Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NPM : 18420005
ANALISIS
ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI PUSKESMAS
KAMPUS PALEMBANG TAHUN 2015
PENDAHULUAN
Di Indonesia angka kematian ibu masih merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan
masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia menempati urutan teratas di Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKI hasil SDKI
tahun 2002-2003 yang mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup.1
Dalam komitmen internasional Millenium Development Goals (MDGs),
penurunan kematian ibu melahirkan menjadi salah satu dari delapan tujuan (goals)
yang dirumuskan. Komitmen tersebut dituangkan Indonesia dalam arah
pembangunan jangka panjang kesehatan Indonesia tahun 2005-2025, yakni :
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap
pelayanan kesehatan yang mencakup, meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH)
dari 69 tahun pada tahun 2005 menjadi 73,7 tahun pada tahun 2025, menurunnya
Angka Kematian Bayi (AKB) dari 32,3 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun
2005 menjadi 15,5 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2025, dan menurunnya
AKI dari 262 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 74 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2025. 2
Berdasarkan indeks pembangunan manusia, Indonesia menempati urutan
ke-111 pada tahun 2009. Peringkat ini pun tidak bergeser dari tahun-tahun
sebelumnya. Selain bidang pendidikan dan ekonomi, bidang kesehatan memegang
peranan penting dalam permasalahan ini karena indikator perhitungan indeks
pembangunan manusia meliputi aspek kesehatan. Dua di antaranya adalah Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
Saat ini status kesehatan ibu di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai
dengan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 228 per 100,000
kelahiran hidup (SDKI, 2007). Meskipun telah mengalami penurunan jika
dibandingkan pada tahun 2002-2003, yaitu 307 per 100.000 KLH, angka ini masih
merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti
Malaysia (62), Srilanka (58), and Philipina (230). Angka kematian ibu saat
melahirkan yang telah ditargetkan dalam MDGs pada tahun 2015 adalah 110,
dengan kata lain akselerasi sangat dibutuhkan sebab pencapaian target tersebut
masih cukup jauh.
Di Palembang, AKI pun tergolong cukup tinggi. AKI Kota Palembang
berdasarkan Laporan Indikator Database 2005 UNFPA 6th Country Programme
adalah 317 per 100.000 kelahiran, lebih rendah dari AKI Propinsi Sumsel sebesar
467 per 100.000 kelahiran. Jumlah kematian ibu tahun 2006 di Kota palembang
sebanyak 15 orang dengan penyebabnya yaitu eklampsia, perdarahan postpartum,
karsinoma faring, stroke, gagal ginjal, placenta acreta, emboli air ketuban, post
section caesarean, kelainan jantung dan lain-lain.3
Jumlah kematian ibu tahun 2010 di Kota palembang sebanyak 10 orang
dengan penyebabnya yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan, pre
eklampsia, dan kelainan jantung & sesak nafas (sumber data Bidang Pelayanan
Kesehatan Kota Palembang, 2010). Sedangkan yang diharapkan tahun 2010
adalah 125/100.000 kelahiran hidup (sumber data Depkes).3
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui
peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus
risiko tinggi secara memadai, pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh
tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta
pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif
(PONEK) yang dapat dijangkau.4
Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan kebijakan dan berbagai
upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, antara lain dengan
kegiatan Gerakan Sayang Ibu (GSI), Strategi Menyelamatkan Persalinan Sehat
(Making Pregnant Safer) dan penggunaan buku KIA.
Puskesmas salah satu kesatuan organisasi kesehatan fungsional tingkat
pertama yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat. Puskesmas
adalah pelaksana teknis Dinas Kesehatan, bertangung jawab terhadap upaya
penyelenggaraan kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.5
Angka Kematian Ibu di Puskesmas Kampus tidak ditemukan. Namun
dalam pelaksanaannya masih terdapat hambatan dan kendala seperti tidak tercatat
dengan baik ibu hamil yang mengalami komplikasi dalam kehamilan dan ibu
hamil yang termaksud faktor resti. 6 Selain itu, belum diadakannya evaluasi secara
mendalam mengenai pendataan AKI dan komplikasi dalam kehamilan di
Puskesmas Kampus Palembang. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan
analisis masalah mengenai ketidak adanya pendataan mengenai AKI dan
pendataan komplikasi dalam kehemilan dan faktor resti di Puskesmas Kampus
Palembang.
