Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi
alam terseut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia
menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia
dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam.
Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa
“bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor
alam dan/non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis”.
1
konflik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Lembaga/Organisasi apa saja yang terlibat dalam penangulan bencana di
Indonesia?
2. Bagaimana peranan BPBD dalam penanggulangan bencana d i I n d o n e s i a ?
3. Bagaimanakah panduan dan/atau regulasi yang digunakan dan dijadikan pedoman
oleh BPBD dalam penanggulangan bencana?
4. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat Peran BPBD dalam
Penanggulangan Bencana?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan dan mengulas terkait dengan pengetahuan kebencanaan.
2. Untuk mengetahui lembaga dan organisasi yang berperan dalam penanggulangan
bencana di indonesia
3. Untuk mengetahui, menganalisis dan mendeskripsikan fungsi dan tugas BPBD dalam
penanggulangan bencana di Indonesia
4. Untuk mengetahui dasar hukum panduan/regulasi yang digunakan oleh BPBD dalam
penanggulangan bencana di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Kebijakan
Menurut Abdullah (1987, 398) terdapat tiga unsur penting dalam proses
pelaksanaan kebijakan, antara lain 1) Adanya kebijakan yang dilakukan, 2) Target grup,
yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima
manfaat dari kebijakan tersebut dalam bentuk perubahan dan peningkatan, dan 3) Unsur
pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.
Salah satu model pelaksanaan/ implementasi program menurut David C. Korten
adalah model kesesuaian implementasi kebijakan. Menurut Korten (dikutip dari
Tarigan, 2000, 19) dapat dijelaskan bahwa dalam Pelaksanaan atau implementasi
program terdiri dari tiga elemen yaitu program itu sendiri, kelompok sasaran atau
pemanfaat program, dan pelaksana program dalam struktur organisasi. Pelakasanaan
program dapat dikatakan berhasil jika memenuhi tiga elemen implementasi program di
atas. Yang pertama, yaitu kesesuaian antara program dengan apa yang dibutuhkan oleh
kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi
pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan
kemampuan organisasi pelaksanaan. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat
dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan untuk
dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok
sasaran program.
B. Penanggulangan Bencana
Kesadaran akan pentingnya upaya pengurangan risiko bencana mulai muncul
pada dekade 1900-1999 yang dicanangkan sebagai Dekade Pengurangan Risiko
Bencana Internasional. Beberapa konferensi tingkat dunia diinisiasi oleh United
Nations International Strategy or Disaster Risk Reduction (UN-ISDR) yang merupakan
salah satu badan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) yang ditugaskan untuk mengawal
Dekade Pengurangan RisikoBencana Internasional. Menutut Carter dalam Hadi
Purnomo tahun 2010, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu
pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan analisis
3
bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures) terkait dengan preventif
(pencegahan), mitigasi (pengurangan), persiapan, respon darurat dan pemulihan.
Sehingga menurutnya, tujuan dari Manajemen Bencana tersebut diantaranya, yaitu
mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban bencana,
mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada pengungsi atau
masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya terancana.
Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana terdapat Ketentuan Umum yang mendefinisikan penyelenggaraan
Penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahaan bencana,
tanggap darurat dan rehabilitasi. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana dalam Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana,
tanggap darurat, dan rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas
penanggulangan bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam
hukum dan pemerintahan, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan
kepastian hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Selanjutnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Pada pasal 5, dinyatakan
bahwa pelaksanaan penanggulangan bencana ini membutuhkan Rencana
Penanggulangan Bencana yang disusun pada situasi tidak terjadi bencana. Diamanatkan
kembali pada pasal 6 bahwa setiap Provinsi wajib menyusun Rencana Penanggulangan
Bencana. Sebagaimana UU No. 24 tahun 2007, Peraturan Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Nomor 04 tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Penanggulangan Bencana juga menyebutkan bahwa penanggulangan encana
terdiri dari beberapa fase, yaitu fase pencegahan dan mitigasi, fase kesiapsiagaan, fase
tanggap darurat dan fase pemulihan.
4
C. Lembaga dan Organisasi yang berperan dalam penanggulangan bencana di
Indonesia
5
2. Kementerian Sosial
Kementerian Sosial Republik Indonesia (disingkat Kemensos), dahulu
Departemen Sosial (disingkat Depsos) adalah kementerian yang mempunyai tugas
menyelenggarakan dan membidangi urusan dalam negeri di dalam pemerintahan untuk
membantu presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan negara di bidang sosial baik
di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota. Kementerian Sosial dipimpin oleh
seorang Menteri Sosial (Mensos) yang sejak tanggal 17 Januari 2018 dijabat oleh Idrus
Marham.
Tugas Kementerian Sosial, Berdasarkan Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2015
tentang Kementerian Sosial, dinyatakan bahwa Kementerian Sosial mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir miskin untuk membantu Presiden
dalam menyeleng- garakan pemerintahan Negara. dan inklusivitas.
Fungsi kemeterian sosial meliputi:
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Kementerian Sosial
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial, perlindungan sosial, dan penanganan fakir
miskin.
Penetapan kriteria dan data fakir miskin dan orang tidak mampu.
Penetapan standar rehabilitasi sosial.
Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Kementerian Sosial.
Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Sosial.
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Sosial.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
Kementerian Sosial di daerah.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan
kesejahteraan sosial, serta penyuluhan sosial.
Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi
di lingkungan Kementerian Sosial.
