Vous êtes sur la page 1sur 6

NAMA : IIN HERMAYANI

NPM : 18420010

ANALISIS
ANGKA KEMATIAN ANAK (AKB) DI
POSYANDU KOTA PEKALONGAN
TAHUN 2012

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator derajat


kesehatan suatu negara, selain dua indikator lainnya yaitu Angka Kematian Ibu
(AKI), dan angka morbiditas beberapa penyakit. Dibandingkan dengan negara
ASEAN lainnya, AKB di Indonesia termasuk tinggi, sehingga menjadi perhatian
Nasional maupun daerah, meskipun laporan SDKI menunjukkan telah terjadi
penurunan AKB sejak tahun 1991 (68 per 1000 kelahiran hidup) telah menurun
pada tahun 2007 (34 per 1000 kelahiran hidup). Sedangkan AKB Provinsi Jawa
Tengah sendiri sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Kota Pekalongan cenderung meningkat
selama kurun waktu 5 tahun (2006-2010), meskipun pernah turun pada tahun
2009 (5,3 per 1000 kelahiran hidup). Tahun 2010 terjadi peningkatan lagi
sebanyak 58 kasus (9,3 per 1000 kelahiran hidup). Namun demikian angka ini
sudah mencapai target dalam Indikator Indonesia Sehat 2010 sebesar 40/1000
kelahiran hidup, dan melampaui target Millenium Development Goals (MDG’s)
tahun 2015 yaitu 17/1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kota Pekalongan,
2012). Data Dinas Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2012 menunjukkan bahwa
angka kematian bayi baru lahir atau neonatal (0-28 hari), bayi (0-12 bulan), dan
balita (0-5 tahun) mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai tahun 2012.
Tercatat AKN naik dari 6,2/1000 menjadi 7,4/1000, AKB naik dari 9,23/1000
menjadi 11,8/1000, dan AKABA naik dari 10,36/1000 menjadi 14,43/1000.
14

12 11.8
10
9.3 9.23
8 8.25
6.8 Angka Kematian
6 6.06 Bayi (per 1000 KH)
5.36
4

0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Gambar 1. Angka Kematian Bayi 7 tahun terakhir di Kota Pekalongan


(Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, 2012)

Beberapa hal yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi antara


lain keterlambatan dalam menegakkan diagnosa yang tepat, kurangnya kesadaran
keluarga dalam melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin pada penyakit
tertentu, masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam mendukung pemberian
ASI eksklusif, belum semua petugas (bidan) mendapatkan pelatihan tentang
manajemen Asfiksia dan BBLR, serta keterlambatan dalam melakukan rujukan
(Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, 2012).
Berbagai upaya kesehatan telah dilakukan dalam rangka menurunkan
AKB, di antaranya melakukan persalinan di sarana pelayanan kesehatan oleh
tenaga kesehatan didukung oleh tersedianya sarana kesehatan yang memadai
sehingga dapat menangani komplikasi yang mungkin terjadi yang membahayakan
nyawa ibu dan bayi. Namun demikian, masih banyak masyarakat yang belum
memanfaatkan pelayanan persalinan oleh tenaga medis tersebut. Hasil Riskesdas
2010 menunjukkan bahwa persentase ibu melahirkan di non fasilitas kesehatan
adalah 43,2%, di mana 40,2% di antaranya ditolong oleh tenaga non kesehatan
terutama dukun (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).
Merujuk pada Profil Kesehatan Kota Pekalongan tahun 2010 terdapat
beberapa upaya yang dilakukan untuk mengatasi tingginya kasus kematian bayi.
Salah satunya adalah meningkatkan rujukan dari posyandu ke puskesmas.
Namun Posyandu didefinisikan sebagai salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,
oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

2
kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan
kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, terutama
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Posyandu di Kota Pekalongan jumlah kader yang aktif mencapai 2048
orang dari 2148 orang total kader atau sekitar 5 orang per posyandu. Berdasarkan
tingkat kemandiriannya, sejumlah 399 posyandu dikategorikan menjadi 4 tingkat
yaitu: posyandu pratama, madya, purnama, dan mandiri. Adapun kriteria masing-
masing tingkatan Posyandu dapat dilihat pada tabel 1.

PENYELESAIAN MASALAH

Tabel 1. Kriteria Posyandu

Kriteria Posyandu Posyandu Madya Posyandu Posyandu


Pratama Purnama Mandiri
Kegiatan Belum terlakasana > 8 kali per tahun > 8 kali per tahun > 8 kali per tahun
bulanan rutin
Rerata jumlah < 5 orang ≥ 5 orang ≥ 5 orang ≥ 5 orang
Kader
Cakupan lima Rendah Rendah (< 50%) > 50% > 50%
kegiatan utama
Program Tidak ada Tidak ada Ada Ada
tambahan
Sumber Tidak ada Tidak ada < 50% KK > 50% KK
pembiayaan
dana sehat
(Kementrian Kesehatan RI, 2011b ; Sembiring, 2004)

Posyandu di Kota Pekalongan dapat dikatakan cukup baik, dibuktikan dari


semakin meningkatnya strata Posyandu 3 tahun terakhir (Gambar 2).

