahan penyusun tersebut akan lebih mudah memahami pembuatan formula
seasoning, khususnya untuk snack yang memiliki karakter rasa gurih. Berikut adalah dua belas
bahan penyusun seasoning (Seighman 2001):
1. Garam
Garam adalah komponen kunci dalam snack asin. Tujuan penambahan garam adalah
untuk meningkatkan flavor seasoning secara keseluruhan. Tanpa penambahan garam
flavor akan terasa hambar dan kurang terasa. Partikel garam yang berukuran lebih besar
menghasilkan kelekatan yang berbeda pada base dibanding dengan garam yang ukurannya
lebih halus. Namun, penggunaan garam yang berlebihan dapat menyebabkan kerontokan
atau bahkan distribusi seasoning yang tidak merata. Dosis garam yang akan ditambahkan
dalam seasoning perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, salah satunya dengan uji
konsumen. Selain itu ada bahan lainnya yang sudah mengandung garam seperti bubuk susu
spray-dried, hydrolyzed vegetable proteins (HVP), autolyzed yeast extracts dan dalam
beberapa flavor campuran. Juga ada beberapa bahan yang sifatnya menguatkan rasa garam
seperti monosodium glutamat, disodium inosinat, disodium guanilat dan asam organik
lainnya.
2. Bahan pengisi
Bahan pengisi yang digunakan dalam seasoning adalah bahan pokok yang tidak
memiliki rasa dan memiliki nilai ekonomis rendah. Bahan pengisi yang banyak digunakan
adalah maltodekstrin, corn syrup padat, tepung terigu, tepung jagung dan whey.
Penggunaan bahan pengisi dalam seasoning tergantung pada tipe seasoning dan dosis
aplikasinya pada snack. Contohnya, apabila flavor dirasa terlalu kuat atau penampakan
kurang rata maka perlu ditambahkan bahan pengisi. Begitu pula bila penggunaan seasoning
meningkat maka jumlah bahan pengisi juga harus ditambah untuk mengimbangi flavor
yang dihasilkan. Penambahan bahan pengisi sebesar 7% ternyata dapat sedikit
mempengaruhi flavor secara keseluruhan.
3. Bubuk hewani
Bubuk keju, bubuk sour cream, bubuk mentega dan susu bubuk adalah komponen
kunci dalam membuat seasoning untuk snack dengan karakter rasa asin. Fungsinya adalah

9
untuk memberi mouthfeel dan flavor pada seasoning. Selain itu juga dapat membantu flavor
dalam seasoning lebih menyatu. Seasoning yang kurang kandungan lemaknya akan cepat
menghilang sensasi flavornya. Lemak susu memiliki titik leleh dibawah 100⁰F (37.8⁰C)
akan segera meleleh dan menyelimuti lidah selama mengunyah. Begitu lemak meleleh,
komponen flavor yang lipofilik akan terlarut dalam lemak tersebut dan memberi sensasi
flavor yang lebih panjang. Keuntungan lainnya juga dapat menutupi aftertaste yang tidak
diinginkan. Bubuk hewani memiliki harga yang relatif mahal bergantung dari bahan baku
yang digunakan, kandungan lemak dalam bubuk dan halal tidaknya produk. Bubuk hewani
biasanya digunakan pada 5-20%. Pada pemakaian dalam jumlah kecil, bubuk ini dapat
memperhalus flavor, khususnya bila flavor dirasa sangat kuat. Pemakaian dalam jumlah
banyak dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada mouthfeel dan flavor dalam
seasoning.
4. Bubuk tumbuhan
Bubuk bawang merah, bubuk bawang putih, dan bubuk cabai paling banyak
digunakan dalam seasoning. Proses pembuatannya dilakukan dengan mengeringkan
hancurannya dengan panas dan vakum hingga diperoleh kadar air di bawah 5%. Bubuk
yang dihasilkan relatif murah dan memiliki flavor yang pekat. Bawang putih dan bawang
merah hampir selalu ditemukan dalam berbagai snack di pasaran. Keduanya memberi kesan
flavor yang dalam pada bagian tengah. Flavor awal seasoning muncul dari campuran flavor
yang cepat terlarut dan segera melepas flavor. Setelah kesan flavor awal, berikutnya
muncul kesan flavor yang berasal dari komponen yang belum terlarut. Bawang putih dan
bawang merah melepaskan flavor lebih lama dari flavor lainnya sehingga dapat berfungsi
untuk mengisi bagian tengah dari rasa. Flavor awal yang lepas dapat terasa lebih intens
dengan adanya flavor campuran, tetapi flavor akan cepat hilang. Oleh karena itu,
penambahan bawang putih dan bawang merah membuat profil sensori lebih kompleks dan
tahan lama.
5. Rempah-rempah
Dalam beberapa kasus, penggilingan rempah menjadi halus akan memudahkan
pencampuran dengan garam, bubuk bawang putih dan bawang merah. Selain dalam bentuk
halus, penambahan rempah utuh juga dapat memberi kesan visual yang menambah selera.
Proses enkapsulasi dapat meningkatkan umur simpan rempah-rempah. Dalam seasoning,
biasanya sebanyak 0.25-2.00% bagian adalah rempah halus. Rempah-rempah adalah bahan
yang mahal. Namun, karena memiliki kesan yang kuat penggunaan rempah sangat efektif
dalam berbagai aplikasi seasoning.
6. Flavor campuran
Dalam sepuluh tahun terakhir, flavor campuran telah menggantikan posisi rempah-
rempah sebagai kontributor utama rasa dalam seasoning. Kebutuhan profil flavor yang
lebih besar dan seasoning dengan flavor kuat telah berubah. Rempah-rempah giling
ternyata tidak cukup stabil selama penyimpanan snack dan beberapa bahan alami memiliki
harga yang mahal sehingga formulator mulai memasukkan flavor tambahan untuk
memuaskan pasar. Flavor campuran digunakan dalam seasoning sebanyak 0.10–5.00%,
bergantung pada aplikasi seasoning. Harga dari flavor campuran ini bergantung dari
sumber bahan baku natural atau artifisial. Setiap flavor yang dihasilkan harus dievaluasi
secara keseluruhan seperti dosis rendah atau dosis tinggi. Sangat penting untuk mengamati
efek dari tingkat flavor terhadap flavor keseluruhan dari seasoning juga interaksi dengan
bahan penyusun seasoning atau base yang digunakan.

10
7. Penguat rasa
Penguat rasa yang umum ditemui misalnya seperti monosodium glutamat, autolyzed
yeast, disodium inosinat, disodium guanilat dan hydrolyzed vegetable protein (HVP).
Semuanya mengandung 3 dan 5 nukleotida dalam jumlah yang tinggi dan menimbulkan
rasa gurih. Penambahan nukleotida pada seasoning dapat mendorong mulut menghasilkan
air liur. Jumlah penggunaan penguat rasa beragam bergantung dari profil sensorinya, tetapi
level awal penggunaannya berbeda-beda seperti monosodium glutamat 1–5%, autolyzed
yeast extract 1–5%, disodium inosinat dan disodium guanilat 0.01–0.05% dan HVP 1–5%.
8. Pemanis
Gula, gula merah, madu, molases, dektrosa dan fruktosa adalah pemanis yang
banyak digunakan dalam seasoning. Agar dapat bercampur dengan bahan lainnya, maka
digunakan pemanis yang memiliki partikel yang halus. Setiap pemanis memberikan flavor
yang sedikit berbeda satu sama lain. Gula, gula merah dan molases memberikan rasa manis
yang sejenis. Madu dan fruktosa memiliki rasa manis yang mirip. Dektrosa memiliki profil
unik yaitu memberi sensasi dingin pada seasoning. Kebanyakan pemanis memiliki harga
yang terjangkau namun dalam penambahannya harus diperhatikan karena sifatnya yang
higroskopis dapat berpotensi untuk menggumpal ketika udara panas. Penambahan anti
kempal sangat diperlukan dalam bahan ini.
9. Asam
Asam sitrat, laktat, malat, dan asetat adalah asam yang biasa digunakan dalam
formula seasoning. Penambahan sodium diasetat (garam sodium dari asam asetat) bisa juga
digunakan sebagai asidulan untuk meniru flavor vinegar.
10. Warna
Pewarna artifisial adalah pewarna yang paling sering digunakan dalam seasoning.
Terdapat dua jenis pewarna yaitu lake dan dye. Lake adalah pewarna yang larut lemak dan
dye adalah pewarna yang larut air. Penggunaan pewarna lake biasanya dalam bentuk
tunggal dalam campuran formula seasoning. Sedangkan pewarna dye mudah luntur di
tangan dan pakaian sehingga menjadi gangguan saat produksi dan ketika dikonsumsi oleh
konsumen. Pabrik seasoning memiliki dua opsi saat menambahkan pewarna dalam formula
seasoning:
1. Menambahkan secara langsung dalam campuran seasoning berikut dengan
penambahan bahan lainnya. Langkah pencampuran biasanya diikuti dengan
pemudaran warna.
2. Menggunakan bahan yang telah dikeringkan dimana warna sudah ditambahkan
sebelum di spray-dried
Keuntungan utama dari penambahan warna secara langsung dalam campuran
seasoning adalah lebih fleksibel. Pabrik seasoning dapat menentukan warna untuk
reformulasi yang diinginkan konsumen dengan cepat. Keuntungan dari penambahan
melalui bahan yang akan spray-dried adalah keseragaman, kemudahan dalam penanganan
dan penimbangan serta mencegah penyebaran pewarna non-lake pada seasoning. Pewarna
yang paling stabil dan tidak memiliki flavor adalah pewarna FD&C. Pewarna tersebut
sudah disetujui FDA sebagai pewarna makanan, obat dan kosmetik.
11. Bahan Penolong
Selain bahan pengisi dan pewarna, semua komponen yang telah dideskripsikan
berkontribusi pada flavor dan pelepasan flavor . Keseragaman bahan penting karena akan
mempengaruhi proses pencampuran. Tiap bahan dimasukkan dalam urutan tertentu. Dalam

11
formulasi seasoning harus dipertimbangkan penggunaannya saat diaplikasikan ke dalam
base. Seasoning harus punya kemampuan mengalir yang baik dan tidak ada partikel yang
menggumpal karena akan menyebabkan produk snack memiliki penampakan yang tidak
merata. Permasalahan yang sering muncul pada bahan penolong adalah banyaknya
seasoning yang rontok atau bertumpuk pada peralatan sehingga alat harus sering dimatikan
untuk dibersihkan. Bahan penolong yang banyak digunakan adalah minyak sayur dan
silikon dioksida. Minyak sayur digunakan untuk melapisi bahan yang hidrofilik, sehingga
mengurangi kecenderungan bahan untuk menyerap kelembaban. Selain itu, dapat mencegah
penggumpalan sehingga proses aplikasi lebih mudah dilakukan. Urutan yang paling baik
saat menambahkan minyak sayur adalah sesaat setelah memasukkan komponen hidrofilik,
diikuti dengan langkah pencampuran dengan durasi waktu yang cukup, sehingga
memungkinkan minyak untuk melapisi bahan seluruhnya. Minyak sayur juga sangat
penting bila campuran seasoning mengandung bahan dengan distribusi partikel yang
berbeda. Walaupun lebih disarankan untuk menggunakan formula seasoning memiliki
partikel yang kecil dan seragam. Namun terkadang partikel yang lebih besar dapat
meningkatkan penampakan snack. Minyak sayur berperan seperti lem yang merekatkan
seasoning dan mencegah stratifikasi. Begitu bahan hidrofilik terlapisi dengan minyak,
aliran seasoning harus dapat mengalir dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan
penambahan antikempal seperti silikon dioksida atau trikalsium fosfat ke dalam campuran.
Bahan ini memiliki efek yang berlawanan dari minyak sayur. Keduanya berperan dengan
melapisi semua partikel dalam campuran guna mencegah penggumpalan, dan seasoning
dapat mengalir dengan baik.
12. Antioksidan
Penambahan antioksidan secara langsung pada formula seasoning biasanya jarang
dilakukan. Kebanyakan penambahan antioksidan secara tidak sengaja pada bahan yang
larut lemak contohnya seperti oleoresin paprika. Beberapa antioksidan memang digunakan
untuk melindungi bahan baku selama penyimpanan namun biasanya tidak memiliki fungsi
lain dalam seasoning. Vitamin E, alpha-tocopherols, extractives of rosemary, and butylated
hydroxyanisole (BHA) dan butylated hydroxy toluene (BHT) adalah beberapa bahan yang
pernah digunakan dalam formulasi untuk mengawetkan seasoning. Saat ini, teknik
alternatif sering dilakukan untuk mengawetkan bahan yang sensitif. Banyak pabrik snack
yang mengklaim produknya bebas pengawet dan suplier merespon dengan tidak
menambahkan antioksidan. Kemasan dengan barier tinggi dapat banyak mengurangi
kebutuhan antioksidan dalam campuran seasoning.
Seighman (2001) menyatakan saat mulai mengembangkan formula seasoning akan sangat
berguna untuk membuat kerangka berpikir berbentuk piramida dahulu. Bagian paling atas
piramida diisi oleh penentuan karakteristik flavor yaitu bagian dari seasoning yang akan terasa
pertama kali di mulut. Tingkat berikutnya diisi oleh bahan utama penyusun flavor. Lalu ditingkat
selanjutnya diisi oleh bahan seperti garam, pemanis, penguat rasa dan asam. Di tingkat akhir
piramida terdiri atas bahan pelengkap seperti bahan pengisi, pewarna dan bahan penolong untuk
ditambahkan di akhir. Menurut Seighman (2001) ada beberapa konsep dasar untuk membuat
formulasi seasoning:
1. Formula disusun menggunakan metode trial and error. Formula mulai disusun dengan
garam, bahan pengisi, penguat rasa dalam jumlah yang biasa digunakan kemudian
disesuaikan dengan snack base dan permintaan konsumen.

