Vous êtes sur la page 1sur 30

Tinjauan Teoritis

SIFILIS

A. Definisi

Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi
sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat
diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan
penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal
dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin (Soedarto, 1998).

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh
(Hidayat, 2009).

Sifilis ialah penyakit infeksi oleh Treponema palidum dengan perjalanan penyakit
yang kronis, adanya remisi dan aksaserbasi, dapat menyerang semua organ dalam
tubuh terutama sistem kardiovaskular, otak, dan susunan saraf, serta dapat terjadi
sifilis kongenital (Mansjoer, Arif, et al, 2000: 153).

Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat disimpulkan bahwa sifilis adalah penyakit
infeksi yang dapat digolongkan Penyakit Menular Seksual (PMS), yang disebabkan
oleh Treponema palidium, yang bersifat kronis dan bekerja secara sistemik.

1
B. Etiologi

Sifilis disebabkan oleh Treponema Pallidum. Treponema Pallidum termasuk ordo


Spirochaeta, famili Treponemetoceae yang berbentuk seperti spiral dengan panjang
antara 5- 20 mikron dan lebar 0,1- 0,2 mikron, mudah dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap akan nampak seperti spiral yang bisa melakukan gerakan seperti
rotasi. Organisme ini bersifat anaerob mudah dimatikan oleh sabun, oksigen,
sapranin, bahkan oleh Aquades. Didalam darah donor yang disimpan dalam lemari es
Treponema Pallidum akan mati dalam waktu tiga hari tetapi dapat ditularkan melalui
tranfusi mengunakan darah segar (Soedarto, 1990). Sifilis ini juga dapat menular
melalui hubungan seksual dengan penderita sifilis. Kontak kilit dengan lesi yang
mengandung T. pallidum juga akan menularkan penyakit sifilis.

C. Manifestasi Klinis

1. Sifilis primer

Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh Chancre sifilis dan
adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat sesudah masuknya
Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus bersih, tidak nyeri
dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai lesi primer akan
terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan terutama terdapat di
daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional yang tidak nyeri.
Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang hidup dan sangat
menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada tempat masuknya sifilis
primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya dalam 4 – 6 minggu dan
setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita yang tidak diobati infeksinya
berkembang ke manifestasi sifilis sekunder. (Sarwono, 2007)

2
2 . Sifilis Sekunder

Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh. Manifestasi sifilis
sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola papuler non pruritus,
yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak tangan dan telapak kaki;
Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang lembab di sekitar anus dan
vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka, abu–abu putih sampai
eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat ditemukan pada
membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder adalah penyakit
seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia, penurunan berat
badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta limfadenopati menyeluruh
sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat ditemukan juga, meningitis terjadi
30% penderita. (Sarwono, 2007)

1. Relapsing sifilis.

Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang tidak tepat dosis dan
jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala klinik dapat timbul
kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan serologinya yaitu dari
reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi positif. Gejala yang
timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis sekunder.

Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :

a. Sifilis laten

Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis sekunder dan
tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten awal). Tidak
terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat yang tidak

3
mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan selama 4 tahun
pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung setelah 4 tahun
tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala klinik hanya
reaksi STS positif.

b. Sifilis tersier

Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah gejala sekunder
menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai menunjukkan manifestasi
penyakit tersier yang meliputi neurologis, kardiovaskuler dan lesi gummatosa,
pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul, noduloulseratif atau gumma.Gumma
selain mengenai kulit dapat mengenai semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi
aneurisma aorta, insufisiensi aorta, aortitis dan kelainan pada susunan syaraf
pusat(neurosifilis ).

c. Sifilis kongenital

Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu hamil yang
menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil dengan sifilis
dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan mengakibatkan sifilis
kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis mengakibatkan anak
lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul sesudah anak menjadi
besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil kongenital sifilis bayi
mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan tulang – tulang
panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika sifilis timbul sesudah
anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang timbul pada umumnya
menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau tabes, atrofi nervous
optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous kedelapan, juga interstitial
keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose, saber shin ( tulang kering

4
terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi Hutchinson dapat dijumpai.
Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya infeksi tetapi kelainan yang
sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa disembuhkan. (Soedarto,
1990).

