Vous êtes sur la page 1sur 30

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMINAL TAJAM

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


Dosen pengampu: Widaryati, S.Kep.Ns.M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok IV
Desinda Annas P (201510201016) Lifia Ulpawati (201510201019)
Efi Fibriyanti (201510201017) M. Tedy Nugraha (201510201072)
Aryanti Eka U (201510201018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
B. Tujuan......................................................................................................................... 2
C. Manfaat....................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3
A. Trauma Abdomen...................................................................................................... 3
B. Definisi Trauma Tajam Abdomen ........................................................................... 5
C. Etiologi Trauma Tajam Abdomen ........................................................................... 6
D. Manifestasi Klinis Trauma Tajam Abdomen ......................................................... 8
E. Patofisiologi Trauma Tajam Abdomen ................................................................... 8
F. Pathway .................................................................................................................... 11
G. Mekanisme Trauma Tajam .................................................................................... 12
H. Evaluasi luka tusuk ................................................................................................. 12
I. Penanganan Awal Trauma Abdomen ....................................................................... 13
J. Penatalaksanaan Trauma Tajam Abdomen ............................................................. 15
K. Pemeriksaan Penunjang Trauma Tajam Abdomen............................................. 16
L. Komplikasi Trauma Tajam Abdomen .................................................................. 17
M. Prognosis Trauma Tajam Abdomen...................................................................... 17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................. 18
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 26
A. Kesimpulan............................................................................................................... 26
B. Saran ......................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi ALLAH SWT atas segala rahmat dan
hidayah – Nya , penulis akhirnya dapat menyelesaikan makalah “Keperawatan Gawat
Darurat II”. Tidak dapat disangkal kami membutuhkan usaha yang keras, kegigihan dan
kesabaran untuk menyelesaikannya. Namun disadari karya ini tidak akan selesai tanpa kerja
sama antar kelompok. Pada kesempatan ini tak lupa kami mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.
Sebagai penutup, layaknya tiada gading yang tidak retak, penulis menyadari bahwa
makalah ini tidak lepas dari berbagai macam kekurangan. Oleh karena itu, penulis akan
menerima dengan senang hati kritik, saran, dan masukan yang membangun dari semua pihak
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan selamat membaca makalah ini dan semoga
bermanfaat bagi semua ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan dan dapat dipergunakan
oleh pihak – pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 2 Maret 2019

Penulis

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma abdomen mengancam nyawa apabila tidak ditangani dengan hati-hati.
Setelah trauma, perut mungkin suatu tempat untuk perdarahan okultisme itu, jika tidak
ditemukan dan diperbaiki secepatnya, dapat mengakibatkan konsekuensi buruk. Secara
tradisional cedera ini diklasifikasikan sebagai trauma tumpul, yang sebagian besar
berasal dari tabrakan kendaraan bermotor, dan trauma tajam, yang sebagian besar adalah
sekunder untuk tembakan atau tikaman (Stone, 2003). Trauma tajam pada abdomen
seringkali disebabkan oleh luka tusuk dan luka tembak. Cedera organ yang dapat terjadi
adalah hepar, limfe, kandung kemih, uretra, usus halus atau kolon (Kathlen, Jane &
Linda, 2002). Kejadian tersebut sangat berbahaya apabila tidak ditangani dengan segera
akan mengakibatkan kerusakan fungsi organ dan kejadian yang fatal.
Pada tahun 2020 diperkirakan kematian akibat cedera akan meningkat dari 5,1
juta menjadi 8,4 juta dari kematian secara keseluruhan dan menjadi peringkat ketiga
Disability Adjusted Life Years (Yuniarti, 2007). Menurut (Reza, 2016) dalam
penelitiannya tahun 2015 ditemukan 729 kasus cedera kepala, 455 kasus berkaitan
fraktur ekstremitas, 64 kasus trauma abdomen dan sisanya kasus kegawtdaruratan non
trauma dari total 2755 kasus yang dilakukan tindakan diruang operasi IRD RS Sanglah,
Bali. Tarauma abdomen sering terjadi dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu sekitar
10% sampai 30%.
Kejadian trauma tajam abdomen ini dapat terjadi karena tembakan dan tusukan
dari benda tajam. Struktur tusukan atau laserasi tersebut ditentukan oleh lokasi
perlukaan, ukuran obyek tusukan, dana rah tusukan yang menembus abdomen itu
sendiri. Tusukan yang mengenai pembuluh darah seperti aorta atau vena cava dapat
menimbulkan perdarahan hebat yang berisiko kematian. Penetrasi yang menembus
cavity abdomen memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi jika tidak segera
mendapat penanganan medis. Tembakan dengan kecepatan tinggi dapat menimbulkan
perdarahan vicera yang menimbulkan penyebaran kontaminasi dan infeksi. Kejadian-
kejadian tersebut perlu mendapat perhatian yang lebih untuk proses penanganan segera
dan mencegah terjadinya kematian infeksi yang lebih lanjut dari korban trauma tajam
abdomen.