12
2. Mulanya dosis seasoning yang diaplikasikan adalah 6%, kemudian diujikan kepada
konsumen dengan dosis yang lebih rendah dan lebih tinggi untuk menentukan dosis akhir
yang akan digunakan.
3. Produk yang cocok dengan flavor yang tengah dikembangkan harus diukur terlebih dahulu
seberapa besar kecocokannya. Kemudian seleksi produk sejenis yang menyerupai flavor
yang sedang dikembangkan diseleksi. Bila sesuai, daftar bahan yang digunakan diperiksa
untuk menduplikasi profil flavor dari seasoning tersebut.
4. Biaya untuk pembuatan formula harus disesuaikan dengan target, namun harus menyisakan
biaya untuk perubahan formula ke depannya.
5. Persyaratan terhadap seasoning yang dikembangkan harus diterapkan dari awal seperti
kehalalan, penggunaan flavor berbahan alami dan penggunaan MSG.

D. BAWANG PUTIH
Bawang putih atau yang dikenal juga dengan nama Allium satiuum L. telah lama
dimanfaat sebagai makanan dan obat. Bagian yang dimanfaatkan adalah bagian yang membesar
di dekat akar. Tanaman ini biasanya tumbuh di daerah beriklim sedang (Carson 1987 diacu
dalam Reineccius 1994). Bawang putih terdiri atas siung yang menyatu dan memiliki warna
yang beragam dari putih, pink pucat hingga berwarna lembayung muda serta terselubung
membran berwarna putih. Jumlah dan ukuran tiap siung sangat bervariasi. Begitu pula flavor
yang dihasilkan dari ringan dan manis hingga sangat kuat dan menyengat bergantung dari jenis
dan asalnya. Sebanyak 0.10 hingga 0.25% komponen dalam bawang putih merupakan komponen
volatil yang terbentuk secara enzimatis ketika siung dihancurkan.
Flavor bawang putih dalam masakan dianggap sangat penting namun harus diingat bahwa
aroma bawang putih bertahan sangat lama dan akan mempengaruhi komponen lain saat
dilakukan uji sensori (Reineccius 1994). Menurut Reineccius (1994) bawang putih sebagai bahan
flavor terdiri atas lima jenis, yaitu:
1. Bubuk terdehidrasi
Bubuk bawang putih berwarna krem atau putih. Bubuk ini merupakan hasil
dehidrasi siung dan memiliki karakteristik flavor dan aroma yang kuat bila direhidrasi.
Karakteristik flavor akan terjaga dengan baik selama penyimpanan. Namun karena sifat
higroskopis yang dimiliki, maka penyimpanan harus benar-benar rapat atau produk akan
menjadi menggumpal, lengket dan flavor menjadi kurang kuat. Bubuk bawang putih
banyak digunakan untuk membumbui berbagai produk sosis kering Eropa, salami dan lain-
lain. Penggunaan yang tepat dalam produk ini akan menghasilkan flavor unik yang berbeda
namun tidak terlalu kuat. Bentuk bubuk sebenarnya bukan bentuk yang ideal sebagai bahan
flavor karena banyaknya komponen aromatik ringan yang hilang selama proses dehidrasi.
Ciri khas dari bentuk bubuk ini dibanding yang lain adalah adanya aroma „rebusan‟ yang
tidak ada pada bentuk segarnya.
2. Garam
Bentuk garam dari bawang putih sebenarnya adalah campuran dari bubuk bawang
putih, garam dan antikempal seperti pati atau trikalsium fosfat yang berfungsi untuk
mengatur produk agar dapat mengalir dengan baik. Bentuk campuran minyak bawang putih
(0.10 hingga 0.25%) dengan garam atau bahan carrier lain juga banyak dipilih untuk
dimanfaat dalam pembuatan seasoning campuran.

13
3. Flavor terenkapsulasi
Banyak produk spray-dried yang mengandung minyak, oleoresin atau ekstrak
bawang putih yang dienkapsulasi dalam gum akasia atau pati modifikasi. Kuatnya flavor
yang dihasilkan oleh produk ini beragam antara 1 kali atau 10 kali dari bentuk bubuk
bergantung proses pembuatan.
4. Minyak
Minyak bawang putih diperoleh dari hasil distilasi hancuran bawang segar.
Komponen minyak bawang putih mengandung senyawa alil yang tidak ada pada minyak
bawang merah.
5. Oleoresin
Ekstrak berwarna coklat gelap yang diperoleh dari hasil konsentrasi vakum
hancuran bawang putih dan ekstraksi akueus dari hasil pemerasan juice. Oleoresin ini
mengandung 5% minyak bawang putih. Kekuatan flavor dari oleoresin sekitar 2 hingga 3
kali dari bawang putih segar dan 8 kali dari bubuk bawang putih.

E. BAHAN PENGISI
Bahan pengisi adalah bahan yang digunakan untuk menambah volume dari seasoning.
Alasannya karena bahan pengisi biasanya memiliki nilai ekonomis yang rendah serta memiliki
rasa yang tawar. Dengan penambahan bahan pengisi dapat membantu penampakan seasoning
agar lebih merata. Ada berbagai jenis bahan pengisi yang tersedia di pasaran. Semuanya
memiliki karakter masing-masing tergantung dari nilai dextrose equivalent yang dimiliki.
Dextrose equivalent (DE) adalah skala nilai yang mengukur kemanisan terhadap dekstrosa. DE
mengukur derajat hidrolisis pati dari gula pereduksi. DE memiliki rentang nilai antara 0-100.
Sebagai gambaran, dekstrosa murni memiliki DE hingga 100 (De Rovira 1999). Artinya,
semakin besar nilai DE maka akan semakin besar pula jumlah gula pereduksi di dalam sampel
atau semakin besar persentasi pati yang berubah menjadi gula pereduksi. Gula pereduksi disini
dibandingkan dengan glukosa murni pada konsentrasi yang sama (Mac Allister 1975). Menurut
Kearsley dan Dziedzic (1995), maltodekstrin memiliki nilai DE 3-20, glukosa 20-75, dan
hidrolisat di atas 75.

1. Dekstrosa
Dekstrosa atau yang juga dikenal dengan nama glukosa adalah monosakarida yang
memiliki rotasi optikal dekstrorotasi (d-). Dekstrosa adalah gula pereduksi dan dapat
bereaksi dengan asam amino melalui reaksi Maillard. Dengan tingkat kemanisan yang
relatif rendah, dekstrosa dapat digunakan dalam seasoning untuk menambah volume karena
tidak akan mempengaruhi flavor secara keseluruhan. Dekstrosa memiliki sifat higroskopis
sehingga penggunaannya dalam kondisi kering namun udara yang lembab dapat
menyebabkan penggumpalan. Dekstrosa adalah monosakarida dan gula pereduksi yang
paling banyak ditemui di alam serta merupakan bahan dasar reaksi Maillard yang paling
murah (De Rovira 1999).
Menurut Raymond dan Othner (1954), dalam dektrosa terdapat beberapa gugus
kimia yaitu satu gugus aldehid, satu gugus alkohol primer dan satu gugus alkohol sekunder.
Dalam bentuk kristal dekstrosa ada dua macam yaitu dalam bentuk α dan β. α-dekstrosa
pada suhu di atas 50⁰C dipisahkan dari larutan akueousnya dan dalam bentuk monohidrat

14
dan β-dekstrosa dipisahkan dalam bentuk anhidrat. Dari berbagai bentuk kristal tersebut,
bentuk dektrosa monohidrat yang paling sering ditemui.
Ada dua tipe dektrosa yang tersedia secara komersial yaitu dekstrosa hidrat yang
mengandung 9% per berat air dari kristalisasi merupakan bahan yang paling sering dipakai
dan dekstrosa anhidrat yang mengandung air kurang dari 0.5%. Dekstrosa adalah gula
pereduksi yang menghasilkan warna kecoklatan karena suhu tinggi pada produk yang
dipanggang. Bahan ini banyak digunakan dalam es krim, produk roti, produk konfeksioneri.
Dekstrosa juga sering disebut glukosa atau corn syrup (Igoe dan Hui 2001). Tingkat
kemanisan dari dekstrosa sekitar 70% dari glukosa (Howling 1979)
Hasil laporan Global Agricultural Information Network per bulan November 2010
USDA Foreign Agricultural Service mengestimasi bahwa pada bulan Juni hingga Agustus
2010, Indonesia mengimpor 4,500 ton dekstrosa dari China per tahun untuk kebutuhan
industri snack. Estimasi tersebut berdasarkan survei terhadap lima hingga sebelas industri
snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya.

2. Maltodekstrin
Maltodekstrin adalah karbohidrat yang memiliki rentang dextrose equivalent (DE)
lebih tinggi dari dekstrin, namun lebih rendah dari gula. Maltodekstrin dengan DE 10
adalah yang paling banyak digunakan karena kestabilannya, harga yang ekonomis dan
atribut lain seperti tidak begitu higroskopis, flavor yang ringan dan sifat fungsional lainnya
(De Rovira 1999).
Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri pangan sebagai bahan pengisi.
Karakter ideal yang diinginkan dari maltodekstrin adalah rasa tawar, tidak berbau, namun
maltodekstrin dengan DE 20 memiliki rasa manis (Fullbrook 1984). Sedangkan menurut
McDonald (1984), maltodesktrin kurang higroskopis, kurang manis, mudah larut dalam air,
dan cenderung tidak menghasilkan warna saat terjadi reaksi browning. Menurut Kennedy
et. al. (1995) terdapat dua tipe maltodekstrin tersedia secara komersial adalah maltodekstrin
yang mempunyai kisaran nilai DE 10-14 dan 15-19. Semakin rendah nilai DE maka akan
semakin non-higroskopis dan semakin efektif sebagai pengikat lemak selain itu akan
cenderung teretrogradasi dalam larutan.
Maltodekstrin juga berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air bertemu
dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan menyerupai sifat lemak
(Roper 1996). Walaupun dapat menyerupai sifat lemak, namun maltodekstrin tidak bersifat
lipofilik sehingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah, namun saat
digunakan untuk mengenkapsulasi minyak dapat melindungi dari oksidasi (Westing dan
Rennecius 1988). Kennedy et. al. (1995) menyatakan bahwa maltodekstrin yang memiliki
DE tinggi akan menghasilkan larutan dengan viskositas yang rendah yang rendah dan
memberi rasa manis. Pada nilai DE yang sama ternyata maltodekstrin memiliki kelarutan
yang berbeda bergantung dari metode hidrolisisnya. Maltodekstrin yang dihidrolisis
menggunakan enzim mengandung sakarida bobot tinggi dalam jumlah yang sedikit bila
dibandingkan dengan maltodekstrin yang dihidrolisis dengan asam.
Menurut Igoe dan Hui (2001) maltodekstrin adalah polimer sakarida berantai pendek
yang diperoleh dari hidrolisis asam atau enzimatik dari pati dengan cara yang sama dari
corn syrup kecuali proses konversi yang terhenti ditahap awal. Maltodekstrin terdiri atas
unit D-glukosa yang terhubung terutama oleh ikatan α-1,4 dan memiliki DE kurang dari 20
dan pada dasarnya tidak manis serta tidak dapat difermentasi. Maltodekstrin memiliki

15
kelarutan yang sedang. Fungsi dari maltodekstrin antara lain adalah sebagai pengisi,
penambah volume, pembentuk tekstur, carrier dan menghambat kristalisasi. Bahan ini
banyak digunakan dalam pembuatan cracker, puding, permen dan es krim bebas gula.
Menurut estimasi USDA Foreign Agricultural Service dalam laporan Global
Agricultural Information Network per bulan November 2010, untuk konsumsi
maltodekstrin Indonesia kebanyakan diimpor dari China yaitu sebanyak 240 ton per tahun
senilai 120,000 USD pada tahun 2009. Estimasi tersebut berdasarkan survei terhadap lima
hingga sebelas industri snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya.

3. Dekstrin
Dekstrin adalah molekul polisakarida yang memiliki rata-rata bobot molekul di
antara pati dan maltodekstrin. Dekstrin dapat dimodifikasi menjadi bahan pelapis dan dapat
digunakan secara proaktif sebagai pelapis permen. Biasanya dekstrin hampir tidak memiliki
rasa manis (De Rovira 1999). Dekstrin juga dikenal dengan nama lain amilin, gum British,
gum pati, dan amilodekstrin. Dekstrin adalah campuran dari glukosan terpolimerisasi.
Dekstrin komersial bisanya tidak murni karena dicampuran dengan padatan seperti starch
dan glukosa, perlakuan dengan larutan asam menghasilkan maltosa dan akhirnya glukosa.
Terbentuk dengan hidrolisis parsial pati atau oleh pemanasan glukosan (Collins 1998)
Menurut Satterthwaite dan Iwinski (1973) pada pembuatan dekstrin terjadi proses
pengurangan panjang rantai pada pati sehingga dekstrin memiliki kelarutan yang lebih baik
dalam air dingin dan viskositas lebih kecil dari pati asal. Dalam proses pembuatan dekstrin
terjadi transglukolasi yaitu berubahnya ikatan α-D-(1,4)-glukosida menjadi α-D-(1,6)-
glukosida. Perubahan ikatan menyebabkan dekstrin memiliki sifat cepat terdispersi, tidak
kental dan lebih stabil dari pati asalnya.
Berdasarkan jenis katalis yang digunakan, suhu dan lama penyangraian akan
menghasilkan berbagai dekstrin. Pirodekstrin adalah dekstrin yang dihasilkan dari hidrolisis
asam dan pemanasan kering. Ada tiga jenis pirodekstrin yaitu deksrin putih, dekstrin
kuning, dan British gum. Ketiga jenis pirodekstrin tersebut memiliki sifat kelarutan yang
berbeda. Kelarutan dalam air adalah diurutkan dari yang memiliki kelarutan paling tinggi
hingga paling rendah adalah dekstrin putih, dekstrin kuning dan British Gum (Satterthwaite
dan Iwinski 1973).
Dekstrin adalah hidrolisis pati sebagian terbentuk dari pati yang diberi perlakuan
pemanasan kering, asam, atau enzim. Dapat juga dibentuk dari pati yang berbentuk amilosa
dan amilopektin dan berwarna putih dan kuning. Bila dibandingkan dengan pati tidak
dimodifikasi, dekstrin memiliki kelarutan, viskositas yang lebih stabil dan tidak terlalu
kental. Kegunaan lainnya untuk mengembangkan dan mengikat adonan (Igoe dan Hui
2001).

