Vous êtes sur la page 1sur 33

BED SIDE TEACHING (BST)

* Kepaniteraan Klinik Senior / G1A216031 / November 2017


** Pembimbing / dr. Hj. Elfiani, SpPD FINASIM

TUBERKULOSIS MILIER

Iffanisa Surya, S.Ked *

dr. Hj. Elfiani, SpPD FINASIM**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
HALAMAN PENGESAHAN

BED SIDE TEACHING (BST)

TUBERKULOSIS MILIER

Disusun Oleh :
Iffanisa Surya, S.Ked
G1A216031

Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian/SMF Penyakit Dalam RSUD Raden Mattaher Prov. Jambi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada November 2017

Pembimbing

dr. Hj. Elfiani, SpPD FINASIM

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat Bed Side Teaching (BST) yang berjudul
“Tuberkulosis Milier” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Hj. Elfiani, SpPD FINASIM yang
telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama
menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit
Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada Laporan Kasus ini,
sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan kasus
ini. Penulis mengharapkan semoga Laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.

Jambi, Desember 2017

Iffanisa Surya, S.Ked

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium


tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi pulmo dan ekstrapulmo
yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma kaseosa, fibrosis dan kavitas.
Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru
merupakan bentuk TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis
ekstrapulmoner dapat menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena
penyebarannya yang bersifat limfogen dan hematogen.1
Saat ini tuberkulosis (TB) masih merupakan penyakit infeksi yang banyak
ditemukan di negara berkembang. Menurut World Health Organization (WHO) dalam
Global Report 2014, insidens TB di Indonesia diperkirakan 410.000 sampai 520.000
kasus. Paru merupakan organ yang paling utama terkena, namun demikian sekitar 0,8
juta kasus TB ekstra-paru terdiagnosis di seluruh dunia sepanjang tahun 2013. Di
Indonesia kasus TB ekstra-paru dapat mencapai hingga 17.420 kasus.2
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan
3 - 7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. Tuberkulosis milier
merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi kronis, progresif
lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran hematogen atau
limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai banyak
organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi.3

3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. A
Umur : 43 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : RT 11 Jl Arjuna
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 14 November 2017, Pukul 18.00 (Ruang Iso L)

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang memberat sejak ± 2
minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang memberat sejak ± 2
minggu SMRS. Pasien pertama kali mesarakan nyeri perut kanan atas sejak ±
1,5 bulan SMRS, nyeri dirasakan tidak menjalar, nyeri seperti diremas-remas,
nyeri disarakan hilang timbul, tidak membaik dengan istirahat. mual (+),
muntah (-)
 Pasien juga mengeluh batuk, batuk sudah dirasakan sejak 2 bulan SMRS. Batuk
dirasakan hilang timbul, batuk tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, dan
aktivitas. Batuk tidak dipengaruhi oleh paparan dan kontak dengan debu. Batuk
tidak meningkat pada malam hari dan tidak meningkat saat aktivitas, batuk
berdahak berwarna kuning
 Pasien juga mengeluh demam sejak 1 bulan yang lalu, demam dirasakan tidak
tinggi, demam hilang timbul tidak menentu, menggigil (-), keringat malam (-),

4
 Pasien mengeluh adanya benjolan di leher kanan dan kiri sejak ± 1 bulan
SMRS, benjolan tidak nyeri, tidak merah. Pasien mengalami penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan ± 15kg dalam 1 bulan SMRS yang awalnya
60kg menjadi 45kg. BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Keluhan serupa (-)
 Riwayat minum obat 6 bulan (-)
 Riwayat sakit kuning (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


 Keluhan serupa (-)
 Riwayat minum obat 6 bulan (-)
 Riwayat sakit kuning (-)
 Riwayat Hipertensi (-)
 Riwayat Diabetes Melitus (-)

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien merupakan seorang buruh bangunan, memiliki 3 orang anak. Pasien
memiliki kebiasaan merokok 1 bungkus perhari selama ± 25 tahun, memiliki kebiasaan
minum jamu gendong, pasien tidak memiliki kebiasaan minum alkohol.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis

5
Vital Sign
TD : 130/70 HR : 88x/menit RR : 22x/menit Suhu : 36,8 C

Status Gizi
BB : 45 Kg TB : 165 cm IMT : 16,5 (Gizi Kurang)

