Vous êtes sur la page 1sur 14

EKSPLORASI EMAS SKARN PADA ENDAPAN BIJIH BIG

GOSSAN DISTRIK ERTSBERG, TIMIKA, PAPUA


Muhamad iqbal, lady ayu safitri,silvi anandia

Mining Engineering Departement, Faculty Of Engineering, Universitas Negeri Padang,

Prof Hamka Street,Padang 25131,Indonesia.

Abstract. The Big Gossan skarn ore deposit, located around 1 km south-west of the Ertsberg skarn ore
deposit, and 2 km south of the Grasberg porphyry Cu-Au deposit. The ore deposits is skarn ore deposit
type with very high copper grade. By The end of 2007, ore reserve of Big Gossan is 52.7 million ton
with grade mean of Cu 2.31%, Au 1.1 gr /ton and Ag 14.75 gr/ ton. The Big Gossan ore deposit form
tabular pattern dimension having length more than 1 km, height more than 500 m and wide variety
up to 200m.

The Big Gossan skarn zones successively from boundary of Hornfels of Kembelangan shale (Kkeh)
showing proximal skarn (garnet>clino-pyroxene), intermediate skarn (garnet=clino-pyroxene), distal
skarn (clino-pyroxene >garnet), and marble.

Petrography observation in the drift and also the drilling core, indicating that proximal skarn is
started at the boundary between carbonate rock of Waripi Formation and Limestone Member of Ekmai
Formation with hornfels of Shale Member of Ekmai Formation which have gradation to intermediate,
distal skarn till marble. Garnet present abundance and gradually disappear toward marble. On the
contrary clino-pyroxene present insignificant amount around hornfels and gradually more abundance
toward boundaries of marble.

In general, minerals paragenetic sequence of Big Gossan skarn ore deposit started from of
metamorphism processes, yielding biotite-k.feldspar hornfels and biotite-pyroxene hornfels. Next
process is the interaction of hydrothermal fluid with wall rock and intrusion rock peripheral yield
anhydrous prograde skarn which is marked by the present of garnet minerals (andradite-grossularite)
and clinopyroxene ( diopside-hedenbergite) is accompanied by epidote-calcite-quartz-anhydrite. The
abundance tremolite-actinolite which of accompanied by many other minerals such as talc-anhydrite-
calcite-epidote-garnet-magnetite-pyrite, marking the existence of the hydrous retrograde skarn phase,
after hydrothermal breccia. Most sulfide minerals such as magnetite pyrite, chalcopyrite, sphalerite,
pyrrhotite, galena, associated with Cu-Au, formed after hydrous retrograde.

1. PENDAHULUAN
Penambangan di Distrik Erstberg dimulai pada tahun 1970 pada cebakan skarn Tambang Terbuka Ertsberg.
Kegiatan eksplorasi lanjutan pada tahun-tahun awal penambangan ini telah menemukan tubuh bijih Gunung
Bijih Timur (GBT) dan DOM (diambil dari bahasa belanda yang berarti dekat puncak katedral). Kemudian pada
tahun 1980-an ditemukan cebakan-cebakan lainnya di East Erstberg Skarn System (EESS) serta ditemukan dan
pengembangan Tambang Terbuka Grasberg. Kemudian sejak tahun 1990 dan seterusnya telah ditemukan
Tambang Bawah Tanah Big Gossan, mineralisasi tipe porfiri Cu di prospek Lembah Tembaga, Tambang Bawah
Tanah Kucing Liar, dan Tambang Bawah Tanah DMLZ

Tubuh cebakan Deep Mill Level Zone (DMLZ) merupakan bagian dari cebakan bijih East Ertsberg Skarn System
(EESS) yang terletak 3 km sebelah tenggara tambang terbuka Grasberg. EESS adalah intrusi tunggal diorit
dengan tembaga/emas dan tubuh cebakan pada skarn di batuan sedimen. EESS awalnya ditemukan melalui
singkapan mineralisasi di permukaan, sekarang mineralisasi tersebut tidak terlihat karena penurunan yang
berhubungan dengan metode operasi ambrukan (block cave method) di bawahnya.

Endapan bijih Big Gossan, terletak sekitar 1 km di bagian barat-daya kompleks endapan bijih skarn
Ertsberg, 2 km selatan endapan porfiri Grasberg. Endapan bijih ini merupakan endapan bijih tipe
skarn dengan kadar tembaga sangat tinggi. Pada Akhir 2007, cadangan bijih Big Gossan adalah 52 ,7
juta ton dengan rata-rata kadar Cu 2,31%, Au 1,1 g/t dan Ag 14,75 g/t. Dimensi endapan bijih Big
Gossan membentuk pola yang tabular, mempunyai panjang lebih dari 1 km, ketinggian sekitar 500 m
dan lebar lebih dari 200m.

Gambar 1. Peta lokasi daerah penelitian

Daerah meneralisasi Ertsberg (Gunung Bijih) menempati lereng selatan Pegunungan Jayawijaya
(Carstensz) yakni daerah yang terangkat paling tinggi dari rangkaian Pegunungan Tengah Irian Jaya.
Puncak tertingginya Carstensz Pyramid mencapai ketinggian 5.200 meter. Batuan sedimen tertua di
daerah ini ialah anggota teratas kelompok kembelangan, dengan kisaran umur dari Jura sampai
Kapur. Batuannya terutama terdiri dari selang-seling kwarsit dan batupasir, dan setempat terubah
menjadi hornfels karena metamorfosa oleh intrusi.