1
Trauma tajam adalah hasil dari senjata api tinggi atau kecepatan rendah, cedera
tusuk, dan penetrasi benda asing ke dalam tubuh. Senjata api menyebabkan insiden
tinggi (90%) pada peritoneum / cedera organ solid yang serius, dengan tingkat kematian
10-30%. Dua pertiga dari luka tusukan menembus peritoneum, dengan 50-75% dari
pasien ini memiliki cedera pembuluh darah atau organ solid yang signifikan. Kematian
telah dilaporkan pada 5% dari cedera tusukan serius. Luka tusukan lebih sering di
sebelah kiri (penyerang dominan kanan) dan di kuadran atas. Dalam 30% dari luka tusuk
perut, ada 30% diiringi penetrasi rongga toraks. Cedera diafragma menjadi perhatian
khusus dalam kasus ini (Ferman, 2003).
Kejadian trauma tajam abdomen yang dinilai berbahaya ini yang kemudian
membuat penyusun makalah nantinya akan menjelaskan lebih lanjut mengenai asuhan
keperawatan yang tepat untuk klien dengan kasus trauma tajam abdomen dapat dengan
segera dilakukan pengkajian dan penanganan yang sesuai untuk mencegah kecacatan
lebih lanjut dan mengurangi angka kematian klien akibat trauma tajam abdomen yang
semakin meningkat.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan
Gawat Darurat 2 di Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Aisyiyah Yogyakarta dan meningkatkan pemahaman penulis maupun
pembaca mengenai trauma abdomen tajam.
C. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen yang berlandaskan Advanced Trauma Life Support (ATLS)
sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma abdomen di klinik
sesuai ilmu keperawatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari garis
puting ke lipatan inguinal dan posterior dari ujung skapula ke lipatan gluteal. Gerakan
pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera, pada pandangan
pertama, tampaknya terisolasi ke dada (Fermann, 2003).
Cedera perut traumatik diklasifikasikan lebih lanjut sebagai intraperitoneal atau
retroperitoneal. Cedera intraperitoneal lebih terarah untuk didiagnosis dengan
pemeriksaan fisik. Dalam cedera ini, baik sistem nyeri parietal dan visceral terpengaruh.
Reseptor nyeri parietal menyebabkan nyeri lokal, seperti cedera hati atau limpa.
Reseptor nyeri viseral klasik menyebabkan nyeri tumpul yang tidak terlokalisasi
umumnya terkait dengan hemoperitoneum atau cedera viskus berongga. Cedera
intraperitoneal dapat hadir sebagai nyeri alih ke bahu, skapula, panggul, toraks, dan
punggung. Cedera retroperitoneal sering kurang bisa ditemukan dengan diagnosis fisik.
Sejumlah besar darah dapat terakumulasi dalam ruang retroperitoneal tanpa
menyebabkan temuan fisik yang jelas (Fermann, 2003).

3
Ekstensi Abdomen.

Zona retroperitoneum. Zona 1: sentral, zona 2: lateral, zona 3: pelvis.


Cedera simultan dengan struktur intraperitoneal dan retroperitoneal yang tidak
biasa dan dapat mempersulit pemeriksaan fisik. Intoksikan, seperti alkohol, dan
depresan, stimulan, dan halusinogen sistem saraf pusat lainnya dapat membuat
pemeriksaan klinis tidak reliabel. Kehadiran masalah medis yang mendasari dan
penyakit kejiwaan lebih lanjut dapat membingungkan evaluasi trauma (Fermann, 2003).
Abdomen sering cedera baik setelah trauma tumpul dan tajam. Sekitar 25% dari
semua korban trauma akan membutuhkan eksplorasi abdomen. Evaluasi klinis abdomen
dengan cara pemeriksaan fisik tidak memadai untuk mengidentifikasi cedera intra-
abdomen karena tingginya jumlah pasien dengan perubahan status mental sekunder
terhadap trauma kepala, alkohol, atau obat-obatan, dan karena tidak dapat diaksesnya
pelvis, abdomen bagian atas, dan organ retroperitoneal untuk palpasi. Untuk alasan ini,
beberapa modalitas diagnostik telah berevolusi selama 3 dekade terakhir, termasuk
diagnostic peritoneal lavage (DPL), ultrasonography (USG), computed tomography
(CT), dan laparoskopi, yang semuanya memiliki kelebihan, kekurangan, dan
keterbatasan (Beauchamp, et al, 2008) .
Abdomen adalah kotak hitam diagnostik. Untungnya, dengan beberapa
pengecualian tidak perlu untuk menentukan organ intra-abdomen yang cedera, hanya
apakah laparotomi eksplorasi diperlukan. Pemeriksaan fisik abdomen tidak dapat
diandalkan dalam membuat penentuan ini. Namun, sebagian besar ahli setuju bahwa
kehadiran rigiditas abdomen atau distensi abdominal pada pasien dengan trauma
abdomen merupakan indikasi untuk bedah eksplorasi segera (Brunicardi, 2007).
Perkembangan teknologi, pengalaman, dan invasi yang lebih modern telah
menjadi penentu yang paling penting dari penggunaan metode diagnostik untuk trauma