Kulit
 Warna : sawo matang
 Efloresensi : (-)
 Jaringan Parut : (-)
 Pertumbuhan Rambut : normal
 Suhu : 36,8 C
 Turgor : normal, <2detik
 Lainnya : (-)

Kepala
 Bentuk Kepala : Normocephal
 Rambut : Beruban
 Ekspresi : Tampak sakit sedang
 Simetris Muka : Simetris

Mata
 Konjungtiva : Konjungtiva anemis (+/+)
 Sklera : Sklera Ikterik (-/-)
 Pupil : isokor
 Lensa : normal
 Gerakan : normal
 Lapangan Pandang : normal

6
Hidung
 Bentuk : Simetris
 Sekret : (-)
 Septum : deviasi (-)
 Selaput Lendir : (-)
 Sumbatan : (-)
 Pendarahan : (-)
Mulut
 Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
 Lidah : atrofi papila lidah (-)
 Gusi : anemis (-)

Telinga
 Bentuk : simetris
 Sekret : (-)
 Pendengaran : normal
Leher
 JVP : 5-2 cmH2O
 Kelenjar Tiroid : Pembesaran (-)
 Kelenjar Limfonodi : Pembesaran KGB coli dextra dan sinistra, multiple
- Terdapat 5 buah pembesaran KGB regio coli II
dextra, paling besar ukuran 1,5x0,5x0,4 cm,
konsistensi kenyal, mobile, hiperemis (-), nyeri tekan
(-), paling kecil ukuran 0,1x0,1x0,1 cm, konsistensi
kenyal ,mobile, hiperemis (-), nyeri tekan (-)
- Terdapat 3 buah pembesaran KGB regio coli 4
sinistra, paling besar ukuran 1x0,5x0,3 cm ,
konsistensi kenyal, mobile, hiperemis(-), nyeri tekan

7
(-), paling kecil ukuran 0,2x0,1x0,1 cm konsistensi
kenyal, mobile, hiperemis (-), nyeri tekan (-)
- Terdapat 2 buah pembesaran KGB regio
subklavikula dextra, paling besar ukuran 1x1x0,5
cm, konsistensi kenyal, mobile, hiperemis(-), nyeri
tekan (-), paling kecil ukuran 0,5x0,2x0,1 cm
konsistensi kenyal, mobile, hiperemis (-), nyeri tekan
(-)
- Terdapat 2 buah pembesaran KGB regio
subklavikula sinistra, paling besar ukuran 1x0,5x0,5
cm, konsistensi kenyal, mobile, hiperemis (-), nyeri
tekan (-), paling kecil ukuran 0,5x0,3x0,1 cm
konsistensi kenyal, mobile, hiperemis (-), nyeri tekan
(-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ICS V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas Atas : ICS II Linea parasternal sinistra
Batas Kiri : ICS V Linea midclavicula sinistra
Batas Kanan : ICS III Linea parasternal dextra
Auskultasi : BJ I/II Reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : Vesikuler kanan dan kiri, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, sikatriks (-).

8
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) kuadran kanan atas
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising Usus (+), Normal
Ekstremitas
Superior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)
Inferior : akral hangat, CRT <2 Detik, Edem (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan Darah Rutin

Parameter 14/11/2017 Normal

WBC 9,66 4-10 103 mm3


RBC 3,28 3.50-5.50 106 mm3
HGB 7,2 11.0-16.0 g/dl
HCT 22,6 35-50 %
PLT 1038 100-300 103mm3
MCV 68,8 80-99 µm3
MCH 22 27 -34 pg
MCHC 319 320-360 g/dl
GDS 110 < 200 mg/dl

Parameter 20/11/2017 Normal

WBC 8,63 4-10 103 mm3


RBC 4,25 3.50-5.50 106 mm3
HGB 9,8 11.0-16.0 g/dl

9
HCT 31,4 35-50 %
PLT 1069 100-300 103mm3
MCV 73,8 80-99 µm3
MCH 23,1 27 -34 pg
MCHC 312 320-360 g/dl

Pemeriksaan Kimia Darah


Parameter 14/11/2017 Normal

SGOT 18 U/L < 40

SGPT 22 U/L < 41

Ureum 31 mg/dl 15-39

Kreatinin 1,2 mg/dl 0,9-1,3

Pemeriksaan Eletrolit
Elektrolit Nilai Nilai normal

Natrium 128,43 ( 135 – 148 )