D. Patofisiologi

1. Stadium Dini

Pada sifilis yang didapat, Treponema pallidum masuk ke dalam kulit melalui
mikrolesi atau selaput lendir, biasanya melalui senggama. Kuman tersebut
berkembang biak, jaringan bereaksi dengan membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-
sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler, pembuluh-pembuluh darah
kecil berproliferasi dikelilingi oleh Treponema pallidum dan sel-sel radang.
Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofi endotelium yang
menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans). Pada pemeriksaan klinis
tampak sebagai S I. Sebelum S I terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening
regional secara limfogen dan berkembang biak, terjadi penjalaran hematogen yang
menyebar ke seluruh jaringan tubuh. Multiplikasi diikuti oleh reaksi jaringan sebagai
S II yang terjadi 6-8 minggu setelah S I. S I akan sembuh perlahan-lahan karena
kuman di tempat tersebut berkurang jumlahnya. Terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatrik. S II juga mengalami regresi perlahan-lahan lalu
menghilang. Timbul stadium laten. Jika infeksi T. pallidum gagal diatasi oleh proses
imunitas tubuh, kuman akan berkembang biak lagi dan menimbulkan lesi rekuren.
Lesi dapat timbul berulang-ulang.

2. Stadium Lanjut

5
Stadium laten berlangsung bertahun-tahun karena treponema dalam keadaan dorman.
Treponema mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu dini, tetapi
kerusakan perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahun-tahun untuk
menimbulkan gejala klinis. Kira-kira dua pertiga kasus dengan stadium laten tidak
memberi gejala.

E. Pemeriksaan Penunjang

Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi


atau pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield
microscope). Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis
treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research
Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya
Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan
aktifitas penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit
aktif (gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan
sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan
melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma
venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan ( kanker ).

F. Komplikasi

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga
meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan
selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah kerusakan di masa mendatang
tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.

Benjolan kecil atau tumor


Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari kulit, tulang, hepar,

6
atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan,
gummas biasanya akan hilang.

Masalah Neurologi
Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada nervous
sistem, seperti:

 Stroke
 Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
 Koordinasi otot yang buruk
 Numbness (mati rasa)
 Paralysis
 Deafness or visual problems
 Personality changes
 Dementia

Masalah kardiovaskular
Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan
pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease,
seperti aortic valve stenonis.

G. PENCEGAHAN

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seseorang


agar tidak tertular penyakit sifilis. Hal-hal yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Tidak berganti-ganti pasangan
2. Berhubungan seksual yang aman: selektif memilih pasangan
dan pempratikkan ‘protective sex’.

7
3. Menghindari penggunaan jarum suntik yang tidak steril dan
transfusi darah yang sudah terinfeksi

H. PENATALAKSANAAN

 Sifilis primer dan sekunder

1. Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x
seminggu

2. Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari
selama 10 hari.

3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu. (Sarwono, 2007)

 Sifilis laten

1. Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit

2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit
sehari).

3. Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).

(Sarwono, 2007)

 Sifilis III

1. Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit

8
2. Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)

3. Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit


(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)

 Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

1. Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan:

1. Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari

2. Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.

*Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.

 Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai


berikut:

1. Bahaya PMS dan komplikasi

2. Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan

3. Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya

4. Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak
dapat dihindarkan lagi.