4. Corn starch
Corn starch dibuat dari endosperma jagung, mengandung molekul amilosa dan
amilopektin. Saat pati dipanaskan dalam air akan berubah menjadi pasta berwarna keruh
dan viskos. Pasta tersebut membentuk gel semi solid selama pendinginan dan memiliki
kemampuan membuat lapisan adhesif yang kuat saat dioles dan mengering. Corn starch
tersedia dalam bentuk bubuk halus dan kasar. Pati dalam bentuk kasar juga dikenal dengan
istilah pearl starch. Corn starch banyak digunakan saus, puding, isian pie dan salad
dressing. Level penggunaan bahan ini beragam dari 1-5% (Igoe dan Hui 2001).

16
Menurut Igoe dan Hui (2001) ada dua jenis corn starch yang tersedia berdasarkan
proses pembuatannya yaitu acid modifed corn starch dan oxidized corn starch. Acid
modifed corn starch dibuat dengan merendam dalam air dengan melarut asam mineral
dalam suhu tinggi selama waktu tertentu. Kemudian dilanjutkan dengan netralisasi
menggunakan sodium karbonat untuk memperoleh tingkat viskositas yang diinginkan.
Viskositas akan berkurang saat dipanaskan dan membentuk gel ketika didinginkan. Banyak
digunakan dalam pembuatan gum berbasis starch. Pati ini memiliki kemampuan tahan
terhadap freeze-thaw, shear rate, shear stres dan asam. Pati ini dapat digunakan pada saus
dan makanan beku.
Oxidized corn starch diproduksi dengan perendaman suspensi starch dengan
penambahan sodium hipoklorit yang mengandung sedikit soda kaustik berlebih sampai
derajat oksidasi yang diinginkan tercapai. Kemudian diberi antiklor seperti sodium bisulfat
disesuaikan dengan pH yang diinginkan, disaring, dicuci dan dikeringkan. Pati ini masih
menyimpan struktur granul asli dan tidak dapat larut dalam air. Warna pati ini sangat putih,
tidak begitu viskos, relatif jernih dan memiliki kecenderungan untuk tidak mengental ketika
didinginkan. Cocok diaplikasikan pada makanan ketika menginginkan kepadatan dan
viskositas rendah.
Corn starch digunakan hampir di seluruh industri makanan ringan khususnya snack
ekstrusi manis dan gurih. Berdasarkan laporan Global Agricultural Information Network
per bulan November 2010, USDA Foreign Agricultural Service mengestimasi Indonesia
mengimpor 1,200-1,500 ton corn starch dari Austria. Estimasi tersebut berdasarkan survei
terhadap lima hingga sebelas industri snack besar di tiga kota yaitu Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Pada tahun 2009, nilai impor corn starch adalah 69,727 ton senilai 24.8juta USD
dan meningkat meningkat di tahun 2010 menjadi 53,979 ton dalam kuartal pertama (Badan
Pusat Statistik dalam USDA Foreign Agricultural Service 2010).

F. APLIKASI SEASONING
Dalam melakukan aplikasi seasoning, pemilihan alat yang digunakan bergantung dari
jenis snack yang diaplikasikan seperti produk kacang oven yang lebih cocok menggunakan alat
coating drum. Menurut Hanify dalam Lusas (2001) coating drum adalah alat yang digunakan
untuk aplikasi seasoning biasa digunakan untuk membumbui snack, biasanya dibuat dari
stainless steel. Tujuan dari penggunaan coating drum adalah untuk ekspos permukaan base pada
seasoning yang diaplikasikan.
Dalam bentuk paling sederhana, coating drum adalah silinder miring yang berputar untuk
mengangkat dan merotasi produk. Ketika rotasi, pada dinding bagian dalam dari alat ini terjadi
pengangkatan produk agar base dapat terekspos. Ketika mencapai ketinggian tertentu, biasanya
90-120⁰ dari bawah, produk akan jatuh ke bawah untuk kemudin terangkat lagi. Produk terbawa
maju ke bagian yang lebih tinggi karena putaran rotasi dan bagian yang bersekat pada dinding
alat. Tingkat ekspos produk ditentukan dari desain, kecepatan rotasi, dan sudut kemiringan drum.
Untuk mendapatkan produk yang diinginkan sangat penting untuk menyesuaikan desain alat
dengan produk dan proses yang spesifik. Kesalahan yang banyak terjadi pada industri adalah
membeli satu atau dua ukuran coating drum tanpa menghiraukan apa yang yang diproduksi.
Dalam prakteknya, ukuran volume drum disesuaikan dengan waktu aplikasi. Waktu aplikasi
ditentukan dengan menggunakan metode trial and error dan eksperimen dimana setiap
perusahaan telah membuat rumusan kriteria ukuran drum. Pedoman tersebut yang digunakan
untuk menentukan diameter dan panjang drum. Secara umum, bila langkah dalam aplikasi

17
seasoning ditambah maka panjang drum juga harus ditambah untuk mencegah zona coating
overlap. Aplikasi berlebihan bisa terjadi pada area overlap, khususnya ketika aplikasi dengan
cairan atau bubur yang diikuti dengan seasoning kering. Pada Gambar 4 tampak interior bagian
dalam dari coating pan.

Gambar 4. Interior dalam coating drum (Hanify dalam Lusas 2001)

Aplikasi seasoning dua tingkat biasanya dilakukan saat permukaan base tidak cukup
cairan sehingga seasoning sulit merekat seperti pada produk kacang oven yang basenya kering.
Cairan melapisi base sebagai lem yang menahan seasoning agar bertahan pada permukaan base.
Cairan yang digunakan dapat berupa minyak atau larutan polimer seperti gum arab atau pati
dekstrin yang terlarut dalam air. Aplikasi seasoning dua tingkat yang jarang dilakukan adalah
mengombinasikan bubur (dua fase campuran dari cairan dan komponen kering) dengan flavor
kering biasanya hanya kombinasi antara cairan dan komponen kering.

G. MIXTURE EXPERIMENT DESIGN EXPERT 7.0®


Berbagai perangkat dalam Design Expert 7.0® berguna untuk mengoptimasi produk atau
proses yang memiliki design of experiment (DOE) yang sangat efisien. Menurut Anonim (2006)
dalam program Design Expert 7.0®memiliki beberapa jenis perangkat pengolahan data, yaitu
Factorial Designs, Response Surface Methods, Mixture Designs dan Combined Designs.
Factorial Designs berguna untuk mengidentifikasi faktor –faktor yang penting yang dapat
mempengaruhi proses atau produk sehingga diperoleh perbaikan. Response Surface Methods
digunakan untuk menentukan proses yang paling ideal sehingga diperoleh hasil yang optimal.
Mixture Designs digunakan untuk menemukan formula yang optimal di dalam pembuatan
produk tertentu. Combined Designs adalah gabungan dari variabel proses, komponen campuran
dan faktor kategorial dalam satu desain.
Mixture Experiment adalah sebuah eksperimen dimana responnya diasumsikan
bergantung pada proporsi relatif dari bahan yang ada dalam campuran bukan karena jumlah
campuran (Cornell J A 1990). Mixture Experiment dalam Design Expert 7.0® disebut dengan
Mixture Design. Fungsi dari Mixture Design adalah untuk mengamati pengaruh bahan terhadap
respon sehingga dapat diketahui hubungannya. Tidak hanya pengaruh bahan secara tunggal
melainkan juga pengaruh interaksi antar bahan yang mempengaruhi respon.
Dari berbagai pilihan Mixture Design yang tersedia, dipilih rancangan D-optimal. D-
optimal adalah desain yang paling tepat untuk memperoleh formula bahan pengisi yang paling
optimal karena kemampuannya untuk memilih titik desain yang akan digunakan dari keseluruhan
desain berdasarkan kriteria tertentu. Tetapi untuk memperoleh desain yang baik, maka titik D-
optimal harus ditambah untuk mengestimasi pure error dengan replikasi dan menetapkan lack of
fit dengan menambahkan titik pada desain.

18
Dalam Design Expert 7.0® terdapat lima model polinomial yang dikenal yaitu mean,
linear, quadratic, special cubic, dan cubic. Design Expert 7.0® menggunakan model untuk
memilih design point. Semakin tinggi model yang digunakan maka akan membutuhkan semakin
banyak design point. Memilih derajat model yang tertinggi akan memastikan bahwa terdapat
desain point yang cukup untuk mengevaluasi model (Anonim 2006). Tetapi umumnya
menggunakan model quadratic lebih dianjuran dalam formulasi sebab model ini memiliki
visualisasi respon surface tiga dimensi yang memadai bila dibandingkan linear (Cornell 1990).
Program Design Expert 7.0® sendiri memiliki fasilitas untuk melihat visualisasi respon surface
dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi.
Penentuan model biasanya diikuti dengan modifikasi model dimana dilakukan
pengurangan beberapa komponen guna memperoleh model yang lebih baik.. Penghilangan
komponen tersebut lebih dikenal dengan istilah reduksi model. Penghilangan model hanya
dilakukan terhadap komponen yang tidak signifikan terhadap model. Reduksi model dapat
dilakukan secara otomatis atau manual. Pengurangan model secara manual dilakukan dengan
membuang komponen yang tidak perlu hingga nilai α yang diinginkan tercapai. Pengurangan
model secara otomatis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu Step-Wise Regression (kombinasi
dari Forward Selection dan Backward Elimination, dilakukan penambahan, eliminasi, atau
penggantian dalam setiap langkah reduksi model), Backward Elimination (eliminasi komponen
dalam setiap langkah reduksi model) dan Forward Selection (penambahan komponen dalam
setiap langkah reduksi model). Reduksi model dengan Backward Elimination lebih disarankan
karena penentuan model dengan mempertimbangkan model secara keseluruhan. Lain halnya
dengan metode Step-Wise Regression dan Forward Selection dilakukan yang menggunakan
regresi model paling sederhana yang artinya ada komponen yang tidak dipertimbangkan sama
sekali. Kemudian berikutnya dilakukan analisis dan optimasi. Analisis dilakukan setelah input
data hasil respon dari formulasi. Analisis dilakukan melalui enam tahap, yaitu :
1. Tranformation dilakukan pemilihan respon node dan transformasi yang diinginkan.
2. Fit summary dan Effect dimana dilakukan evaluasi terhadap respon surface method and
mixture kemudian memilih efek yang signifikan dari grafik atau isinya.
3. Model dilakukan pemilihan model dan syarat yang diinginkan dari isinya.
4. Analysis of Variance (ANOVA) yang melakukan evaluasi terhadap model yang dipih dan
memperlihatkan hasilnya.
5. Diagnostic dilakukan mengevaluasi model yang pas dan transformasi pilihan dengan
grafik.
6. Model Graph dilakukan interpretasi dan evaluasi terhadap model.
Setelah melakukan analisis berikutnya adalah optimasi formula pada Optimization. Pada
bagian Optimization dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Numerical Optimization (menentukan
sasaran untuk tiap respon untuk menghasilkan kondisi yang optimal), Graphical Optimization
(menentukan batas maksimum dan minimum untuk tiap respon kemudian membuat grafik dan
menyoroti area yang diujikan) dan Point Prediction (memasukkan kondisi operasi yang
diinginkan dan mendapatkan nilai respon terprediksi dengan interval tingkat kepercayaan
tertentu). Pada bagian Point Prediction terdapat formula saran yang disarankan program Design
Expert 7.0®. Formula tersebut adalah hasil pilihan dari program Design Expert 7.0® yang
menyesuaikan sesuai kriteria yang dimasukkan dan desirability. Formula dengan tingkat
desirability tertinggi akan menempati posisi teratas dari berbagi saran yang ditawarkan. Semakin
tinggi tingkat desirability, maka hasil respon akan semakin mendekati nilai yang diprediksi.

19
IV. METODOLOGI PENELITIAN MAGANG

A. ALAT DAN BAHAN


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian magang adalah base kacang oven yang
diperoleh dari pabrik pada 23 Mei 2011, seasoning tanpa bahan pengisi, bahan pengisi
(dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin, corn starch), minyak sayur, alumunium foil, dan plastik klip.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian magang adalah loyang alumunium, shiever 50 mesh,
baskom, gunting, spidol permanen, sudip, sendok, neraca analitik, oven, coating pan, dan sealer.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian magang ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu: (1) penentuan prosedur standar
aplikasi seasoning pada kacang oven garlic pada skala laboratorium, (2) pembuatan rancangan
formulasi bahan pengisi dan respon dengan menggunakan program Design Expert 7.0® mixture
design D-optimal, (3) aplikasi seasoning garlic A pada kacang oven, (4) pengukuran respon
berupa kelekatan (%) dan uji sensori tingkat kesukaan, (5) optimasi formula bahan pengisi dan
verifikasi formula.

