Vous êtes sur la page 1sur 45

TUGAS

MEKANIKA BATUAN LANJUT II

“Perilaku Mekanika Batuan Terkekarkan”

OLEH:
MOH. SURIYAIDULMAN RIANSE
NPM 212180013

PROGRAM STUDI PASCASARJANA TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2019
Daftar Isi

BAB I ...................................................................................................................... 1
1. Pendahuluan ................................................................................................... 1
2. Mineral dan Mineral Pembentuk Batuan ....................................................... 2
3. Kerusakan Pada Batuan ................................................................................. 6
a. Kerusakan Fabrik ...................................................................................... 6
b. Kerusakan Struktural ................................................................................ 9
1) Lipatan ............................................................................................... 9
2) Patahan ............................................................................................. 11
3) Kekar ................................................................................................ 13
4. Survei Kekar dan Analisis Kekar ................................................................ 15
5. Kesalahan Dalam Survei Kekar ................................................................... 26
BAB II ................................................................................................................... 28
1. Proses Pembentukan Kekar ......................................................................... 28
2. Pengaruh Konfigurasi Sistem Mengenai Bidang Stres ................................ 31
a. Orientasi kekar tunggal ........................................................................... 31
b. Orientasi Kekar Ganda atau Berganda .................................................... 34
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gesekan Resistensi Permukaan Batu 35
a. Kekasaran permukaan ............................................................................. 35
b. Riwayat perpindahan .............................................................................. 36
c. Tegangan normal .................................................................................... 37
d. Air ........................................................................................................... 38
e. Material pengisi ...................................................................................... 39
4. Dilatasi Kekar .............................................................................................. 39
5. Efek Skala pada Kekar................................................................................. 41
Referensi ............................................................................................................... 43
BAB I

1. Pendahuluan
Batuan dalam bentuknya yang paling umum adalah massa anisotropik,
diskontinyu yang mengandung retakan, belahan, kekar, patahan dan bidang
perlapisan dengan tingkat kohesi yang bervariasi di sepanjang diskontinuitas ini.
Model matematika yang diterima untuk analisis tekanan, regangan dan stabilitas
struktur batuan yang telah begitu sering diterapkan dalam setengah abad terakhir
dalam teknik sipil dan desain tambang selalu dikaitkan dengan parameter keraguan
dalam benak para insinyur. Beberapa upaya yang lebih besar telah dilakukan pada
pengujian massa batuan insitu dan ini telah memunculkan dengan sangat jelas
variasi besar yang ada dalam perilaku mekanis batuan dari satu tempat ke tempat
lain. Seorang insinyur desain praktis yakin bahwa pendekatan model kontinum
untuk masalah-masalah desain batu tidak dapat diterima dan bahwa solusi yang
dapat diterima harus memperhitungkan tidak hanya anisotropi massa batuan tetapi
juga diskontinuitas yang memainkan peran yang jauh lebih penting dalam stabilitas
struktur batuan. Dengan demikian, konsep dasar desain mekanika batuan dapat
diringkas sebagai berikut:
a. Untuk sebagian besar masalah rekayasa batuan, sifat-sifat rekayasa massa
batuan jauh lebih bergantung pada sistem pemisahan geologis dalam massa
batuan daripada pada kekuatan bahan batuan itu sendiri.
b. Kekuatan massa batuan sebenarnya adalah kekuatan sisa yang bersama-sama
dengan anisotropinya, diatur oleh ikatan yang saling terkait dari unit-unit
"unsur-unsur yang membentuk massa batuan.
c. Deformabilitas massa batuan dan hasil anisotropinya terutama berasal dari
perpindahan elemen-elemen unit yang menyusun struktur massa batuan.
Masalah pertama dalam studi tentang sifat-sifat massa batuan adalah
penentuan karakter diskontinuitas. Terdapat beberapa karya tentang hal ini telah
diterbitkan dan dicatat bahwa permukaan kekar mungkin sangat halus seperti
slickenside hingga cukup kasar seperti yang diperoleh dalam fraktur tarik (Muller.
1963: Wagner, 1964: Wohnlich. 1968; Fecker. 1970; Bock 1971). Berdasarkan

1
studi tentang diskontinuitas, ada pendapat bahwa massa batuan dapat diwakili oleh
semacam model klastik.