9
5. Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin

6. Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

10
CMV (cytomegalovirus)

A. Pengertian
CMV adalah infeksi kongenital pada janin yang dapat terjadi pada ibu yang mendapat
infeksi primer,yang sering adalah infeksi melalui transfusi, yaitu 80-90% menimbulkan
penyakit 20-25% menimbulkan kematian. (Markum,A.H.1991)
CMV adalah infeksi oportunistik yang menyerang saat system kekebalan tubuh lemah
(Sarwono, 2007)

B. KLASIFIKASI
CMV dapat mengenai hampir pada semua organ dan menyebabkan hampir semua jenis
infeksi. Organ yang terkena adalah:
CMV nefritis( ginjal).
CMV hepatitis( hati).
CMV myocarditis( jantung).
CMV pneumonitis( paru-paru).
CMV retinitis( mata).
CMV gastritis( lambung).
CMV colitis( usus).
CMV encephalitis( otak).
(Markum,A.H.1991)

11
C. ETIOLOGI
Etiologi berdasarkan jenis CMV dibagi menjadi 3 yaitu:
Kongenital: didapat didalam rahim melalui plasenta. Kira-kira 40% bayi yang lahir dari
wanita yang menderita CMV selama kehamilan juga akan terinfeksi CMV. Bentuk paling
berat dari infeksi ini adalah penyakit inklusi sito megalik.
Akut-didapat: didapat selama atau setelah kelahiran sampai dewasa. Gejala mirip dengan
mononucleosis( malaise, demam, faringitis, splenomegali, ruam petekia, gejala
pernapasan). Infeksi bukan tanpa sekuela, terutama pada anak-anak yang masih kecil,
dan dapat terjadi akibat tranfusi.
Penyakit sistemik umum: terjadi pada individu yang menderita imunosupresi,
terutama jika mereka telah menjalani transpantasi organ. Gejala-gejalanya termasuk
pneumonitis, hepatitis, dan leucopenia, yang kadang-kadang fatal. Infeksi sebelumnya
tidak menghasilkan kekebalan dan dapat menyebabkan reaktivasi virus.
(Markum,A.H.1991)

D. PATOFISIOLOGI
Cytomegalovirus (CMV) adalah penyebab utama infeksi virus congenital di amerika
utara. Terdapat sejumlah strain CMV yang berhubungan: virus ini adalah anggota dari
ember herpes. CMV agaknya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak langsung
dengan cairan atau jaringan tubuh, termasuk urin, darah, liur, secret servikal, semen dan
ASI. Masa inkubasi tidak diketahui; berikut ini adalah perkiraan masa inkubasi: setelah
lahir-3 sampai 12 minggu; setelah tranfusi-3 sampai 12 minggu; dan setelah
transplantasi-4 minggu sampai 4 bulan. Urin sering mengandung CMV dari beberapa
bulan sampai beberapa tahun setelah infeksi. Virus tersebut dapat tetap tidak aktif dalam
tubuh seseorang tetapi masih dapat diaktifkan kembali. Hingga kini belum ada imunisasi

12
untuk mencegah enyakit ini.
Ada 3 jenis CMV:
Kongenital: didapat didalam rahim melalui plasenta. Kira-kira 40% bayi yang lahir dari
wanita yang menderita CMV selama kehamilan juga akan terinfeksi CMV. Bentuk paling
berat dari infeksi ini adalah penyakit inklusi sito megalik.
Akut-didapat: didapat selama atau setelah kelahiran sampai dewasa. Gejala mirip dengan
mononucleosis( malaise, demam, faringitis, splenomegali, ruam petekia, gejala
pernapasan). Infeksi bukan tanpa sekuela, terutama pada anak-anak yang masih kecil,
dan dapat terjadi akibat tranfusi.
Penyakit sistemik umum: terjadi pada individu yang menderita imunosupresi, terutama
jika mereka telah menjalani transpantasi organ. Gejala-gejalanya termasuk pneumonitis,
hepatitis, dan leucopenia, yang kadang-kadang fatal. Infeksi sebelumnya tidak
menghasilkan kekebalan dan dapat menyebabkan reaktivasi virus. (Markum,A.H.1991)

E.TANDA DAN GEJALA

CMV adalah infeksi virus kongenital yang utama di US dan mengenai 0.5 – 2.5 %
bayi lahir hidup. Infeksi plasenta dapat berlangsung dengan atau tanpa infeksi terhadap
janin dan infeksi pada neonatus dapat terjadi pada ibu yang asimptomatik.