Kalium 4,58 ( 3,5 – 5, 3 )

Klorida 89,07 ( 98 – 110 )

Kalsium 1,20 ( 1,19 – 1,23 )

10
Pemeriksaan Hematologi
Gambaran sediaan apus darah tepi
Eritrosit : jumlah menurun mikrositik hipokromik, anisositosis ringan
poikilositosis ringan
Leukosit : dijumpai jumlah meningkat, ditemukan peningkatan sel segmen
netrofil
Trombosit : dijumpai jumlah meningkat bentuk dalam batas normal,
penyebaran merata
Kesan : Anemia hipokrom mikrositer, leukositosis, trombositosis

Pemeriksaan Foto Thorax AP

COR : CTR <50%


Pulmo : tampak lesi granuler di kedua lapangan paru, tampak kalsifikasi di paru
kiri
Kesan : Tuberkulosis paru milier

11
Pemeriksaan USG Abdomen
Hepar : besar dan bentuk baik, ekhostruktur homogen, system bilier dan
vaskuler intrahepatic baik
Lien : besar dan bentuk baik, ekhostruktur homogeny. Lesi/SOL (-)
Pankreas : besar dan bentuk baik, ekhostruktur homogeny. Lesi/SOL (-)
Kandung empedu : besar dan bentuk baik, mukosa ireguler, batu (+) pasir
Ginjal kanan/kiri :besar dan bentuk baik, ekhostruktur parenkim normal, system
pelviokalises tak melebar, batu/SOL (-)
Vesika urinaria : besar dan bentuk baik, mukosa reguler, batu (-)
Kesan : Kolesistolitiasis

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Makroskopis
Dilakukan biopsi aspirasi massa coli dextra didapatkan massa
bercampur darah 1cc
Mikroskopis
Sediaan tampak mengandung sel-sel radang limfosit, banyak masa
nekrosis, dan tampak pula sel-sel dengan gambaran sel epiteloid. Tampak pula
sel darah merah serta sel-sel makrofag
Kesan : Limfadenitis kronis spesifik

Pemeriksaan Dahak Pagi : positif 2


Pemeriksaan tes cepat Xpert MTB/Rif : MTB detected medium

2.5 Diagnosa Kerja

Diagnosa Primer : TB milier + Limfadenitis TB + kolesistolitiasis


Diagnosa Sekunder : Trombositosis reaktif, electrolit imbalance

12
2.6 Tatalaksana
Non farmakologis :
 Tirah baring
 Diet makanan lunak

Farmakologis:
 IVFD RL + 2 amp ketorolac 20 tpm
 Inj Metilprednisolon 1x125mg
 Ursodeoxycholic acid 2x250mg
 Domperidon 3x10mg
 Pro OAT
 Transfusi PRC 1 kolf/hari sampai HB>10

2.7 Edukasi
 Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab, penularan,
pengobatan, efek samping obatdan komplikasi dari penyakit TB.
 Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah, seperti buka ventilasi setiap
hari agar sinar matahari dan udara masuk juga edukasi untuk selalu
membersihkan rumahnya dan edukasi agar pasien menutup mulut apabila batuk
ataumenggunakan masker, tidak mambuang dahak sembarangan lagi.

2.8 Prognosis
 Quo Vitam : Dubia ad malam
 Quo Functionam : Dubia ad malam
 Quo Sanactionam : Dubia ad malam

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru,
disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang
paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.1,4
Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan penyakit limfohematogen sistemik
akibat penyebaran kuman Mycobacterium tuberculosis dari kompleks primer, yang
biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama, setelah infeksi awal. TB milier dapat
mengenai 1 organ (sangat jarang, <5%), namun yang lazim terjadi pada beberapa organ
(seluruh tubuh, >90%), termasuk otak. TB milier klasik diartikan sebagai kuman basil
TB berbentuk millet (padi) ukuran rata-rata 2 mm, lebar 1-5 mm diparu, terlihat pada
Rontgen. Pola ini terlihat pada 1-3 % kasus TB.5

3.2 Etiologi
Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama penyakit tuberkulosis
pada manusia, berupa basil tidak membentuk spora, tidak bergerak, panjang 2-4 nm.
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 μm dan panjang 1-
4 μm. Dinding M.tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%). Penyusun utama dinding sel M.tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks
(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord factor”, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel
bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan.
Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.tuberculosis
bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai, tahan terhadap upaya penghilangan
zat warna tersebut dengan larutan asam – alkohol.4,6