4
abdomen. Di pusat-pusat trauma modern di abad ke-21, teknologi non-invasif lebih baik
membantu penggunaan USG dan CT dalam evaluasi korban trauma (Beauchamp, et al,
2008).
B. Definisi Trauma Tajam Abdomen
Trauma mekanik atau luka mekanik disebabkan oleh kekerasan benda tajam,
benda tumpul dan senjata api serta senjata buatan manusia seperti kampak, pisau,
panah atau martil. Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme, kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma tajam pada abdomen seringkali disebabkan oleh luka tusuk dan luka
tembak. Cedera organ yang dapat terjadi adalah hepar, limfe, kandung kemih, uretra,
usus halus atau kolon (Kathleen, Jane, & Linda, 2002).
Trauma tembus merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda
tajam atau luka tembak (Hudak&Gallo, 2001). Trauma tembus dapat terjadi akibat
tusukan, luka tembak atau lontaran benda tajam. Pada kasus luka tusuk, cedera
tersebut berkaitan dengan panjang alat yang digunakan untuk menusuk, sudut
tempat masuknya dan velositas ketika kekuatan atau gaya tusukan tersebut bekerja.
Kerusakan organ dan jaringan yang terjadi karena peluru berkaitan dengan massa
proyektil serta bentuknya, fragmentasi dan jaringan yang tergeser. Sebanyak 96-
98% luka tembak yang menembus abdomen mengakibatkan cidera intraabdomen
yang signifikan (Oman K.S,2008).
Dua pertiga dari luka tusukan menembus peritoneum, dengan 50-75% dari pasien
ini memiliki cedera pembuluh darah atau organ solid yang signifikan. Luka tusuk
tersering mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%) dan kolon (20%).
Luka tusukan lebih sering di sebelah kiri (penyerang dominan kanan) dan di kuadran
atas. Dalam 30% dari luka tusuk perut, ada 30% diiringi penetrasi rongga toraks.
Cedera diafragma menjadi perhatian khusus dalam kasus ini. Kematian telah
dilaporkan pada 5% dari cedera tusukan serius (Ferman, 2003).
Senjata api menyebabkan insiden tinggi (90%) pada peritoneum / cedera organ
solid yang serius, dengan tingkat kematian 10-30%. Luka tembak paling sering

5
mengenai usus halus (50%), kolon (40%), hepar (30%), dan pembuluh darah
abdominal (25%) (Ferman, 2003).
C. Etiologi Trauma Tajam Abdomen
Trauma abdomen sering terjadi dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu
sekitar 10% sampai 30%. Angka mortalitas yang cukup tinggi dikaitkan dengan
adanya cedera lain yang menyertai seperti pada kepala, dada, panggul dan
ekstremitas pada 70% korban kecelakaan kendaraan bermotor (Ferradaetal., 2011).
Trauma abdomen yang disebabkan karena trauma tajam terbanyak karena tembakan
dan tusukan benda tajam. Truma tajam dibagi dalam beberapa mekanisme injury
yaitu:
1. Penetrating wounds dapat dibedakan dari tusukan dan laserasi superficial kulit
hingga penetrasi ke organ tubuh dan pembuluh darah. Struktur tusukan atau
laserasi tersebut ditentukan oleh lokasi perlukaan, ukuran obyek tusukan, dan arah
tusukan yang menembus abdomen itu sendiri. Tusukan yang mengenai pembuluh
darah seperti aorta atau vena cava dapat menimbulkan perdarahan hebat yang
beresiko kematian (Henry dan Edward, 2010).
2. Penetrating injury disebabkan adanya perlukaan akibat penetrating object seperti
proyektil, pisau, atau bagian dari kendaraan yang mengalami kecelakaan yang
dapat mengenai dada, perut, punggung, panggul, pantat, dan perineum. Penetrasi
yang menembus cavity abdomen memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang
tinggi jika tidak segera mendapat penanganan medis (SaundersElsevier, 2006).
a. Stabwounds, dibedakan menurut lebar bilah (pisau, bayonet (pisau pada
ujung senapan), dan lain-lain) dan benda yang memiliki panjang tajam
(obeng, icepick, dan lain-lain) (Flint, Lewisetal, 2008). Diartikan juga
sebagai perlukaan karena energi rendah (daripada energi dari gunshot)
tetapi menimbulkan trauma langsung ke abdomen dan organ di dalamnya
yang dapat menimbulkan perdarahan hebat dalam waktu singkat atau terjadi
tamponade jantung. Ukuran pisau dan arah tusukan adalah acuan untuk
mengetahui kedalaman penetrasi (Kingsnorth dan Douglas, 2011).
b. Gunshotwounds, secara umum lebih parah dari luka tusukan langsung. Hal
ini dikarenakan adanya benda dengan kecepatan tinggi yang mengenai
abdomen. Semakin tinggi kecepatan projectile maka semakin tinggi level
energi dan semakin besar luas dan tajam perlukaan. Yang perlu dicatat
adalah adanya kesulitan untuk menentukan arah gerakan projectile yang
6
menembus abdomen dikarenakan adanya kemungkinan gaya pantulan dari
tulang yang dapat menembus organ di dekatnya sehingga perlu dipastikan
dengan teliti arah masuk dan keluarnya perlukaan ketika akan
mengeluarkan projectile (Henry dan Edward, 2010). Tembakan dengan
kecepatan tinggi dapat menimbulkan perdarahan vicera yang menimbulkan
penyebaran kontaminasi dan infeksi (Kingsnorth dan Douglas, 2011).
Secara umum, kejadian gunshotwounds dengan projectile berkecepatan
800-1400 kaki/detik. Jaringan yang rusak sering meningkatkan luas area
nekrosis dan intervensi pembedahan diperlukan untuk eksplorasi dan
debridement walau tanpa adanya tanda dan gejala peritonitis atau tidak
(Flint, Lewisetal, 2008).
3. Luka tembak, Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-
abdomen diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah
menggambarkan pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih
dengan cermat pasien dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa luka
tembak kecepatan rendah. Manajemen nonoperative luka tembak yang
menembus peritoneum yang kontroversial. Pasien dengan hipotensi meskipun
diberi resusitasi kristaloid akan memerlukan laparotomi segera eksplorasi,
antibiotik untuk menutupi flora pada abdomen, dan booster tetanus. Untuk
pasien hemodinamik stabil, invasi intraperitoneal telah dikesampingkan,
manajemen konservatif luka yang dangkal dan tangensial ke abdomen dapat
digunakan (Stone, 2003).
4. Luka Tusukan, Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta
booster tetanus dan antibiotik jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal
diduga. DPL, CT scan, dan laparoskopi dapat digunakan. Jika kemungkinan
keterlibatan peritoneal telah dikesampingkan, pasien dapat dengan aman
diarahkan kepada instruksi perawatan luka lokal. Jika peritoneum telah
terkena, diperlukan laparotomi eksplorasi. Serupa dengan pengelolaan luka
tembak kecepatan rendah seperti yang disebutkan di atas, beberapa ahli bedah
telah mulai mengamati subset yang dipilih dengan cermat pada pasien dengan
tidak ada tanda cedera intraperitoneal pada pemeriksaan fisik atau
diidentifikasi oleh modalitas pencitraan seperti CT scan (Stone, 2003).