Resiko transmisi dari ibu ke janin konstan sepanjang masa kehamilan dengan angka
sebesar 40 – 50%.

10 – 20% neonatus yang terinfeksi memperlihatkan gejala-gejala :

1. Retardasi pertumbuhan intrauterine


2. Korioretinitis

13
3. Mikrosepali
4. Kalsifikasi serebral
5. Hepatosplenomegali
6. hidrosepalus
7. ikterus
8. Petekie

(Markum,A.H.1991)

80 – 90% tidak menunjukkan gejala namun kelak dikemudian hari dapat


menunjukkan gejala :

1. Retardasi mental
2. Gangguan visual
3. Gangguan perkembangan psikomotor

Seberapa besar kerusakan janin tidak tergantung saat kapan infeksi menyerang
janin.

CMV rekuren berkaitan dengan penurunan resiko janin dengan angka penularan ibu ke
janin sebesar 0.15% – 1%
F. MANIFESTASI KLINIS

Pada periode bayi baru lahir, bayi yang terinfeksi sitomegalovirus biasanya bersifat
asimtomatik. Awitan infeksi yang didapat secara congenital dapat terjadi segera setelah
lahir atau sampai berusia 12 minggu.
Tidak ada indicator yang dapat diramalkan, tetapi sering dijumpai gejala-gejala berikut
ini:

14
- Petekia dan ekimosis.
- Hepatosplenomegali.

- Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.

- Mikrosefali dengan kalsifikasi periventrikular.

- Retardasi pertumbuhan intrauterine.

- Prematuritas.

- Ukuran kecil menurut usia kehamilan.

- Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:

- Purpura.

- Hilang pendengaran.

- Korioretinitis; buta.

- Demam.

- Pneumonia.

- Takipnea dan dispnea.

15
- Kerusakan otak. (Markum,A.H.1991)

- G. KOMPLIKASI

- Kehilangan pendengaran yang bervariasi.


- IQ rendah.
- Gangguan penglihatan.
- Mikrosefali.
- Gangguan sensorineural.

H. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


Kultur virus dari urin, secret faring, dan leukosit perifer.
Pemeriksaan mikroskopik pada sediment urin, cairan tubuh, dan jaringan untuk melihat
vius dalam jumlah besar( pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya iklusi intra sel
tidaklah bermanfaat; verifikasi infeksi congenital harus dilakukan dalam 3 minggu
pertama dari kehidupan).
Skrining toksoplasmosis, rubella, sitomegalo virus, herpes dan lain-laia( toxoplasmosis,
other, rubella, cytomegalovirus, herpes[TORCH])-digunakan untuk mengkaji adanya
virus lain. (Markum,A.H.1991)

Uji serologis
Titer antibody IgG dan IgM( IgM yang meningkat mengindikasikan pajanan terhadap
virus; IgG neonatal yang meningkat mengindikasikan infeksi yang didapat pada masa
prenatal; IgG maternital negative dan IgG neonatal positif mengindikasikan didapatnya
infeksi pada saat pascanatal.

16
Uji factor rheumatoid positif ( positif pada 35%-45% kasus)
Studi radiologist: foto tengkorak atau pemindaian CT kepala dengan maksud
mengungkapkan kalsifikasi intra cranial. (Markum,A.H.1991)
I. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini hanya terdapat penatalaksanaan mengatasi gejala(misalnya:
penatalaksanaan demam, tranfusi untuk anemia, dukungan pernapasan). Ada bukti bahwa
globulin imun-CMV yang diberikan melalui IV bersama obat gansiklovir dapat
mengurangi beratnya infeksi pada individu dengan system imun yang buruk (mekanisme
imunologiknya kurang/terganggu). Vaksin CMV hidup sedang diuji coba pada pasien
transplantasi ginjal. Kemoterap ember sedikit harapan, tetapi toksisitas dan imunosupresi
akibat dari pengobatan ini meningkatkan kekhawatiran jika digunakan pada bayi baru
lahir. Dalam penatalaksanaannya tidak diperlukan tindakan kewaspadaan khusus, tetapi
perawat harus tetap memakai sarung tangan, melakukan teknik mencuci tangan yang baik
dan menggunakan tidakan kewaspadaan umum.
penatalaksanaannya tidak diperlukan tindakan kewaspadaan khusus antara lain :
1. Melakukan isolasi neonatus yang menderita infeksi CMV
2. Meningkatkan tindakan aseptik dan antiseptik pada waktu merawat neonatus yang
terkena infeksi
3. Menggunakan darah donor yang seronegatif CMV pada transfusi neonatus.
(Markum,A.H.1991)