14
Terdapat beberapa faktor predisposisi sesorang mengalami TB milier seperi,
infeksi pada waktu kecil, malnutrisi, HIV/AIDS, mengkonsumsi alkohol, diabetes
melitus, penyakit ginjal kronik, dialisis, post gatrectomy, transplantasi organ,
kehamlian, post partum, dan keganasan, penggunaan obat-obat imunosupresi

3.3 Klasifikasi
Kasus TB dapat diklasifikasikan berdasarkan banyak hal. Klasifikasi yang paling
sering dipakai adalah letak anatomi penyakit, hasil pemeriksaan dahak atau
bakteriologi, riwayat pengobatan sebelumnya, status HIV pasien, hasil pemeriksaan
sensitifitas.5
1. Berdasarkan letak anatomi penyakit
- TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau trakeobronkial.
TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena terdapat lesi di paru. Pasien
yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus diklasifikasikan sebagai kasus
TB paru.
- TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim paru
seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran genitourinaria, kulit,
sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstraparu dapat ditegakkan secara
klinis atau histologis setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan
konfirmasi bakteriologis.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologis
a. TB BTA positif, minimal dua kali pemeriksaan sputum (Sewaktu, Pagi,
Sewaktu / SPS) atau satu hasil pemeriksaan sputum positif kemudian diikuti
dengan hasil pemeriksaan rontgen toraks atau satu hasil pemeriksaan sputum
positif, diikuti dengan hasil positif pada kultur bakteri.
b. TB Paru BTA negatif, hasil pemeriksaan dahak negatif dan hasil kultur
kuman positif, atau dua kali hasil pemeriksaan BTA negatif di daerah yang

15
belum memiliki fasilitas lengkap, serta hasil foto toraks gambaran aktif (HIV
positif)
c. Kasus bekas TB, hasil BTA dan kultur kuman negatif, foto toraks negatif,
riwayat pengobatan dengan OAT adekuat
3. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Pasien baru, pasien baru dikenali dan belum pernah mendapat OAT atau
mendapat OAT selama satu bulan, BTA positif
b. Pasien yang sudah pernah mendapat OAT
i. TB kambuh, sudah pernahdinyatakan sembuh oleh dokter berdasarkan
bakteriologi atau klinis.
ii. pasien yang diobati kembali setelah gagal, dinyatakan gagal dalam
pengobatan TB.
iii. Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat
c. Hasil pengobatan sebelumnya tidak diketahui
4. Berdasarkan status HIV, bertujuan untuk mentatalaksana TB pada pasien HIV.
Karena kejadian TB meningkat pada pasien HIV.
5. Berdasarkan uji sensitifitas obat
a. Mono resisten (TB MR), hanya pada 1 obat lini pertama
b. Poli resisten (TB PR), resistensi terhadap > 1 obat lini pertama, kecuali
isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan
c. Multi drug resisten (TB MDR), resistensi terhadap H dan R secara
bersamaan
d. Ekstensif drug resisten (TB XDR), TB MDR diikuti dengan salah satu obat
TB golongan fluorokuinolon dan minimal satu obat OAT injeksi lini ke dua
(kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)
e. Resistensi Rifampisin

16
3.4 Patofisiologi
Tuberkulosis primer
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, penularan
Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi
droplet nuclei, dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap di dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi
yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan
berhari-hari samapai berbulan bulan. Bila partikel infeksi ini terhirup oleh orang sehat,
ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukuran partikel < 5 mikromter. Sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh
kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar di
hancurkan, kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar
dari percabanfan trakeobronkial bersama dengan gerakan silia dengan sekretnya.
Sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus berkembang biak
dalam makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang Tuberkulosis pnemonia kecil yang
disebut sarang primer atau afek primer atau sarang ( fokus ) gohn. Penyebaran
selanjutnya, kuman TB dari fokus primer Ghon menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke
lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis di namakan kompleks primer (Ranke), semua
proses ini memerlukan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer dapat menjadi.6

17
1. Sembuh tidak ada cacat.
2. Sembuh dengan sedikit bekas ( garis fibrotik, sarang perkapuran di hillus,
sarang ghon)
3. Menyebar : perkontinuatum ( sekitarnya ), bronkogen ( penyebaran
kebagian paru lain atauun sebelahnya ), hematogen atau limfogen ( dapat
menyebar hingga tulang, ginjal, genitalia, tuberkulosis milier dan
meningitis )

