Vous êtes sur la page 1sur 10

MAKALAH

TEKNOLOGI MODIFIKASI KARBOHIDAT

PENGARUH WAKTU REAKSI PADA MODIFIKASI PATI


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

1. 2 Rumusan Masalah

BAB II ISI

2. 1 Pati

2. 2 Pengaruh Waktu Reaksi pada Modifikasi Pati

BAB III PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pati merupakan jenis karbohidrat yang terutama dihasilkan oleh tumbuhan.


Pati tersusun dari dua makromolekul polisakarida, yaitu amilosa dan
amilopektin, yang keduanya tersimpan dalam bentuk butiran yang disebut
granula pati. Amilosa tersusun dari molekul-molekul glukosa yang diikat
dengan ikatan glikosidik a-1,4 yang membentuk struktur linear, sedangkan
amilopektin di samping disusun oleh struktur utama linear juga memiliki
struktur yang bercabang-cabang, dimana titik-titik percabangannya diikat
dengan ikatan glikosidik a-1,6. Amilopektin memiliki struktur molekul yang
lebih besar dibanding amilosa dan umumnya kandungannya di dalam granula
pati lebih banyak dibanding amilosa. Kandungan amilosa dan amilopektin
dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber pati
menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan
membentuk gel dan kekentalannya (Whistler, 1986).

Sumber pati yang banyak digunakan secara komersial, di antaranya adalah


pati kentang, tapioka, sagu, beras, jagung, gandum, kacang tanah, dsb. Di
industri pangan, pati tersebut banyak digunakan baik sebagai bahan baku
maupun bahan tambahan sebagai pengental (thickening agent), pembentuk gel
(gelling agent), pembentuk film (filming agent) dan penstabil (stabilizing
agent). Di samping pati alami, secara komersial telah tersedia berbagai jenis
pati termodifikasi (modified starch) dengan tujuan penggunaan yang berbeda-
beda. Makalah ini akan memfokuskan pada pembahasan tentang teknologi
modifikasi pati berdasarkan pengaruh terhadap waktu reaksi.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh waktu reaksi terhadap modifikasi pada pati ?

1.3 Tujuan

Mengetahui pengaruh waktu reaksi terhadap modifikasi pati.


BAB II

ISI

2. 1 Pati

Secara umum pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat


aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan (Pomeranz, 1985), di
antaranya adalah kebanyakan pati alami menghasilkan suspensi pati
dengan viskositas dan kemampuan membentuk gel yang tidak seragam
(konsisten). Hal ini disebabkan profil gelatinisasi pati alami sangat
dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati
yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama.

Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam
proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan
suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu
pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi
(misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan
yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk
yang tidak sesuai. Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah
mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan
gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat
asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak
sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila pati
alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan
terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan
oleh hidrolisis pati. Pati alami tidak tahan proses mekanis, dimana
viskositas pati akan menurun adanya proses pengadukan atau pemompaan.
Kelarutan pati yang terbatas di dalam air.

Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel akan
menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi
pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang
tinggi. Gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari
struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama
penyimpanan dingin. Retrogradasi terjadi karena kecenderungan
terbentuknya ikatan hidrogen dari molekul-molekul amilosa dan
amilopektin selama pendinginan sehingga air akan terpisah dari struktur
gelnya. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan
pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah
(pendinginan/pembekuan). Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi
sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti dijelaskan
di atas, sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam proses
pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang
diinginkan.

Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik atau
kimia secara terkendali sehingga merubah satu atau lebih dari sifat
asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses
gelatinisasi, ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan, dan
kecenderungaan retrogradasi. Perubahan yang terjadi dapat terjadi pada
level molekular dengan atau tanpa mengubah penampakan dari granula
patinya. Teknologi modifikasi pati dan aplikasinya yang banyak dilakukan
di antaranya adalah modifikasi secara fisik (di antaranya dengan
pregelatinisasi), dan modifikasi kimia (di antaranya modifikasi ikatan
silang, substitusi, dan hidrolisis asam) (Wurzburg, 1986). Modifikasi dapat
juga dilakukan secara kombinasi, misalnya kombinasi modifikasi ikatan
silang dan substitusi.

Pati termodifikasi asam menunjukkan sifat-sifat yang berbeda, seperti (1)


penurunan viskositas, sehingga memungkinkan penggunaan pati dalam
jumlah yang lebih besar (2) penurunan kemampuan pengikatan iodine (3)
pengurangan pembengkakan granula selama gelatinisasi (4) penurunan
viskositas intrinsik (5) peningkatan kelarutan dalam air panas di bawah
suhu gelatinisasi (6) suhu gelatinisasi lebih rendah (7) penurunan tekanan
osmotik (penurunan berat molekul) (8) peningkatan rasio viskositas panas
terhadap viskositas dingin dan (9) peningkatan penyerapan NaOH
(bilangan alkali lebih tinggi). Akan tetapi sama seperti pati alami, pati
termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin dan persamaan sifat
birefringence-nya. Konsentrasi asam, temperatur, konsentrasi pati dan
waktu reaksi dapat bervariasi tergantung dari sifat pati yang diinginkan.
Dengan pemberian asam pada tapioka, kentang, pati gandum maka produk
akan menjadi lebih bersifat cair, membentuk gel yang kuat pada pendingin
dimana kekuatannya sama dengan pati jagung. Adanya aktivitas asam
akan meningkat dengan peningkatan suhu atau dengan penambahan asam
lemah akan memperpendek waktu reaksi.