1. Prosedur Aplikasi Kacang Oven Garlic Skala Laboratorium

Proses pengaplikasian kacang oven dalam skala pabrik tentunya sudah memiliki
standar dan prosedur yang jelas sehingga bisa dihasilkan produk dengan standar tertentu.
Demikian juga halnya bila aplikasi dilakukan dalam skala laboratorium, prosedur aplikasi
yang digunakan harus tepat sesuai kapasitas laboratorium sehingga diperoleh hasil yang
baik dan optimal.
Mulanya dilakukan aging seasoning exist selama 24 jam dalam suhu ruang.
Berikutnya sortir base kacang oven yang akan digunakan. Setelah seasoning selesai aging
kemudian timbang base kacang oven sebanyak ± 102.00 gram, minyak sayur 6.50 gram
(6.50% terhadap bobot base), dan seasoning exist 6.95 gram (6.95% terhadap bobot base).
Base kacang yang telah ditimbang kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 100⁰C selama
10 menit lalu dikeluarkan. Base yang masih panas tersebut langsung ditimbang sebanyak
100 gram dan dicampurkan dengan minyak sayur hingga menyerap dan merata (kira-kira
selama 1 menit). Lalu nyalakan coating pan dengan kecepatan 50 rpm dan masukkan base
yang telah menyerap minyak kemudian masukkan seasoning exist yang sudah ditimbang.
Setelah selesai, masukkan kacang dalam kemasan alumunium foil dan ditimbang.
Aplikasi dilakukan dengan lama waktu yang berbeda yaitu 3, 5, 7, 9 dan 11 menit
yang dihitung dari saat memasukkan seasoning exist. Setiap perlakuan waktu aplikasi
dilakukan 3 kali ulangan sehingga total dilakukan 15 kali aplikasi. Setelah proses aplikasi
selesai dapat dilakukan pengukuran kelekatan (%) dengan melakukan perhitungan
kesetimbangan massa. Dari variasi lima waktu tersebut, akan dipilih waktu aplikasi optimal
yang memiliki kelekatan (%) tertinggi untuk selanjutnya digunakan dalam prosedur aplikasi
standar.
Setelah ditemukan waktu aplikasi optimal selanjutnya menentukan prosedur standar
untuk aging seasoning tanpa bahan pengisi. Awalnya, keempat jenis bahan pengisi yaitu
dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch disaring dahulu menggunakan shiever

20
berukuran 50 mesh agar ukuran bahan pengisi sama dengan bahan penyusun lainnya dalam
seasoning. Lalu setelah di saring, timbang bahan pengisi sesuai kombinasi formula dengan
bobot total 0.3962 gram dan seasoning tanpa bahan pengisi sebanyak 6.5538 gram.
Campurkan seasoning dan bahan pengisi hingga merata. Masukkan ke dalam plastik klip
dan di aging hingga 24 jam dalam suhu ruang. Seasoning ini yang kemudian disebut
seasoning garlic A yang siap diaplikasikan pada base.

2. Pembuatan Rancangan Formulasi Bahan Pengisi dan Respon

Tahap pertama pembuatan rancangan formulasi bahan pengisi dan respon dengan
program Design Expert 7.0® adalah menentukan variabel tetap dan variabel berubah.
Variabel tetap adalah variabel yang nilainya dibuat sama dalam tiap perlakuan karena
dianggap tidak mempengaruhi respon. Sedangkan variabel berubah adalah variabel yang
akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Pada penelitian ini yang menjadi variabel
tetap adalah seasoning tanpa bahan pengisi dan variabel berubah adalah komposisi bahan
pengisi yang digunakan.
Setelah menentukan variabel tetap dan variabel berubah, masukkan variabel tersebut
ke dalam mixture design D-optimal. D-optimal adalah desain untuk 2 hingga 24 faktor yang
berguna untuk menghasilkan formula optimal. Empat jenis bahan pengisi yang merupakan
variabel berubah antara lain dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch. Langkah
membuatan rancangan D-optimal pada Mixture Design dalam penelitian kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Pilih jumlah mixture component yang ingin dimasukkan. Dalam hal ini, pilih angka
empat karena jumlah bahan pengisi yang digunakan adalah empat jenis.
2. Beri nama tiap komponen (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch), buat
batasan dari tiap variabel yaitu dari 0.0000 hingga 0.3962 gram, serta total dari
mixture component dalam formula yaitu 0.3962 gram. Kemudian pilih Continue.
3. Tampilan yang muncul adalah bentuk default dari program. Lalu pilih Continue.
4. Berikutnya masukkan jumlah respon yang ingin diukur. Pilih nilai tiga pada
Responses dan beri nama pada tiap respon yaitu kelekatan, penampakan dan rasa
keseluruhan. Pada respon kelekatan, persen (%) adalah unit yang digunakan.
Kemudian pilih Continue. Akan tampak rancangan formula yang akan diuji.
Kelekatan (%) digunakan sebagai respon objektif dan respon penampakan dan rasa
keseluruhan sebagai respon subjektif. Kelekatan (%) sebagai salah satu respon yang diukur
dengan membandingkan jumlah seasoning yang melekat pada kacang oven dengan jumlah
seasoning yang digunakan dalam aplikasi. Semakin tinggi kelekatan (%) berarti semakin
banyak seasoning yang mampu melekat pada kacang oven selesai diaplikasi. Oleh karena
itu, definisi kelekatan di sini adalah kelekatan seasoning pada produk setelah proses
aplikasi atau sesaat setelah produk masuk dalam kemasan. Kelekatan seasoning selama
proses distribusi tidak termasuk di dalamnya.
Karakter organoleptik penampakan dipilih sebagai respon karena kelekatan (%)
seasoning pada kacang oven hanya menilai bobot seasoning yang melekat tanpa
mempertimbangkan penampakannya. Penampakan adalah salah satu karakter organoleptik
yang penting karena penilaian konsumen akan suatu produk tidak terlepas dari
penampilannya. Rasa keseluruhan juga perlu untuk diuji karena walaupun bahan pengisi
merupakan bahan yang hampir tidak memiliki rasa tetapi perbedaan bahan pengisi akan
secara langsung mempengaruhi rasa keseluruhan dari seasoning garlic A karena tiap bahan
pengisi memiliki karakter yang berbeda. Hasil respon akan menggambarkan pengaruh

21
bahan pengisi terhadap seasoning dan dapat digunakan untuk menentukan formula bahan
pengisi yang paling optimal.

3. Aplikasi Seasoning Garlic A pada Kacang Oven

Sebelum melakukan aplikasi seasoning, perlu dilakukan pencampuran dan aging


seasoning terlebih dahulu. Seasoning garlic A adalah seasoning yang akan digunakan
untuk aplikasi pada base kacang oven, terdiri atas campuran seasoning garlic tanpa bahan
pengisi yang sedang dikembangkan laboratorium Flavor and Seasoning Garudafood dan
bahan pengisi. Total bobot seasoning garlic A yang akan diaplikasikan pada base kacang
oven adalah 6.95% terhadap bobot base dan sebesar 5.70% dari total bobot seasoning
garlic A adalah bahan pengisi. Artinya, bila dilakukan aplikasi terhadap base dengan bobot
100.00 gram maka diperlukan 6.95 gram seasoning garlic A dengan 0.3962 gram di
dalamnya adalah bahan pengisi. Bahan pengisi yang ditambahkan dalam seasoning garlic
A terdiri atas berbagai macam formula. Ada yang terdiri atas satu, dua dan empat jenis
bahan pengisi. Formula bahan pengisi yang akan dicampur dengan seasoning garlic tanpa
bahan pengisi dibuat menggunakan mixture design D-optimal dalam program Design
Expert 7.0®. Berikut adalah gambar diagram alir pencampuran seasoning garlic A (Gambar
5).

seasoning tanpa bahan bahan pengisi


pengisi 6.5538 gram 0.3962 gram

pencampuran

pengemasan

aging 24 jam

seasoning siap pakai


(seasoning garlic A)

Gambar 5. Diagram alir pencampuran seasoning

Berdasarkan dosis formula seasoning, maka di dalam 6.95 gram seasoning garlic A
terdapat 6.5538 gram seasoning garlic tanpa bahan pengisi dan 0.3962 gram bahan pengisi.
Lalu dilakukan pencampuran agar bahan pengisi tersebar secara merata dalam seasoning.
Berikutnya dikemas dalam plastik klip yang sudah ditimbang bobotnya. Penimbangan
kemasan penting dilakukan agar bobot seasoning yang masuk dalam alat aplikasi dapat
dihitung secara tepat. Kemudian dilakukan aging seasoning.
Persiapan seasoning garlic A sebaiknya sehari sebelum dilakukannya aplikasi. Hal
ini bertujuan agar penambahan bahan pengisi tepat pada saat yang diinginkan sehingga

22
memperoleh masa aging yang seragam antar formula yang satu dengan formula lainnya.
Proses aging dilakukan dua kali yaitu aging seasoning garlic A (hasil pencampuran
seasoning garlic A dengan bahan pengisi) dan aging saat base kacang oven sudah
diaplikasikan dengan seasoning garlic. Proses aging berfungsi untuk memperoleh
seasoning yang memiliki karakteristik sensori yang lebih baik setelah pencampuran bahan
baku. Prosedur standar aplikasi kacang oven dapat dilihat pada Gambar 6.

base kacang oven


102.00 gram

pengovenan 100⁰C, 10 menit

penimbangan

Minyak sayur
base kacang oven 100.00 gram
6.50 gram

pengadukan 1 menit

seasoning garlic A
6.95 gram coating pan

aplikasi 50 rpm, 7 menit

pengemasan

penimbangan

aging 24 jam

kacang oven
berbumbu

Gambar 6. Diagram alir prosedur standar aplikasi kacang oven

Base kacang oven yang ditimbang awalnya adalah 102.00 gram untuk
mengantisipasi terjadinya penurunan bobot setelah pengovenan. Setelah pengovenan
dilakukan penimbangan kembali. Base yang digunakan untuk proses selanjutnya adalah
100.00 gram. Saat kacang oven masih panas, dilakukan pencampuran dengan minyak
dilakukan selama 1 menit. Pada kacang oven yang telah dipanaskan, pori-pori lapisan yang
menyalut kacang terbuka lebih lebar karena air yang ada di dalamnya telah diuapkan
sehingga minyak mudah menyerap. Berikutnya kacang yang sudah tersalut minyak

23
dimasukkan dalam coating pan (pada kecepatan 50 rpm) dan ditambahkan seasoning garlic
A kemudian aplikasi selama 7 menit. Waktu aplikasi yang digunakan adalah waktu aplikasi
optimal yang hasil uji sebelumnya.
Aplikasi seasoning garlic A pada base kacang oven menggunakan alat coating pan.
Pada prinsipnya alat ini mirip dengan coating drum hanya saja pada bagian dalam alat ini
tidak terdapat sekat di dinding seperti pada coating drum. Cara kerja alat ini adalah dengan
memutar base kacang oven yang telah disaluti minyak agar bergerak naik dan melakukan
kontak dengan seasoning kemudian turun dan naik kembali demikian berulang-ulang
hingga seasoning garlic A melekat di seluruh permukaan base. Setelah proses aplikasi
selesai kemudian kacang oven diambil dan dimasukkan ke dalam kemasan alumunium foil
yang telah ditimbang sebelumnya. Kemasan alumunium foil lalu disegel kemudian
ditimbang. Setelah itu dilakukan aging selama 24 jam sebelum dilakukan uji sensori. Selain
20 formula, juga dilakukan aplikasi terhadap seasoning exist sebagai perbandingan
nantinya. Gambar 7 adalah gambar coating pan yang digunakan untuk aplikasi kacang oven
dalam penelitian.

Gambar 7. Coating Pan

4. Pengukuran Respon berupa Kelekatan dan Uji Sensori

Setelah seasoning garlic A (hasil pencampuran seasoning tanpa bahan pengisi


dengan kombinasi bahan pengisi) diaplikasikan, kemudian diukur kelekatan (%) dan
karakter organoleptik yang terdiri atas penampakan dan rasa keseluruhan sehingga totalnya
terdapat tiga respon yang akan dimasukkan. Pengukuran kelekatan (%) dilakukan dengan
menimbang jumlah seasoning yang melekat pada base kacang oven. Pengukuran respon
kelekatan diukur dengan rumus:

( )
kelekatan seasoning(%) = ( )

Bobot seasoning aplikasi adalah bobot seasoning yang masuk ke dalam coating pan.
Begitupula dengan bobot vegetable oil. Sedang bobot hasil aplikasi adalah bobot kacang
oven yang telah diaplikasi. Aplikasi dilakukan tiga kali ulangan sehingga akan diperoleh
tiga data respon hasil kelekatan (%). Ketiga data tersebut dirata-rata kemudian dilihat
ketelitiannya dengan membandingkan antara nilai RSD analisis dan RSD Horwitz.
Respon berupa karakter organoleptik diukur dengan uji rating hedonik. Menurut
Adawiyah dan Waysima (2009) uji rating hedonik berguna untuk mendapat gambaran

24
atribut sensori tertentu yang bervariasi dari sejumlah sampel, dalam hal ini adalah tingkat
kesukaan pada beberapa atribut produk kacang oven. Uji rating hedonik dapat dilakukan
menggunakan skala garis atau kategori. Dalam penelitian ini digunakan skala kategori yang
terdiri atas lima kategori yaitu:
1= sangat tidak suka
2= agak tidak suka
3= antara suka dan tidak suka
4= suka
5= sangat suka
Sampel yang digunakan dalam uji rating hedonik adalah semua formula yang
dihasilkan program Design Expert 7.0® dan formula seasoning exist. Panelis yang
digunakan adalah panelis khusus sebanyak 24 orang. Seluruh panelis tersebut adalah
panelis tetap yang akan menguji 20 formula yang ada. Atribut yang dujikan adalah
penampakan dan rasa keseluruhan. Penampakan di sini adalah penampakan kelekatan
seasoning pada kacang bukan penampakan base kacang oven. Uji sensori dilakukan di
laboratorium sensori Head Office Garudafood Bintaro, Jakarata.