17
RUBELLA

A. PENGERTIAN
Rubella adalah infeksi virus yang menyebabakan infeksi kronik intrauteri dan
mengganggu pertumbuhan & perkembangan janin. (Markum,A.H.1991)
Rubella yang sering dikenal dengan istilah campak Jerman atau campak 3 hari adalah
sebuah infeksi yang menyerang, terutama, kulit dan kelenjar getah bening. (Sarwono.
2007)

B. ETIOLOGI

18
Rubella disebabkan oleh virus yang mengandung RNA pleomorfik, yang sekarang
didaftar pada famili Togaviridae, genus Rubivirus. Virus ini sferis, berdiameter 50-60 nm,
dan berisi asam ribonukleat helai-tunggal. Virus biasanya diisolasi pada biakan jaringan,
dan keberadanya diperagakan oleh kemampuan sel ginjal kera hijau Afrika (African
green monkey kidney) [AGMK] terinfeksi rubella menahan tantangan dengan enterovirus.
Selama penyakit klinis virus berada dalam sekresi nasofaring, darah, tinja, dan urin.
Virus telah ditemukan dari nasofaring 7 hari sebelum eksantem, dan 7-8 hari sesudah
menghilangnya. Penderita dengan penyakit subklinis juga infeksius.
(Markum,A.H.1991)

C. PATOFISIOLOGI

Daerah utama yang terinfeksi oleh rubella adalah nasofaring kemudian menyebar ke
kelenjar getah bening secara cepat dan viremia. Ruam nampak akibat titer serum
antibody meningkat dan mempengaruhi antigen-antibodi dan berinteraksi di kulit. Virus
telah dapat ditemukan diseluruh kulit baik yang terlibat maupun yang tidak selama masa
infeksi, dan penyebarannya karena factor lain yang mungkin berperan dalam patogenesis
eksantem. Antibody HAI mencapai puncaknya pada hari 12 – 14 setelah timbulnya ruam
dan akan kembali stabil setelah kira-kira 2 minggu kemudian. (Markum,A.H.1991)

D. GEJALA KLINIS

Keluhan yang dirasakan biasanya lebih ringan dari penyakit campak. Bercak-
bercak mungkin juga akan timbul tapi warnanya lebih muda dari campak biasa.
Biasanya, bercak timbul pertama kali di muka dan leher, berupa titik-titik kecil
berwarna merah muda. Dalam waktu 24 jam, bercak tersebut menyebar ke badan,
lengan, tungkai, dan warnanya menjadi lebih gelap. Bercak-bercak ini biasanya
hilang dalam waktu 1 sampai 4 hari. (Markum,A.H.1991)

19
Eksantemnya lebih bervariasi daripada eksantem rubela. Eksantem pada muka
dan menyebar dengan cepat. Evolusinya begitu cepat sehingga dapat menghilang
pada muka pada saat ruam lanjutannya muncul pada badan. Makulopapula tersendiri
ada pada sejumlah kasus; ada juga daerah kemerahan yang luas yang menyebar
dengan cepat ke seluruh badan, biasanya dalam 24 jam. Ruam dapat menyatu,
terutama pada muka. Selama hari kedua ruam dapat mempunyai gambaran sebesar
ujung jarum, terutama di seluruh tubuh, menyerupai ruam demam scarlet. Dapat
terjadi gatal ringan. Erupsi biasanya jelas pada hari ke 3.