7
D. Manifestasi Klinis Trauma Tajam Abdomen
Tanda dan gejala dari trauma tajam abdomen yaitu
1. Terdapat luka robekan pada abdomen karena luka tusuk atau luka tembak
2. Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari intraabdomen
3. Penanganan yang kurang tepat akan memperbanyak pendarahan
4. Semakin dalam dan dengan kecepatan yang tinggi (highvelocity) akan
memperbanyak pendarahan
5. Sepsis sering terjadi pada trauma tajam Penilaian klinis:
6. Primary survey : penilaian status sirkulasi klien dilengkapi dengan penilaian
tingkat kesadaran pasien menggunakan GCS. Klien dengan trauma abdomen
datang ke rumah sakit tentunya dengan keaadaan yang kritis dalam
primarysurvey meliputi tindakan resusitasi dan stabilisasi klien.
7. Secondary survey : terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi
dalam pemeriksaan fisik.
E. Patofisiologi Trauma Tajam Abdomen
Trauma tajam abdomen atau penetrating abdominal trauma (PAT) terjadi
karena luka tusuk benda tajam seperti pisau maupun tembakan dari benda
berkecepatan tinggi seperti peluru dari senapan bertenaga tinggi yang menyebabkan
terjadinya luka terbuka. Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak
mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung jauhnya perjalanaan peluru.
Tempat yang tertusuk oleh pisau maka akan menyebabkan jaringan disekitar luka
tusukan hancur oleh objek menembus dan membentuk sebuah rongga disebut
permanent cavitation. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai pembuluh
darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar
ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
Penetrating abdominal trauma (PAT) dapat mengancam kehidupan karena
organ-organ dalam abdomen terutama pada ruang retroperitoneal akan terjadi
perdarahan yang parah yang akan menyebabkan rongga abdomen (rongga
peritoneal) terisi banyak darah. Kehilangan darah yang terus menerus akibat
perdarahan masif juga akan mengakibatkan terjadinya masalah koagulasi atau
pembekuan. Trauma abdomen yang tidak ditangani dengan baik akan berakibat pada
peritonitis. Peritonitis dapat disebabkan karena terjadinya infeksi akibat akumulasi
darah di rongga peritoneal serta agen infeksi baik dari eksternal maupun proses
8
inflamasi dari dalam tubuh. Bising usus akan berkurang karena perdarahan,
terjadinya infeksi dan iritasi dan akan menyebabkan robeknya arteri sehingga akan
terdengar suara khas yang mirip seperti murmur jantung. Jika dilakukan perkusi
abdomen, maka terdengar hipersonor atau dullness, dan perut terlihat membuncit.
Jika terjadi hal yang seperti itu maka harus segera dilakukan tindakan pembedahan.
Trauma tajam tersebut mengakibatkan kerusakan pada organ-organ di
abdomen meliputi lambung, usus, ginjal, hati, limfa, bladder, dan ureter. Setelah
terjadi kerusakan pada organ di abdomen akan berdampak beberapa masalah di
masing-masing organ yaitu (Ignativicus dan Workman, 2006):
1. Lambung
Lambung merupakan tempat penghasil asam lambung dan beberapa enzim
untuk proses pencernaan. Jika lambung rusak maka akan mengganggu
pencernaan dan paling berbahaya adalah cairan asam lambung akan mengiritasi
organ yang lain yang masih sehat.
2. Usus
Usus yang mengalami perforasi akan berakibat pada gangguan pencernaan
berupa mual, muntah, kehilangan nafsu makan, kehilangan berat badan atau
bahkan sampai melena. Selain itu, jika usus rusak maka isi usus dapat keluar dan
mengiritasi rongga peritoneum.
3. Hati
Hati merupakan organ terbesar ditubuh. Hati yang mengalami rupture akibat
trauma akan berakibat pendarahan yang masif. Selain itu, hati merupakan organ
yang terlibat dalam metabolisme tubuh, pencernaan, dan imunitas. Apabila hati
mengalami gangguan akan terjadi gangguan pada pencernaan berupa mual,
muntah, melena, nafsu makan menurun, serta gangguan pada metabolisme tubuh
dan imunitas yang berakibat pada risiko terjadinya infeksi.
4. Pankreas
Pankreas yang rusak akan berakibat pada gangguan metabolisme karena terkait
produksi insulin. Pasien dapat mengalami syok hipovolemia dan hiperglikemia.
Bisa juga mengalami gangguan pada pencernaan terkait sekresi yang
dikeluarkan oleh pankreas.
5. Ginjal
Ginjal yang rusak akibat trauma abdomen akan mengganggu proses reabsorpsi
cairan, keseimbangan cairan dan pembentukan sel darah merah.
9
6. Limfa
Apabila limfa rusak maka antibody yang dihasilkan oleh limfa mengalami
gangguan yang berakibat pada pasien akan mempunyai risiko tinggi terhadap
infeksi.
7. Bladder dan ureter
Bladder dan ureter yang mengalami rusak akan mengganggu sistem perkemihan
berupa gangguan pola eliminasi urin. Selain itu, urin yang keluar dari saluran
perkemihan akan mengiritasi organ yang lain.