5. Optimasi Formula Bahan Pengisi dan Verifikasi Formula

Hasil pengukuran respon-respon tersebut kemudian diinput dan dianalisis oleh


program Design Expert 7.0®. Keluaran yang dihasilkan program berupa model polinomial
yang sesuai dengan data respon. Rancangan D-optimal menyediakan lima jenis model
polinomial yaitu mean, linear, quadratic, special cubic dan cubic. Salah satu dari model
tersebut akan direkomendasikan oleh program Design Expert 7.0® sebagai model yang
paling mewakili respon. Pada bagian analysis terdapat fit summary yang memuat informasi
mengenai model yang direkomendasikan. ANOVA (Analysis of Variance) berguna untuk
memperoleh informasi mengenai signifikansi model yang digunakan dan nilai lack of fit.
Model yang diinginkan adalah model yang memiliki signifikasi yang baik dan nilai lack of
fit yang tidak signifikan. Selain itu, nilai predicted R-squared dan adjusted R-squared harus
bersesuaian satu sama lain dengan nilai adequate precision lebih dari empat. Bagian
diagnostics menunjukkan plot kenormalan residual yang menggambarkan titik-titik yang
mendekati garis kenormalan. Artinya, semakin titik mendekati garis berarti hasil aktual
akan mendekati hasil yang diprediksikan. Berikutnya di bagian model graphs dapat dilihat
hasil grafik contour plot yang berbentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Warna pada
contour plot menunjukkan bagaimana interaksi antar komponen mempengaruhi respon.
Langkah yang dilakukan setelah analisis adalah optimasi. Pada bagian Numerical
Criteria tentukan sasaran dari tiap-tiap komponen dengan batasan dan tingkat importance.
Berikutnya akan muncul saran yang ditawarkan dengan tingkat desirability tertentu dan
visualisasi dalam bentuk grafik. Point Prediction menunjukkan prediksi terhadap saran
yang ditawarkan dimana terdapat nilai CI (Confidence Interval) 95% dan PI (Prediction
Interval) 95%. Hasil prediksi pada Point Prediction, dapat diverifikasi dengan melakukan
aplikasi sesuai saran yang diberikan. Verifikasi dilakukan dengan mengukur kelekatan (%)
dan uji sensori rating hedonik berupa penampakan dan rasa keseluruhan dan diharapkan
terdapat kesesuaian antara respon yang diberikan dengan prediksi. Metode pengukuran
respon dilakukan persis sama dengan metode yang telah dijabarkan sebelumnya. Gambar 8
menunjukkan keseluruhan alur kegiatan magang penelitian yang dilakukan.

25
seasoning exist bahan pengisi base kacang oven

uji coba penentuan waktu aplikasi optimal

prosedur
standar aplikasi

penentuan rancangan formula dan respon

aplikasi formula seasoning

kelekatan (%) uji rating hedonik

analisis respon

optimasi formula

formula saran

verifikasi

formula terpilih

Gambar 8. Diagram alir kegiatan magang penelitian

26
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. APLIKASI KACANG OVEN GARLIC SKALA LABORATORIUM


Prosedur aplikasi yang standar mutlak diperlukan karena akan menghasilkan data dengan
ulangan yang baik. Pertama, bahan yang digunakan harus konsisten dan berstandar. Base kacang
oven yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang oven hasil produksi pabrik di Pati yang
tiba pada tanggal 23 Mei 2011. Penggunaan base yang tiba pada tanggal yang yang sama dapat
menjamin keseragaman kualitas base. Penyortiran base juga diperlukan untuk memperoleh
kacang oven yang bentuk fisiknya seragam yaitu yang memiliki bentuk bulat dan permukaannya
halus, tidak berlubang atau penyok. Tujuan dari penyortiran adalah memperoleh base kacang
oven yang permukaannya halus dan rata agar seasoning dapat melekat secara merata dan tidak
tertumpuk pada bagian yang cekung atau berlubang.
Berbagai parameter yang berpengaruh selama proses aplikasi adalah suhu, kecepatan dan
waktu aplikasi. Tetapi yang dapat diatur dari ketiga parameter tersebut hanyalah waktu aplikasi.
Suhu aplikasi tidak dapat diatur karena coating pan yang digunakan tidak terdapat pengatur suhu
sehingga base harus dipanaskan dalam oven 100⁰C selama 10 menit. Tujuan pemanasan ini
adalah agar base lebih mudah menyerap minyak dan aplikasi lebih efisien sebab pada suhu ruang
base sulit menyerap minyak sayur. Penggunaan minyak sayur dalam proses aplikasi selain
berfungsi sebagai perekat seasoning juga karena kandungan lemak di dalam minyak akan
membantu flavor seasoning menjadi tahan lebih lama di mulut (Seighman 2001). Kecepatan
aplikasi juga tidak dapat diatur karena coating pan hanya memiliki satu kecepatan yaitu 50 rpm.
Seasoning yang digunakan untuk menentukan waktu aplikasi optimal adalah seasoning exist.
Tabel 2 menunjukkan hasil kelekatan (%) dari kelima waktu aplikasi yang telah dilakukan.

Tabel 2. Hasil uji kelekatan seasoning exist pada waktu aplikasi yang berbeda

Rataan
Waktu Kelekatan
Ulangan Kelekatan
(menit) (%)
(%)
3' U1 92,82% 92,72%
U2 92,54%
U3 92,80%
5' U1 93,78% 93,45%
U2 93,63%
U3 92,93%
7' U1 94,61% 94,85%
U2 94,86%
U3 95,07%
9' U1 93,76% 93,87%
U2 95,04%
U3 92,83%
11' U1 91,45% 91,44%
U2 91,68%
U3 91,18%

27
Dari tabel ini, tampak bahwa waktu aplikasi yang paling optimal menggunakan alat
coating pan berkecepatan 50 rpm adalah 7 menit. Hubungan antara waktu aplikasi dan kelekatan
ternyata seperti parabola. Pada menit ketiga ternyata kelekatan masih kurang optimal dan
kelekatan meningkat pada menit kelima. Kelekatan tertinggi terjadi pada waktu aplikasi menit
ketujuh dan menurun pada menit kesembilan dan semakin menurun lagi pada menit kesebelas.
Penurunan kelekatan (%) di atas menit ketujuh diduga karena gaya yang bekerja pada kacang
oven terlalu lama menyebabkan seasoning yang melekat menjadi rontok kembali sehingga tidak
dianjurkan melakukan aplikasi dalam waktu yang terlalu lama. Dugaan ini dapat dibuktikan lebih
lanjut dengan melakukan pengambilan sampel secara kontinu. Metode ini memungkinkan untuk
melihat dinamika kelekatan seasoning (%) secara kontinu selama proses aplikasi. Tetapi metode
tersebut sulit untuk diterapkan pada penelitian kali ini karena pengambilan sampel selama alat
aplikasi masih menyala sulit untuk dilakukan. Kendatipun alat sudah dimatikan, pengambilan
sampel tentunya memakan waktu sehingga suhu kacang oven lebih cepat menurun dibandingkan
dengan sistem batch. Hal tersebut dapat menyebabkan kelekatan (%) yang dihasilkan kurang
optimal. Hubungan antara kelekatan dan lama waktu aplikasi dapat dilihat pada Gambar 9.

Kurva Kelekatan Seasoning Exist (50 rpm)


96,00%

95,00%
Kelekatan (%)

94,00%

93,00%

92,00%

91,00%
0 2 4 6 8 10 12
Waktu Aplikasi (menit)

Gambar 9. Kurva kelekatan seasoning exist

Berikutnya adalah melakukan prosedur standar aging seasoning tanpa bahan pengisi.
Keempat bahan pengisi tersebut diayak terlebih dahulu dengan shiever 50 mesh agar ukuran
partikelnya sesuai dengan standar yang diinginkan. Penelitian ini difokuskan untuk menentukan
formula bahan pengisi dalam seasoning sehingga faktor lain yang dapat mempengaruhi respon
harus dihilangkan termasuk keragaman ukuran partikel bahan pengisi. Hal lain yang harus
diperhatikan juga adalah seasoning exist maupun seasoning tanpa bahan pengisi, keduanya harus
disimpan dalam pendingin dalam kemasan yang kedap udara dan baru dikeluarkan dari
pendingin saat akan digunakan atau aging. Penyimpanan di suhu rendah dapat memperlambat
interaksi antar komponen seasoning. Waktu aging tiap seasoning juga harus sama untuk
menghasilkan seasoning dengan profil sensori yang seragam sehingga tidak ada seasoning yang
aging lebih lama yang dapat mempengaruhi profil sensori seasoning. Sedangkan bahan pengisi
cukup disimpan pada suhu ruang dalam kemasan kedap udara.

B. RANCANGAN FORMULA DARI PROGRAM DESIGN EXPERT 7.0®


Pada Tabel 3 tampak bahwa ada beberapa komposisi bahan pengisi yang diulang. Hal
tersebut dikarenakan pada program Design Expert 7.0®, formula terdiri dari sepuluh rancangan

28
formula untuk model points, lima rancangan formula untuk mengestimasi lack of fit , serta lima
formula untuk pengulangan sehingga total formula yang dihasilkan adalah 20 formula. Pemilihan
empat jenis bahan pengisi tersebut didasarkan pada ketersediaan dan kemudahan akses antara
perusahaan dan suplier.

Tabel 3. Rancangan formula dari program Design Expert 7.0®

Bobot (gram)
Seasoning
Formula tanpa
Dekstrosa Maltodekstrin Dekstrin Corn Starch
Bahan
Pengisi
1 6.5538 0 0.1981 0 0.1981
2 6.5538 0.3962 0 0 0
3 6.5538 0 0 0 0.3962
4 6.5538 0 0.3962 0 0
5 6.5538 0.0473 0.2493 0.0501 0.0495
6 6.5538 0.1004 0.0976 0.0997 0.0985
7 6.5538 0.1981 0.1981 0 0
8 6.5538 0 0 0 0.3962
9 6.5538 0 0 0.3962 0
10 6.5538 0 0.1981 0.1981 0
11 6.5538 0 0 0.1981 0.1981
12 6.5538 0.2492 0.0470 0.0498 0.0502
13 6.5538 0 0.3962 0 0
14 6.5538 0.0493 0.0492 0.0507 0.2470
15 6.5538 0.1981 0 0.1981 0
16 6.5538 0.0507 0.0496 0.2487 0.0472
17 6.5538 0.1981 0.1981 0 0
18 6.5538 0.1981 0 0 0.1981
19 6.5538 0 0 0.3962 0
20 6.5538 0.3962 0 0 0

C. HASIL PENGUKURAN RESPON FORMULA BAHAN PENGISI


1. Kelekatan (%)
Formula 1 hingga formula 20 diukur kelekatannya masing-masing dari hasil tiga kali
ulangan. Dari hasil rata-rata data kelekatan tersebut diperoleh hasil seperti yang tampak
pada grafik dalam Gambar 10. Selain pengukuran kelekatan terhadap 20 formula juga
dilakukan pengukuran kelekatan seasoning exist yaitu formula 21 yang berupa diagram
batang berwarna hitam. Kelekatan seasoning exist ini hanya digunakan sebagai
pembanding secara umum.
Kelekatan seasoning exist memiliki nilai yang tidak terlalu tinggi hanya 92.94%.
Dari 20 formula yang ada rata-rata memiliki kelekatan di atas kelekatan seasoning exist.
Hanya formula 8 dan 9 yang memiliki kelekatan (%) di bawah seasoning exist. Dari seluruh

29
formula yang ada ternyata yang memiliki hasil kelekatan (%) tertinggi adalah formula 4
(96.97%) dan formula yang memiliki kelekatan (%) terendah adalah formula 9 (91.84%)
dengan rata-rata kelekatan 95.14% dan standar deviasi 1.31%. Formula 4 adalah formula
yang menggunakan maltodekstrin sebagai bahan pengisi tunggal. Menurut Kramer (2009)
penambahan maltodekstrin pada seasoning dapat meningkatkan kelekatan secara nyata.
Pengamatan yang terhadap formula bahan pengisi yang digunakan secara tunggal
pada Gambar 10 menunjukkan bahwa bahan pengisi dektrosa (formula 2 dan 20) memiliki
nilai kelekatan (%) yang lebih konsisten dibanding maltodekstrin (formula 4 dan 13),
dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8). Terdapat beberapa formula
dengan nilai kelekatan (%) yang mencolok karena nilainya yang sangat tinggi atau sangat
rendah. Penilaian secara langsung terhadap formula secara individu tidak dapat dijadikan
acuan untuk mengamati hubungan kelekatan (%) dengan bahan pengisi yangdigunakan
sebab hasil respon dari desain ini harus dianalisis secara keseluruhan.

