Vous êtes sur la page 1sur 9

Kelompok 2 :

1. Dewi Nur Oktaviani (108116039)


2. Khotijah Safinaturrohmah (108116040)
3. Vivi Nurafni Septiana (108116051)
4. Anis Isfatun Khoeriyyah (108116055)
5. Novan Gumregah (108116064)

SELF-ESTEEM LANJUT USIA

1. Pengertian Self-Esteem
Branden (2001) mendefinisikan self-esteem sebagai cara pandang individu
terhadap dirinya, bagaimana seseorang menerima dirinya dan menghargainya
sebagai individu yang utuh. Nilai yang kita taruh atas diri kita sendiri
berdasar penilaian kita sejauhmana memenuhi harapan diri. Harga diri yang
tinggi merupakan nilai positif yang kita lekatkan pada diri yang berakar dari
penerimaan diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan dan kegagalan, tetapi tetap merasa sebagai seorang yang penting
dan berharga (Dariuszky, 2004).
Self-esteem adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998). Termasuk
persepsi individu akan sifat dan kemampuan, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek, tujuan
serta keinginan (Tarwoto & Wartonah, 2003). Self-esteem dipelajari melalui
kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan
individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan
pandangan orang lain tentang dirinya (Stuart dan Sunden, 1993; Kelliat,
1994).
Self-esteem adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis sejauh mana perilaku memenuhi ideal self. Frekuensi mencapai
tujuan mempengaruhi self-esteem. Jika individu selalu sukses maka
cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami gagal, cenderung
harga diri menjadi rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang
lain. Aspek utama adalah dicintai, kasih sayang dan menerima penghargaan
dari orang lain (Kelliat, 1994). Centi Paul (1993) menggambarkan self-
esteem sebagai penilaian diri terhadap sejauhmana self-image kita mencapai
ideal self. Semakin lebar jurang antara self-image dengan ideal self, maka
semakin rendah penilaian terhadap diri dan menimbulkan penolakan diri
(self-rejection).
Ideal self adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan cita-cita,
apa yang diinginkan dan nilai yang ingin dicapai. Ideal self akan mewujudkan
cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial, keluarga dan budaya
(Stuart dan Sunden, 1998).

2. Self-Esteem pada Lanjut Usia


Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi
kadang-kadang realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena kelemahan
(impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations),
ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) akibat dari aging
process. Keinginan yang tidak dapat dilaksanakan akibat keterbatasan ini
seringkali menimbulkan keraguan dan ketidakpercayaan diri lanjut usia (lack
of self-confidence).
Apabila keraguan yang serius dan terus menerus tentang diri sendiri serta
rasa ketidakmampuan menguasai pikiran dan perasaan, maka lansia akan
merasa rendah diri (inferiority complex) dengan bersikap amat negatif
terhadap diri, tidak menyukai diri dan pesimis terhadap segala kemungkinan
yang akan terjadi termasuk kehidupan masa depan (Centi Paul ,1993).
Menurut Dariuszky (2004), unsur penting dalam pertumbuhan perasaan
berguna dan self-esteem seseorang adalah pengakuan (approval). Pengakuan
oleh anak-anaknya dan oranglain sangat penting bagi lansia, yang berarti ada
penerimaan dari oranglain tentang kondisi dan perubahan pada dirinya
sebagai individu. Penerimaan orang lain menimbulkal rasa aman, penerimaan
diri (self-acceptance) dan peneguhan diri (self-affirmation) lansia sebagai
pribadi yang unik dan tetap terjaga eksistensinya. Apabila pengakuan dari
oranglain tidak didapatkan, maka lansia merasa tidak aman dan tidak dapat
menerima diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Lansia menjadi
tidak percaya diri (self-confident), selalu menanyakan eksistensi dirinya,
cenderung untuk menyalahkan diri dan memiliki self-esteem yang rendah.
Hilangnya harga diri (lack of self-esteem) timbul akibat kehilangan
simbol-simbol self-esteem yang mempengaruhi cara memandang dan
menjalani kehidupan. Pada lansia simbol-simbol self-esteem yang hilang
seperti status sosial, kekuasaan, peran dalam kehidupan, pekerjaan dan nilai-
nilai yang dianut (Dariuszky, 2004). Hilangnya simbol self-esteem ini
mengakibatkan lansia merasa tidak berguna, tidak berdaya, putus asa,
kekecewaan, rasa sesal, bersalah, dan mudah jatuh dalam depresi.
Menurut Maslow (Maramis, 2004), self-esteem merupakan salah satu
kebutuhan dari setiap individu yang harus dipenuhi untuk mencapai
aktualisasi diri sebagai puncak kebutuhan individu. Tetapi kebutuhan itu baru
akan dicapai apabila kebutuhan yang lebih dasar sudah terpenuhi, seperti
kebutuhan biologis, kebutuhan sandang, pangan dan papan, kebutuhan rasa
aman dan nyaman, dan kebutuhan kasih sayang. Kebutuhan akan self-esteem
berpengaruh terhadap motivasi seseorang untuk beraktifitas dan kreatifitas
untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain untuk pencapaian kebutuhan
yang paling tinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri.