Mukosa faring dan konjungtiva sedikit meradang. Berbeda dengan rubeola,


tidak ada fotofobia. Demam ringan atau tidak selama ruam dan menetap selama 1, 2
atau kadang-kadang 3 hari. Suhu jarang melebihi 38 oC (101oF). Anoreksia, nyeri
kepala, dan malaise tidak biasa. Limpa. sering sedikit membesar. Angka sel darah
putih normal atau sedikit menurun, trombositopeni jarang, dengan atau tanpa
purpura. Terutama pada wanita yang lebih tua dan wanita dewasa, poliartritis dapat
terjadi dengan artralgia, pembengkakan, nyeri dan efusi tetapi biasanya tanpa sisa
apapun. Setiap sendi dapat terlibat, tetapi sendi-sendi kecil tangan paling sering
terkena. Lamanya biasanya beberapa hari; jarang artritis ini menetap selama
berbulan-bulan. Parestesia juga telah dilaporkan. Pada satu epidemi orkidalgia
dilaporkan pada sekitar 8% orang laki-laki usia perguruan tinggi yang terinfeksi.

E. DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosa pasti suatu rubella, dapat dilakukan dengan isolasi virus,
hanya saja ini sulit dilakukan dan biayanya juga mahal atau dapat pula dengan titer
antibodi. Tes yang biasa dilakukan adalah tes ELISA untuk antibodi IgG dan IgM.
Antibodi rubella dapat ditemukan pada hari kedua ruam dan mengalami peningkatan
pada hari 10 – 21. biopsy jaringan atau darah dan CSF dapat pula digunakan untuk

20
menunjukkan adanya antigen rubella dengan antibodi monoklonal dan untuk
mendeteksi RNA rubella dengan hibridisasi dan reaksi polymerase berantai dari
tempat asal.(Markum,A.H.1991)

F. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala Infeksi rubella dimulai dengan adanya demam ringan selama 1
atau 2 hari (99 - 100 Derajat Fahrenheit atau 37.2 - 37.8 derajat celcius) dan kelenjar
getah bening yang membengkak dan perih, biasanya di bagian belakang leher atau di
belakang telinga. Pada hari kedua atau ketiga, bintik-bintik (ruam) muncul di wajah dan
menjalar ke arah bawah. Di saat bintik ini menjalar ke bawah, wajah kembali bersih dari
bintik-bintik. Bintik-bintik ini biasanya menjadi tanda pertama yang dikenali oleh para
orang tua.

Ruam rubella dapat terlihat seperti kebanyakan ruam yang diakibatkan oleh virus
lain. Terlihat sebagai titik merah atau merah muda, yang dapat berbaur menyatu menjadi
sehingga terbentuk tambalan berwarna yang merata. Bintik ini dapat terasa gatal dan
terjadi hingga tiga hari. Dengan berlalunya bintik-bintik ini, kulit yang terkena
kadangkala megelupas halus.(Markum,A.H.1991)

Gejala lain dari rubella, yang sering ditemui pada remaja dan orang dewasa,
termasuk: sakit kepala, kurang nafsu makan, conjunctivitis ringan (pembengkakan pada
kelopak mata dan bola mata), hidung yang sesak dan basah, kelenjar getah bening yang
membengkak di bagian lain tubuh, serta adanya rasa sakit dan bengkak pada persendian
(terutama pada wanita muda). Banyak orang yang terkena rubella tanpa menunjukkan
adanya gejala apa-apa.

Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi sindrom rubella bawaan,
yang potensial menimbulkan kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang

21
terkena rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami keterlambatan
pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan bentuk jantung dan mata, tuli, dan
problematika hati, limpa dan sumsum tulang.

G.Pencegahan

Pencegahan Rubella dapat dicegah dengan vaksin rubella (Markum,A.H.1991).