96,97 96,92
97 96,24 96,00
95,86 95,87 95,65 95,92 95,95
96 95,41 95,30 95,58
94,57 94,82 94,72
94,61
Kelekatan (%)

95 94,34

94 93,49
92,94
92,70
93
91,84
92
91
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Formula

Gambar 10. Grafik kelekatan (%) aplikasi 20 formula dan formula exist

Gambaran umum grafik kelekatan (%) pada Gambar 10 berfungsi untuk


memudahkan melihat nilai kelekatan (%) bahan pengisi. Tetapi untuk analisis keseluruhan
digunakan program Design Expert 7.0®. Dari hasil analisis Design Expert 7.0®, model
polinomial dari respon kelekatan (%) adalah linear, namun model ini memiliki nilai
predicted R-squared yang negatif sehingga dilakukan reduksi model. Berbagai reduksi
model telah dilakukan namun predicted R-squared tetap memberikan nilai yang negatif
dan pada ANOVA tampak bahwa model tidak signifikan karena nilai p “prob>F” adalah
0.2580 . Model yang tidak signifikan adalah model dengan nilai p “prob>F” lebih besar dari
0.05 (<0.0001). Model dengan nilai p “prob>F” lebih kecil dari 0.05 (<0.0001) adalah
model yang diinginkan atau signifikan. Dengan demikian dipilih model yang lebih
sederhana yaitu mean.
Pada model mean, hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5%
lack of fit dari model yang dihasilkan tidak signifikan karena lebih besar dari 0.05
(<0.0001) dan F-value sebesar 0.56. Nilai dari lack of fit yang dihasilkan model adalah
0.8193 (Lampiran 2). Nilai lack of fit yang tidak signifikan berarti adanya kesesuaian antara
data respon kelekatan (%) dengan model. Artinya, lack of fit tidak signifikan
merepresentasikan model yang baik bagi respon.

30
Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai
predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi
lebih baik bagi respon kelekatan (%). Model mean pada respon menyebabkan kelekatan
(%) hanya berupa nilai yaitu 95.14%. Pada Gambar 11 terdapat grafik kenormalan
internally studentized residuals respon kelekatan (%). Pada gambar tersebut tampak bahwa
titik-titik yang tersebar dekat dengan garis. Sebaran titik-titik tersebut menggambarkan
bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon kelekatan (%).

Gambar 11. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon kelekatan (%)

Gambar 12 merupakan grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%).
Berdasarkan hasil input dari respon kelekatan (%) dihasilkan model polinomial berupa
mean sehingga seluruh area grafik contour plot memiliki warna yang sama dimana nilai
respon dianggap sama pada setiap kombinasi. Hal ini berarti ketiga komponen yaitu
dekstrosa, dekstrin dan maltodekstrin tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap respon
kelekatan (%). Grafik contour plot memiliki bentuk segitiga sehingga ketiga komponen
yang dijadikan komponen utama yang berpengaruh adalah dekstrosa, maltodekstrin dan
dekstrin. Bukan berarti corn starch tidak dilibatkan melainkan corn starch dibuat menjadi
komponen yang tidak berubah agar interaksi ketiga komponen yang lain menjadi lebih
jelas.

Gambar 12. Grafik contour plot hasil uji respon kelekatan(%)

31
Gambar 13 adalah grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%). Adanya
bentuk tiga dimensi dari grafik membantu untuk mengamati interaksi antara ketiga
komponen terhadap respon. Pada grafik contour plot hasil uji respon kelekatan (%)
memiliki warna yang sama maka sehingga menghasilkan grafik tiga dimensi yang datar.
Bentuk grafik tiga dimensi yang datar disebakan karena model polinomial mean sehingga
kombinasi dari ketiga komponen (corn starch yang ditetapkan pada nilai 0.0990 gram
dalam formula) dan tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi respon kelekatan (%).

Gambar 13. Grafik tiga dimensi hasil uji respon kelekatan (%)

Hasil rekapitulasi respon kelekatan (%) menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang
signifikan antara bahan pengisi dan kelekatan sehingga perlu diamati faktor lainnya seperti
minyak sayur yang digunakan sebagai perekat. Penggunaan minyak sayur yang tepat dapat
meningkatkan performa kelekatan. Minyak sayur yang digunakan dalam proporsi yang
berlebihan dapat menyebabkan kacang oven menjadi cepat tengik dan tidak nyaman
dikonsumsi. Kriteria minyak yang digunakan tentunya harus yang berbentuk cair di suhu
ruang agar minyak mudah menyerap ke dalam kacang. Faktor lainnya seperti ukuran
partikel bahan pengisi tentunya akan mempengaruhi kelekatan (%) seasoning karena
semakin kecil ukuran partikel maka seasoning akan lebih mudah melekat. Pada penelitian
ini, parameter ukuran partikel tidak dimasukkan karena pada prakteknya di industri setiap
seasoning yang akan diaplikasikan pasti melalui pengecilan ukuran sehingga ukuran
partikel tidak akan menjadi masalah.
Berdasarkan hasil kelekatan (%) yang diperoleh, tampak bahwa berbagai formula
bahan pengisi memiliki batas kelekatan (%) maksimal karena bila seluruh pemukaan
kacang yang dilapisi minyak telah tertutup dengan seasoning maka seasoning lainnya akan
sulit menempel. Oleh karena itu, pengurangan dosis seasoning yang digunakan dapat
dilakukan untuk meminimalisir adanya seasoning yang tidak dapat melekat. Adanya
seasoning yang tidak melekat dalam alat aplikasi dapat mengganggu kinerja produksi
karena alat harus sering dibersihkan. Bila hal tersebut tidak dilakukan dapat menyebabkan
penumpukan seasoning sehingga pada batch berikutnya kelekatan menjadi tidak optimal.
Adanya seasoning yang tidak menempel walaupun nilainya sangat kecil namun bila
terjadi pada skala pabrik maka kerugian yang terjadi tidak sedikit nilainya. Pembuatan
record data kelekatan (%) selama proses produksi dapat dilakukan untuk mengontrol hal

32
tersebut. Hasil record data dapat digunakan sebagai benchmark agar penggunaan seasoning
kelak dapat lebih efisien dan optimal.

2. Penampakan
Produk yang sudah diaplikasi dan sudah melalui proses aging kemudian disajikan
kepada 24 panelis internal untuk dinilai tingkat kesukaannya. Nilai 1 untuk tingkat
kesukaan „sangat tidak suka‟ hingga nilai 5 untuk tingkat kesukaan „sangat suka‟. Bila nilai
akhir dari uji rating hedonik menunjukkan nilai di atas atau sama dengan 3.5 berarti
karakterisik organoleptik telah memenuhi batas Level of Acceptance (LoA) yang
diinginkan. Tujuan dari uji rating hedonik ini adalah melihat tingkat kesukaan dari produk
yang dihasilkan bedasarkan nilai LoA serta membandingkannya dengan seasoning garlic
yang sudah ada.
Seperti pada respon kelekatan (%), formula 1 hingga formula 20 diukur respon
penampakannya dengan menggunakan uji rating hedonik. Dari hasil rata-rata data respon
penampakan tersebut diperoleh hasil seperti yang tampak pada grafik dalam Gambar 14.
Diagram batang (formula 21) yang berwarna hitam menunjukkan nilai LoA dari
penampakan seasoning exist. Secara umum LoA penampakan seasoning exist memiliki
nilai yang cukup tinggi bila dibandingkan berbagai formula yang lain. Hanya ada tujuh
formula yang memiliki nilai LoA diatas seasoning exist seperti formula 3, 5, 11, 15, 17, 19
dan 20.

3,70 3,67
3,65 3,65 3,65
3,65 3,62
3,60 3,60
3,60 3,58 3,58 3,58 3,58
3,56 3,56
LoA Penampakan

3,54
3,55 3,52 3,52 3,52
3,50 3,50
3,50 3,48

3,45 3,42

3,40

3,35

3,30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Formula

Gambar 14. Grafik LoA penampakan dari aplikasi 20 formula dan formula exist

Dari semua formula yang ada ternyata formula yang memiliki LoA penampakan
yang paling tinggi adalah formula 20 (3.67) dan formula yang memiliki LoA penampakan
yang paling rendah berturut-turut adalah formula 7 (3.42). Rata-rata nilai LoA penampakan
yang dihasilkan adalah 3.57 dengan standar deviasi 0.066. Seperti yang tampak pada
Gambar 14, empat bahan pengisi yang digunakan secara tunggal memiliki tingkat
konsistensi LoA penampakan yang berbeda satu sama lain. Bahan pengisi maltodekstrin

33
(formula 4 dan 13) memiliki nilai LoA penampakan yang lebih konsisten dibanding
dektrosa (formula 2 dan 20), dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8).
Gambar 14 menunjukkan gambaran umum grafik LoA penampakan agar lebih
mudah melihat seluruh respon yang dihasilkan. Pengolahan data lebih lanjut dengan Design
Expert 7.0® diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih jelas korelasi antara bahan
pengisi dan respon LoA penampakan yang dihasilkan. Berdasarkan analisis menggunakan
Design Expert 7.0®, model polinomial dari respon LoA penampakan adalah mean. Model
mean tersebut disarankan pada bagian fit summary. Bagian fit summary memang berfungsi
untuk membantu memilih model polinomial yang paling sesuai. Pada model ini, hasil uji
ANOVA menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 5% lack of fit dari model yang
dihasilkan tidak signifikan karena lebih besar dari 0.05 (<0.0001) dan F-value sebesar 0.44.
Nilai dari lack of fit yang dihasilkan model adalah 0.8965 (Lampiran 2). Nilai lack of fit
yang tidak signifikan berarti adanya kesesuaian antara data respon LoA penampakan
dengan model. Lack of fit tidak signifikan merepresentasikan model yang baik bagi respon.
Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai
predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi
lebih baik bagi respon LoA penampakan. Model mean pada respon menyebabkan LoA
penampakan hanya berupa nilai yaitu 3.57. Pada Gambar 15 terdapat grafik kenormalan
internally studentized residuals respon LoA penampakan. Dari grafik yang dihasilkan
tampak titik-titik tersebar secara merata sepanjang garis grafik kenormalan. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon
LoA penampakan.

Gambar 15. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA penampakan

Gambar 16 merupakan grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan.
Berdasarkan hasil input dari respon LoA penampakan dihasilkan model polinomial berupa
mean sehingga seluruh area grafik contour plot memiliki warna yang sama dimana nilai
respon dianggap sama pada setiap kombinasi. Hal ini berarti ketiga komponen yaitu
dekstrosa, dekstrin dan maltodekstrin tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap respon
LoA penampakan. Grafik contour plot memiliki bentuk segitiga sehingga ketiga
komponen yang dijadikan komponen utama yang berpengaruh adalah dekstrosa,
maltodekstrin dan dekstrin. Sedangkan corn starch dibuat menjadi komponen yang tidak
berubah (0.0990 gram) agar interaksi ketiga komponen yang lain menjadi lebih jelas.

34
Gambar 16. Grafik contour plot hasil uji respon LoA penampakan

Gambar 17 menunjukkan bentuk tiga dimensi dari grafik contour plot hasil uji
respon LoA penampakan. Pada grafik contour plot tampak bahwa grafik memiliki warna
yang sama pada seluruh area sehingga ketika dibuat bentuk tiga dimensinya tampak bahwa
grafik berbentuk datar. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa interaksi dari tiga bahan
pengisi yaitu dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin tidak berpengaruh nyata pada respon
LoA penampakan dimana nilai corn starch disini tetap yaitu 0.0990 gram.

Gambar 17. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA penampakan

3. Rasa Keseluruhan
Gambar 18 menunjukkan hasil respon LoA rasa keseluruhan dari 20 formula yang
dibuat oleh Design Expert 7.0®. Secara umum pada grafik tampak bahwa LoA rasa
keseluruhan yang dihasilkan rata-rata memiliki nilai 3.50 atau dengan kata lain memenuhi
syarat LoA minimum untuk atribut rasa keseluruhan. Hasil LoA rasa keseluruhan dari
aplikasi formula seasoning exist ditunjukkan oleh diagram batang berwarna hitam (formula
21) dimana LoA rasa keseluruhan yang diperoleh cukup tinggi yaitu 3.56. Ada tujuh
formula yang memiliki LoA rasa keseluruhan di atas seasoning exist.

35
3,75
3,75
3,70
3,65
3,65 3,60
3,60 3,60 3,60
3,58
3,60

Keseluruhan
3,56

LoA Rasa
3,54 3,54
3,52
3,55 3,52 3,52 3,52
3,50
3,48 3,48
3,50 3,46
3,44 3,44
3,45
3,38
3,40
3,35
3,30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Formula

Gambar 18. Grafik LoA rasa keseluruhan dari aplikasi 20 formula dan formula exist

Dari hasil pengukuran respon LoA rasa keseluruhan seluruh formula, yang memiliki
LoA rasa keseluruhan paling tinggi adalah formula 5 (3.75) dan formula yang memiliki
LoA rasa keseluruhan terendah adalah formula 8 (3.38). Rata-rata dari respon LoA rasa
keseluruhan adalah 3.54 dengan standar deviasi 0.084. Secara umum pada Gambar 18, dari
empat bahan pengisi yang digunakan secara tunggal tampak bahwa maltodekstrin (formula
4 dan 13) memiliki nilai LoA penampakan yang lebih konsisten dibanding dektrosa
(formula 2 dan 20), dekstrin (formula 9 dan 19) dan corn starch (formula 3 dan 8).
Gambar 18 berguna untuk melihat gambaran umum dari seluruh respon LoA rasa
keseluruhan yang dihasilkan. Namun, tampak bahwa dari berbagai formula yang disusun
tidak memberikan hasil yang signifikan pada respon LoA rasa keseluruhan. Pengolahan
data dengan Design Expert 7.0® akan membantu untuk melihat korelasi antara bahan
pengisi dan LoA rasa keseluruhan lebih memadai dibandingkan analisis dengan hanya
menggunakan grafik pada Gambar 18.
Penentuan model polinomial dilakukan pada langkah awal dan hasilnya
menunjukkan bahwa model yang harus digunakan adalah mean. Model mean adalah model
yang dipilih oleh bagian fit summary. Pemilihan model oleh fit summary akan sangat
membantu dalam menentukan model yang dipilih karena fit summary akan memilih model
yang paling sesuai. Hasil uji ANOVA pada model ini menunjukkan pada taraf signifikansi
5% lack of fit tidak signifikan karena nilainya lebih besar dari 0.05 (<0.0001) yaitu 0.4184
(Lampiran 2) dan F-value sebesar 1.29. Lack of fit yang diinginkan adalah yang tidak
signifikan karena menunjukkan kesesuaian dengan model.
Nilai predicted R-squared yang dihasilkan bernilai negatif, yaitu -0.1080. Nilai
predicted R-squared yang negatif menunjukkan bahwa overall mean memberikan prediksi
lebih baik bagi respon LoA rasa keseluruhan. Model mean pada respon menyebabkan LoA
rasa keseluruhan hanya berupa nilai yaitu 3.54. Pada Gambar 19 terdapat grafik kenormalan
internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan. Dari grafik yang dihasilkan
tampak titik-titik tersebar secara merata sepanjang garis grafik kenormalan. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pemenuhan model terhadap asumsi ANOVA pada respon
LoA rasa keseluruhan.

