Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada
sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme
gejala dari 11 anak yang menampilkan perilaku serupa yang sebelumnya belum
pernah dikenal. Pola gejala ini membentuk gambaran klinis dengan karakteristik
yang berbeda dari literatur medis yang ada sebelumnya sehingga kemudian diakui
sebagai suatu temuan sindrom klinis yang baru. Gambaran klinis yang didapat
anak), makrosefali pada 5 anak, dan kesemua anak pada kelompok tersebut
pertama kali oleh Leo Kanner, diagnosis sindrom atau gejala autisme sampai saat
ini telah mengalami revisi beberapa kali. Saat ini gangguan autisme dikenal
dengan istilah autism spectrum disorder (ASD) atau gangguan spektrum autisme
yaitu suatu disabilitas perkembangan yang terjadi seumur hidup yang mencakup
defisit dan keterbatasan dalam komunikasi dan interaksi sosial, pola berulang dari
perilaku, minat, atau aktivitas. Kriteria diagnosis gangguan autisme terbaru saat
1
2
Disorders, Fifth Edition (DSM-5) pada Mei 2013 masuk dalam ASD (American
pada The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Text Revision
yang tidak spesifik, dan gangguan disintegrasi pada masa kanak-kanak. Alasan
mendasar dibalik revisi kriteria diagnosis ini adalah konsep gangguan autisme
individu dengan gejala yang bervariasi mulai dari ringan sampai berat. Tujuannya
dan penyaringan yang lebih baik, ketersediaan pelayanan yang lebih baik, dan
pelaporan kasus yang makin membaik (Rice et al., 2012; WHO, 2013).
yang sering terjadi (Tchaconas, 2013). Prevalensi median global ASD adalah
62/10.000 atau 1 dari 160 anak menderita ASD (WHO, 2013). Prevalensi ASD
predominan terjadi pada laki-laki dengan perbandingan dengan wanita adalah 2,7-
seluruh dunia (WHO, 2013). The Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) pada tahun 2014 mengestimasi bahwa 1 dari 68 anak di Amerika Serikat
menderita ASD (atau 14,7 per 1000 anak berusia 8 tahun) dimana telah terjadi
peningkatan sekitar 30% dari estimasi sebelumnya yang dilaporkan pada tahun
2012 yaitu 1 dari 88 anak (11,3 per 1000 anak berusia 8 tahun) (CDC, 2014).
Prevalensi rata-rata ASD di Asia sebelum tahun 1980 adalah sekitar 1.9/10,000,
sedangkan setelah tahun 1980 sampai 2009 adalah 14.8/10,000. Prevalensi median
ASD pada anak berusia 2-6 tahun di Cina di atas tahun 2000 adalah 10.3/10,000.
Prevalensi ASD sebenarnya di Asia saat ini diperkirakan lebih tinggi dari
terhadap lebih dari 5000 anak pada tahun 1986 sampai 2005 didapatkan
prevalensi ASD 16,1 per 10.000 anak yang berusia kurang dari 15 tahun (Wong,
2008).
Sampai saat ini belum ada studi mengenai prevalensi ASD di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2010, Direktur Bina Kesehatan Jiwa
menyandang autisme, pada rentang usia sekitar 5-19 tahun (Republika online,
2013).
didapatinya: (1) defisit dalam komunikasi sosial dan interaksi sosial, (2) perilaku,
4
minat dan aktifitas repetitif yang terbatas. Gejala tersebut muncul sejak awal masa
gangguan tersebut, tapi dengan derajat disabilitas dan kombinasi gejala yang
Gangguan atau defisit dalam interaksi sosial pada ASD ditandai dengan
memahami pikiran dan perasaan orang lain, dan memahami dampak dari perilaku
seseorang pada orang lain. Defisit dalam komunikasi sosial pada ASD ditandai
yang berulang-ulang dan kurang bervariasi (Bhatia et al., 2010; Gabriels, 2007).
Gangguan pada perilaku, minat, dan aktivitas yang repetitif dan terbatas
dan rutinitas yang sama, minat yang sempit dan terbatas dan perilaku yang
dengan ASD dan dapat terjadi multipel (lebih dari 1 gangguan) pada 1 individu
beberapa komorbititas yang dapat terjadi pada individu dengan ASD. Beberapa
kondisi komorbiditas seperti depresi lebih mudah dibedakan dari gambaran inti
ASD dibandingkan komorbiditas yang lain (seperti ADHD dan gangguan obsesif
kompulsif). Kondisi ini merupakan tantangan bagi klinisi untuk mengenali atau
dengan ASD memiliki kemampuan atau kelebihan yang luar biasa atau sering
juga disebut dengan savant skill/syndrome. Sekitar 1 dari 10 anak dengan ASD
memiliki savant skill dengan derajat yang bervariasi. Savant skill adalah suatu
termasuk ASD memiliki kecerdasan atau keahlian tertentu dalam bidang lain yang
harusnya tidak sesuai dengan gangguan mental yang dimilikinya (Treffert, 2009).