2. Mineral dan Mineral Pembentuk Batuan


Mineral adalah padatan yang terbentuk secara alami dengan komposisi kimia
tertentu dan struktur kristal internal yang khas. Sebagian besar mineral terbentuk
secara anorganik tetapi beberapa, seperti yang ditemukan di tulang, terbentuk
secara organik (oleh organisme hidup). Sebagian besar mineral adalah senyawa
kimia yang terdiri dari dua atau lebih unsur kimia. Namun, tembaga, belerang,
emas, perak, dan beberapa lainnya muncul sebagai elemen “asli” tunggal. Mineral
didefinisikan oleh rumus kimianya dan oleh susunan atom di dalam kristalnya.
Sebagai contoh, sulphur besi memiliki rumus kimia FeS2 (di mana Fe adalah besi
dan S adalah sulfur). Sulfit besi dapat mengkristal dengan dua cara berbeda.
Batuan adalah agregat alami dan koheren dari satu atau lebih mineral. Ada
tiga kelas utama batuan-batuan beku, sedimen, dan metamorf. Masing-masing dari
tiga kelas ini dibagi lagi menjadi kelompok dan tipe. Batuan dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) batuan beku, (2) batuan sedimen, dan (3)
batuan malihan atau metamorfis.
Berdasarkan senyawa kimiawinya, mineral dapat dikelompokkan menjadi
mineral Silikat dan mineral Non-silikat. Terdapat 8 (delapan) kelompok mineral
Non-silikat, yaitu kelompok Oksida, Sulfida, Sulfat, Native elemen, Halid,
Karbonat, Hidroksida, dan Phospat. Adapun mineral silikat (mengandung unsur
SiO) yang paling umum dijumpai dalam batuan. Bahwa tidak kurang dari 2000 jenis
mineral yang dikenal hingga sekarang. Namun ternyata hanya beberapa jenis saja
yang terlibat dalam pembentukan batuan. Mineral-mineral tersebut dinamakan
“Mineral pembentuk batuan”, atau “Rock-forming minerals”, yang merupakan
penyusun utama batuan dari kerak dan mantel Bumi.

a. Silikat
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang
merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal.
Karena jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari
mineral silikat, dan hamper 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km

2
dari kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik
itu sedimen, batuan beku maupun batuan malihan. Silikat pembentuk batuan yang
umum adalah dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok ferromagnesium dan
non-ferromagnesium.
Nomor 1 sampai 4 adalah mineral non-ferromagnesium dan 5 hingga 8 adalah
mineral ferromagnesium.
Tabel 1.1. Kelompok Mineral Silikat
MINERAL RUMUS KIMIA
Olivine (Mg,Fe)2SiO4
Pyroxene (Mg,Fe)SiO3
Amphibole (Ca2Mg5)Si8O22(OH)2
Muscovite KAl3Si3O10(OH)2
Mica
Biotite K(Mg,Fe)3Si3O10(OH)2
Orthoclase K Al Si3 O8
Feldspar
Plagioclase (Ca,Na)AlSi3O8
Quartz SiO2

b. Oksida
Mineral dalam kelompok ini memiliki struktur kristal di mana logam atau
semimetal menempati ruang antara atom oksigen. Sifat-sifat oksida bervariasi: bijih
logam dan varietas batu permata cenderung keras dan memiliki gravitasi spesifik
yang tinggi. Mineral ini terbentuk sebagai akibat perseyawaan langsung antara
oksigen dan unsur tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral
oksida umumnya lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga
lebih berat kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi,
Chroom, mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling
umum adalah “es” (H2O), korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3) dan kassiterit (SnO2).

c. Sulfida
Sulfida adalah mineral di mana sulfur (bukan logam) dikombinasikan baik
dengan logam atau semimetal. Mineral ini merupakan hasil persenyawaan langsung
antara unsur tertentu dengan sulfur (belerang), seperti besi, perak, tembaga, timbal,

