Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Leukositosis adalah penngkatan jumlah leukosit dalam darah untuk sementara waktu.
Normalnya timbul akibat olahraga berat dan pada keadaan patologis timbul menyertai
perdarahan , demam , infeksi atau peradangan. (Dorland , 2010 )
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang abnormal pada rongga pleura ( kamus
kesehatan , 2012 )
Step 7
TBC Relaps
EPIDEMIOLOGI
Penyakit TB paru dapat terkena pada semua umur dan jenis kelamin. Paling
sering terkena adalah laki-laki. Penderita TB paru dengan kasus kambuh (relaps)
biasa pada usia 15-55 tahun (umur produktif). WHO menyatakan bahwa 1/3
penduduk dunia telaah terinfeksi kuman TB. Setiap tahunnya diseluruh dunia
didapatka sekitar 4 juta penderita baru TB menular, ditambah dengan jumlah yang
sama TB yang tidak menular dan sekitar 3 juta meniggal setiap tahunnya. Saat ini
negara maju diperkirakan setiap tahun terdapat 10-20 kasus baru setiap 100.000
penduduk dengan kematian 1-5 per 100.000 penduduk. Sedang di negara berkembang
angkanya masih tinggi. Di Afrika setiap tahun muncul 165 penderita TB paru
menular setiap 100.000 penduduk.
ETIOLOGI
FAKTOR RESIKO
1) umur : TB paru dapat terjadi pada semua golongan umur, baik pada bayi atau
anak-anak, orang dewasa maupun manula. Kecenderungan penderita TB terdapat
pada kelompok umur produktif (15-55 tahun).
Masyarakat dari golongan sosial ekonomi lemah lebih sering terinfeksi TB paru.
Keadaan kemiskinan mengarah kepada perumahan yang terlampau padat dan
kondisi kerja yang buruk serta terjadinya malnutrisi dapat menurunkan daya tahan
tubuh, sehingga mudah tertular oleh penyakit.
5) Gizi : Keadaan malnutrisi dapat mempengaruhi daya tahan tubuh sehingga akan
menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB paru.
6) Faktor toksik : merokok dan banyak minum alkohol dapat menurunkan daya
tahan tubuh. Selain itu, obat-obatan kortikosteroid dan imunosupresan juga dapat
menurunkan kekebalan tubuh.
( WHO , 2008 )
GEJALA KLINIK
2. Batuk/batuk darah. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-produk radang luar. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak napas. Sesak napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
inflitrasinya meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada. Timbul bila inflitrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu
makan, badan makin kurus,sakit kepala,meriang,nyeri otot,keringat malam, dan
lain-lain.
Menurut ISTC standar 1 menyatakan setiap individu dengan batuk produktif selama
2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi
untuk tuberkulosis. ( DEPKES , 2002 )
ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk yang tidak kunjung sembuh selama 4 bulan dengan dahak
putih kental disertai bercak darah saat batuk pada 3 hari lalu.
Keluhan tambahan : Pasien semakin kurus dalam 3 bulan terakhir disertai demam dan
adanya riwayat pengobatan paru selama 6 bulan.
PEMERIKSAAN
● Fisik
Pemeriksaan tanda vital terhadap pasien berupa :
Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama
pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinflitrasi secara asimptomatik. Penyakit
baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologis dada pada pemeriksaan
rutin atau uji tuberculin yang positif.
b. Palpasi : sulit menilai dari palpasi dinding dada. Palpasi pada paru dapat di
periksa secara statis dan dinamis, yakni :
c. Perkusi : tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian
apeks(pucak paru),bila dicurigai ada infiltrate yang agak luas,maka di
dapatkan perkusi yang redup. Adanya cairan dalam pleura juga dapat
memerikan suara redup. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,perkusi
memberikan suara hipersonor atau timfani. Bila tuberculosis mengenai
pleura,terjadi efusi pleura, pada perkusi terdengar suara beda.
d. Auskultasi : TB paru yang menimbulkan infiltrat yang luas didapatkan
aukultasi suara napas bronchial, didapatkan juga suara napas tambahan berupa
ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrate diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Pada efusi pleura akibat TB
paru menimbulkan suara napas yang melemah sampai tidak terdengar sama
sekali pada auskultasi toraks.