Dengan contoh dari cakupan yang Kunjungan antenatal care yang dibagi
menjadi Kunjungan 1 (K1) sebesar 95%, K4 sebesar 90%, pendeteksian ibu
hamil, bersalin, dan nifas oleh tenaga kesehatan sebesar 20%, pendeteksian ibu
hamil, bersalin, dan nifas oleh masyarakat sebesar 75%.
Kematian ibu adalah kematian dari setiap wanita waktu hamil, persalinan,
dan dalam 90 hari sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, tanpa
memeperhitungkan tuanya kehamilan dan tindakan yang dilakukan untuk
mengakhiri kehamilan (WHO).
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah banyaknya kematian perempuan pada
saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama
dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau
pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran
hidup.9
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian
dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya
kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan, terjatuh dll (Budi, Utomo. 1985).
B. Kegunaan
Informasi mengenai tingginya MMR (maternal mother rate) akan
bermanfaat untuk pengembangan program peningkatan kesehatan reproduksi,
terutama pelayanan kehamilan dan membuat kehamilan yang aman bebas risiko
tinggi (making pregnancy safer), program peningkatan jumlah kelahiran yang
dibantu oleh tenaga kesehatan, penyiapan sistim rujukan dalam penanganan
komplikasi kehamilan, penyiapan keluarga dan suami siaga dalam menyongsong
kelahiran, yang semuanya bertujuan untuk mengurangi Angka Kematian Ibu dan
meningkatkan derajat kesehatan reproduksi.
C. Cara Menghitung
Kemudian kematian ibu dapat diubah menjadi rasio kematian ibu dan
dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan
angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian
maternal per 100.000 kelahiran
Rumus
Dimana:
Jumlah kelahiran Hidup adalah banyaknya bayi yang lahir hidup pada
tahun tertentu, di daerah tertentu.
Contoh
Berdasarkan data SDKI 2002 - 2003, Angka Kematian Ibu atau Maternal
Mortality Ratio(MMR) di Indonesia untuk periode tahun1998-2002, adalah
sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup.
D. Keterbatasan
Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada
kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal
meningkat kembali setelah usia 30-35 tahun.
b. Paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut pandang
kematian maternal. Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih
baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan
Keluarga Berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak
direncanakan.
2. Komplikasi Obstetri
Perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri atau sisa
plasenta sering berlangsung sangat banyak dan cepat. Renjatan karena perdarahan
banyak segera akan disusul dengan kematian maternal, jika masalah ini dapat
diatasi secara cepat dan tepat oleh tenaga yang terampil dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang memadai.
b. Eklampsia
e. Sepsis
Sepsis sebagai faktor penting lain penyebab kematian ibu sering terjadi
karena kebersihan (hygiene) yang buruk pada saat persalinan atau karena penyakit
menular akibat hubungan seks yang tidak diobati. Sepsis ini berkontribusi pada 10
persen kematian ibu (rata-rata dunia 15 persen). Deteksi dini terhadap infeksi
selama kehamilan, persalinan yang bersih, dan perawatan semasa nifas yang benar
dapat menanggulangi masalah ini. Partus lama, yang berkontribusi bagi sembilan
persen kematian ibu (rata-rata dunia 8 persen), sering disebabkan oleh disproposi
cephalopelvic, kelainan letak, dan gangguan kontraksi uterus.
Risiko kematian ibu dapat diperparah oleh adanya anemia dan penyakit
menular seperti malaria, tuberkulosis (TB), hepatitis, dan HIV/AIDS. Pada 1995,
misalnya, prevalensi anemia pada ibu hamil masih sangat tinggi, yaitu 51 persen,
dan pada ibu nifas 45 persen.13
Anemia pada ibu hamil mempuyai dampak kesehatan terhadap ibu dan
anak dalam kandungan, meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi
dengan berat lahir rendah, serta sering menyebabkan kematian ibu dan bayi baru
lahir. Faktor lain yang berkontribusi adalah kekurangan energi kronik (KEK).