3
seng dan merkuri. Beberapa sulfur berwarna cerah, dan kebanyakan dari mereka
memiliki kekerasan rendah dan gravitasi spesifik yang tinggi. Sulfur adalah hal
umum dan banyak ditemukan di alam. Beberapa dari mineral sulfida ini terdapat
sebagai bahan yang mempunyai nilai ekonomis, atau bijih, seperti “pirit” (FeS3),
“chalcocite” (Cu2S), “galena” (PbS), dan “sphalerit” (ZnS).

d. Sulfat
Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO42-). Mineral sulfat adalah kombinasi antara
logam dengan anion sulfat tersebut. Pembentukan mineral sulfat biasanya terjadi
pada daerah penguapan yang tinggi kadar airnya, kemudian perlahan-lahan
menguap sehingga formasi sulfat dan halide berinteraksi. Pada kelas sulfat
termasuk juga mineral-mineral molibdat, kromat dan tangstat. Dan sama seperti
sulfat, mineral–mineral tersebut juga terbentuk dari kombinasi logam dengan
anion-anionnya masing-masing. Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam
kelas ini adalah anhydrite (CaSO4), celestine (SrSO4), barite (BaSO4 dan gypsum
(CaSO42H2O). Juga termasuk didalamnya mineral chromate, molybdate, selenate,
sulfite, tellurate serta mineral tungstate.

e. Native Elemen
Ada 88 unsur kimia yang diketahui terdapat di alam. Dari jumlah tersebut,
kurang dari dua lusin ditemukan tidak terkombinasi dengan elemen lain. Grup ini
disebut elemen asli (Native elemen). Hanya delapan elemen asli ini yang ditemukan
dalam jumlah yang signifikan. Kelas mineral ini terdiri dari dua bagian umum:

1) Metal dan element intermetalic (logam). Terdiri dari emas (Au), perak (Ag),
platinum (Pt), besi (Fe), antimoni (Sb), bismuth (Bi) dan tembaga (Cu)
2) Semimetal dan nonmetal (bukan logam). Terdiri dari sulfur (S), arsenic (As),
grafit (C) dan intan (C).

f. Halid
Mineral dalam kelompok ini terdiri dari logam yang dikombinasikan dengan
salah satu dari empat elemen halogen yang umum: fluorin, klorin, yodium, atau
bromin. Halid cenderung lunak dan banyak mengkristal dalam sistem kubik. Halida
adalah kelompok mineral yang memiliki anion dasar halogen. Halogen adalah
kelompok khusus dari unsur-unsur yang biasanya memiliki muatan negatif ketika

4
tergabung dalam satu ikatan kimia. Halogen yang biasanya ditemukan di alam
adalah Fluorine, Chlorine, Iodine dan Bromine. Halida cenderung memiliki struktur
yang rapid dan simetri yang baik. Hanya ada beberapa mineral halida secara umum.
Mineral halida memiliki ciri khaslembut, terkadang transparan, umumnya tidak
terlalu padat, memiliki belahan yang baik, dan sering memiliki warna-warna cerah.
Contoh mineralnya adalah Fluorit (CaF2), Halit (NaCl), Silvit (KCl), dan Kriolit
(Na3AlF6).
g. Karbonat
Ada sekitar 80 mineral karbonat yang diketahui. Sebagian besar jarang
ditemukan, kecuali karbonat kalsit dan dolomit yang merupakan mineral
pembentuk batuan utama. Karbonat membentuk kristal rhombohedral dan lunak,
larut dalam asam klorida, dan biasanya berwarna cerah. Mineral karbonat
merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-. Misalnya persenyawaan Ca
dinamakan kalsium karbonat CaCO3 yang dikenal sebagai menirel kalsit. Kalsit
merupakan mineral utama pembentuk batuan sedimen.
Karbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton.
Karbonat juga terbentuk pada daerah evaporitik dan pada daerah karst yang
membentuk gua, stalaktit dan stalagmit. Dalam kelas carbonat ini juga termasuk
nitrat dan borat. Karbonat, nitrat dan borat memiliki kombinasi antara logam atau
semilogam dengan anion yang kompleks dari senyawa-senyawa tersebut.
Beberapa contoh mineral yang termasuk dalam kelompok karbonat adalah
dolomite (CaMg(CO3)2) , calcite (CaCO3) dan magnesite (MgCO3).