10
F. Pathway

Benda tajam
Pisau  tertusuk
Peluru  tembakan

Terkena darah abdomen

Respon inflamasi Infeksi Invasi micro organisme Kerusakan organ abdomen Terputusnya kontinuitas Kerusakan
organ abdomen integritas kulit

Merangsang mediator
nyeri Kerusakan jaringan
vaskuler

Nyeri akut

Organ berongga Perdarahan Organ padat

Luka pada peritoneal Tubuh kehilangan cairan Pancreas, limfa, hati, empedu

Kerusakan jaringan organ


Risiko infeksi Syok hipovolemik

Abses Sepsis Hipertermi


11
G. Mekanisme Trauma Tajam
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan
tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ visera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi
fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan
bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang
berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum.
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung jauhnya
perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan pantulan peluru oleh
organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan mengalami kerusakan
yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity (ACS,
2004).
H. Evaluasi luka tusuk
Sebagian besar kasus luka tembak ditangani dengan laparotomi eksplorasi
karena insiden cedera intraperitoneal bisa mencapai 95%. Luka tembak yang tangensial
sering tidak betul-betul tangensial, dan trauma akibat ledakan bisa mengakibatkan
cedera intraperitoneal walaupun tanpa adanya luka masuk. Luka tusukan pisau biasanya
ditangani lebih selektif, akan tetapi 30% kasus mengalami cedera intraperitoneal.
Semua kasus luka tembak ataupun luka tusuk dengan hemodinamik yang tidak stabil
harus di laparotomi segera.
Bila ada kecurigaan bahwa luka tusuk yang terjadi sifatnya superfisial dan
nampaknya tidak menembus lapisan otot dinding abdomen, biasanya ahli bedah yang
berpengalaman akan mencoba untuk melakukan eksplorasi luka terlebih dahulu untuk
menentukan kedalamannya. Prosedur ini tidak dilakukan untuk luka sejenis diatas iga
karena kemungkinan pneumotoraks yang terjadi, dan juga untuk pasien dengan tanda
peritonitis ataupun hipotensi. Akan tetapi, karena 25-33% luka tusuk di abdomen
anterior tidak menembus peritoneum, laparotomi pada pasien seperti ini menjadi kurang
produktif. Dengan kondisi steril, anestesi lokal disuntikkan dan jalur luka diikuti sampai
ditemukan ujungnya. Bila terbukti peritoneum tembus, pasien mengaiami risiko lebih
besar untuk cedera intraabdominal, dan banyak ahli bedah menganggap ini sudah
indikasi untuk melaksanakan laparotomi. Setiap pasien yang sulit kita eksplorasi secara
lokal karena gemuk, tidak kooperatif maupun karena perdarahan jaringan lunak yang

12
mengaburkan penilaian kita harus dirawat untuk evaluasi ulang ataupun kalau perlu
untuk laparotomi (ACS, 2004).
I. Penanganan Awal Trauma Abdomen
1. Primary Survey
a. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita trauma abdomen.
Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt, chin lift atau jaw thrust,
periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas.
Bila penderita tidak sadar dan tidak ada refleks bertahak (gag reflex) dapat
dipakai oropharyngeal tube. Bila ada keraguan mengenai kemampuan menjaga
airway, lebih baik memasang airway definitif. Jika ada disertai dengan cedera
kepala, leher atau dada maka tulang leher (cervical spine) harus dilindungi
dengan imobilisasi in-line (Offner, 2013).
b. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway terganggu
karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada gangguan kesadaran,
dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita trauma diberikan oksigen.
Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan dengan face mask. Pemakaian pulse
oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang adekuat (Offner, 2013).
c. Circulation
Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera
setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas
untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah berada di
kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan harus menerima produk
darah sesegera mungkin, hal yang sama berlaku pada pasien dengan perdarahan
yang signifikan jelas. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia,
termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan prewarmed (Offner, 2013).
d. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil (Offner, 2013).