Tanda-tanda fisik yang dapat terlihat pada pasien yang menderita TB paru :
- Demam. Bisa bermacam-macam jenis. Mungkin hanya kenaikan suhu ringan pada
malam hari. Suhu mungkin tinggi atau tidak teratur. Seringkali tidak ada demam
- Jari-jari tubuh. Anda bisa menemukan ini, khususnya pada pasien dengan
penyakit yang luas. Ingatlah bahwa jari tubuh ini biasa terdapat pada kanker paru.
- Dada. Seringkali tiada tanda-tanda abnormal. Yang paling umum adalah krepitasi
halus di bagian atas pada satu atau kedua paru. Suara ini terdengar khususnya
ketika menarik napas dalam,sesudah batuk. Kemudian mungkin terdapat perkusi
pekak atau pernapasan bronkial pada bagian atas kedua paru. Kadang-kadang
terdapat wheezing terlokalisasi disebabkan oleh bronkitis tuberkulosis atau
tekanan kelenjar limfe pada bronkus. Pada tuberkulosis kronis dengan banyak
fibrosis (jaringan parut), jaringan parut itu mungkin menarik trakea atau jantung
ke salah satu sisi. Pada setiap tahapan juga mungkin terdapat tanda-tanda fisik
akibat cairan pleura. Akan tetapi, sering sekali anda tidak akan menemukan
kelainan pada dada.
● Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
2. dahak pagi hari : dahak diumpulkan di umah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur atau terkumpul selama 1-2 jam pertama.
Bila kuman BTA dijumpai 2 kali dari 3 kali pemeriksaan penderita disebut
BTA + menular. Jumlah kuman yang ditemukan merupakan informasi
yang sangat penting karena berhubungan dengan derajat penularan
penderita maupun dengan beratnya penyakit.
5. Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ atau (3+)
b. Pemeriksaan Radiologis
c. Pemeriksaan Tuberkulin
Teknik standar (tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin (PPD)
sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberkulin secara intrakutan,
pada sepertiga atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah setelah kulit
dibersihkan dengan alkohol. Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum
diperlukan waktu antara 48-72 jam sesudah penyuntika dan reaksi harus
dibaca dalam periode tesebut, yaitu dalam cahaya terang dan posisi lengan
bawah sedikit ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter
indurasi dalam satuan milimeter, pengukuran harus dilakukan melintang
terhadap sumbu panjang lengan bawah. Hanya indurasi (pembengkakan yang
teraba ) dan bukan eritema yang bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan
inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut dengan jari tangan). Tidak
adanya idurasi sebaiknya dicatat sebagai ”0 mm” bukan negatif. Reaksi positif
terhadap tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu
terdapat penyakit secara klinis.
● Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat
● Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu
● Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam
2 bulan
2) Tahap Lanjutan
● Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
a. Kategori−1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H),Rifampicin (R), Pirazinamid (Z) dan
Ethambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri Isoniazid
(H) dan Rifampicin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (
4H3R3).
ii. Penderita TB Paru BTA negatif Rontagen positif yang “Sakit Berat”
b. Kategori−2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan
streptomicin setiap hari, lanjutkan 1 bulan dengan Isoniazid (H), Rifampicin
(R), Pirazinamid (Z) dan etambutol (E) setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali
dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk :
c. Kategori−3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap 2 bulan (2HRZ) diteruskan
dengan tahap terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3x seminggu (4H3R3)
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 atau kategori 2, hasil
pemeriksaan dahak masih tetep BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
( Dacne J , 2004 )
DAFTAR PUSTAKA