3. Karakteristik Self-Esteem
Self-esteem berpengaruh besar terhadap kualitas dan kebahagiaan hidup
seseorang (Dariuszky, 2004). Seseorang yang memiliki self-esteem yang
tinggi akan merasa tenang, mantap, optimistis, mampu mengendalikan situasi
dirinya dan lebih mampu mengatasi masalah-masalah dan kesulitan hidup.
Sedangkan self-esteem yang rendah sering menimbulkan pesimistis dan
mudah menyerah terhadap permasalahan yang dihadapi.
Seseorang yang mempunyai harga diri tinggi akan memandang dirinya
sebagai seseorang yang berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sama
dengan apa yang ia inginkan. Harga diri yang rendah berhubungan dengan
hubungan interpersonal yang buruk dan menonjol pada klien skizofrenia dan
depresi (Stuart dan Sundeen, 1998).
Dariuszky (2004) memberikan karakteristik individu yang memiliki self-
esteem tinggi sebagai berikut :
a. Mempunyai harapan yang positif dan realistis atas usahanya maupun
hasil
b. dari usahanya.
c. Bersedia mempertanggungjawabkan kegagalan maupun kesalahannya.
d. Memandang dirinya sama dan sederajat dengan orang lainnya.
e. Cenderung melakukan aktivitas-aktivitas yang bertujuan untuk
memperbaiki atau menyempurnakan dirinya.
f. Tidak kuatir akan keselamatan hidupnya dan lebih berani mengambil
resiko.
g. Mempunyai bukti atau alasan yang kuat untuk menghargai dirinya
sendiri atas keberhasilan yang telah diraihnya.
h. Relatif puas dan bahagia dengan keadaan hidupnya dan kemampuannya
cukup bagus dalam hal penyesuaian diri.

Sedangkan ciri-ciri orang yang memiliki self-esteem yang rendah menurut


Dariuszky (2004) adalah :
a. Sulit menemukan hal-hal yang positif dalam
tindakan yang mereka lakukan
b. Cenderung cemas mengenai hidupnya dan
kurang berani mengambil resiko
c. Kurang menghargai keberhasilan yang
mereka raih
d. Mereka terlalu perduli akan tanggungjawab
atas kegagalan yang mereka perbuat dan mencari alasan untuk
membuktikan bahwa mereka salah
e. Merasa rendah diri ketika berhadapan
dengan oranglain
f. Tidak termotivasi untuk memperbaiki dan
menyempurnakan diri
g. Merasa kurang puas dan tidak bahagia
dengan hidupnya, dan tidak mampu menyesuaikan diri
h. Pikiran cenderung mudah terserang perasaan
putus asa, depresi dan niat bunuh diri.

Tanda dan gejala gangguan Self-esteem menurut Carpenito (2001) sebagai


berikut :
a. Pengungkapan diri negatif
b. Rasa bersalah atau malu
c. Evaluasi diri tidak mampu
menangani kejadian
d. Menghindari diskusi tentang topik
dirinya
e. Merasionalisasi
penolakan/menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan
balik negatif tentang diri.
f. Ketidakmampuan untuk
menentukan tujuan
g. Ragu-ragu untuk mencoba sesuatu
yang baru
h. Hipersensitif terhadap kritik ringan
i. Tanda dari keresahan seperti
marah, mudah tersinggung, keputusasaan, dan menangis
j. Mengingkari masalah nyata
k. Perilaku penyalahgunaan diri
(pengrusakan, usaha bunuh diri, penyalahgunaan zat, dan menjadi
korban)
l. Penampilan tubuh buruk (postur,
kontak mata, gerakan)
m. Merasionalisasi kegagalan pribadi
Stuart dan Sundeen (1993); Kelliat (1994), mengemukakan 10 cara individu
mengekspresikan secara langsung harga diri rendah yaitu :
a. Mengejek dan mengkritik diri sendiri
Individu mempunyai pandangan negatif tentang dirinya. Sering
mengatakan dirinya “bodoh”, “tidak tahu apa-apa” dan sikap negatip
terhadap diri.