2. 2 Pengaruh Waktu Reaksi pada Modifikasi Pati

Untuk menentukan waktu relatif baik pada pati, harus diketahui terlebih
dahulu bagaimana kondisi dari pati tersebut. Dapat diketahui bahwa
lamanya waktu operasi akan mengakibatkan meningkatnya nilai swelling
power (kekuatan tepung untuk mengembang) dan menurunnya nilai
kelarutan. Kelarutan merupakan sifat yang berkaitan dengan kemudahan
molekul air untuk berinteraksi dengan molekul dalam granula pati .
Granula pasti dapat mengembang ketika dipanaskan bersama air. Ikatan
hidrogen yang menstabilkan struktur dobel heliks dalam kristal terputus
sehingga ikatan hidrogen tergantikan oleh air (Herawati, 2009).
Pengembangan granula menyebabkan granula pecah dan keluarnya
molekul pati.

Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai sweeeling power yaitu adanya
amilopektin. Semakin panjang rantai molekul amilopektin maka semakin
tinggi sifat swelling power suatu pati, begitu pula sebaliknya jika
kandungan amilopektin semakin berkurang, maka nilai swelling powernya
juga semakin berkurang. Nilai swelling power berkaitan dengan
banyaknya air yang terserap ke dalam pati selama proses pemasakan
(Cozzolino, et al; 2013 ). Selain amilopektin, nilai swelling power juga
ditentukan oleh kadar amilosa dan suhu. Kadar amilosa yang tinggi pada
pati dapat mengakibatkan pati dapat menyerap air lebih banyak sehingga
pengembangan volume juga semakin besar (Murilo, 2008).

Pada modifikasi pati dengan metode crosslinking, semakin lama waktu


reaksi, maka semakin banyak kadar amilopektin yang bereaksi dengan
oleoresin. Amilopektin memiliki sifat merangsang terjadinya proses mekar
dalam produk makanan (Hee-Joung An, 2005). Ini ditunjukkan dengan
meningkatnya swelling power dan menurunnya kelarutan. Nilai kelarutan
yang menurun dikarenakan oleoresin yang bereaksi dengan pati
mengakibatkan terbentuknya jaringan pada molekul pati yang berlebihan.
Sehingga air sulit terimbibisi ke dalam granula pati (Siswanto, 2013).
Untuk memperoleh swelling power dan kelarutan mendekati kriteria yang
sesuai, maka proses cross linking dilakukan dengan waktu relatif selama
90 menit.

Penurunan nilai kelarutan terjadi karena adanya penataan ulang molekul


pati pada saat pemanasan (Qingjie et al., 2013). Selama pemanasan, ikatan
ganda heliks rantai amilopektin samping terbentuk sehingga
mengakibatkan peningkatan kristalinitas, mengurangi sifat hidrasi, dan
pembentukan kompleks amilosa-lipid. Semakin lama pemanasan maka
semakin banyak kompleks amilosa-lipid yang terbentuk, sehingga sifat
hidrasi granula semakin berkurang serta kristanilitas yang semakin
meningkat. Efek lanjutan apabila kompleks amilosa-lipid terbentuk adalah
menghambat pembengkakan granula sehingga amilosa yang keluar dari
granula akan pecah sedikit. Hal ini menyebabkan kelarutan pati akan
menurun (Haryani, dkk., 2005).
BAB III

PENUTUP

3. 1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :


1. Pati merupakan jenis karbohidrat yang dihasilkan. Pati tersusun dari
dua makromolekul polisakarida, yairu amilosa dan amilopektin yang
keduanya tersimpan dalam bentuk butiran yang disebut granula pati.
2. Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik
atau kimia secara terkendali sehingga merubah satu atau lebih dari sifat
asalnya
3. Pati termodifikasi dapat dipengaruhi oleh variabel waktu. Dimana
semakin lama waktu reaksi maka nilai kelarutan akan menurun dan
nilai swelling powernya akan semakin meningkat.

3. 2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cozzolino, et al. 2013. Relationship Between Swelling Power, Water Solubility,


and Neal-Infrared Spectra in Whole Grain Barley : a Feasibility Study.
Food Bioprocess Technology. 6:2732-2738.

Haryani, dkk. (2015). Modifikasi Pati Sorgum (Sorgum bicolor. L) dengan


Metode Heat-Moisture Treatment Sebagai Bahan Baku Pembuatan Bihun.
Jurnal. Semarang: Jurusan Teknik Kimia Undip

Hee-Young An. (2005). Effects of Ozonation and Addition of Amino acids on


Properties of Rice Starches. A Dissertation Submitted to the Graduate
Faculty of the Louisiana state University and Agricultural and Mechanical
College.

Herawati, D. (2009). Modifikasi Pati Sagu dengan Teknik HTM dan Aplikasinya
dalam Memperbaiki Kualitas Bihun. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Murillo, F. J. (2008). Morphological, Physicochemical, and Structural


Characteristics of Oxidized Barley and Corn Starches, Starch/ Starke.
Vol 60, 634-645.
Pomeranz. 1985. Functional Properties of Food Component. Academic Press,
Inc.
Siswanto. (2013). Modifikasi Tepung dari Umbi Gadung Menggunakan Ekstrak
Jahe sebagai Bahan Makanan Fungsional. Jurnal Teknologi Kimia dan
Industri. Vol. 2, no. 2: 181-191

Whistler, R.L. J.N. BeMiller dan E.F. Paschall. (1984). Starch: Chemistry and
Technology. Academic Press. Inc. Toronto. Tokyo.

Wurzburg, O. B. (1986). Starch Properties, Modifications and Application.


Chapter 8. Florida: CRC Press.

Vous aimerez peut-être aussi