Anggota kelompok Kembelangan tersebut tertutup secara selaras oleh formasi Faumai berumur
Eosen, yaitu Formasi Basal dari kelompok-batugamping Irian Jaya. Formasi ini terutama terdiri dari
berbagai jenis batugamping bioklastik yang mengandung antara lain fosil milidae, algea dengan ciri
khas adanya foraminifera besar. Sebagaimana ditunjukkan di lapangan, batuan formasi ini peka
untuk metasomatisma terhadap intrusi dioritik yang kemudian dapat termineralisasi. Formasi basal
di atas tertutup secara selaras oleh formasi Ainod berumur Oligocene dari kelompok batugamping
yang sama. Batuannya berupa sikwens tebal dari batu gamping masif, dan di daerah Ertsberg
kontaknya dengan formasi faumai ditanmdai oleh batupasir dengan ketenbalan sampai satu meter.

Lapisan-lapisan sedimen di daerah Ertsberg berjurusbarat-laut-tenggara dengan kemiringan sedang


kearah timur laut. Ke arah yang sama, kemiringannya semakin curam dan terdapat suatu zona
dengan sepasang sinklin berjarak rapat dan menghujam akibat kompresi yang kuat. Sumbu-sumbu
sinklinnya hampir sejajar dengan jurus kemiringan lapisan di atas yang juga menggambarkan arah
regional. Di sebelah timur lautnya, tersingkap dengan jelas suatu sesar naik yang disisi selatannya
menyebabkan patahan normal dan patahan-patahan undak (step fault). Susunan patahan-patahan
tersebut mendasari bagian bubungan dari Pegunungan Tengah Irian Jaya tersebut sebelumnya,
sedangkan di permukaan membentuk lembah lebar berbentuk huruf “U”. Dimulai dari sesar naik itu,
di bagian timur laut daerah Ertsberg perlipatannya langsung menjadi landai. Beberapa patahan
strike-slip tegak memotong perlipatan-perlipatan tersebut dengan arah timur daya-barat laut.

Intrusi-intrusi berukuran relatif kecil terdapat sebagai stock, retas dan sill yang melampar sepanjang
patahan-patahan utama tersebut atau pada perpotongannya. Batuan intrusif tersebut berkomposisi
diorit sampai monzonit, berbutir sedang yang serba sama sampai porfiritik dengan hornblende, biotit
dan piroksin sebagai mineral mafik. Bijih tembaga dengan kadar yang tinggi terdapat dalam skarn-
xenolitik, skarn-kontak, dan stockwork. Mineral bijih tembaga yang utama ialah kalkopirit dan
bornit, sedang emas terdapat sebagai inklusi di dalamnya. Di daerah Ertsberg, bentang alam dan
endapan glasial merupakan ciri yang khas.

2. STUDI LITERATURE
a. Stratigrafi
Siklus pengendapan di wilayah endapan bijih Big Gossan dan sekitarnya, dimulai dari pengendapan
batuan-batuan sediment klastik yang termasuk Kelompok Kembelangan pada zaman Jura hingga
Kapur. Bahan-bahan klastik ini diperkirakan berasal dari rombakan batuan batuan sedimen berumur
Paleosoikum dan Trias dari daratan Australia yang terletak disebelah selatan. Bahan-bahan klastika
yang berukuran halus diendapkan dalam lingkungan paparan laut dangkal dan yang berukuran
kasar, diendapkan dalam lingkungan dekat pantai, dan barrier. Ketebalan kelompok Kembelangan
seluruhnya adalah lebih dari 3400 meter (Peninngton, 1995). Setelah Kelompok Kambelangan
diendapkan diatasnya secara selaras Kelompok Batugamping New Guinea, dengan ketebalan
minimum adalah 1600 meter. Setelah Batugamping New Guineu, kemudian diendapkan diatasnya
Endapan Kuarter, Batuan-batuan berumur Kuarter terdiri dari endapan Aluvial di lembah-lembah,
endapan koluvial di sepanjang lereng perbukitan, dan endapan glacial, menutup tidak selaras
batuan-batuan Kelompok Kembelangan dan Kelompok New Guinea Limestone.

Gambar 2. Peta Geologi Kontrak Karya “A” (PT. Freeport Indonesia, 1997)

b. Batuan Beku
Terdapat dua macam batuan beku intrusi di daerah endapan bijih Big Gossan, yang satu dikenal
sebagai intrusi Diorit Ertsberg (Te) dan batuan beku porfiritik yang keberadaannya pada kontak
batupasir dan batugamping Formasi Ekmai, kemudian dikenal sebagai dike/sill Big Gossan. Dike/sill
Big Gossan yang bersentuhan langsung dengan alterasi-mineralisasi skarn, bertekstur porfiritik,
fenokris tersusun oleh piroksen dan plagioklas berukuran kristal 1-3 mm tertanam dalam mikrolit
plagiolas-k.feldspar yang berukuran sangat halus-halus, menunjukkan komposisi traki-andesit atau
andesit. Sedangkan intrusi diorit Ertsberg memperlihatkan tekstur yang lebih kasar dan
equigranular, dengan komposisi yang relatif sama.