60.00
49.74 50.38
50.00 44.84
38.2140.05
40.00 34.34
30.00

20.00 15.1115.29

10.00 7.18
4.87
0.00 0.00
0.00
pratama madya purnama mandiri

2010 2011 2012

3
Gambar 2. Tren Strata Posyandu di Kota Pekalongan
(Dinas Kesehatan Kota Pekalongan, 2012)
Posyandu sebagai garda terdepan memiliki peran penting dalam pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat, termasuk kesehatan bayi. Tindakan rujukan
oleh posyandu ke puskesmas penting dilakukan dan bersifat amat segera setelah
terdeteksi adanya warning berbahaya pada bayi untuk mendapatkan pelayanan
yang lebih baik di tingkat puskesmas. Keterlambatan rujukan ini dapat
membahayakan kesehatan bayi. Kualitas pelayanan posyandu yang tergambarkan
dari strata Posyandu yang baik seharusnya menjamin peningkatan kesehatan bayi
atau dapat menurunkan angka kematian bayi, namun data menunjukkan
peningkatan AKB cukup signifikan di dua tahun terakhir berturut turut 9,23/1000
KH dan 11,8/1000 KH.
Pemberian rujukan ke puskesmas dapat dilakukan oleh Posyandu maupun
tenaga medis Bidan desa. Namun pemberian rujukan ini masih memiliki beberapa
hambatan. Penelitian oleh Budi (2012) menunjukkan terdapat berbagai hambatan
pemberian rujukan oleh bidan desa, di antaranya: belum semua bidan melakukan
perencanaan dan persiapan P4K, sulitnya penggunaan dana jamkesmas/ jampersal
untuk mendukung proses pasien selama rujukan, belum adanya sistem yang
mendukung tersedianya ambulan desa, serta rendahnya pengetahuan ibu hamil/
keluarga. Hal-hal tersebut menyebabkan bidan desa terlambat dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan rujukan serta belum maksimalnya penggunaan
sistem informasi pelayanan kesehatan ibu. Penelitian lainnya oleh Ristrini dkk
(2012) di Jawa Timur, Kalimantan Selatan,dan Sulawesi Selatan menunjukkan
hambatan pelaksanaan rujukan lebih teridentifikasi dari faktor bidan desa, dukun,
dan keluarga. Menurutnya, Pengetahuan dukun, keluarga di daerah pedesaan dan
terpencil sangat kurang, karena pelatihan dukun dulu lebih difokuskan pada
pertolongan persalinan dan sekarang tidak ada pelatihan dukun. Selain itu
pengambil keputusan persalinan sebagian besar adalah suami/ orang tua, dan
penyuluhan yg dilakukan oleh Nakes sasarannya adalah ibu hamil bukan pada
suami/orang tua ibu hamil. Kondisi ekonomi yang sangat miskin mengakibatkan
tidak mampu untuk membawa ibu bersalin ke fasilitas yang baik, di samping
biaya, juga anak tidak ada yg mengurus di rumah. Adanya dorongan yg besar dari
keluarga untuk bersalin di rumah, karena adanya keyakinan bahwa bersalin di
rumah itu lebih baik.

4
Berbagai hambatan tersebut menantang posyandu untuk terus
meningkatkan upaya pelaksanaan rujukan untuk percepatan penurunan angka
kematian bayi (AKB). Kesiapan posyandu dalam melakukan rujukan sejauh ini
belum pernah dievaluasi baik sumber daya pendukung maupun model deteksi
dininya. Sebagai ujung tombak rujukan dasar ke puskesmas, dari aspek sarana
dan kinerja posyandu sudah baik dengan mengacu pada data strata posyandu.
Namun sejauh ini belum diketahui sejauhmana kemampuan kader melakukan
deteksi dini masalah kesehatan bayi melalui pelayanan hari buka posyandu.
Berdasarkan data rekapitulasi kunjungan ke posyandu yang diambil secara
sampling di beberapa posyandu menunjukkan bahwa kunjungan bayi pertama kali
ke posyandu pada usia satu bulan keatas. Sedangkan Profil Kesehatan Kota
Pekalongan menyebutkan kasus kematian bayi terbesar terjadi pada bayi neonatus
(usia 0-28 hari). Oleh karena itu pelayanan posyandu lebih diarahkan pada home
visit (kunjungan rumah) terutama pada bayi usia 0-28 hari. Dalam penelitian ini
akan dikaji lebih lanjut kemampuan kader mendeteksi masalah kesehatan bayi
dan peran petugas kesehatan, serta akan dilakukan uji coba model home-visit
early detecting yang akan mempercepat rujukan ke puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA:
Budi IS. 2012. Review Pelaksanaan Sistem Rujukan Ibu Bersalin dengan Komplikasi
Oleh Bidan Desa: Hambatan dan Upaya Pemecahannya. Prosiding Seminar
Nasional World Fit for Children. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro. 6 Oktober 2012.

Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. 2011. Profil Kesehatan Kota Pekalongan Tahun
2010. Pekalongan.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011a. Profil Kesehatan Indonesia 2010.


Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2011b. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta.

Sembiring N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat Dalam Usaha
Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Digitized by USU Digital Library.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5
Ristrini, L Handayani, Suharmiati, L Kristiana, Rukmini, Syamsulhadi. 2012.
www.p3skk.litbang.depkes.go.id/downloads/ristrini.ppt.

Anwar F, A Khomsan, D Sukandar, H Riyadi, ES Mudjajanto. 2010. High


participation in the Posyandu nutrition program improved children nutritional
status. Nutr Res Pract 4 (3):208-214.

Vous aimerez peut-être aussi