36
Gambar 19. Grafik kenormalan internally studentized residuals respon LoA rasa keseluruhan

Gambar 20 menunjukkan grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan.
Berdasarkan hasil input dari respon LoA rasa keseluruhan dihasilkan model polinomial
berupa mean. Model polinomial mean menyebabkan grafik contour plot LoA rasa
keseluruhan memiliki warna yang sama pada seluruh area. Hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi apapun dari ketiga komponen yaitu dekstrosa, maltodekstrin dan dekstrin
memiliki hasil yang tidak berbeda nyata. Corn starch sebagai salah satu bahan pengisi akan
ditetapkan nilainya agar hubungan ketiga komponen yang lain dapat tampak lebih jelas.

Gambar 20. Grafik contour plot hasil uji respon LoA rasa keseluruhan

Gambar 21 adalah bentuk tiga dimensi dari grafik pada gambar 20. Bentuk tiga
dimensi menunjukkan permukaan yang datar karena seluruh area memiliki warna yang
sama. Artinya, kombinasi ketiga bahan pengisi dan interaksi diantaranya tidak
mempengaruhi respon LoA rasa keseluruhan dengan corn starch yang nilainya ditetapkan
yaitu 0.0990 gram.

37
Gambar 21. Grafik tiga dimensi hasil uji respon LoA rasa keseluruhan

Baik respon aktual LoA penampakan maupun rasa keseluruhan keduanya


menunjukkan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara bahan pengisi dengan LoA
penampakan dan rasa keseluruhan dengan uji rating hedonik. Penggunaan uji rating
hedonik dipilih karena mengetahui tingkat kesukaan terhadap atribut penampakan dan rasa
keseluruhan 20 formula yang disarankan Design Expert 7.0®. Namun ternyata tingkat
kesukaan panelis tidak berbeda nyata terhadap 20 formula tersebut. Relasi antara ketiga
respon mungkin akan lebih tampak bila digunakan uji deskriptif dengan metode QDA.
Metode ini akan menghasilkan spider web yang berfungsi untuk mengamati pengaruh
kelekatan pada atribut penampakan dan rasa keseluruhan. Setiap formula bahan pengisi
akan memberikan spider web yang berbeda dan khas. Namun karena keterbatasan sarana,
uji ini sulit dilakukan pada penelitian kali ini sebab diperlukan pelatihan panelis terlebih
dahulu dan menggunakan standar selama pelatihan untuk menstimulasi terminologi yang
baku dan seragam (Meilgaard et. al. 1999). Sebab lainnya karena mungkin ada formula
yang memiliki tingkat kesukaan di atas standar sehingga sebaiknya tidak dibatasi dengan
persepsi awal terhadap standar.

D. SARAN FORMULA DESIGN EXPERT 7.0®


Setelah dilakukan analisis, langkah berikutnya adalah menentukan kriteria pada bagian
Optimization. Pada bagian Criteria atur kriteria tiap komponen. Komponen yang termasuk
variabel berubah diatur agar menjadi kategori in range dengan batas lower dan upper dari 0.0000
hingga 0.3962 gram sedang komponen yang merupakan respon diatur sesuai kebutuhan. Karena
semua respon yang ada adalah respon yang ingin dimaksimalkan sehingga kategorinya diatur
menjadi maksimal. Ada beberapa respon yang tingkat importancenya lebih besar daripada yang
lain yaitu kelekatan (%) yang diberi nilai empat dimana respon lainnya seperti LoA penampakan
dan rasa keseluruhan hanya diberi nilai tiga. Semua respon yang dihasilkan dari 20 formula
memiliki model polinomial yang sama yaitu mean sehingga semua saran yang diberikan
memiliki nilai prediksi yang sama pada setiap respon dengan tingkat desirability yang sama.
Nilai prediksi yang diberikan bagi ketiga respon adalah 95.14% bagi respon kelekatan
(%), 3.57 bagi LoA penampakan dan 3.54 bagi LoA rasa keseluruhan. Program Design Expert
7.0® memberikan 30 saran dengan berbagai kombinasi dari keempat jenis bahan pengisi.
Formula saran tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari semua saran yang diberikan bila
ditinjau secara umum tampak bahwa semua saran yang diberikan memilih formula yang terdiri

38
atas empat bahan pengisi. Secara umum dianggap kombinasi empat bahan pengisi lebih dipilih
karena menghasilkan respon kelekatan (%), LoA penampakan dan rasa keseluruhan yang lebih
baik. Komposisi keempat bahan pengisi tersebut sangat beragam dan menurut Design Expert
7.0® keragaman kombinasi tersebut diasumsikan tidak akan mempengaruhi respon secara nyata.
Semua saran yang diberikan dianggap akan memberikan respon dengan nilai yang sama.
Walaupun hasil respon agak berbeda namun diprediksi masih dalam kisaran tertentu. Banyaknya
saran yang dihasilkan dengan prediksi hasil respon yang sama menyebabkan perlu dilakukan
seleksi dengan kriteria lain.

E. VERIFIKASI
Sebelum memilih saran yang digunakan terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi agar
dapat dipastikan bahwa model yang ada dapat digunakan untuk menentukan formula atau tidak.
Karena ada 30 saran yang diberikan oleh progran Design Expert 7.0® dengan nilai respon yang
sama sehingga dipilih dua formula secara acak untuk diaplikasikan dan diuji responnya. Kedua
formula tersebut adalah formula 6 (SA) dan 16 (SB) dalam Lampiran 3.
Formula 6 memiliki komposisi bahan pengisi 0.0414 gram dekstrosa, 0.1518 gram
maltodekstrin, 0.0962 gram dekstrin dan 0.1067 gram corn starch. Sedangkan formula 16
memiliki komposisi bahan pengisi yang terdiri atas 0.2128 gram dekstrosa, 0.0405 gram
maltodekstrin, 0.0707 gram dekstrin dan 0.0721 gram corn starch. Hasil aplikasi dari formula 6
menghasilkan respon kelekatan 95.52%, LoA penampakan 3.71 dan LoA rasa keseluruhan 3.67.
Sedangkan formula 16 menghasilkan respon kelekatan 94.69%, LoA penampakan 3.62 dan LoA
rasa keseluruhan 3.56. Hasil verifikasi lebih lengkapnya ada pada Tabel 4.
Program Design Expert 7.0® tidak hanya memberikan saran tetapi juga nilai Confident
Interval (CI) dan Prediction Interval (PI) sebesar 95%. CI 95% adalah kisaran yang
menunjukkan ekspektasi rata-rata dengan taraf signifikansi 95%. Sedangkan PI 95% adalah
kisaran yang menunjukkan ekspektasi respon secara individual pada taraf signifikansi 95%. PI
akan memiliki sebaran yang lebih luas dari pada CI sebab ekspektasi pada respon individu lebih
luas dibanding respon rata-rata.

Tabel 4. Hasil verifikasi respon formula saran hasil optimasi program Design Expert 7.0®

Formula Saran
95% 95%
Respon Verifikasi Verifikasi 95% 95%
Prediksi CI CI
Saran 6 Saran 16 PI low PI high
low high
Kelekatan
95.14 95.52 94.69 94.53 95.75 92.34 97.94
(%)
LoA
3.57 3.71 3.62 3.53 3.60 3.42 3.71
penampakan
LoA rasa
3.54 3.67 3.56 3.50 3.58 3.36 3.72
keseluruhan

Dari Tabel 4 tampak bahwa formula saran 6 memiliki kesesuaian respon kelekatan (%)
karena hasil responnya masih memenuhi CI 95%, respon LoA penampakan dan rasa keseluruhan
juga masih memenuhi PI 95%. Sedang formula saran 16 memiliki respon kelekatan (%) yang
nilainya memenuhi CI 95%, dengan respon LoA penampakan memenuhi PI 95% dan LoA rasa
keseluruhan memenuhi CI 95%. Hasil verifikasi dua formula saran tersebut menyatakan bahwa

39
model yang ada dapat digunakan untuk menentukan formula optimal. Perbedaan dengan nilai
yang diprediksi memang terjadi namun hal tersebut dapat ditoleransi selama masih memenuhi
95% Confident Interval dan 95% Prediction Interval yang telah diprediksikan.

F. SELEKSI FORMULA
Karena saran yang diperoleh berjumlah 30 dan menghasilkan respon yang kurang lebih
sama sehingga diperlukan pengerucutan saran dengan menambahkan kriteria berupa harga bahan
baku. Keempat bahan pengisi memiliki harga yang bervariasi. Berdasarkan harga keempat
bahan baku tersebut di pasaran, dipilihlah formula saran yang memiliki komposisi corn starch
terbesar dimana corn starch memiliki harga paling murah dibanding bahan pengisi lainnya.
Harga keempat bahan pengisi tersebut berturut-turut dari yang paling mahal hingga paling murah
adalah dekstrin, dekstrosa dan maltodekstrin, lalu corn starch. Kelima formula saran yang
terpilih bukanlah formula yang benar-benar baku. Dalam arti, bila formula saran ingin diubah
komposisinya agar diperoleh formula yang lebih sederhana maka hal tersebut dapat dilakukan
selama perbandingan yang dibuat tidak berbeda terlalu signifikan. Hal ini memungkinkan sebab
berdasarkan saran yang diberikan program Design Expert 7.0® bahwa kombinasi keempat
formula akan menghasilkan respon yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5. Formula terpilih berdasarkan kriteria harga bahan baku

Bobot (gram)
Kombinasi
Dekstrosa Maltodekstrin Dekstrin Corn Starch
22 0.0554 0.0481 0.0140 0.2786
11 0.1023 0.0131 0.0481 0.2327
24 0.0590 0.0553 0.0849 0.1970
28 0.0671 0.1209 0.0309 0.1773
8 0.1873 0.0040 0.0374 0.1675

40
VI. PENUTUP

A. SIMPULAN
Optimasi formula bahan pengisi menggunakan program Design Expert 7.0®
menghasilkan 30 formula saran yang telah dipersempit menjadi lima formula berdasarkan
kategori harga bahan baku. Formula tersebut adalah formula saran 22 (0.0554 gram dekstrosa,
0.0481 gram maltodekstrin, 0.0140 gram dekstrin dan 0.2786 gram corn starch), 11 (0.1023
gram dekstrosa, 0.0131 gram maltodekstrin, 0.0481 gram dekstrin dan 0.2327 gram corn starch),
24 (0.0590 gram dekstrosa, 0.0553 gram maltodekstrin, 0.0849 gram dekstrin dan 0.1970 gram
corn starch), 28 (0.0671 gram dekstrosa, 0.1209 gram maltodekstrin, 0.0309 gram dekstrin dan
0.1773 gram corn starch) dan 8 (0.1873 gram dekstrosa, 0.0040 gram maltodekstrin, 0.0374
gram dekstrin dan 0.1675 gram corn starch).
Pada dasarnya 30 formula saran tersebut memiliki respon prediksi dengan nilai yang sama
yaitu kelekatan (%) 95.14 %, LoA penampakan 3.57 dan LoA rasa keseluruhan 3.54. Tingkat
desirability dari lima formula tersebut adalah 0.5491 yang artinya formula akan menghasilkan
produk dengan karakterisistik yang sesuai target sebesar 54.91%. Seusai memprediksi kemudian
dilakukan verifikasi untuk memastikan bahwa hasil aktual memiliki kesesuaian dengan prediksi.
Hasil verifikasi formula 6 menghasilkan respon kelekatan 95.52%, LoA penampakan 3.71 dan
LoA rasa keseluruhan 3.67. Hasil verifikasi formula 16 menghasilkan respon kelekatan 94.69%,
LoA penampakan 3.62 dan LoA rasa keseluruhan 3.56. Walaupun hasil verifikasi menunjukkan
kesesuaian namun desirability yang dihasilkan tidak dapat dikatakan tinggi hal tersebut
menunjukkan bahwa bahan pengisi (dekstrosa, maltodekstrin, dekstrin dan corn starch) tidak
berpengaruh nyata pada respon kelekatan, LoA penampakan dan rasa keseluruhan dari seasoning
garlic A.