6
3. Palang Merah Indonesia
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi netral dan independen
di Indonesia yang aktivitasnya di bidang sosial kemanusiaan. PMI dibentuk oleh bangsa
Indonesia sendiri meskipun sangat banyak dipengaruhi oleh asas gerakan Palang Merah
yang sifatnya universal. PMI dibentuk mula-mula didasari atas dorongan jiwa
kemanusiaan dan kesadaran nasional. Dalam melaksanakan seluruh kegiatannya, PMI
selalu memegang teguh tujuh prinsip palang merah dan bulan sabit merah internasional
yaitu kemanusiaan, kesukarelaan, kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan
kesemestaan. Sampai saat ini PMI memiliki 33 PMI daerah yang berada di provinsi-
provinsi dan sekitar 408 PMI cabang di tingkat kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Saat ini, kantor pusat PMI bermarkas di Jalan Jendral Gatot Subroto Kav. 96 Jakarta.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Indonesia yang lebih kita kenal
dengan BMKG merupakan lembaga pemerintahan non departemen yang mempunyai
tugaspokok yaitu melaksanakan tugas pemerintahan di bidang Meteorologi,
Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Tapi sebagian besar penduduk Indonesia mungkin tidak
mengetahui dengan jelas apakah maksud tugas di bidang Meteorologi, Klimatologi,
Kualitas Udara, dan Geofisika tersebut.
7
BMKG mempunyai tugas :
8
Pembinaan dan koordinasi pelaksanaan tugas administrasi di lingkungan
BMKG;
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BMKG;
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BMKG;
Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang meteorologi,
klimatologi, dan geofisika.
Menyangkut dengan penanggulangan bencana, BMKG juga berfungsi untuk
memberikan informasi tentang tanda-tanda bencana alam, memberikan seminar atau
pelatihan sebagai pengetahuan agar memiliki edukasi tentang bagaimana cara
menyelamatkan diri atau mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana alam. Peran
BMKG dalam penanggulangan bencana juga untuk memprediksi keadaan cuaca di titik
terjadinya gempa dengan mengetahui keadaan cuaca di tempat terjadi gempa maka
berfugsi sebagai jenis penanganan yang harus dilakukan.
Sementara itu, penanganan bidang sumber daya air pasca bencana banjir dengan
upaya struktural antara lain dengan menjaga daerah aliran sungai, menjaga daya rusak
air dan pembangunan waduk di beberapa lokasi. Sedangkan di non struktural dengan
melakukan koordinasi antar daerah. Di bidang jalan agar diupayakan jalan fungsional
dan dapat menyentuh penanganan yang lebih permanen, serta memodernisasi sistem
jaringan jalan. Hal tersebut diperlukan untuk meningkatkan keandalan jalan untuk
peningkatan pelayanan distribusi barang dan jasa
9
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air menyelenggarakan fungsi:
perumusan kebijakan di bidang konservasi sumber daya air, pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak air pada sumber air permukaan,
dan pendayagunaan air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air yang terpadu dan
berkelanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan
sumber daya air;
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengelolaan sumber daya
air;
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan sumber daya air;
pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri
10
(dua) seksi. Untuk regulasi dan panduan dalam penanggulangan bencana telah di atur
didalam pasal 401 sampai dengan pasal 424.
11
Tugas :
Badan Informasi Geospasial mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang Informasi Geospasial.
Fungsi :
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2Perpres Nomor 94
Tahun 2011, BIG menyelenggarakan fungsi :
12
o Perumusan, penyusunan rencana, dan pelaksanaan pengawasan fungsional.
Dalam bidang kesiapsiagaan, penyiapan data sumber daya yang akurat dari
semua komponen yang terlibat dalam kebencanaan sangat dibutuhkan.
Pengidentifikasian dan pendataan sumber daya yang siap untuk digerakkan atau
dikerahkan akan mempengaruhi respon terhadap kejadian bencana sehingga dapat
meminimalisasi dampak dari kejadian bencana tersebut, baik berupa korban maupun
materi. Sedangkan pada masa awal tanggap darurat (72 jam pertama) dibutuhkan
kecepatan dalam penanganan bencana, salah satunya adalah menyiapkan data sumber
daya baik sumber daya manusia maupun peralatan.
13
D. Panduan dan Regulasi Penanggulangan Bencana
Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang dalam
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Penanggulangan bencana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut memuat
aktivitas yaitu pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian
kerja holistik-berkesinambunga dengan kerangka menyukseskan pembangunan.
14
1. Pra bencana yang meliputi:
- situasi tidak terjadi bencana
- situasi terdapat potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan
dalam situasi terjadi bencana
3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat
setelah terjadi bencana
15
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana
Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi
dan rekonstruksi yang dilakukan pada pasca bencana.
Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang
dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.
16
D. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana
penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bencana adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alam yang tidak mungkin
kita hindari dari kehidupan manusia, Banyak masalah yang berkaitan dengan bencana
alam. Kehilangan dan kerusakan termasuk yang paling sering harus dialami bersama
datangnya bencana itu. Harta benda dan manusia terpaksa harus direlakan, dan itu
semua bukan masalah yang mudah. Dan juga terhambatnya laju perekonomian daerah
tersebut. Dalam upaya meminimalisir dampak yang akan di timbulkan dari suatu
bencana, manusia harus memiliki sikap dan kebijakan, salah satunya adalah dengan
cara membentuk suatu lembaga atau organisasi yang fungsi nya adalah sebagai
penanggulangan suatu bencana. Di Indonesia sendiri terdapat banyak lembaga-lembaga
atau organisasi sosial yang memiliki fungsi salah satunya adalah fungsi
penanggulangan bencana.
18