Yang menjadi pertanyaan, intrusi dike/sill diorit porfiri Big Gossan apakah merupakan bagian tepi-
atas dari tubuh stock diorit Erstberg yang berada pada bagian tengah-bawahnya (co-magmatik). Atau
merupakan produk magmatisme yang berbeda? Pentarikhan umur dengan metode Ar-Ar pada
mineral flogopit pada fase retrograde skarn di Big Gossan menunjukkan umur 2.82±0.04 Ma. Pada
umumnya umur alterasi-mineralisasi dengan intrusi yang terkait antara 500 ribu hingga 1 jt tahun,
sehingga intrusi yang terkait dengan endapan Big Gossan paling tidak adalah 3.3±0.04 Ma.
Sedangkan umur intrusi Ertsberg berdasarkan pentarikhan umur dengan metode K-Ar dan Ar-Ar
dari peneliti terdahulu, menunjukkan umur 2.67±0.03 Ma hingga 3.10±0.12 Ma. Dike/sill Big Gossan
bisa jadi terkait dengan kompleks intrusi South Wanagon. Meinert et al.(1997) menyebut bahwa
endapan bijih Big Gossan sedikit lebih tua dibanding intrusi Ertsberg, didasarkan pada data inti bor
yang memperlihatkan kenampakan diorit Ertsberg memotong zona alterasi di Big Gossan.

c. Alterasi Dan Zonasi Skarn


Walaupun diyakini bahwa bidang sesar dan breksiasi pada batas antara Anggota Serpih Formasi
Ekmai dan bagian bawah batuan karbonat Formasi Waripi merupakan jalur dilaluinya fluida
hidrotermal, tetapi alterasi dan mineralisasi sebagian besar berkembang pada batuan karbonat
Formasi Waripi.
Zona skarn di endapan bijih Big Gossan dicirikan oleh kehadiran mineral utama anhydrous seperti
garnet (andradite) dan klino-piroksen (diopsid-hedenbergit), dan dalam jumlah kecil mineral kalsit,
kuarsa, dan epidot pada fase prograde. Mineral-mineral tersebut di atas, pada fase retrograde
kemudian di-replaced (diubah) menjadi mineral-mineral hidrous seperti aktinolit, anhidrit, epidot,
talk, dan mineral karbonat (lihat tabel sikuen paragenesa). Pembagian zonasi skarn di endapan bijih
Big Gossan, mengacu pada kehadiran mineral utama garnet dan klino-piroksen, dalam wall rock
batuan karbonat Formasi Waripi (Te). Walaupun skarnifikasi juga terbentuk pada batuan karbonat
Anggota Limestone Formasi Ekmai (Kkel), tetapi alterasi skarn dan mineralisai sulfide yang terkait
dengan endapan Cu-Au lebih intens terbentuk di Formasi Waripi.
Tabel 1. Kelimpahan mineral ubahan pada batuan samping (data studi lapangan 2008 dikompilasi
dengan peneliti terdahulu; Gonzales.,1993, Meinert,et.al.2003, Prendergast,et.al.2005)
MINERALOGI BATUAN SAMPING
BATUPASIR BATUGAMPING SERPIH INTRUSI KARBONAT

EKMAI EKMAI EKMAI PORFIRITIK WARIPI


Biotite ●●●●
K. Felsdpar ●●●●
Kuarsa ●● ● ●●
Calcite ● ●●●●
C.Pyroxene ●●●● ●● ●● ●●
C.Pyroxene hijau ● ●● ●●●●
Garnet ● ● ●●●●
Epidote ●● ● ●● ●●
Tremolite-Actinolite ●● ●●●●
Anhydrite ●●●●
Magnetite ●●●●
Pyrite ● ●● ●● ● ●●●●
Sphalerite± Galena ●●
Pyrrhotite ● ●●
Chalcopyrite ●● ● ●●●●
Bornite ●
Hematite ●
Quartz ● ●
Chlorite ●● ●● ●● ●●
Serpentine
Clay Minerals ●

Keterangan: ●●●● : Melimpah ●● : Sedikit ● : Sangat sedikit


Zonasi skarn di endapan Big Gossan berturut-turut dari batas hornfels (Kkeh) ke arah marmer
menjadi proksimal skarn (garnet>klino-piroksen), intermediet skarn (garnet=klino-piroksen), dan
distal skarn (klino-piroksen>garnet.

Proksimal skarn dimulai pada batas antara batuan karbonat Formasi Waripi dan Anggota Batugaping
Formasi Ekmai dengan hornfels dari lapisan serpih Formasi Ekmai bergradasi menjadi intermediet,
distal hingga marmer. Garnet hadir melimpah dan secara bertahap menghilang kearah marmer.
Sebaliknya klino-piroksen hadir dalam jumlah kecil di sekitar hornfels dan secara berangsur semakin
banyak kearah batas marmer.

Perkembangan zonasi skarn mulai proksimal hingga distal nampak jelas di batuan samping Formasi
Waripi. Sebaliknya, di batuan samping Formasi Ekmai, walaupun eksoskarn garnet sering hadir,
tetapi gradasi dari proksimal hingga distal tidak begitu nampak.