Imunisasi rubella secara luas dan merata sangat penting untuk mengendalikan
penyebaran penyakit ini, yang pada akhirnya dapat mencegah cacat bawaan/lahir akibat
sindrom rubella bawaan. Vaksin ini biasanya diberikan kepada anak-anak berusia 12 - 15
bulan dan menjadi bagian dari imunisasi MMR yang telah terjadwal. Dosis kedua MMR
biasanya diberikan pada usia 4 - 6 tahun, dan tidak boleh lebih dari 11 - 12 tahun. Vaksin
rubella tidak boelh diberikan kepada wanita hamil atau wanita yang akan hamil dalam
jangka waktu satu bulan sesudah pemberian vaksin. Wanita hamil yang tidak kebal
terhadap rubella harus menghindari orang yang mengidap penyakit ini harus diberikan
vaksinasi setelah melahirkan sehingga dia akan kebal terhadap penyakit ini di kehamilan
berikutnya

H. Masa inkubasi

Periode inkubasi rubella adalah 14 - 23 hari, dengan rata-rata inkubasi adalah 16 -


18 hari. Ruam rubella biasanya berlangsung selama 3 hari. Pembengkakan kelenjar akan
berlangsung selama satu minggu atau lebih dan sakit persendian akan berlangsung
selama lebih dari dua minggu. Anak-anak yang terkena rubella akan pulih dalam jangka
waktu satu minggu sementara pada orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk
pulih.

22
I. Penanganan

Rubella tidak dapat ditangani dengan antibiotik karena AB tidak dapat digunakan
untuk mengatasi infeksi virus Wanita hamil yang terkena rubella harus segera
menghubungi dokter spesialis. (Markum,A.H.1991)

Penanganan di rumah
Rubella biasanya penyakit yang ringan, terutama pada anak-anak dan hanya
membutuhkan penanganan kecil di rumah. Awasi suhu badan anak dan hubungi dokter
jika demamnya meninggi
Untuk mengurangi ketidaknyamanan, balita dapat diberikan acetaminophen atau
ibuprofen. Cegah penggunaan aspirin kepada anak-anak yang terkena infeksi virus
karena penggunaan aspirin pada kasus tersebut dicurigai menyebabkan terjadinya
sindrom Reye, yang dapat menyebabkan kegagalan hati dan kematian

DISTOSIA KELAINAN JALAN LAHIR


BAGIAN KERAS

Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan.(Mochtar,
Roestam.1998)

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan dapat disebabkan karena kelainan
tenaga his, kelainan letak dan bentuk janin, srta kelainan jalan lahir.
(Mansjoer,Arief.1999)

Etiologi

23
Distosia dapat disebabkan karena kelainan his ( his hipotonik dan his hipertonik ), karena
kelainan besar anak, bentuk anak ( hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat ), letak
anak (letak sungsang, letak melintang ), serta karena kelainan jalan lahir.

DISTOSIA KARENA KELAINAN JALAN LAHIR


Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan
keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul. (Satrawinata,
Sulaeman. 1984)

Kesempitan panggul dibagi :

1. Kesempitan Pintu Atas Panggul (PAP)


2. Kesempitan Bidang Tengah Panggul (BTP)

3. Kesempitan Pintu Bawah Paggul (PBP)

4. Kombinasi kesempatan PAP, bidang

1. Kesempitan PAP

PAP dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm, atau kalau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Conjugata vera dilalui oleh diameter
biparietalis yang ±9 ½ cm dn kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas
bahwa conjugata vera yang kurang dari 10 cm dapat menimbulkan kesulitan,
kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter anteroposterior
maupun diameter transversa sempit.

Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai


berikut:

24
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
 Panggul sempit seluruh : semua ukuran pangul kecil

 Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang


biasa.