Meskipun savant skill dapat juga terjadi pada selain ASD namun savant skill yang
luar biasa cerdas dan berbakat paling banyak dilaporkan terjadi pada ASD
(Howlin et al., 2009). Savant skill biasanya secara umum terbagi dalam 5 kategori
yaitu: musik (biasanya berupa memainkan alat musik dengan nada yang sempurna
seperti piano atau menguasai beberapa alat musik sekaligus); seni (biasanya
dengan akurasi telaten atau penguasaan pembuatan peta dan menemukan arah)
kejadiannya jarang dilaporkan juga dapat terjadi pada anak dengan ASD
dapat menyertainya dan savant skill dapat mencerminkan performa mental yang
ada pada anak dengan ASD. Performa mental pada anak ASD ini memiliki
Gangguan kognitif yang terjadi pada masa perkembangan atau pada anak-
anak disebut juga dengan istilah disabilitas intelektual atau defisit kognitif
individual dan tes IQ) dan defisit dari fungsi adaptif sehingga defisit tersebut
membatasi fungsi dalam satu atau lebih kegiatan kehidupan sehari-hari, seperti
fungsi kognitif pada anak autis menjadi sulit. Evaluasi dari berhasil atau
gagalnya tes menjadi sulit karena kegagalan dapat terjadi akibat respon yang
wawancara dengan orang yang telah familiar dengan mereka yang akan
(Wells et al., 2009). Tidak mudah untuk melakukan evaluasi fungsi adaptif,
dibutuhkan waktu yang tidak singkat dan keahlian atau pelatihan khusus dalam
hidupnya adalah 2,4 juta dolar di Amerika Serikat dan 2,2 juta dolar di Inggris.
Biaya mendukung individu dengan ASD tanpa disabilitas intelektual adalah 1.4
juta dolar di Amerika Serikat dan 1,4 juta dolar di Inggris. Salah Komponen
biaya terbesar saat masa kanak-kanak adalah biaya pendidikan khusus dan
kontribusi biaya tertinggi. Biaya kesehatan yang jauh lebih tinggi untuk orang
semakin meningkat tentunya biaya tinggi ini akan menjadi beban bagi suatu
untuk mengurangi beban biaya diatas adalah membantu agar individu dengan
ASD mampu mandiri dan mampu membiayai hidup mereka sendiri atau dapat
berfungsi dalam dunia kerja. Deteksi dini dari ASD, penanganan yang segera
8
dan lebih baik, pengembangan potensi atau bakat yang dimiliki dapat dilakukan
Grandin, 1999; Horlin et al., 2014). Mengetahui performa mental dan gangguan
kognitif anak dengan ASD diperlukan untuk melakukan semua hal tersebut.
ASD secara terukur dan terstruktur tidak mudah, dibutuhkan instrumen yang
tidak sedikit, waktu pemeriksaan yang cukup panjang, konsultasi lintas tim ahli
yang mencakup ahli pediatri, neurologis, psikolog, patologis bicara dan bahasa
dengan ASD juga bisa dievaluasi secara kualitatif, yaitu berdasarkan deskripsi
Sampai saat ini belum banyak penelitian kualititif mengenai ASD. Sampai
saat ini penelitian kualitatif tentang performa mental dan gangguan kognitif
B. Perumusan Masalah
individu dengan ASD terutama bagi mereka yang tidak mandiri dan
5. Evaluasi secara terukur dan testruktur dari performa mental dan gangguan
konsultasi lintas tim ahli yang mencakup ahli pediatri, psikiatri, psikolog,
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
gangguan kognitif anak dengan ASD di sekolah autis Bina Anggita yang
E. Manfaat Penelitian
mental dan gangguan kognitif pada anak dengan ASD yang ada di
Indonesia.
2. Membantu para klinisi dan psikolog dan dalam menangani anak autis di
Indonesia.
F. Keaslian Penelitian
dan gangguan kognitif pada anak dengan ASD di Indonesia belum pernah
dilakukan.