 Zona Proksimal Eksoskarn (Garnet>Klino-Piroksen)


Zona ini dicirikan oleh dominasi kehadiran mineral garnet terhadap mineral klinopiroksen, dengan
sebaran mulai 5-15 m. Disamping garnet dan klino-piroksen, mineral lain yang pada umumnya
hadir adalah anhidrit, tremolit/aktinolit, epidot, kuarsa, serta mineral sulfida. Eksoskarn garnet
hadir pada Formasi Waripi maupun Formasi Ekmai.
Garnet zona proksimal pada Formasi Waripi berukuran kristal lebih besar (2mm-1,5cm) dan
berwarna lebih gelap (coklat kemerahan) di banding garnet pada Formasi Ekmai (coklat muda
kehijauan, berukuran < 2mm). Pada Formasi Waripi, mineral sulfida terutama kalkopirit dan pirit
pada umumnya hadir berasosiasi dengan zona proksimal eksoskarn ini. Sedangkan pada Formasi
Ekmai, kehadiran garnet eksoskarn tidak disertai mineralisasi sulfida.

 Zona Intermediet Eksoskarn (Garnet=Klino-Piroksen)


Intermediat skarn ditandai dengan kehadiran klino-piroksen relatif lebih banyak dan kehadiran
garnet menurun, sehingga kandungan garnet dan klino-piroksen relatif sama. Zona ini mempunyai
tebal sekitar 4-30 m. Pada zona ini, sering disertai kemunculan mineral tremolit-aktinolit, epidot, dan
anhidrit. Kalkopirit, pirit dan magnetit kadang hadir dalam jumlah kecil.

Gambar 3. Foto kontak distal eksoskarn klino-piroksen dengan proksimal eksoskarn garnet (kanan)
pada Anggota Batugamping Formasi Ekmai, yang tidak disertai kehadiran sulfida Gambar kanan
memperlihatkan foto batas marmer dengan zona distal klino-piroksen eksoskarn. Lokasi 3060/L
st.38/24-25.
Gambar 4. Gambar kiri: Peta Geologi di elevasi 3060 Big Gossan (Sumber : PT. Freeport Indonesia).
Gambar kanan: inset zonasi skarn.

 Zona Distal Eksoskarn (Garnet<Klino-Piroksen)


Zona ini berbatasan dengan marmer dicirikan dengan kandungan klino-piroksen lebih banyak
dibandingkan dengan garnet, mempunyai tebal lebih lebar, yaitu sekitar 4-40 m. Zona distal
eksoskarn dicirikan oleh kehadiran mineral klinopiroksen, tremolit-aktinolit, epidot, kalsit, kuarsa
serta mineral oksida dan sulfida. Pada bagian kontak klino-piroksen skarn dengan marmer sering
dijumpai lapisan sulfida masif terdiri dari kalkopirit, pirit, dan kadang pirrhotit, magnetit, maupun
sfalerit.
Pada beberapa lintasan drift maupun data inti pemboran, sering terjadi perulangan zonasi. Setelah
zona intermediet atau zona distal muncul lagi zona proksimal bergradasi hingga marmer. Pada drift
elevasi 3060 m, zona proksimal.yang mempunyai tebal sekitar 11-13 m, muncul lagi setelah zona
intermediet eksoskarn dan zona distal. Fenomena ini kemungkinan dikontrol oleh adanya rekahan
atau breksiasi pada tubuh batuan karbonat Formasi Waripi di sekitar jalar fluida utama pada kontak
dengan Formasi Ekmai.

d. Mineralisasi Bijih
Pembentukan sebagian besar mineral sulfida dan oksida diantaranya managnetit, pirit,
kalkopirit,sfalerit, pirhotit, galena, arsenopirit, yang berasosiasi dengan kehadiran Cu dan Au,
dikontrol oleh struktur utama berarah NW-SE. Tren ini terkait dengan pembentukan zonasi skarn
garnet-klino-piroksen di daerah penelitian. Dalam jumlah kecil juga ditemukan tren struktur NE-SW
yang mengontrol pembentukan mineral-mineral sulfida pirit, arsenopirit, sfalerit, galena, bismutinit
dan Au yang kedua, yang berasosiasi dengan pemunculan mineral klorit, serpentin, epidot dan
mineral lempung.
Kalkopirit, pirit, dan magnetit merupakan mineral-mineral sulfida dan oksida utama yang hadir
cukup melimpah. Kalkopirit dan pirit umumnya hadir pada eksoskarn garnet terutama pada batas
dengan hornfels biotit-alkali felspar, pada batas eksoskarn garnet- klino-piroksen dengan eksoskarn
klino-piroksen , serta pada batas skarn klino-piroksen dengan marmer. Sedangkan mineral magnetit,
banyak terbentuk pada batas skarn klino-piroksen dengan marmer.

e. Sekuen Paragenesa
Secara umum kronologi pembentukan skarn di endapan bijih Big Gosan adalah sebagai berkut:

1. Metamorfisme Kontak
Proses metamorfisme ini mengasilkan zona aerole hornfels dan marmer pada batuan samping (wall
rocks) sekitar tubuh intrusi. Hornfels biotit-kalium feldspar dan hornfels biotit-piroksen banyak
terbentuk pada batuan asal Anggota Serpih Formasi Ekmai, sedangkan marmer terbentuk pada
batuan asal karbonatan Formasi Waripi dan Anggota Batugamping Formasi Ekmai.
Marmer secara konsisten didapatkan pada bagian tepi dari skarn. Dari pengamatan beberapa STOPE
di drift level 3060, pada kontak skarn klino-piroksen dan marmer, terdapat beberapa blok marmer
yang berada di dalam zona skarn. Adanya sisa-sisa host rock marmer yang tidak terubah oleh reaksi
hidrotermal, menunjukkan bahwa sebelum terjadi proses hidrotermal (skarnifikasi) lebih dulu
terbentuk marmer.
2. Prograde Anhydrous Skarn
Pada fase akhir magmatisme fluida hidrotermal yang didominasi oleh fase gas akan bergerak dari
tubuh intrusi ke arah batuan samping bagian atas. Proses interaksi fluida hidrotermal dengan batuan
samping dan bagian tepi intrusi menghasilkan prograde anhydrous skarn (kemungkinan diikuti atau
bersamaan breksiasi).
Prograde anhidrous skarn Big Gossan dicirikan oleh hadirnya mineral garnet (andradit-grosularit)
dan klino-piroksen (diopsid-hedenbergit) disertai epidot-kalsit-kuarsa-anhidrit.
Tabel 2. Sekuen paragenesa endapan skarn Big Gossan skarn (data studi lapangan 2008 dikompilasi
dengan peneliti terdahulu; Gonzales.,1993, Meinert,et.al.2003, Prendergast,et.al.2005)
Minerals METAMORf PROGRADE Retrograde MINERALIZA- MINERALIZA- LATE
HYDROUS
STAGE ANHYDROUS TION STAGE 1 TION STAGE 2 ALTERATION
Biotite
K. Felsdpar
Calcite ?
C.Pyroxene
Garnet ?
Epidote
Tremolite-
Actinolite
Anhydrite
Talc
Siderite
Magnetite
Pyrite
Sphalerite
Pyrrhotite
Chalcopyrite
Bornite
Hematite
Galena
Arseopyrite
Bismuthinite
Gold
Quartz
Chlorite
Serpentine
Clay Minerals

3. Breksi Hidrotermal (Prendergas, 2005, menyebut West Drift Breccia).


Pengamatan di lapangan, breksi ini disusun oleh fragmen-fragmen yang terdiri dari marmer,
batulempung gapingan, batulempung hitam, skarn klino-piroksen-garnet yang tertanam dalam
matrik karbonatan. Pada beberapa bagian fragmen dan matrik breksi dipotong oleh urat epidot-pirit-
anhidrit. Sugiri,S.P. (Tidak Dipublikasikan. Lap.untuk PT.Freeport Internasional, 1999 dalam
Prendergas, 2005), juga menyebutkan bahwa pada breksi hidrotermal tidak didapatkan mineral
ubahan fase anhidrous, serta mengandung sedikit fragmen anhidrous skarn. Hal ini menunjukkan
bahwa breksi hidrotermal terbentuk setelah skarn anhidrous. Tremolite, mineral utama hidrous skarn
umumnya terbentuk mengisi rekahan pada batuan karbonat Formasi Waripi dan menerus hingga
breksi hidrotermal (Gonzales,D.M, unpublished, 1993), mengindikasikan bahwa breksi hidrotermal
terbentuk sebelum fase hidrous skarn.
4. Retrograde Hydrous skarn
Seiring penurunan temperatur, fuida
hidrotermal akan lebih didominasi oleh uap air,
dan bertanggungjawab terhadap pembentukan
retograde hydrous skarn. Fluida pada fase
retrograde ini mempunyai salinitas yang rendah,
temperatur 370-380, terkait dengan zona
pendidihan pada tekanan 20 Mpa, dibawah
Gambar 5. Foto kiri, sisa-sisa blok marmer pada kondisi hidrostatik (Meinert,et.al.,2003). Alterasi
zona eksoskarn klino-piroksen, menunjukkan pada fase retrograde ini, diyakini masih
adanya proses metamorfisme sebelum reaksi merupakan evolusi dari satu sistem hidrotermal
hidrotermal (skarnifikasi). Foto 3020/L 38/26a, magmatik pada fase prograde, dikarenakan tidak
Foto kanan kenampakan mikroskopis marmer pada ada bukti-bukti yang signifikan, bercampurnya
lokasi BG 3060 STP 38 TW MAR 24R, perbesaran komponen fluida meteorik (Meinert,et.al.,2003).
40x). Pentarikhan umur dengan metode Ar-Ar pada
mineral flogopit menunjukkan umur 2.82±0.04
(Prendergas,2005).
Fase ini dicirikan oleh hadirnya mineral
tremolit-aktinolit dalam jumlah yang banyak,
disertai mineral-mineral talk-anhidrit-kalsit-
epidot-garnet-magnetit-pirit.
5. Mineralisasi sulfida dan Cu-Au
Pembentukan sebagian besar mineral sulfida
diantaranya magnetit, pirit, kalkopirit,sfalerit,
Gambar 6. Kalium feldspar-biotit hornfels pirhotit, galena, yang berasosiasi dengan
dipotong oleh urat epidot-anhidrit-silika-garnet ± kehadiran Cu dan Au. Proses mineralisasi yang
pirit-kalkopirit yang terbentuk pada fase retrograde pertama dikontrol oleh sesar berarah NNW-SSE.
eksoskarn. Lok. 3060/L 38/7-8. Foto kiri Pembentukan sulfida dan Au yang kedua,
memperlihatkan masif kalkopirit ± pirit-magnetit diantaranya berupa mineral pirit, arsenopirit,
yang terebntuk pada fase mineralisasi awal yang sfalerit, galena, bismutinit, dikuti pemunculan
meng-overprint klino-piroksen. mineral klorit, serpentin, epidot dan mineral
lempung, membentuk pola struktur berarah NE-
SW.