Tuberkulosis pasca primer


Tuberkulosis post primer akan mencul bertahun-tahun kemudian setelah
tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis paska primer
dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segemen apikal lobus superior
maupun lous inferior. Sarang dini ini awalnya merupakan sarang pneumonia kecil.
Sarang pnemonia ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut 6
1. Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggakan cacat
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis, selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut akan aktif kembali dan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti jika jaringan keju tersebut
dibatukan ke luar
3. Sarang pnemonia meluas, membentuk jaringan keju. Kaviti akan muncul
dengan dibatukannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya menebal. Kaviti tersebut akan menjadi
- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pnemonia baru. Sarang pnemonia
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan
- Memadat dan membungkus diri ( enkapsulasi ) dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat menyembuh tapi dapat juga mengapur lagi.

18
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau kaviti yang
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil sehingga
seperti stellatee shaped

Pada TB milier penyebaran hematogennya adalah penyebaran hematogenik


generalisata akut (acute generalized hematogenic spread) dengan jumlah kuman yang
besar dari fokus infeksinya yaitu di paru ataupun ekstraparu. Kuman ini akan menyebar
ke seluruh tubuh, dalam perjalanannya di dalam pembuluh darah akan tersangkut di
ujung kapiler, dan membentuk tuberkel di tempat tersebut. Tempat yang paling sering
adalah hati, limpa, bone marrow, paru dan meningen karena organ organ tersebut
memiliki banyak sel fagosit di dalam dinding sinosoidya. Istilah milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian (millet seed). Secara
patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm , sedangkan secara
histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-
6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB.6

19
Gambar 1. Bagan Patogenesis Tuberkulosis

3.5 Gambaran Klinis


Manifestasi klinis TB milier bermacam-macam, bergantung pada banyaknya
kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering di jumpai adalah keluhan
kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya anoreksia dan BB turun
atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau tanpa demam), demam lama dengan
penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas. TB milier juga dapat di awali
dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent),
pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik
belum ada. Lebih kurang 50% pasien, limfadenopati superfisial, splenomegali, dan
hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah
tinggi dan berlangsung terus-menerus/kontinu, tanpa disertai gejala respiratorik atau
disertai gejala minimal, dan foto toraks biasanya masih normal.5,8

20
Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum. Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada TB ekstra paru, antara lain:
 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya
cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”

3.6 Diagnosis
Menentukan diagnosis Tuberkolusis milier pada orang dewasa cukup sulit
karena manifestasi klinik pada TB milier yang tidak spesifik untuk mendiagnosis
seseorang menderita TB milier. Pemeriksaan foto thorax tidak selalu memberikan
gambaran tipikal TB milier, gambaran tipikal pada TB milier biasanya ditemukan pada
stadium lanjut dan biasanya pasien datang dengan berbagai komplikasi. Pemeriksaan
HRCT relatif sensitif dan menunjukan gambaran nodul milier yang terdistribusi acak
berguna. Pemeriksaan ultrasonografi, CT- scan dan magnetic resonance berguna untuk
menentukan keterlibatan organ lain (TB ekstraparu ). Pada TB milier. Pemeriksaan
funduskopi untuk mencari tuberkel koroid, pemeriksaan histopatologis dari biopsi
jaringan, pemeriksaan biakan M. Tuberkolusis dari dahak, cairan tubuh, dan jaringan
tubuh lain yang penting dalam memastikan diagnosis. Tuberkulosis milier yang tidak

21
diobati dalam 1 tahun akan berakibat fatal. Diagnosis serta pemberian obat
anitituberkulosis dapat menyelamatkan nyawa.8
Kriteria diagnosis TB milier adalah
a. Presentasi klinis sesuai dengan diagnosis tuberkulosis seperti demam
dengan peningkatan suhu di malam hari, penurunan berat badan, anoreksia,
takikardi, keringat malam menetap setelah pemberian antituberkulosis
selama 6 minggu.
b. Foto toraks menunjukkan gambaran klasik pola milier.
c. Lesi paru berupa gambaran retikulonodular difus bilateral di belakang
bayangan milier yang dapat dilihat pada foto toraks maupun HRCT.
d. Bukti mikrobiologi dan atau histopatologi menunjukkan adanya
tuberkulosis