13
e. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi head-
to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini
termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang
leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita diselimuti agar
penderita tidak kedinginan (Offner, 2013).
2. Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi primary survey. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat dengan
baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe examination)
dilakukan dengan perhatian utama (Wilkinson, 2000):
a. Pemeriksaan kepala
1) Kelainan kulit kepala dan bola mata
2) Telinga bagian luar dan membrana timpani
3) Cedera jaringan lunak periorbital
b. Pemeriksaan leher
1) Luka tembus leher
2) Emfisema subkutan
3) Deviasi trachea
4) Vena leher yang mengembang
c. Pemeriksaan neurologis
1) Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
2) Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
3) Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
d. Pemeriksaan dada
1) Clavicula dan semua tulang iga
2) Suara napas dan jantung
3) Pemantauan ECG (bila tersedia)
e. Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
1) Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
2) Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen kecuali bila
ada trauma wajah

14
3) Periksa dubur (rectal toucher)
4) Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
f. Pelvis dan ekstremitas
1) Cari adanya fraktur (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan melakukan tes
gerakan
2) apapun karena memperberat perdarahan)
3) Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
4) Cari luka, memar dan cedera lain
g. Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) :
1) Foto atas daerah abdomen yang cedera dilakukan secara selektif.
J. Penatalaksanaan Trauma Tajam Abdomen
Mekanisme Penanganan Trauma Abdomen Tajam:
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC bila pasien
telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen itu sendiri. Adanya
eviserasi adalah indikasi untuk dilakukannya operasi pada trauma abdomen tajam.
Nyeri yang semakin bertambah, adanya peritonitis lokal gejala: nyeri tekan lokal,
nyeri tekan lepas, nyeri difus atau yang sulit dilokalisir adalah indikasi untuk
dilakukan operasi eksplorasi.
Pada auskultasi adanya bunyi peristaltik pada rongga thoraks mungkin
mengindikasikan adanya cedera diafragma. Palpasi bisa mendeteksi nyeri tekan
lokal atau general, spasme otot. Nyeri tekan lepas meningkatkan kecurigaan dari
cedera peristoneum.
Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai pembuluh
darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau ginjal biasanya tidak
mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada pembuluh darah besar yang
terkena, benda yang menusuk bisa mengakibatkan tamponade dan hemoragik yang
tidak terkontrol. Oleh karenanya benda tajam yang menusuk sebaiknya tidak
dipindahkan kecuali penanganan definitif dapat segera dilakukan. Perdarahan
tersebut harus diatasi segera,sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan
resusitasi cairan harusmenjalani pembedahan segera. Selain itu penanganannya bila
terjadi lukatusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara
pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. Bila ada usus atau
organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali

15
kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar daridalam tersebut dibalut kain bersih
atau bila ada verban steril.
Kekerasan dari rongga peritoneum terjadi kurang 50-70 % dariluka tembus
tususk dari dinding depan abdomen. Kira-kira setengahnya membutuhkan intervensi
bedah, dengan kata lain 25-50% pasien-pasien dengan luka tusuk dinding depan
abdomen membutuhkan operasi.
K. Pemeriksaan Penunjang Trauma Tajam Abdomen
1) Foto X-Ray
Untuk melihat adanya trauma pada thorak.
2) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit
yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya
perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptur alienalis. Serum amilase yang
meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus
halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
3) Plain abdomen foto tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperinea
dekat duodenum, corpusalineum dan perubahan gambaran usus.
4) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine
yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
5) VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada
ginjal.
6) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut.
Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada
keraguan, kerjakan laparatomi (goldstandard). Indikasi untuk melakukan DPL
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas

16
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera
otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsumtulang belakang)
f. Patah tulang pelvis
Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut :
a) Hamil
b) Pernah operasi abdominal
c) Operator tidak berpengalaman
d) Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan
7) Ultrasonografi dan CT Scan
L. Komplikasi Trauma Tajam Abdomen
Menurut Smeltzer 2001, komplikasi pada trauma abdomen dibagi menjadi dua
yaitu komplikasi segera dan lambat. Komplikasi segera yaitu adanya hemoragi syok,
dan komplikasi lambat yaitu adanya infeksi.
M. Prognosis Trauma Tajam Abdomen
Prognosis pada trauma tajam abdomen bervariasi, bergantung pada tingkat
keparahan dan ketepatan penatalaksanaan trauma. Prognosis baik apabila cidera tidak
serius dan penatalaksanaan trauma dilakukan dengan baik dan segera.

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Tn A adalah seorang tukang bangunan berusia 50 tahun ketika berkerja tiba-tiba Tn A terjatuh
dari lantai 5 di suatu proyek sehingga menyebabkan pendarahan karena tertusuk besi matrial
banguanan di bagian perut Tn A, sehingga menyebabkan banyak darah yang keluar. Tn A
dibawa kerumah sakit pku Muhammadiyah, saat di perjalanan isi perutnya terurai keluar.
Kondisi Tn A sadar tetapi lemah. Nyeri dirasakan di seluruh lapang perut seperti tertusuk-tusuk
dan tidak bisa ditentukan lokasinya.
Pemeriksaan fisik didapatkan airway, breathing, circulation, tidak terdapat gangguan
kesadaran somnolen pasien gelisah. Tekanan darah 100/80mmHg, Nadi 90X/menit, pernapasan
25X/menit, teratur kedalaman cukup, suhu 39 OC.
Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas klien
Nama : Tn.A
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Nogotirto
Tanggal MRS : 2 Maret 2019
2. Keluhan utama
Nyeri dibagian perut sebelah kiri
3. Riwayat penyakit sekarang
Tn.A terjatuh dari lantai 5 di suatu proyek sehingga menyebabkan pendarahan karena
tertusuk besi matrial banguanan di bagian perut Tn A, sehingga menyebabkan banyak
darah yang keluar. Tn. A dibawa kerumah sakit pku Muhammadiyah, saat di perjalanan isi
perutnya terurai keluar. Kondisi Tn. A sadar tetapi lemah. Nyeri dirasakan di seluruh
lapang perut seperti tertusuk-tusuk dan tidak bisa ditentukan lokasinya.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien tidak pernah mengalami kejadian serupa
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit serupa
6. Primary survey
Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, paten, tidak ada sekret