f. Tahapan Eksplorasi Emas

(a) Tahapan Reconnaissance


Tahapan awal dari eksplorasi emas yaitu kita mencari anomali keberadaan emas dari endapan
material yang berada di sungai dengan cara bleg sampling, Stream Sediment dan Panned
Concentrate,panning. Kegiatan ini terus dilakukan sampai kita temukan daerah yang merupakan
source dari endapan emas tersebut.
Gambar 7. Cara pengambilan Bleg sampling pada sungai aktif.

Gambar 8. Cara pengambilan Stream Sediment Sampling.

(b) Tahapan Semi Detil


Pada tahapan ini setelah kita menemukan dimana source-nya, maka selanjutnya pekerjaan yang kita
lakukan adalah melakukan pengambilan sampel pada batuan baik itu di sungai, di punggungan atau
di lereng bukit yang diduga merupakan sumber dimana alterasi dan mineralisasi berkembang.
Jangan lupa untuk mencatat lokasi project, nama sungai / bukit, posisi koordinat, nomor sampel, tipe
sampel, tanggal dan bulan pengambilan, pada buku catatan lapangan anda. Ada beberapa cara
pengambilan sampel batuan pada tahapan ini diantaranya adalah : Rock Folat (RF), Rock Grab (RG),
Rock Chip (RO).

(c) Tahapan Detil


Setelah semua pekerjaan pada tahapan semi detil dilakukan, maka pada tahapan ini kita sudah mulai
fokus melakukan pekerjaan sampling yang lebih detil pada area zona alterasi yang telah di boundary
pada tahapan sebelumnya untuk mengetahui batas penyebaran zona alterasi secara lebih detil. Pada
tahap ini pekerjaan yang kita lakukan adalah melakukan pengambilan soil sample dengan sistem
griding dan rock sample dengan sistem channel sampling. Sebagian sampel batuan diambil untuk
dianalisa petrografi, fluid inclusion dan analisa XRF.

(d) Tahapan Pengukuran Geophysic


Tahapan selanjutnya setelah pengambilan sampel adalah tahapan pengukuran geophysic yang terdiri
dari pengukuran Induced Polarization dan Ground Magnetic. Induced Polarization bertujuan untuk
mengukur tingkat relatifitas tahanan (resistivity) batuan yang akan diasumsikan dengan penyebaran
silica ataupun kuarsa hasil alterasi-mineralisasi. Sedangkan chargebility adalah pengukuran nilai
relatif yang di asumsikan dengan penyebaran mineralisasi sulfida pada batuan tersebut.

Sedangkan Survey Ground Magnetic ditujukan untuk mengukur nilai kemagnetan dari batuan dimana
biasanya daerah mineralisasi logam menunjukan daerah anomaly, disamping itu juga dapat
membantu memberikan informasi untuk interpretasi batuan intrusif yang bersifat basa di bawah
permukaan.

(e) Tahapan Drilling / Pengeboran


 Persiapan Drilling (Sebelum melakukan kegiatan pengeboran alangkah lebih baiknya kita
lakukan berbagai persiapan, supaya semua kegiatan berjalan lancar dan apa yang menjadi
tujuan dapat tercapai)
 Kegiatan Drilling (Tujuan utama pengeboran adalah untuk mendapatkan core dimana sebagian
dari core tersebut dapat dianalisa di laboratorium untuk mengetahui kadar unsur logam mulia
dan mineral ikutannya)
 Kegiatan Core Sampling(Sebelum melakukan pengambilan sampel pada core, lakukan dulu
pengukuran SG (Specific Gravity) untuk mengetahui berat jenis dari masing-masing core,cara
sampling pada inti bor / core adalah dengan membagi dua core sama besar).

3. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisa mineragrafi.
Analisa mineragrafi dilakukan untuk mengetahui mineral- mineral logam yang terkandung di
dalam conto batuan yang diamati serta untuk mengetahui keterkaitannya diantara mineral logam
tersebut. Dalam penelitian ini lebih ditekankan kepada identifikasi mineral logam yaitu tembaga
dan emas serta hubungannya dengan mineral logam lainnya seperti pirit, hematit, sfalerit dan
mineral sulfida lainnya, dengan mengamati tekstur mineral bijih tersebut. Pengamatan mineragrafi
ini dilakukan dengan menggunakan sayatan poles (double polished) dengan bantuan mikroskop
polarisasi cahaya pantul (gambar 3.2). Pengamatan yang dilakukan meliputi sifat fisik seperti
bentuk kristal dan belahan, serta sifat optik meliputi warna mineral bijih yang terpantulkan, refleksi
ganda yang menunjukkan perubahan intensitas warna pada saat meja mikroskop diputar,
anisotropik dengan pengamatan nikol bersilang yang akan mengetahui apakah mineral tersebut
bersifat isotrop (tidak terjadi perubahan intensitas dan warna bila meja diputar 360o) atau bersifat
anistropik (terjadi perubahan intensitas dan warna bila meja diputar 360o).