b. Merendahkan/mengurangi martabat diri


Menghindari, mengabaikan atau menolak kemampuan yang nyata
dimiliki dan merasa tidak mampu melakukan apapun.
c. Rasa bersalah dan khawatir
Individu menolak diri dan menghukum diri sendiri, iritabel dan
pesimis terhadap kehidupan. Kadang timbul perasaan dirinya penting
yang berlebih-lebihan. Dapat juga ditemukan gejala fobia dan obsesi.
d. Manifestasi fisik
Keluhan tidak punya tenaga, cepat lelah, gejala psikosomatis, tekanan
darah tinggi, dan penyalahgunaan zat.
e. Menunda keputusan
Sangat ragu-ragu dalam mengambil keputusan, rasa aman terancam
dan ketegangan peran.
f. Masalah dalam berhubungan dengan oranglain
Menarik diri dan isolasi sosial karena perasaan tidak berharga. Kadang
menjadi kejam dan mengeksploitasi orang lain.
g. Menarik diri dari realitas
Kecemasan karena penolakan diri mencapai tingkat berat atau panik,
individu mungkin mengalami gangguan asosiasi, halusinasi, curiga,
cemburu dan paranoid.
h. Merusak diri
Harga diri yang rendah mendorong klien untuk mengakhiri kehidupan
karena merasa tidak berguna dan tidak ada harapan untuk hidup.
i. Merusak/melukai orang lain
Kebencian dan penolakan pada diri dapat dilampiaskan keorang lain
j. Kecemasan dan takut
Kekhawatiran menghadapi masa depan yang tidak jelas karena merasa
tidak mampu menjalani kehidupan. Pandangan hidup sering
terpolarisasi.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Esteem


Harga diri (self-esteem) bukanlah suatu sifat bawaan yang tidak dapat
diubah. Ia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suasana hati, kondisi
kesehatan, kehilangan sesuatu yang sangat dicintai, kehilangan pekerjaan,
pensiun dan lain-lain. Banyak orang yang tidak mampu mengatasi kondisi
seperti itu dan jatuh dalam kekalutan emosional dan tidak memiliki persepsi
yang sehat mengenai dirinya maupun lingkungan eksternalnya, sehingga
orang itu memiliki self-esteem yang rendah (Dariuszky, 2004).
Menurut Stuart dan Sundeen (1993); Kelliat (1994), stressor yang
mempengaruhi self-esteem adalah penolakan dan kurangnya penghargaan
dari orang lain, persaingan, kesalahan dan kegagalan yang berulang, cita-cita
yang tidak dapat dicapai, Ideal self yang tidak realistik dan gagal
bertanggungjawab terhadap diri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem menurut Carpenito (2001):


a. Patofisiologis
Berhubungan dengan perubahan penampilan, sekunder akibat dari
kehilangan bagian tubuh, kehilangan fungsi tubuh dan bentuk badan
berubah akibat dari trauma, pembedahan, dan cacat lahir.
b. Situasional (personal, lingkungan)
Berhubungan dengan tidak terpenuhinya kebutuhan, kurangnya
umpan balik, perasaan diabaikan sekunder akibat kematian orang
terdekat. Perasaan kegagalan akibat dari tidak bekerja, masalah
finansial, kehilangan pekerjaan, masalah perkawinan, dan
peningkatan/penurunan berat badan. Kegagalan disekolah, riwayat
ketidakefektifan hubungan dengan orangtua, riwayat penyalahgunaan
zat, penolakan orangtua, harapan yang tidak realistis dari orangtua,
hukuman yang tidak konsisten. Perasaan tidak berdaya dan/atau
kegagalan sekunder akibat dari institusionalisasi seperti penjara, rumah
sakit jiwa, panti asuhan, dan rumah penitipan.

c. Maturasional
Pada usia bayi dan usia bermain berhubungan dengan kurangnya
stimulasi dan kedekatan dengan orangtuanya, perpisahan dari
orangtua/orang terdekat, evaluasi negatif yang terus menerus oleh
orangtua, ketidakadekuatan dukungan orangtua, dan ketidakmampuan
untuk mempercayai orang terdekat.
Pada usia sekolah berhubungan dengan kegagalan mencapai
tingkat peringkat objektif, kehilangan kelompok sebaya, dan umpan
balik negatif berulang. Pada remaja berkait dengan jenis kelamin,
kehilangan kemandirian, gangguan hubungan teman sebaya, perubahan
dalam penampilan, masalah-masalah pelajaran, dan kehilangan orang
terdekat.
Pada usia baya dan lanjut usia berhubungan dengan perubahan
yang berkaitan dengan proses penuaan, kehilangan (orang, finansial,
pensiun), perasaan kosong (emptyness syndrome), kesendirian, dan
kesepian.
d. Sumber eksternal dan internal
Kekuatan dan perkembangan pada individu sangat berpengaruh
terhadap self-esteem. Pada sumber internal, misalnya orang yang
humoris koping individunya lebih efektif. Sumber eksternal misalnya
adanya dukungan dari masyarakat, dan ekonomi yang kuat.
e. Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan self-
esteem seseorang, dan frekuensi gagal yang sering mengakibatkan
rendahnya self-esteem.

https://www.academia.edu/29141138/aspek_psikososial_lanjut_usia diunggah
oleh L. Azizah 30 maret 2019 pukul 11.51
Kartinah, Sudaryanto A. (2008). Masalah Psikososial Pada Lanjut Usia. Berita
Info Keperawatan. 1(1).

Vous aimerez peut-être aussi