h. Hidroksida
Hidroksida terbentuk ketika unsur-unsur logam bergabung dengan radikal
hidroksil. Mereka ditemukan terutama sebagai produk pelapukan mineral lainnya.
Mineral hidroksida biasanya kurang padat dan lebih lunak daripada mineral oksida.
Banyak hidroksida adalah mineral bijih penting. mineral hidroksida terbentuk
akibat pencampuran atau persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan hidroksida
(OH). Reaksi pembentukannya dapat juga terkait dengan pengikatan dengan air.
Sama seperti oksida, pada mineral hidroksida, unsur utamanya pada umumnya
adalah unsur-unsur logam. Beberapa contoh mineral hidroksida adalah goethit
(FeOOH) dan limonite (Fe2O3.H2O).

5
i. Fosfat
Golongan mineral fosfat merupakan satu-satunya bahan galian (diluar air)
yang mempunyai siklus. Unsur fosfor di alam diserap oleh makhluk hidup, senyawa
fosfat pada jaringan makhluk hidup yang telah mati terurai kemudian terakumulasi
dan terendapkan dilautan. Fosfat merupakan unsur dalam suatu batuan beku (apatit)
atau sedimen dengan kandungan fosfor ekonomis. Biasanya kandungan fosfor
dinyatakan sebagai Bone Phospate of Lime (BPL) atau Triphospate of Lime (TPL)
atau berdasarkan kandungan P2O5. Kadang-kadang endapan fosfat berasosiasi
dengan batuan beku alkali kompleks, terutama karbonit kompleks dan sienit.
Contoh mineral fosfat adalah Monasit (Ce,La,Y,Th)PO4.

3. Kerusakan Pada Batuan


Semua fitur, mulai dari ultra mikroskopis hingga makroskopis, yang
memengaruhi kekuatan dan sifat deformasi batuan disebut cacat. Pengaruh cacat ini
adalah untuk menurunkan daya dukung beban batuan dan menyebabkan konsentrasi
tegangan pada arah tertentu di sekitar penggalian.
Kerusakan pada batuan dapat dikelompokkan ke dalam kategori berikut: 1.
Kerusakan fabrik dan 2. Kerusakan struktural.
a. Kerusakan Fabrik
Bagian-bagian komponen suatu material dapat diatur dalam beberapa urutan
yang tidak teratur atau teratur relatif satu sama lain yang mendefinisikan apa yang
dikenal sebagai fabrik batuan.
Oleh karena itu fabrik mengacu pada data spasial tentang butiran yang
membentuk massa batuan, orientasi, hubungan timbal balik satu sama lain atau
packing. Oleh karena itu ukuran fabrik adalah orientasi butiran (kemiringan arah
tetap, sumbu atau bidang dalam butir) ke arah tetap di luarnya. Sumbu c butir kuarsa
adalah contoh khas dari penggunaan bidang kristalografi dengan Utara geografis
sebagai sumbu referensi luar. Cara lain untuk menggambarkan orientasi butiran
adalah dengan merujuk sumbu panjang butiran dengan merujuk pada bidang
perlapisan atau Geografis Utara. Jelas, ada dua cara untuk menganalisis orientasi
fabrik. Material kristalografi atau petrografi mengacu pada struktur kristalografi
internal dan lainnya yang berkaitan dengan morfologi biji. Dengan demikian 4 jenis
struktur fabrik yang berbeda dapat dikenali.

6
Orientasi morpologikal yang disukai pada butiran dalam batuan adalah hasil
dari beberapa faktor seperti mode asal dan bentuk awal (susunan kerikil dan kerikil
dalam aliran endapan, JOHANSSON. 1965) dan riwayat regangannya. Ini adalah
hasil dari proses kinematik yang telah dialami batuan tersebut. Fabrik kristalografi
adalah hasil dari bidang tegangan pada saat kristalisasi atau rekristalisasi butir
mineral dan berkembang di bawah kondisi tekanan dan suhu yang berkelanjutan
atau keduanya. Secara umum pengembangan dari satu jenis fabrik digabungkan
dengan menyamarkan fabrik lain, tetapi riwayat ini dapat dipertahankan dengan
demikian seluruh riwayat deformasi batuan dicatat "fabrik yang diwariskan"
(TURNER dan WEISS, 1963).