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


 Studi Kasus Jurnal
Analisa mineragrafi pada dua conto batuan Intrusi Ertsberg yang ditunjukkan
fotomikrografi sayatan poles menunjukkan mineral-mineral logam yang ditemukan yaitu (Gambar
4): Pirit (FeS2) warna krem pucat, isotropik, relief tinggi, kristalin kubik, dijumpai dalam butiran
bebas maupun terikat dengan kalkopirit dan galena. Kalkopirit (CuFeS 2) warna kuning, anisotrop,
relief rendah, ditemukan sebagai butiran bebas maupun terikat dengan mineral sulfida lain.
Galena (PbS), warna abu-abu muda, isotropik, Relief rendah, kristalin kubik, menunjukkan
karakteristik triangular pits, dijumpai terikat dengan mineral sulfida lain. Sfalerit (ZnS), warna
abu- abu kecoklatan, isotropik, relief rendah, ditemukan terikat dengan kalkopirit dan galena.
Mineral kalkopirit dipotong oleh mineral pirit, galena dan sfalerit, dan juga sebagi inklusi di
dalam galena dan sfalerit serta mineral galena dipoton oleh sfalerit.
Analisa mineragrafi pada dua conto Sayatan poles batugamping Formasi Ekmai(Kkel) dari
fotomikrografi (Gambar 4) menunjukkan mineral- mineral logam yang ditemukan adalah:
Kalkopirit (CuFeS2) berwarna kuning, Ditemukan sebagai butiran bebas maupun terikat dengan
sfalerit. Sfalerit (ZnS) warna abu-abu kecoklatan Ditemukan sebagai butiran tunggal maupun
terikat dengan kalkopirit. Keberadaan kalkopirit dipotong oleh sfalerit dan juga sebagai inklusi
di dalam sfalerit.

Conto batuserpih Formasi Ekmai berdasarkan analisa mineragrafi dari fotomikrografi (Gambar 6)
ditemukan mineral-mineral logam yaitu: Pirit (FeS2) warna krem pucat dijumpai dalam
butiran bebas maupun terikat bersama kalkopirit. Kalkopirit (CuFeS2) warna kuning ditemukan
sebagai butiran bebas maupun terikat bersama pirit. Kalkopirit kehadirannya dipotong oleh pirit.

Conto Batuan Karbonat Formasi Waripi Dengan alterasi magnetit skarn, berdasarkan pengamatan
mineragrafi dari fotomikrografi sayatan poles (Gambar 7) ditemukan mineral-mineral logam
seperti:Kalkopirit (CuFeS2), ditemukan terikat bersama mineral bornit serta dijumpai dalam
mineral sfalerit dan hematit sebagai inklusi. Sfalerit (ZnS) berwarna abu-abu kecoklatan
ditemukan sebagai butiran tunggal maupun terikat dengan mineral kalkopirit dan hematit. Kovelit
(CuS) berwarna biru dijumpai menggantikan bornit di beberapa bagian.

Bornit (Cu5FeS4) berwarna merah jambu kecoklatan dijumpai terikat dengan sfalerit dan kalkopirit
serta di beberapa bagian tergantikan oleh kovelit. Hematit (Fe 2O3) berwarna abu-abu kebiruan
terikat bersamaan dengan sfalerit dan terdapat inklusi kalkopirit. Kalkopirit dipotong oleh bornit
dan inklusi di dalam sfalerit, bornit dipotong oleh sfalerit dan kovelit hadir sebagai
pengganti pada mineral bornit dibeberapa tempat.Fotomikrografi sayatan poles pada gambar 8
ditemukan mineral-mineral logam seperti: Kalkopirit (CuFeS2) warnakuning pucat, anisotropi lemah
kebiruan. Sfalerit (ZnS) warna abu-abu, isotrop, mengandung bercak-bercak hematit di dalamnya,
diperkirakan karena proses penggantian.Hematit (Fe2O3) warna abu kebiruan, kemungkinan ubahan
dari mineral magnetit dan pirit, anisotropi sedang,berbentuk bilah-bilah.

Gambar 9. Batuan Intrusi Ertsberg (Te) dari lubang bor DZ25-01-04 di kedalaman 221.4-224.4 m. (a)
Hand specimen Intrusi Ertsberg yang sudah mengalami alterasi propilitik. (b) Fotomikrografi sayatan
poles yang menunjukkan kalkopirit (Ccp), pirit (Py), galena (Gn) dan sfalerit (Sp) yang saling
berikatan. Paralel nikol.
Gambar 10. Batugamping Formasi Ekmai (Kkel) dari lubang bor TE09-17 di kedalaman 197.8-
200.8 m. (a) Hand specimen Batugamping Ekmai teralterasi oleh mineral garnet-diopside-
hornfels-epidote-magnetit dan terpotong oleh urat kalkopirit-pirit-anhidrit. (b)Fotomikrografi
sayatan poles yang menunjukkan kalkopirit (Ccp) berikatan dengan sfalerit (Sp). Paralel nikol.