18
Breathing
Dada simetris, RR : cepat 25X/menit dipasang nasal kanul, pernapasan regular
Circulation
Akral atas dan bawah dingin, Tekanan darah 100/80mmHg, Nadi 90X/menit, CRT: >2
detik.
7. Secondary survey
Keadaan umum: somnolen
Inspeksi : Abdomen terlihat adanya luka robek bekas tusukan dibagian perut sebelah kiri
Auskultasi :Tidak ditemukan gejala
Palpasi :Adanya nyeri tekan pada abdomen sebelah kiri bagian atas
Perkusi :Redup
Tanda – tanda vital :
Tekanan darah : 100/80
Nadi : 90X/menit
Pernafasan : 25X/menit
Suhu : 39 OC
Kepala : normal, terdapat luka di bagian pelipis
Mata : konjungtiva pucat
Telinga : simetris normal
Hidung : simetris, tidak ada cuping hidung
Mulut : tidak ada septum dan tidak ada cairan yang keluar.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Tes laboratorium:
Hemoglobin : 7 g/dl (n:14-17,5 g/dl)
Eritrosit : 3,59 106/ul (n:4,5-5,9 106/ul)
Leukosit : 12,1 103/ul (n:4,0-11,3 103/ul)
Hematokrit : 40,8% (n:40-52%)
Trombosit : 204.000
b. Hasil USG
Adanya pedarahan abdomen dibagian lien

19
Analisis data
No Data Problem Etiologi
1 DO: Kekurangan volume Kehilangan cairan
Tekanan darah 100/80mmHg, Nadi cairan aktif
90X/menit, suhu 38 OC membran mukosa
kering, penurunan turgor kulit.
Pasien terlihat lemah.

DS: pasien mengatakan sakit pada bagian


abdomen sebelah kiri dan merasa pusing.
2 DO: pasien terlihat meringis karena Nyeri Akut Agen cidera fisik
menahan nyeri
Pasien terlihat isi perut terurai keluar.
DS: pasien mengatakan nyeri dirasakan
diseluruh lapang perut seperti ditusuk-
tusuk dan tidak bisa ditentukan lokasinya.

Diagnosa keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
2. Nyeri Akut berhubungan dengan

20
Intervensi dan Rasionalisasi
Hari dan Diagnosa
No Tujuan Intervensi Rasionalisasi
tanggal keperawatan
1 Sabtu , 2 maret Kekurangan Keseimbangan cairan Manajemen cairan 1. Untuk mengetahui asupan
2019 volume cairan Setelah dilakukan perawatan 1. Jaga intake atau asupan yang dan output Tn.A
selama 60 menit diharapkan adekuat dan catat output 2. Untuk mengetahui
kekurangan volume cairan Tn.A. perubahan status hidrasi
dapat teratasi dengan kriteria 2. Monitor status hidrasi 3. Untuk mengetahui
hasil: (misalnya membrane mukosa perubahan tanda-tanda
1. Tekanan darah dari lembab, denyut nadi adekuat vital Tn.A
skala 2 ke 4 dan tekanan darah). 4. Untuk memenuhi
2. Denyut nadi dari skala 3. Monitor tanda-tanda vital kebutuhan cairan Tn.A.
2 ke 4 Tn.A 5. Untuk mengganti produk
3. Turgor kulit dari skala 4. Brikan cairan yang tepat. darah Tn.A yang hilang.
2 ke 4 5. Persiapkan pemberian 6. Untuk melengkapi produk-
4. Kelembapan produk-produk darah produk darah yang hilang
membran mukosa dari misalnya cek darah.
skala 2 ke 4 6. Berikan produk-produk darah
misalnya trombosit dan
plasma-plasma yang baru.

21
2 Sabtu , 2 maret Nyeri akut Kontrol nyeri Manajemen nyeri
2019 Setelah dilakukan perawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri
selama 1x24 jam diharapkan secara komprehensif.
nyeri dapat teratasi dengan 2. Observasi adanya petunjuk
kriteria hasil: nonverbal mengenai
1. Menggunakan ketidaknyamanan.
analgesic yang 3. Pastikan pemberian
direkomendasikan analgesik bagi pasien
dari skala 2 ke 4. dilakukan dengan
2. Melaporkan gejala pemantauan yang tepat.
yang tidak terkontrol 4. Gali faktor-faktor yang
kepada perawat dari dapat menurunkan atau
skala 2 ke 4 memperberat nyeri
3. Menggunakan 5. Kendalikan faktor
sumber daya yang lingkungan yang dapat
tersedia dari skala 2 mempengaruhi respon
ke 4 ketidaknyamanan Tn.A.
4. Menggunakan jurnal 6. Dorong Tn.A untuk
harian untuk menggunkaan obat-obatan
memonitor gejala dari nyeri yang adekuat

22
waktu ke waktu dari 7. Periksa tingkat
skala 2 ke 4. ketidaknyamanan Tn.A dan
catat serta informasikan
kepada petugas lain yang
merawat Tn.A.
8. Gunakan pendekatan
multidisiplin untuk
manajemen nyeri.
9. Libatkan keluarga dalam
modalitas penurun nyeri jika
memungkinkan.