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah
Tidak ada perubahan hematologi yang spesifik pada TBC Milier.
Laju endap darah tidak informatif. Anemia biasanya ringan, namun pada
kasus lama dan berat mungkin dijumpai anemia berat. Sering ditemui
lekopeni, kadang-kadang lekositosis dan monositosis. Dalam pemeriksaan
sumsum tulang didapatkan tuberkel-tuberkel dan gambaran darah tepi dapat
menyerupai leukemia berupa leukositosis dan lekosit-lekosit muda, anemia
leukoeritroblastik berupa lekosit muda dan normoblas. Kadang-kadang
terdapat gambaran hematologik anemia aplastik berupa pansitopenia.9
b. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran patologik pada pemeriksaan radiologi tidak selalu
dijumpai pada kasus TBC Milier. Pada gambaran foto toraks tipikal
kemungkinan juga tidak ditemukan adanya manifestasi klinis spesifik
sebelum mencapai stadium lanjut .Oleh karenanya gambaran radiologi

22
normal belum pasti menyingkirkan diagnosa TBC Milier. Gambaran
normal radiologi mungkin disebabkan oleh :
1. fokus di paru memecah ke cabang vena, yang menyebabkan tidak
terjadinya infiltrat di paru.
2. ukuran infiltrat yang sangat kecil.
3. atau karena pemeriksaan dilakukan pada fase dini dari penyakit.
Dalam hal demikian sebaiknya pemeriksaan diulang setelah 1-4 minggu.
Gambaran klasik Rongent foto dari TBC Milier adalah gambaran
badai salju (snow storm appearance). Infiltrat-infiltrat yang halus
berukuran beberapa milimeter, tersebar di kedua lapangan pandang paru.
Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu 2 - 3 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas,
berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru,
dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-3 mm ).
Lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-
kadang membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah
timbulnya penyakit, lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju dapat
dilihat pada rontgen paru. Disamping itu dapat ditemukan pula efusi pleura,
penebalan pleura dan kavitasi.9

3.7 Tatalaksana
Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB paru. Pada keadaan berat atau
diduga ada keterlibatan meningen atau perikard atau ada sesak nafas, tanda atau gejala
toksis demam tinggi maka dianjurkan pemberian koertikosteroid. Pada keadaan
khusus (sakit berat yaitu tergantung keadaan klinis, radiologi dan evaluasi
pengobatan), maka pengobatan fase lanjutan dapat diperpanjang sampai 12 bulan.4,8

23
a. Rawat Inap
b. Pengobatan TB Milier dilakukan dengan pemberian OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) Kategori I dan kortikosteroid.
OAT Kategori I, terdiri dari :
 Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat :
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).
 Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu),
dengan paduan : Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).
Dosis obat :
- Isoniasid (H)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten
3 x / minggu : 10 mg/kg BB.
- Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh
oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg
BB.
- Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg
BB.
- Etambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten :
30 mg/kg BB.

Kortikosteroid
Dosis dan lamanya pemberian kortikosteroid tergantung dari berat dan
ringannya keluhan serta respon klinis. Predinisolon (per oral):

24
- Anak: 2 mg / kg BB, sekali sehari pada pagi hari
- Dewasa: 30 – 60 mg, sekali sehari pada pagi hari
Apabila pengobatan diberikan sampai atau lebih dari 4 minggu, dosis harus
diturunkan secara bertahap (tappering off).

OAT disediakan dalam dua bentuk yaitu KDT (kombinasi dosis tetap) dan
kombipak. Pada OAT KDT, terdapat 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet yang
disesuaikan dengan BB pasien. Pada paket OAT kombipak, terdiri atas obat lepas
isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
OAT kombipak digunakan pada pasien yang terbukti mengalami efek samping pada
OAT KDT sebelumnya. Berikut tabel untuk masing-masing OAT KDT dan kombipak
pada kategori 1.8

Table 1. Panduan OAT KDT kategori 1

Table 2.OAT kombipak kategori 1

Pemantauan Kemajuan dan Hasil Pengobatan TB


Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada dewasa dilaksanakan
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis pada akhir bulan ke-2 dan