Gambar. 1.1. Jenis struktur fabrik secara keseluruhan

Metode penentuan fabrik yang biasa dilakukan adalah mengamati bagian-


bagian tipis di bawah mikroskop, meskipun kadang-kadang, memeriksa spesimen
tangan di lapangan menggunakan kaca pembesar dan menetapkan jumlah mikro per
unit area yang menunjukkan bagian basal mereka (bidang kilau tinggi) dapat
memberikan ide tentang fabrik morfologi. Jika bidang spesimen tangan diambil
sebagai satuan luas dan jumlah micas ditentukan pada tiga wajah spesimen tangan
yang berbeda, orang bisa mendapatkan gambaran kasar dari ide tersebut. Jika batu
itu berlapis, harus ada arah dengan jumlah maksimum mika yang jelas. Hal yang
sama berlaku jika butir yang tidak bulat lainnya dipelajari dalam spesimen tangan.

7
Dalam studi kain kristalografi, pengukuran dilakukan pada entitas mineral
tunggal seperti kuarsa, mika, feldspar, kalsit, hornblende yang memiliki sifat
kristalografi yang mudah dikenali seperti pembelahan mika, sumbu optik kuarsa
dan hornblende, bidang kembar dari kalsit, dll. Ukuran orientasi fabrik adalah
pengukuran penyimpangan dari arah referensi yang mengarah ke berbagai
pengukuran baik deklinasi dan bearing (Gbr. 1.2). Tingkat orientasi diperkirakan
oleh standar deviasi (varians) dan uji rasio varians (GRIFFITHS. 1967)
memberikan metode yang cocok untuk menguji signifikansi dari orientasi. Semakin
kecil varians, semakin tinggi tingkat orientasi.
Studi fabrik kristalografi telah ditemukan terkait dengan bidang stres,
TURNER dkk (1956) menemukan hubungan yang erat antara sistem tegangan yang
dikenakan dan orientasi sumbu-c kalsit rekristalisasi. Fabrik kristalografi yang
berkembang dalam mineral anisotropik tergantung pada medan tegangan
sedemikian rupa sehingga energi potensial dari kekuatan eksternal dan energi
potensial sistem diminimalkan.

Gambar 1.2. Unimodality dihasilkan oleh rotasi arah acuan


(a) Orientasi panjang sumbu 'a': arahan arah acuan
(b) Distribusi frekuensi berbentuk U dari (a)
(c) Orientasi panjang sumbu 'a' diukur sebagai penyimpangan dari lapisan:
Arah acuan diputar 900
(d) Distribusi frekuensi unimodal dari (c)
(GRIFFITHS. 1967)

8
b. Kerusakan Struktural
Kerusakan struktural pada batuan ada tiga jenis; lipatan, retakan dan kekar.
Dari titik asal ini adalah hasil dari tekanan tektonik dimana batuan telah menjadi
sasaran selama perjalanan sejarahnya. Deskripsi umum diberikan di bawah ini:
1) Lipatan
Lipatan dapat didefinisikan sebagai undulasi dalam batuan dan merupakan
fitur yang diamati pada batuan berlapis. Masing-masing lipatan bervariasi dalam
dimensi dari beberapa milimeter hingga beberapa kilometer. Klasifikasi morfologis
didasarkan pada bentuk dari lipatan dan jumlah relatifnya antiklin dan sinklin, dll.
Mekanik. Kinematik dan klasifikasi elektronik penting dari sudut pandang
mekanika batuan karena mereka memungkinkan wawasan ke dalam regim tektonik,
kekuatan yang terlibat dan mekanisme deformasi.