Gambar 11. Batuserpih Formasi Ekmai (Kkeh) dari lubang bor DMLZITL3-01 di kedalaman
46.8-49.3m. (a) Hand specimen Batuserpih Formasi Ekmai teralterasi oleh mineral hornfels-
diopside-feldspar-epidote, dipotong oleh urat kalkopirit-pirit. (b) Fotomikrografi sayatan poles
yang menunjukkan pirit (Py) dan kalkopirit (Ccp) sebagai butiran bebas maupun saling
berikatan. Parallel nikol.

Gambar 12. Batuan Karbonat Formasi Waripi (Tw) dari lubang bor DMLZITL3-01 di
kedalaman 60.8-64.1m. (a) Hand specimen Batuan Karbonat Formasi Waripi yang sudah
mengalami alterasi kuat menjadi magnetit diikuti oleh mineral garnet-kalkopirit-tremolit-pirit-
anhidrit. (b) Fotomikrografi sayatan poles yang menunjukkan sfalerit (Sp), bornit (Bn) dan
kalkopirit (Ccp) yang saling berikatan. Kovelit (Cv) hadir menggantikan bornit serta tampak
kalkopirit sebagai inklusi dalam sfalerit. Parallel nikol.
Gambar 13. Batuan Karbonat Formasi Waripi (Tw) dari lubang bor DMLZITL3-01 di kedalaman 60.8-
64.1m. (a) Hand specimen Batuan Karbonat Formasi Waripi yang sudah mengalami alterasi kuat
menjadi magnetit warna hitam, tersusun atas mineral magnetit-garnet-anhidrit-sedikit hematit, pirit-
kalkopirit terdapat sebagai urat dan juga sebagai disseminated. (b) Fotomikrografi sayatan poles yang
menunjukkan Kalkopirit (Ccp), sfalerit (sp) dan Hematit (Hm) saling berikatan. Paralel nikol.

5. KESIMPULAN
a. Zonasi skarn dicirikan oleh kehadiran mineral garnet yang hadir melimpah pada batas Anggota
Serpih Formasi Ekmai dengan Formasi Waripi, secara gradual menghilang kearah marmer.
Sebaliknya untuk mineral klino-piroksen hadir dalam jumlah kecil di sekitar hornfels dan secara
berangsur semakin banyak kearah batas marmer. Perkembangan zonasi skarn mulai proksimal
hingga distal nampak jelas di batuan samping Formasi Waripi. Sebaliknya, di batuan samping
Formasi Ekmai, walaupun eksoskarn garnet sering hadir, tetapi gradasi dari proksimal hingga
distal tidak begitu nampak. Zonasi skarn terutama pada batuan dinding F.ormasi Waripi, tidak
selalu bergradasi dari proksimal-intermediet-distal-hingga marmer.
b. Mineralisasi Kalkopirit (Cu)-Au pada umumnya di kontrol oleh patahan yang membatasi
Formasi Ekmai dan Formasi Waripi berarah relatif SSW-SSE. Sedangkan mineralisasi Au-sfalerit-
pyrite yang berasosiasi dengan urat epidot-aktinolit-gipsum, dikontrol oleh tren struktur berarah
NE-SW. Kalkopirit, pirit, dan magnetiti merupakan mineral-mineral sulfida dan oksida utama
yang hadir cukup melimpah. Mineral sulfida terutama kalkopirit dan pirit umumnya hadir
pada eksoskarn garnet terutama pada batas dengan hornfels biotit-alkali felspar, pada batas
eksoskarn garnet- klinopiroksen dengan eksoskarn klino-piroksen , serta pada batas skarn klino-
piroksen dengan marmer. Sedangkan mineral magnetit, banyak terbentuk pada batas skarn
klinopiroksen dengan marmer.
c. Sikuen paragenesa mineral pada endapan skarn Big Gossan dimulai dari proses metamorfisme ,
prograde anhydrous skarn, retrograde hydrous skarn, dan mineralisasi sulfida yang berasosiasi
dengan endapan Cu-Au.

REFERENSI

[1] Cloos,M. and Housh,T.B. 2007. Collisional Delamination : Implication for Porphyry-Type Cu-Au
Ore Formation. Proceeding of the ore and orogenesis Symposium in Honor of W.R. Dickinson.
September 2007.

[2]Gonzales,D.M.,1993. Preliminary Paragenetic Study of the Big Gossan Copper karn Deposit,
Ertsberg (Gunung Bijih) District, Irian Jaya, Indonesia. Dept.of Geological Sciences The University
of Texas at Austin. Unpublish.

[3]Meinert, L.D., 1993, Skarns and Skarn deposits, in Ore deposit models volume II, editor Sheahan, P.A.,
and Cherry, M.E., Geoscience Canada, reprint series 6. hal 117-135.

[4]Meinert,L.D., Hefton,K.K.,Mayes,D., and tasiran,I.. 1997.Geology, Zonation, and Fluid Evolution .


[5]Suherman, Endang, 2010. “Pengenalan Alterasi dan Mineralisasi”.

[6]Suherman, Endang, 2010. “Panduan Teknis Kerja Eksplorasi Mineral”.

[7]Thompson, A.J.B. & J.F.H. Thompson, MDD Series editor: K.P.E. Dunne, 1996). “Atlas of
Alteration; A Field and Petrographic guide to Hydrothermal Alteration minerals”.

Vous aimerez peut-être aussi