B. REKOMENDASI
Permasalahan kelekatan seasoning garlic A yang diakibatkan penggunaan bahan pengisi
pada dosis 5.70% sulit dideteksi sebab dari respon yang dihasilkan memiliki perbedaan kisaran
nilainya sangat kecil. Perlu dilakukan peningkatan yang signifikan dari dosis bahan pengisi pada
seasoning garlic A agar dapat memberikan respon dengan hasil yang lebih baik. Selain itu,
pengujian kelekatan seasoning garlic A dengan komposisi bahan pengisi yang lebih tinggi
sebaiknya dilakukan dengan menguji kelekatannya terlebih dahulu tanpa melibatkan respon
lainnya seperti atribut sensori dari produk. Hal ini dikarenakan interaksi yang sangat kompleks
dari keempat jenis bahan pengisi dengan berbagai komponen dalam seasoning garlic tanpa
bahan pengisi yang terjadi dapat mempengaruhi respon yang dihasilkan sehingga sebaiknya
dilakukan penelitian secara terpisah.
Visual analyzer adalah metode lain yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk
mengamati kelekatan selain metode pengukuran kesetimbangan massa. Uji sensori dengan uji
deskripsi disarankan untuk melihat hubungan antara respon kelekatan terhadap LoA penampakan
dan LoA rasa keseluruhan. Penambahan uji kerontokan dapat dilakukan bila ingin diketahui
kelekatan produk (%) hingga proses distribusi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. ed ke-1. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

[Anonim]. 2006. Design-expert 7 user‟s guide. [e-book] http://stat-ease.com/. [3 September 2011].

Anonymous. 1985. Webster‟s Ninth New Collegiate Dictionary. In: Lusas EW and Rooney LW (ed).
Snack Food Processings. CRC Press, Boca Raton.

Badan Pusat Statistik. 2007. Large and Medium Industrial Statistic – Production (2007). In: USDA
Foreign Agricultural Service. Global Agricultural International Network Report : Snack Food
Ingredient.
http://gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%20Publications/Snack%20Food%20Ingredient_Jak
arta_Indonesia_11-26-2010.pdf [20 Agustus 2011]

Barringer S. 2006. Coating Snack Food. In: Hui YH (ed). Handbook of Food Science, Technology,
and Engineering, Volume Four. Taylor and Fracis Group, LLC, New York.

Carson JF. 1987. Chemistry and biological properties of onions and garlic. Food-Rev. International
3(1/2):71-103. In:Reineccius G (ed). 1994. Source Book of Flavors:Second Edition. Chapman
&Hall, NewYork.

Chung M S, Ruan R R, Chen P, Chung S H, Ahn T H, and Lee K H. 2000. Study caking in powdered
foods using nuclear magnetic resonance spectroscopy. J. Journal of Food Science 65 (1): 134–
138

Church DCF. 1999. Savory Flavors for Snacks and Crisps. In: Ashurst et. al (ed). Food Flavorings
Third Edition. An Aspen Publishers, Inc, Gaithersburg-Maryland.

Collins PM(ed). 1998. Dictionary of Carbohydrates. Chapman & Hall, London.

Cornell JA. 1990. Experiments with Mixtures: Designs, Models, and The Analysis of Mixture Data.
2nd ed. New York: John Wiley&Sons.

De Rovira DA. 1999. FLAVORS: And General Guide for Those Training in the Art and Science of
Flavor Chemistry. Food & Nutrition Press Inc, Connecticut. USA.

Fullbrook PD. 1984. The Enzimic Production of Glucose Syrups. In: Dziedzic SZ dan Kearsley
MW(eds). Glucose Syrup:Science and Technology. Elvesier Applied Science Publisher, New
York.

42
Hanify DE. 2000. Operations After Shaping and Drying: Snack Seasoning Application. In: Lusas E W
and Raymond LW (ed). Snack Foods Processing. CRC Press, Boca Raton.

Howling D. 1979. The General Science and Technology of Glucose Syrup. In: Birch GG dan Parker
KJ (ed). Sugar Science and Technology. Applied Science Publisher, New York.

Igoe RS and Hui YH. 2001. Dictionary of Food Ingredients Fourth Edition. Aspen Publishers, Inc,
Gaithersburg, Maryland.

Kearsley MW dan Dziedzic SZ. 1995. Physichal and chemical properties of glucose syrup. In:
Kearsley MWJ dan Dziedzic SZ(eds). Handbook of Starch Hidrolysis Product and Their
Derivatives. Blackie Academic&Professional, London.

Kennedy JF, Knill CJ, Taylor DW. 1995. Maltodekstrin. In: Kearsley MW and Dziedzic SZ(eds).
Handbook of Starch Hidrolysis Product and Their Derivatives. Blackie
Academic&Professional, London.

Kramer ME. 2009. Structure and Function of Starch-Based Edible Films and Coatings. In:
Embuscado ME and Huber KC(eds). Edible Films and Coatings for Food Applications.
Springer Science+Bussiness Media, New York.

Lusas EW. 2000. The Snack Foods Setting: OVERVIEW. In: Lusas E W and Raymond LW (ed).
Snack Foods Processing. CRC Press, Boca Raton.

Mac Allister RV, Wadnip EK, dan Schnyder. 1975. In: Reed H(ed.) Enzyme in Food Processing.
Academic Press, New York.

McDonald M .1984. Uses of Glucose Syrup in The Food Industry. In: Dziedzic SZ dan Kearsley
MW(eds). Glucose Syrup:Science and Technology. Elvesier Applied Science Publisher,
NewYork.

Meilgaard M, Civille G, dan Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques Third Edition. CRC
Press, Florida.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Balai Pustaka, Jakarta.

Rahman AM. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka dan MOCAL
(Modified Cassava Flour) sebagai Penyalut pada Kacang Salut[skripsi]. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Raymond E K dan Othner DF. 1954. Encyclopedia of Chemical Technology Volume 4. The
Interscience Encyclopedia, Inc, New York.

Reineccius G (ed). 1994. Source Book of Flavors:Second Edition. Chapman &Hall, NewYork.

43
Roper H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. In: Van Bekkum, Ropper HH, dan
Voragen AGJ(eds). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher, Weinheim.

Satterhwaite RW dan Iwinski DJ. 1973. Starch Dextrins. In: Whistler RL(ed). Industrial Gums
Polysaccharides and Their Derivatives. Academic Press, New York.

Seighman J. 2001. Snack Food Seasonings. In: Lusas EW and Rooney LW (ed). Snack Food
Processings. CRC Press, Boca Raton.

Underriner, E W.1994. Handbook of Industrial Seasoning. Blackie Academic & Proffesional.


Maryland. USA.

USDA Foreign Agricultural Service. 2010. Global Agricultural International Network Report : Snack
Food Ingredient.
http://gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%20Publications/Snack%20Food%20Ingredient_Jak
arta_Indonesia_11-26-2010.pdf [20 Agustus 2011].

Westing LL dan Rennecius F.1998.Shelf life of Storage Oil: Effect of Encapsulation by: Spray
Drying, Extrusion and Molecular Inclusion. In: Ricsh SJ, Rennecius GA (eds). Flavor
Encapsulation; ACS Symposium Series 370; Aamerican Chemical Society, Washington DC.

44
LAMPIRAN

45
Lampiran 1. Rekapitulasi data hasil pengukuran respon 20 formula dan formula exist

Bobot (gram)
Formula Seasoning tanpa Rasa
Dekstrosa Maltodekstrin Dekstrin Corn Starch Kelekatan (%) Penampakan
Bahan Pengisi Keseluruhan
1 6.5538 0 0.1981 0 0.1981 95.86 3.56 3.60
2 6.5538 0.3962 0 0 0 95.41 3.58 3.48
3 6.5538 0 0 0 0.3962 95.87 3.65 3.52
4 6.5538 0 0.3962 0 0 96.97 3.58 3.52
5 6.5538 0.0473 0.2493 0.0501 0.0495 93.49 3.60 3.75
6 6.5538 0.1004 0.0976 0.0997 0.0985 94.34 3.54 3.46
7 6.5538 0.1981 0.1981 0 0 94.57 3.42 3.44

8 6.5538 0 0 0 0.3962 92.70 3.52 3.38

9 6.5538 0 0 0.3962 0 91.84 3.52 3.48


10 6.5538 0 0.1981 0.1981 0 94.61 3.48 3.44
11 6.5538 0 0 0.1981 0.1981 95.30 3.65 3.65
12 6.5538 0.2492 0.0470 0.0498 0.0502 96.92 3.50 3.52
13 6.5538 0 0.3962 0 0 94.82 3.50 3.58
14 6.5538 0.0493 0.0492 0.0507 0.2470 96.24 3.52 3.54
15 6.5538 0.1981 0 0.1981 0 95.65 3.65 3.60
16 6.5538 0.0507 0.0496 0.2487 0.0472 95.58 3.56 3.54
17 6.5538 0.1981 0.1981 0 0 96.00 3.60 3.52
18 6.5538 0.1981 0 0 0.1981 95.92 3.58 3.50
19 6.5538 0 0 0.3962 0 94.72 3.62 3.60
20 6.5538 0.3962 0 0 0 95.95 3.67 3.60
exist - - - - - 92.94 3.58 3.56
46

46
Lampiran 2. Hasil analisis ANOVA seluruh respon dari program Design Expert 7.0®

Sum of p-value
Respon Model Source df Mean Square F-value Sig* Equation
Squares Prob>F
model 0.000 0
Residual: 32.410 19 1.71
Kelekatan
mean  Lack of Fit 19.790 14 1.41 95.14
(%) 0.56 0.8193 ×
 Pure Error 12.610 5 2.52
Cor total 32.410 19
model 0.000 0
Residual: 0.082 19 4.332 x10-3
LoA
mean  Lack of Fit 0.045 14 3.243 x10-3 3.57
penampakan 0.44 0.8965 ×
 Pure Error 0.037 5 7.380 x10-3
Cor total 0.082 19
model 0.000 0
Residual: 0.130 19 7.067 x10-3
LoA rasa
mean  Lack of Fit 0.110 14 7.506 x10-3 3.54
keseluruhan 1.29 0.4184 ×
 Pure Error 0.029 5 5.840 x10-3
Cor total 0.130 19
* significant (√) / not significant (×)
47

47
Lampiran 3. Formula yang disarankan program Design Expert 7.0®

Rasa
Saran Dekstrosa (g) Maltodekstrin (g) Dekstrin (g) Corn Starch (g) Kelekatan (%) Penampakan Desirability
Keseluruhan
1 0.1529 0.0703 0.0290 0.1440 95.14 3.57 3.54 0.5491
2 0.0962 0.1321 0.1168 0.0511 95.14 3.57 3.54 0.5491
3 0.1411 0.0840 0.1187 0.0523 95.14 3.57 3.54 0.5491
4 0.0709 0.1274 0.1695 0.0284 95.14 3.57 3.54 0.5491
5 0.1721 0.0203 0.1442 0.0596 95.14 3.57 3.54 0.5491
6 0.0414 0.1518 0.0962 0.1067 95.14 3.57 3.54 0.5491
7 0.0859 0.0441 0.1289 0.1373 95.14 3.57 3.54 0.5491
8 0.1873 0.0040 0.0374 0.1675 95.14 3.57 3.54 0.5491
9 0.0582 0.1311 0.1059 0.1010 95.14 3.57 3.54 0.5491
10 0.1014 0.1362 0.1032 0.0553 95.14 3.57 3.54 0.5491
11 0.1023 0.0131 0.0481 0.2327 95.14 3.57 3.54 0.5491
12 0.0924 0.1181 0.0773 0.1084 95.14 3.57 3.54 0.5491
13 0.0313 0.1786 0.0291 0.1571 95.14 3.57 3.54 0.5491
14 0.1479 0.1103 0.0106 0.1274 95.14 3.57 3.54 0.5491
15 0.0988 0.1179 0.1755 0.0040 95.14 3.57 3.54 0.5491
16 0.2128 0.0405 0.0707 0.0721 95.14 3.57 3.54 0.5491
17 0.1057 0.0139 0.1242 0.1524 95.14 3.57 3.54 0.5491
18 0.1178 0.0702 0.1672 0.0410 95.14 3.57 3.54 0.5491
19 0.1000 0.0839 0.0751 0.1371 95.14 3.57 3.54 0.5491
20 0.0426 0.1176 0.0913 0.1447 95.14 3.57 3.54 0.5491
21 0.1048 0.1008 0.1376 0.0530 95.14 3.57 3.54 0.5491
48

48
22 0.0554 0.0481 0.0140 0.2786 95.14 3.57 3.54 0.5491
23 0.0494 0.1251 0.1225 0.0992 95.14 3.57 3.54 0.5491
24 0.0590 0.0553 0.0849 0.1970 95.14 3.57 3.54 0.5491
25 0.2384 0.0102 0,1102 0,0373 95.14 3.57 3.54 0.5491
26 0.1402 0.1479 0,0199 0.0882 95.14 3.57 3.54 0.5491
27 0.1137 0.0418 0.2030 0.0376 95.14 3.57 3.54 0.5491
28 0.0671 0.1209 0.0309 0.1773 95.14 3.57 3.54 0.5491
29 0.0975 0.0029 0.1491 0.1467 95.14 3.57 3.54 0.5491
30 0.1083 0.0965 0.0805 0.1109 95.14 3.57 3.54 0.5491
49

49
Lampiran 4. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 1

50
Lampiran 5. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 2

51
Lampiran 6. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 3

52
Lampiran 7. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 4

53
Lampiran 8. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 5

54
Lampiran 9. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 6

55
Lampiran 10. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 7

56
Lampiran 11. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 8

57
Lampiran 12. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 9

58
Lampiran 13. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 10

59
Lampiran 14. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 11

60
Lampiran 15. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 12

61
Lampiran 16. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 13

62
Lampiran 17. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 14

63
Lampiran 18. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 15

64
Lampiran 19. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 16

65
Lampiran 20. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 17

66
Lampiran 21. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 18

67
Lampiran 22. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 19

68
Lampiran 23. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 20

69
Lampiran 24. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 21 (exist)

70
Lampiran 25. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 22 (SA)

71
Lampiran 26. Laporan uji sensori internal kacang oven formula 23 (SB)

72

Vous aimerez peut-être aussi