Implementasi dan Evaluasi


No Hari dan tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi Evaluasi
1 Sabtu , 2 maret Kekurangan volume cairan 1. Menjaga intake atau asupan yang S: pasien mengatakan pusingnya
2019 adekuat dan catat output Tn.A. berkurang dan rasa sakit sedikit
2. Memonitor status hidrasi (misalnya berkurang
membrane mukosa lembab, denyut
nadi adekuat dan tekanan darah). O: telah terpasang infus RL 20 tpm
3. Memonitor tanda-tanda vital Tn.A Telah dilakukan pengontrolan tanda-
4. Memberikan cairan yang tepat. tanda vital

23
5. Mempersiapkan pemberian produk- Membrane mukosa lembab
produk darah misalnya cek darah.
6. Memberikan produk-produk darah A: kekurangan volume cairan teratasi
misalnya trombosut dan plasma- sebagian
plasma yang baru. P: lanjutkan intervensi
Tetap berikan infus RL 20tpm
Control tanda-tanda vital.

2 Sabtu , 2 maret Nyeri akut 1. Melakukan pengkajian nyeri secara S: pasien mengatakan nyeri masih hilang
2019 komprehensif. timbul terkadang intesitasnya lama tapi
2. Mengobservasi adanya petunjuk terkadang sebentar
nonverbal mengenai O: sudah diberikan analgesik sesuai
ketidaknyamanan. resep dokter
3. Memastikan pemberian analgesik A: nyeri akut belum teratasi
bagi pasien dilakukan dengan P: Lanjutkan pemberian analgesik secara
pemantauan yang tepat. tepat
4. Menggali faktor-faktor yang dapat Observasi nyeri yang dialami pasien
menurunkan atau memperberat nyeri Konsultasikan ke dokter jika nyeri masih
5. Mengendalikan faktor lingkungan terus dirasakan dengan intensitas yang
yang dapat mempengaruhi respon lama.
ketidaknyamanan pasien.

24
6. Mendorong Tn.A untuk
menggunkaan obat-obatan nyeri yang
adekuat
7. Memeriksa tingkat ketidaknyamanan
Tn.A dan catat serta informasikan
kepada petugas lain yang merawat
Tn.A.
8. Menggunakan pendekatan
multidisiplin untuk manajemen nyeri.
9. Melibatkan keluarga dalam modalitas
penurun nyeri jika memungkinkan.

25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma pada abdomen umunya dibagi menjadi dua yakni trauma tajam dan
trauma tumpul. Trauma tajam abdomen yaitu trauma yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan
oleh tusukan benda tajam. Penyebab yang paling sering terjadi pada trauma tajam
yaitu luka tembak yang menembus abdomen. Dapat juga terjadi akibat luka tusukan
benda tajam. Trauma tajam abdomen salah satunya bisa mengakibatkan robeknya
pembuluh darah dan seringkali disertai dengan perdarahan hebat. Trauma tajam akan
menimbulkan nyeri, perdarahan, bisa juga timbul mual muntah, distensi abdomen,
peningkatan suhu tubuh, takikardi, bahkan penurunan kesadaran. Penatalaksanaan
trauma tajam kebanyakan memerlukan intervensi bedah. Diagnosa keperawatan
yang muncul pada klien dengan traum tajam abdomen adalah nyeri, resiko shock dan
kerusakan intregitas jaringan. Ketiga diagnosa tersebt perlu penatalaksanaan sesuai
tingkat kegawatannya masingmasing, sehingga dalam melakukan pengkajian harus
dilakukan secara rinci untuk mencegah keterlambatan dan kesalahan penanganan.
Prognosis untuk pasien dengan trauma abdomen bervariasi. Angka kematian
lebih tinggi disbanding cedera yang lain. Kebanyakan trauma abdomen ini
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Untuk trauma abdomen yang terlewat yang
artinya tidak terobservasi, atau terlambat didiagnosis memeiliki resiko kematian
yang lebih tinggi.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini telah dijelaskan tentang konsep trauma tajam,
konsep asuhan keperawatan dan contoh penerapan asuhan keperawatan dengan
kasus trauma tajam abdomen. Untuk itu apabila nantinya pembaca menemukan
kasus serupa hendaknya dapat mengaplikasikan proses asuhan keperawatan yang
tepat untuk klien dengan trauma tajam abdomen. Sehingga kasus demikian dapat
ditangani dengan baik dan mencegah timbulnya komplikasi lebih lanjut yang dapat
mengakibatkan kegagalan fungsi bahkan kematian.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter Edisi 7.
Jakarta: IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.
2. Beauchamp, et al., 2008. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition. USA
:Elvesier, Inc.
3. Brunicardi, FC, 2007. Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, Inc.
4. Isenhour J.L., Marx J., 2007. Advances in abdominal trauma. Emerg Med Clin N Am
25 (2007), pg 713–733. Available from: http:// emed.theclinics.com. [ Accessed on: 2
February 2019]
5. Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment & Management. Available
from : http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment [Accessed 2 February
2019]
6. Reza, Halim. 2016. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Mortalitas Pasien
Trauma Tumpul Abdomen di Rumah Sakit Sanglah. Universitas Udayana
7. Stanton-Maxey K.J, et al. 2011. Penetrating Abdominal Trauma. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview [Accessed on 2 February
2019].
8. Williams, et al., 2008. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery. 25th edition. UK:
Edward Arnold Ltd.
9. Yuniarti, Nur. 2007. Epidemiologi Trauma Secara Global. Universitas Udayana

27

Vous aimerez peut-être aussi