 Panggul sempit picak : semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran


muka belakang

 Panggul corong : PAP biasa, PBP sempit

 Panggul bedah : simphisis terbuka

(Satrawinata, Sulaeman.
1984)

b. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya

 Rachitis : Panggul picak, panggul sempit, seluruh panggul


sempit picak dll

 Panggul osteomalaci : Panggul sempit melintang

 Radang articulate sacroiliaca : Panggul sempit miring

c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang

Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan :

Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan dan persalinan.

25
Pengaruh pada kehamilan :

- Dapat menimbulkan retrofexio uteri gravidi incarcerate


- Karena kepala tidak turun, maka terutama pada primigravida fundus lebih besar
daripada biasa dan menimbulkan sesak nafas atau gangguan peredaran
darah.Kadang-kadang fundus menonjol kedepan hingga perut menggantung

- Kepala tidak turun kedalam rongga panggul pada bulan terakhir

- Dapat menimbulkan letak muka, sungsang dan lintang

- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil daripada ukuran bayi
rata-rata (Satrawinata, Sulaeman. 1984)

Pengaruh pada persalinan :

- Persalinan lebih lama dari biasa


- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi

- Dapat terjadi rupture uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi
rintangan oleh panggul yang sempit

- Sebaliknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit
dapat terjadi infeksi intrapartum

- Terjadinya vistel : Tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia
yang menyebabkan nekrose

26
- Rupture shimphise (symphysiolysis) dapat terjadi malahan kadang-kadang ruptuire
dari articulastio sacroiliaca

- Parese kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam
rongga panggul :

- Yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan Nervous Peroneus

Pengaruh pada anak :

- Partus yang lama dapat menyebabkan kematian perinatal apalagi kalau ketuban
pecah sebelum waktunya
- Prolapsus Foeniculi dapat menimbulkan kematian anak

- Moulage yang kuat dpat menimbulkan perdarahan otak terutama kalau diameter
biparietal berkurang lebih dari ½ cm. (Satrawinata, Sulaeman. 1984)

Persangkaan panggul sempit

Kemungkinan panggul sempit kalau :

- Pada primipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36


- Pada primipara ada perut menggantung

- Pada multipara persalinan yang terdahulu sulit.

- Kelainan letak pada hamil tua

- Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose, pincang dll)

27
2. Kesempitan Bidang Tengah Panggul (BTP)

Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah simfisis pubis
melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat pertemuan antara vertebra
sacralis 4 – 5.

Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah Panggul menjadi
bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian anterior Bidang Tengah
Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas lateralnya adalah rami ischiopubic.
Batas dorsal bagian posterior Bidang Tengah Panggul adalah sacrum dan batas
lateralnya adalah ligamentum sacrospinosum.

Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :

 Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm


 Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
 Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter interspinous
dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm

Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya kesempitan PAP.

Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan bila jumlah dari
Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm = 15.5 cm) kurang dari 13.5 cm.
Dengan demikian maka BTP diduga mengalami penyempitan bila diameter interspinous.

28
Dugaan klinik adanya kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba
adanya penonjolan spina ischiadica yang menyolok.

3. Kesempitan Pintu Bawah Panggul (PBP)

PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama ( berupa diameter
intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.

Ukuran- ukuran yang penting adalah :

1) Diameter transversa (diameter antar tuberum ) = 11 cm


2) Diameter anteroposterior dari pinggir bawah simpisis Ke ujung os sakrum = 11
cm

3) Diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antara tuberum ke ujung os


sakrum = 7 ½ cm.

Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya segitiga anterior


sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah posterior dengan konskuensi pada
persalinan terjadi robekan perineum yang luas.

Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi mengingat bahwa
kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan kesempitan Bidang Tengah Panggul.
(Satrawinata, Sulaeman. 1984)

29
DAFTAR PUSTAKA
Satrawinata, Sulaeman. 1984.FKUNPAD.Obstetri Patologi : Bandung.
Mansjoer,Arief.1999.Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : buku
kedokteran
Markum,A.H.1991. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta: FKUI.
Mochtar, Roestam.1998. Sinopsis Obstetri.Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu kandungan. Jakarta Bina Pustaka.

30

Vous aimerez peut-être aussi