Vous êtes sur la page 1sur 5

KRITIK ARSITEKTUR:

”GEDUNG KANTOR PUSAT BANK JABAR –


TIPOLOGI IMAGE DAN KEBERMAKNAAN ARSITEKTUR”

AR 4131 – TEORI & KRITIK ARSITEKTUR

ILMAN BASTHIAN S.
15205025

|Selayang Pandang

Tipe adalah gagasan, yang mana di dalamnya terdiri dari unsur-unsur dan
konstelasi antara unsur-unsur. Berbicara tentang tipe berarti membicarakan
sesuatu yang tidak memiliki locational attachment (bisa dijumpai di mana-mana)
dan personal attachment (bukan hanya merupakan karya perancang tertentu).
Pada kenyataannya tipe dapat (dan memang) dibuat, namun tipe tidaklah dapat
direncanakan. Kumpulan dari tipe-tipe yang
telah dianalisis dan dikelompokkan hingga
kemudian dapat ditarik sebuah
ilmu/pemahaman kita namakan sebagai
‘tipologi’.

Ada beberapa jenis tipe dalam


arsitektur, di antaranya tipe berdasarkan
image, atau ‘tipologi image’; yaitu
pengelompokan bangunan berdasarkan citra
visual yang disampaikannya. Secara mudah,
jenis tipe ini dapat kita lihat langsung dari
tampak visual bangunan tersebut.

Bandung adalah sebuah kota yang


dalam arsitekturnya terkenal dengan tipologi
image ‘art decorative’ atau ‘art deco’. Predikat
ini telah diakui secara internasional dengan
menempati urutan ke sembilan terbanyak di antara seluruh kota dunia dalam
jumlah koleksi bangunan art deco.
Gambar 1. Peta lokasi

1
|Sorotan Utama

Salah satu karya art deco di Bandung yang


menarik untuk kita amati adalah Gedung Kantor
Pusat Bank Jabar yang terletak di persimpangan t e r l i h a t b e b e r a p a
Jalan Braga dan Naripan. Sebagai karya arsitektur y a n g s e p e r t i b e r
lama, nilai-nilai historis pada bangunan tersebut a d v o k a t i f , p a d
yang menjadi semangat pada zamannya masih s e b e n a r n y a j u s
terjaga dan tetap terpancar hingga saat ini. Namun, m e n g e r d i l k
seiring dengan perkembangannya kemudian m a k n a a r s i t e k t u
terlihat beberapa upaya yang seperti bertujuan s e n d i r i
konservasi; advokatif terhadap image art deco,
padahal sebenarnya justru mengerdilkan makna arsitektur itu sendiri.

|Dari Masa Ke Masa


Gambar 2. DENIS Bank, 1936
Dibangun pada tahun 1935-1936
sebagai karya seorang arsitek
terkemuka Hindia Belanda, Albert
Frederik Aalbers (1897-1961).
Bangunan ini secara lebih khas
menampilkan gaya arsitektur art deco
berjenis streamlined moderne. Karya
pertama Aalbers di Kota Bandung
yang menjadi gedung kantor pusat
lembaga keuangan ini awalnya berada
dibawah kepemilikian pemerintah Hindia Belanda sebagai De Eerste Nederlandsch
Indische Spaarkas (Kas Simpanan Hindia Belanda yang Pertama) disingkat ‘DENIS
Bank’. Saat ini bangunan tersebut adalah kantor pusat untuk bank pembangunan
daerah milik pemerintah Jawa Barat,
Bank Jabar. Semangat pembaharuan,
dinamis, kepercayaan, respon
terhadap teknologi dan pergerakan
yang direpresentasikan oleh
streamlined moderne merupakan

Gambar 3. Bank Jabar, 2008

2
citra DENIS Bank kemudian ‘diwariskan’ dan dipergunakan dengan cocok pula
sebagai citra Bank Jabar.

Seiring dengan perkembangan aktifitasnya, sebagai arsitektur bangunan ini


secara semantik seolah menjadi tanda yang menunjukkan kekhasan Bank Jabar,
atau tidak lain kita sebut sebagai icon. Proses ikonisasi terjadi saat kebutuhan
lembaga untuk mendekatkan diri pada masyarakat dipenuhi dengan
pembangunan kantor-kantor cabang pada sejumlah lokasi yang secara image
serupa dengan kantor pusatnya.

|Fenomenologi
Fenomena di atas selain secara filosofis menggambarkan betapa arsitektur
sangat berperan dalam merepresentasikan citra dan nilai tertentu, juga yang
sangat penting menggambarkan bahwa secara praktis arsitektur digunakan untuk
mewujudkan sebuah sistem. Dalam hal ini sistem yang dimaksud adalah sistem
organisasi administratif, bahwa dalam kinerja sebuah lembaga ada kantor pusat
yang dibantu oleh kantor-kantor cabang sebagai pendekat kepada masyarakat.
Seluruh kantor tersebut, walau terletak pada lokasi-lokasi yang berjauhan, secara
visual bisa dipersepsi sebagai satu kesatuan karena menampilkan image yang
sama dalam bahasa arsitektur.