25
ke-5. Untuk pemantauan kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dahak
dua kali yaitu sewaktu dan pagi, dinyatakan hasil dahak negatif bila keduanya
menunjukkan hasil negatif. Bila pemeriksaan menunjukkan hasil negatif, maka
pengobatan dapat dilanjutkan ke fase lanjutan dan kembali memeriksa dahak
pada akhir bulan ke-5 dan akhir pengobatan. Bila hasil dahak positif, tetap
lanjutkan pengobatan tanpa pemberian sisipan seperti program sebelumnya.
Pasien kemudian kembali memeriksakan dahak pada 1 bulan setelah fase
lanjutan. Bila hasil tetap masih positif, lakukan uji sensitifitas obat. Bila
fasilitas tidak mendukung untuk dilakukannya uji sensitifitas obat, maka obat
fase lanjutan tetap dilanjutkan dan kembali melakukan pemeriksaan pada akhir
bulan ke-5.

3.8 Prognosis
Prognosa kesembuhan TBC Milier, setelah ditemukannya obat anti TBC
mengalami perbaikan yang signifikan, kecuali bila ada komplikasi meningitis, serta
keterlambatan dan tidak teratur dalam berobat. Respon TBC Milier terhadap
antituberkulosis baik.Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi.
Evaluasi pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi
radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis,
yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, misalnya penambahan berat badan yang bermakna, hilangnya demam,
hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan, dan lain-lain. Evaluasi radiologis pada pasien
TB milier perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan. Gambaran
milier pada foto toraks biasanya menghilang dalam 1 bulan, kadang-kadang berangsur
menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin saja belum ada perbaikan hingga
beberapa bulan

26
BAB IV
ANALISA MASALAH

Tuberkulosis Milier
Aspek yang TEORI KASUS
dinilai

Anamnesis Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi paru
Pada pasien ini dijumpai:
yang menyerang jaringan parenkim paru,
1. Batuk
disebabkan bakteri Mycobacterium
2. Demam
tuberculosis. Sebagian besar kuman TB
3. Nafsu makan
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai
menurun
organ tubuh lainnya.
4. Penurunan berat
Tuberkulosis milier (TB milier) merupakan
badan
penyakit limfohematogen sistemik akibat
5. Benjolan pada leher
penyebaran kuman Mycobacterium
tuberculosis dari kompleks primer, yang
biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan
pertama, setelah infeksi awal.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TB milier bermacam-
macam, dan tidak spesifik. Gejala yang sering
di jumpai adalah keluhan kronik yang tidak
khas, seperti TB pada umumnya, misalnya
anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh
(dengan demam ringan atau tanpa demam),
demam lama dengan penyebab yang tidak
jelas, serta batuk dan sesak nafas. TB milier
juga dapat di awali dengan serangan akut

27
berupa demam tinggi yang sering hilang
timbul (remittent), pasien tampak sakit berat
dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda
respiratorik belum ada. Lebih kurang 50%
pasien, limfadenopati superfisial,
splenomegali, dan hepatomegali akan terjadi
dalam beberapa minggu.

Pemeriksaan Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan Telah dilakukan


Fisik dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. penilaian tanda-tanda
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat vital pada pasien. Hasil
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada tanda-tanda vital RR,
permulaan (awal) perkembangan penyakit nadi, dan suhu tubuh
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan dalam batas normal.
kelainan.
Tidak ditemukan
Pemeriksaan fisik yang didapatkan
kelainan pada paru,
pada TB ekstra paru, antara lain:
terdapat pembesaran
 Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan KGB multiple di region
pemeriksaan fisik tergantung dari coli dan subklavikula
banyaknya cairan di rongga pleura. dextra dan sinistra
Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
 Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor),
kadang-kadang di daerah ketiak.
Pemeriksaan Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah rutin,
Penunjang diperoleh:

28
- Tidak ada perubahan hematologi yang RBC : 3,28x1012/L
spesifik pada TBC Milier. Laju endap WBC : 9,66x109/L
darah tidak informatif. Anemia HGB : 7,2 g/dL
biasanya ringan, namun pada kasus MCV : 68,8 fL
lama dan berat mungkin dijumpai MCH : 22 pg
anemia berat. Sering ditemui MCHC : 319 g/L
lekopeni, kadang-kadang lekositosis PLT : 1038x109/L
dan monositosis
- Trombositosis sekunder atau Pemeriksaan foto thorax
trombositosis reaktif, merupakan Kesan : Tuberkulosis
salah satu reaksi berlebih terhadap paru milier
kondisi yang dialami tubuh dan dapat
disebabkan oleh beberapa kondisi.
Antara lain disebabkan oleh reaksi
alergi, serangan jantung, latihan fisik,
infeksi (misalnya tuberkulosis),
kekurangan zat besi, kekurangan
vitamin, hingga kanker. Reaksi
berlebih ini memicu
pelepasan sitokin-sitokin yang
menyebabkan meningkatnya produksi
trombosit.

