Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
NPM : 18420010
ANALISIS
ANGKA KEMATIAN ANAK (AKB) DI
POSYANDU KOTA PEKALONGAN
TAHUN 2012
12 11.8
10
9.3 9.23
8 8.25
6.8 Angka Kematian
6 6.06 Bayi (per 1000 KH)
5.36
4
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
2
kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, terutama
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Posyandu di Kota Pekalongan jumlah kader yang aktif mencapai 2048
orang dari 2148 orang total kader atau sekitar 5 orang per posyandu. Berdasarkan
tingkat kemandiriannya, sejumlah 399 posyandu dikategorikan menjadi 4 tingkat
yaitu: posyandu pratama, madya, purnama, dan mandiri. Adapun kriteria masing-
masing tingkatan Posyandu dapat dilihat pada tabel 1.
PENYELESAIAN MASALAH
60.00
49.74 50.38
50.00 44.84
38.2140.05
40.00 34.34
30.00
20.00 15.1115.29
10.00 7.18
4.87
0.00 0.00
0.00
pratama madya purnama mandiri
3
Gambar 2. Tren Strata Posyandu di Kota Pekalongan
(Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, 2012)
Posyandu sebagai garda terdepan memiliki peran penting dalam pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat, termasuk kesehatan bayi. Tindakan rujukan
oleh posyandu ke puskesmas penting dilakukan dan bersifat amat segera setelah
terdeteksi adanya warning berbahaya pada bayi untuk mendapatkan pelayanan
yang lebih baik di tingkat puskesmas. Keterlambatan rujukan ini dapat
membahayakan kesehatan bayi. Kualitas pelayanan posyandu yang tergambarkan
dari strata Posyandu yang baik seharusnya menjamin peningkatan kesehatan bayi
atau dapat menurunkan angka kematian bayi, namun data menunjukkan
peningkatan AKB cukup signifikan di dua tahun terakhir berturut turut 9,23/1000
KH dan 11,8/1000 KH.
Pemberian rujukan ke puskesmas dapat dilakukan oleh Posyandu maupun
tenaga medis Bidan desa. Namun pemberian rujukan ini masih memiliki beberapa
hambatan. Penelitian oleh Budi (2012) menunjukkan terdapat berbagai hambatan
pemberian rujukan oleh bidan desa, di antaranya: belum semua bidan melakukan
perencanaan dan persiapan P4K, sulitnya penggunaan dana jamkesmas/ jampersal
untuk mendukung proses pasien selama rujukan, belum adanya sistem yang
mendukung tersedianya ambulan desa, serta rendahnya pengetahuan ibu hamil/
keluarga. Hal-hal tersebut menyebabkan bidan desa terlambat dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan rujukan serta belum maksimalnya penggunaan
sistem informasi pelayanan kesehatan ibu. Penelitian lainnya oleh Ristrini dkk
(2012) di Jawa Timur, Kalimantan Selatan,dan Sulawesi Selatan menunjukkan
hambatan pelaksanaan rujukan lebih teridentifikasi dari faktor bidan desa, dukun,
dan keluarga. Menurutnya, Pengetahuan dukun, keluarga di daerah pedesaan dan
terpencil sangat kurang, karena pelatihan dukun dulu lebih difokuskan pada
pertolongan persalinan dan sekarang tidak ada pelatihan dukun. Selain itu
pengambil keputusan persalinan sebagian besar adalah suami/ orang tua, dan
penyuluhan yg dilakukan oleh Nakes sasarannya adalah ibu hamil bukan pada
suami/orang tua ibu hamil. Kondisi ekonomi yang sangat miskin mengakibatkan
tidak mampu untuk membawa ibu bersalin ke fasilitas yang baik, di samping
biaya, juga anak tidak ada yg mengurus di rumah. Adanya dorongan yg besar dari
keluarga untuk bersalin di rumah, karena adanya keyakinan bahwa bersalin di
rumah itu lebih baik.
4
Berbagai hambatan tersebut menantang posyandu untuk terus
meningkatkan upaya pelaksanaan rujukan untuk percepatan penurunan angka
kematian bayi (AKB). Kesiapan posyandu dalam melakukan rujukan sejauh ini
belum pernah dievaluasi baik sumber daya pendukung maupun model deteksi
dininya. Sebagai ujung tombak rujukan dasar ke puskesmas, dari aspek sarana
dan kinerja posyandu sudah baik dengan mengacu pada data strata posyandu.
Namun sejauh ini belum diketahui sejauhmana kemampuan kader melakukan
deteksi dini masalah kesehatan bayi melalui pelayanan hari buka posyandu.
Berdasarkan data rekapitulasi kunjungan ke posyandu yang diambil secara
sampling di beberapa posyandu menunjukkan bahwa kunjungan bayi pertama kali
ke posyandu pada usia satu bulan keatas. Sedangkan Profil Kesehatan Kota
Pekalongan menyebutkan kasus kematian bayi terbesar terjadi pada bayi neonatus
(usia 0-28 hari). Oleh karena itu pelayanan posyandu lebih diarahkan pada home
visit (kunjungan rumah) terutama pada bayi usia 0-28 hari. Dalam penelitian ini
akan dikaji lebih lanjut kemampuan kader mendeteksi masalah kesehatan bayi
dan peran petugas kesehatan, serta akan dilakukan uji coba model home-visit
early detecting yang akan mempercepat rujukan ke puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA:
Budi IS. 2012. Review Pelaksanaan Sistem Rujukan Ibu Bersalin dengan Komplikasi
Oleh Bidan Desa: Hambatan dan Upaya Pemecahannya. Prosiding Seminar
Nasional World Fit for Children. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. 6 Oktober 2012.
Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. 2011. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun
2010. Pekalongan.
Sembiring N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha
Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Digitized by USU Digital Library.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5
Ristrini, L Handayani, Suharmiati, L Kristiana, Rukmini, Syamsulhadi. 2012.
www.p3skk.litbang.depkes.go.id/downloads/ristrini.ppt.