Gambar 4. Kantor Cabang


Namun dibalikBank
ituJabar di
semua,
bila Gambar
kita pahami lebih dalam lagi ternyata
Sukabumi 5. Kantor Cabang Bank Jabar di
fenomena tersebut tidak bisa dikatakan Depok sebagai perkembangan dalam
berarsitektur. Proses tersebut tidak lain hanyalah sebuah upaya meniru atau
membuat imitasi yang berdampak pada sejumlah ketidaksesuaian secara
kontekstual.

3
|Arsitektur Tempat dan Waktu

Dilihat dari aspek tempat, kita mengetahui bahwa tiap site adalah unik.
Karakter site yang berbeda seharusnya menuntun arsitek untuk menghasilkan
rancangan bangunan yang berbeda pula satu sama lain. Gedung Bank Jabar di
Jalan Braga berada pada kavling sudut. Lokasi site ini direspon dengan massa
bangunan yang menjorok menjauhi sudut untuk memberi ruang lebih dan
pertemuan antara garis-garis horizontal yang dilengkungkan secara halus
bertujuan untuk melunakkan sudut. Perbandingan skala antara lantai dasar yang
void dengan laintai-lantai atasnya yang masif merupakan penyesuaian terhadap
skala lingkungan sekitar. Terkait dengan manusia dan budaya, pada periode itu
Bandung merupakan kota yang banyak dihuni oleh hartawan Belanda, dengan
gaya hidup selalu menginginkan kebaruan, keunikan, dan berkiblat pada kota
mode dunia – Paris, sehingga arsitektur pun kurang lebih merefleksikan keadaan
tersebut. Gedung DENIS Bank saat itu pun termasuk karya yang unik dengan
mengambil gaya arsitektur terbaru yang bermula di Paris. Kesemua itu merupakan
respon bangunan terhadap site yang sifatnya khusus dan tidak bisa ditiru begtu
saja untuk bangunan di tempat yang lain.

Lokasi, lingkungan sekitar, ukuran, fitur fisik alam dan buatan, sirkulasi,
kebisingan, iklim, manusia, dan budaya perlu digali dan direspon dengan tepat
sehingga memberi kekhasan dalam arsitektur yang kita rancang. Tuntutan bahwa
arsitektur sebagai perwujudan sistem bukanlah menjadi halangan untuk
menciptakan kebaruan. Jika tuntutan tersebut dipadukan dengan karakter site
yang unik justru berpotensi untuk menghasilkan sebuah karya yang kreatif dan
inovatif, di luar yang bisa dibayangkan. Di situlah seharusnya peran arsitek.

Dilihat dari aspek waktu, tidak bisa disalahkan bahwa Gedung Kantor Pusat
Bank Jabar memang dirancang pada tujuh puluh tahun yang lalu sehingga belum
memprediksikan peningkatan kepadatan, perubahan gaya hidup, dan perubahan
iklim saat ini. Namun, bangunan-bangunan kantor cabang yang dirancang baru-
baru ini tidak bisa dengan begitu saja meniru bangunan lama yang menjadi kantor
pusat tersebut. Bahkan orang awam yang mendengarnya pun akan tertawa,
“bangunan masa kini dirancang meniru sebuah bangunan setua lebih dari tujuh
puluh tahun”. Walau dengan alasan mempertahankan sebuah konsep image,
arsitek tidak dapat menutup mata atau pura-pura tidak tahu bahwa bangunan
tersebut berdiri dan digunakan pada saat ini, dengan sederet isu-isu
perkembangan zaman yang penting.

4
|Cermin
Arsitektur ibarat menyelesaikan puzzle, yang kita kerjakan hanyalah satu
potongan kecil dari sebuah gambar yang lebih besar. Kita sama sekali tidak
melihat keindahan satu potongan kecil melainkan bagaimana indahnya saat
sebuah gambar yang lebih besar telah tersusun.

Arsitektur ibarat mengisi adegan sebuah film yang belum selesai. Genre
adegan yang kita masukkan harus sesuai dengan genre film secara keseluruhan,
jika tidak akan terjadi kekacauan. Terlalu banyak mengulang adegan yang sudah
selain menimbulkan kebosanan juga tidak akan membawa kita pada bagian akhir
yang paling diharapkan.

Gedung Kantor Pusat Bank Jabar adalah sepotong adegan yang telah
melengkapi filmya dengan baik. Begitu pun gedung-gedung kantor cabangnya
harus berupaya sedemikian baik dalam melengkapi jalan cerita filmnya, sehingga
pada bagian akhir dapat ditarik sebuah makna.

***

Vous aimerez peut-être aussi