Pemeriksaan foto thoraks


Gambaran klasik Rongent foto dari TBC
Milier adalah gambaran badai salju (snow
storm appearance). Infiltrat-infiltrat yang
halus berukuran beberapa milimeter, tersebar
di kedua lapangan pandang paru. Lesi milier
dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu
2 - 3 minggu setelah penyebaran kuman secara

29
hematogen. Gambarannya sangat khas, berupa
tuberkel halus (millii) yang tersebar merata
diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang
khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-3
mm ).
Penatalaksan - Rawat Inap Pada pasien diberikan:
aan - Pengobatan TB Milier dilakukan dengan
- IVFD RL + 2 amp
pemberian OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
ketorolac 20 tpm
Kategori I dan kortikosteroid.
- Inj Metilprednisolon
1x125mg
- Domperidon 3x10mg
- Pro OAT
- Transfusi PRC 1
kolf/hari sampai
HB>10

Kolesistolitiasis

Aspek yang TEORI KASUS


dinilai

Anamnesis Definisi Pada pasien ini dijumpai


Kolesistolitiasis adalah penyakit batu nyeri perut kanan atas
empedu yang dapat ditemukan di dalam yang hilang timbul, nyeri
kandung empedu. Sebagian besar batu dirasakan tidak menjalar,
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk nyeri seperti diremas-
di dalam kandung empedu remas

Manifestasi Klinis
Batu yang terdapat dalam kandung empedu
sering tidak memberikan gejala

30
(asimtomatik). Dapat memberikan gejala
nyeri akut akibat kolesistitis, nyeri
bilier,nyeri abdomen kronik berulang
ataupun dispepsia, mual. Keluhan utamanya
berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik
bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit,
dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian

Pemeriksaan Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan Pada pasien ini ditemukan
Fisik dengan punktum maksimum didaerah letak nyeri tekan pada kuadran
anatomis kandung empedu. kanan atas

Pemeriksaan Ultrasonografi mempunyai derajat USG abdomen :


Penunjang spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi Kandung empedu : besar
untukmendeteksi batu kandung empedu dan dan bentuk baik, mukosa
pelebaran saluran empedu intrahepatik ireguler, batu (+) pasir
maupunekstra hepatik. Dengan USG juga Kesan : Kolesistolitiasis
dapat dilihat dinding kandung empedu
yangmenebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab
lain.
Penatalaksana Disolusi batu empedu. Agen disolusi yang Pada pasien diberikan:
an digunakan ialah asam ursodioksikolat. Pada Ursodeoxycholic acid
manusia, penggunaan jangka panjang dari 2x250mg
agen
ini akan mengurangi saturasi kolesterol pad
aempedu yaitu dengan mengurangi sekresi
kolesterol

31
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global tuberculosis report 2014. Geneva: World


Health Organization [diakses 21 November 2017]. Diunduh dari: URL:
http://www.who.int/tb/publications/ global_report/en/
2. Aditama, T.Y, dkk. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:
Depkes RI; 2011.
3. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis. Dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyunting. Buku ajar respirologi anak. Edisi pertama. Jakarta.
IDAI;2008.h.162-261.
4. PDPI. 2011. TUBERKULOSIS pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Halaman
5. Lessnau KD, Luise C, Masci JR, Talavera F, Glatt A, Cunha B. Miliary
Tuberculosis [Online] (diakses 22 november 2017). Diunduh dari URL :
https://emedicine.medscape.com/article/221777-overview#a1
6. Amin Zulkifli, Bahar Asril. Tubrkulosis paru. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk (Editor). Jakarta. Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam FK UI; 2007:2254-9
7. Madkour MM. Tuberculosis. In: Markour MM (ed). Miliary/disseminated
tuberculosis. Sprnger.Germany; 2003. h.273-300.
8. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Tuberkulosis. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI
9. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional
tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi IDAI;2007.

32

Vous aimerez peut-être aussi