Pada 2002, 17,6 persen wanita usia subur (WUS) menderita KEK.14
Tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, faktor budaya, dan akses
terhadap sarana kesehatan dan transportasi juga berkontribusi secara tidak
langsung terhadap kematian dan kesakitan ibu. Situasi ini diidentifikasi sebagai “3
T” (terlambat).
Yang pertama adalah terlambat deteksi bahaya dini selama kehamilan,
persalinan, dan nifas, serta dalam mengambil keputusan untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan ibu dan neonatal. Kedua, terlambat merujuk ke fasilitas
kesehatan karena kondisi geografis dan sulitnya transportasi. Ketiga, terlambat
mendapat pelayanan kesehatan yang memadai di tempat rujukan.
Pelayanan kesehatan merupakan tantangan berikutnya yang perlu
ditangani. Termasuk di dalamnya adalah kualitas pelayanan yang disediakan oleh
pemerintah dan swasta serta penanganan disparitas akses pada kelompok rentan
dan miskin. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah bidan di desa (BDD) yang
menyediakan pelayanan bagi kelompok rentan dan miskin telah menurun 15.
Sedangkan kematian ibu umumnya disebabkan perdarahan (25%), infeksi
(15%), pre-eklampsia / eklampsia (15%), persalinan macet dan abortus.
Mengingat kematian bayi mempunyai hubungan erat dengan mutu penanganan
ibu, maka proses persalinan dan perawatan bayi harus dilakukan dalam sistem
terpadu di tingkat nasional dan regional.16
Penyebab kematian juga bisa bersumber dari aspek medis, sosial, budaya,
dan agama:
a. Aspek medis meliputi:
perdarahan (45,2%), eklamsia (12,9%), komplikasi aborsi (11,1), sepsis
postpartum (9,6%), persalinan lama (6,5%), anemia (1,6%) dan penyebab
tidak langsung (14,1%).
b. Aspek sosial, antara lain:
Suami/keluarga tidak mengetahui dan tidak tanggap terhadap
kondisi setiap ibu hamil yang beresiko.
Sikap individualistik masyarakat yang menganggap kelahiran
adalah tanggung jawab keluarga saja.
Anggaran untuk kesehatan ibu hamil (bumil) dan ibu bersalin
(bulin) dalam rumah tangga masih dianggap tidak penting.
Pelayanan persalinan yang tidak terjangkau oleh masyarakat
kurang mampu.
c. Aspek Agama, antara lain:
Menganggap krisis selama persalinan merupakan hal yang biasa
karena meninggal ketika bersalin adalah mati syahid.
Menganggap hamil dan bersalin sebagai kodrat perempuan: tidak
memperlakukan khusus bumil dan bulin.
Jarangnya kajian agama yang memperbaharui anggapan tentang
peran suami/masyarakat dalam membantu bumil dan bulin.
Sikap pimpinan agama yang cenderung mempunyai banyak anak
(melakukan 4-terlalu: sering, muda, banyak, tua.
d. Aspek Budaya:
Terlalu banyak tabu yang merugikan bagi bumil dan bulin, baik
dalam makan maupun sikap.
Hamil dan persalinan dianggap peristiwa alami yang biasa.
Suami tidak sensitif; beban kerja rumah tangga bumil dan
tanggung jawabnya mencari nafkah masih sama seperti biasanya.
Adanya bias gender; proses pengambilan keputusan masih di
tangan laki-laki, yakni suami, bapak, mertua, bahkan untuk
keperluan periksa hamil dan persalinan.
Indikator Kinerja
Faktor resti dapat diidentifikasi sedini mungkin sehingga dapat mengatasi
akibat dari resti itu sendiri dan menurunkan angka kematian ibu.
Telah banyak upaya yang dilakukan dalam menurunkan AKI dan AKB.
Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe
motherhood dan mulai tahun 2001telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional
making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah :
1. Sebab dan faktor-faktor terkait dalam kesakitan / kematian ibu dan perinatal
2. Tempat dan alasan berbagi sistem dan program gagal dalam mencegah
kematian
3. Jenis intervensi yang dibutuhkan
2. PONED 21
3. GSI 22
GSI yang kegiatannya ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI
diarahkan agar mampu mendorong masyarakat untuk berperan aktif dan
mengembangkan potensinya dengan melahirkan ide-ide kreatif dalam
melaksanakan GSI di daerahnya. Kegiatan-kegiatanya antara lain:
Dimana:
3. Pelayanan Laboratorium
a) Pemeriksaan urine rutin
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Tes kehamilan
d) Tes BTA untuk pasien suspek Tuberkulosis
4. Klinik Sehat Gilingan Mas
a) Pelayanan Gizi
i. Pemberian Vit. A dan garam beryodium
ii. Konsultasi balita BGM dan Obesitas
iii. Konsultasi bayi / balita sakit
iv. Konsultasi gizi rujukan dari BP Umum/KIA
b) Pelayanan Imunisasi
i. BCG
ii. Polio
iii. DPT
iv. Hepatitis
v. Campak
vi. TT calon pengantin
vii. Anti Tetanus Serum
c) Pelayanan Sanitasi
i. Memberikan konsultasi/penyuluhan penyakit akibat faktor
lingkungan
ii. Memberikan konsultasi tentang rumah sehat, jamban, dll
5. Lain-lain
a) Posyandu Balita di 17 Posyandu,
b) Posyandu Lansia di 17 Posyandu
c) UKS/UKGS di 10 SD/MI
d) UKGMD di 17 Posyandu
e) Serta melakukan kunjungan rumah pasien bagi pasien-pasien yang
membutuhkan.
Pel. Kes. Wajib Pel. Kes. Pengembangan Pel. Kes. Wajib Pel. Kes. Pengembangan
- Promkes - Keperawatan - KIA serta KB - Keperawatan
- Kesling kesehatan - Perbaikan gizi kesehatan
- P2M/P2TM - Kesehatan sekolah masyarakat - Kesehatan mata
- KIA serta KB - Kesehatan olahraga - Pengobatan - Gigi dan Mulut
- Perbaikan Gizi - Tradisional - P2M/P2TM - Kesehatan Jiwa
Masyarakat - Kesehatan kerja - Kesehatan Usila
- Kesehatan USILA
Kartu Skor Poedji Rochjati merupakan kartu skor untuk digunakan sebagai
alat skrening antenatal berbasis keluarga guna menemukan faktor risiko ibu hamil,
yang selanjutnya dilakukan upaya terpadu untuk menghindari dan mencegah
kemungkinan terjadinya upaya komplikasi obtetrik pada saat persalinan. Setiap
ibu hamil diberi skor dengan ketentuan sebagai berikut.24
1. Skor 2: Kehamilan Risiko Rendah (KRR)
Untuk umur dan paritas pada semua ibu hamil sebagai skor awal
2. Skor 4: Kehamilan Risiko Tinggi (KRT)
Untuk tiap faktor risiko
3. Skor 8: Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST)
Untuk bekas operasi sesar, letak sungsang, letak lintang, perdarahan
antepartum dan pre-eklamsia berat / eklamsia.
Format kartu skor ini disusun dengan format kombinasi antara checklist
dan sistem skor. Checklist dari 19 faktor resiko dengan skor untuk masing-masing
tenaga kesehatan maupun non kesehatan PKK (termasuk ibu hamil, suami dan
keluarganya) mendapat pelathan dapat menggunakan dan mengisinya. Ibu hamil
dengan SKOR 6 atau lebih, dianjurkan bersalin dengan tenaga kesehatan,
sedangkan bila skor 12 atau lebih, ibu hamil dianjurkan bersalin di RS / SpOG.24
Metode
Manusia
Kerjasama tim yg
Petugas KIA ditunjuk utk melakukan
Petugas belum paham apa merangkap pendataan dengan pihak
saja yang dilakukan untuk tugas lain tenaga medis, pejabat
daerah, dan kader Masih adanya
pendataan AKI
kesehatan kurang hambatan dalam
pelaksanaan
mendeteksi Angka
Belum dimasukkannya Kematian Ibu di
anggaran dana wilayah kerja
Sikap warga sekitar
kunjungan rumah pada
Transportasi dana BOK yang tidak acuh Puskesmas
khusus ke rumah terhadap kematian Kampus
warga tidak ada maternal.
Dana puskesmas
untuk kegiatan
terbatas