Klasifikasi berdasarkan pada kinematika eksternal dan gaya tektonik mengenali


pembagian lipatan dan struktur terkait pada mekanisme pembentukan. proses
berikut telah diakui (BADGLEY, 1965):

1. Lipatan terkait dengan tektonik vertikal dan gravitasi meluncur


2. Lipatan yang dihasilkan dari perbedaan dalam gravitasi spesifik
3. Lipatan yang dihasilkan dari subsidensi diferensial
4. Lipatan karena penempatan pluton
5. Lipatan yang dihasilkan dari blok uplift
6. Lipatan karena kompresi lateral
7. Lipatan karena kopling regional atau geser sederhana

Melihat mekanisme perkembangannya, proses ini dapat dikelompokkan dalam dua


mekanisme dasar, yaitu: (i) lipatan lentur. (ii) lipatan geser (Gbr. 1.3). Dalam
kelenturan lipatan atau lipatan selip lentur (SANDER. 1930), mekanismenya
melibatkan penggeseran lapisan melewati satu sama lain. Stram kompeten yang
lebih tinggi meluncur ke atas menuju daerah lambang antiklinal. Gaya yang
menyebabkan lipatan ini dianggap sebagai kompresi lateral (atau peningkatan) atau
kopling (Gbr. 1.3b). Dalam lipatan geser, atau pergeseran terjadi di sepanjang
fraktur yang berdekatan (permukaan s-sekunder) tidak sejajar dengan lapisan asli
(permukaan s-primer) (Gbr. 1.3a). Medan regangan pada dua tungkai lipatan

9
berubah baik dalam nilai maupun arah saat seseorang menjauh dari puncak (Gbr.
1.3b). Pada antarmuka lapisan yang berdekatan terjadi perpindahan.

Pergerakan titik yang berbeda selama pengembangan lipatan diberikan pada


Gambar 1.4. Pada tahap awal (dalam lipatan terbuka), setiap titik bergerak ke atas
diikuti oleh gerakan horizontal yang memuncak pada posisi akhir mereka. pada
lipatan isoklinal gerakannya sebagian besar vertikal. Perubahan ketebalan yang luas
pada lipatan terjadi. Pada lipatan isoklinal, kemungkinan gerakan horizontal besar
pada tahap awal perkembangannya diikuti oleh pelepasan dari inti ke puncak
permukaan lipatan.

Gambar 1.3. Mekanisme pelipatan


(a) Geser atau lipatan slip
(b) Mekanisme lipatan lentur (slip Oexural) yang melibatkan gerakan geser
konsentris
(BADGl.EY. 1965).

10
Gbr. 1.4. (a) Tahapan dalam evolusi lipatan dari lembaran horizontal Asli batu ke
posisi isoklinal akhir (garis padat berat) (B) dan (C) Panah menunjukkan gerakan
dari berbagai titikpada lembar asli ke posisi akhir (setelah BADGl.EY, 1965).
2) Patahan
Patahan adalah diskontinuitas besar dalam formasi geologi yang disatukan.
Lapisan telah bergerak melewati satu sama lain untuk menghasilkan perpindahan
tertentu. Dari aspek genetik, sebagian besar patahan adalah bidang fraktur geser
yang diakibatkan oleh tekanan dan karenanya arah dan kemiringannya memiliki
hubungan yang pasti dengan tekanan yang ada pada saat pembentukannya. Menurut
kriteria MOHR (Bab V, Volume I). telah ditunjukkan bahwa patahan akan terjadi
pada titik di mana lingkaran MOHR bersinggungan dengan envelope MOHR dan
bahwa kecenderungan bidang patahan ini berhubungan dengan tekanan utama
terbesar untuk kondisi ini diwakili oleh garis yang bergabung dengan pusat dari
lingkaran dan titik singgung pada envelope MOHR.

11
Gambar 1.5. Struktur terjadi dalam lapisan yang secara progresif terlipat dan
berubah bentuk oleh regangan longitudinal tangensial (RAMSAY, 1967).
Jika itu ketegangan uniaksial. maka bidang patahan berada pada sudut kanan
ke arah gaya ini. Jika itu adalah kasus bidang StresS triaksial. sudut 20 bervariasi
tergantung pada sifat medan tegangan. Sudut antara permukaan geser (20)
meningkat ketika kompresi lateral meningkat. Jika diasumsikan bahwa patahan
hanya terjadi di bawah bidang tegangan tekan. maka mungkin untuk
menginterpretasikan direksi tekanan tekan utama maksimum dan mendapatkan
beberapa gagasan tentang rasio dari arah patahan. Oleh karena itu berbagai jenis
kesalahan kemudian akan diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Patahan nonnal: ketika tegangan utama terbesar bekerja secara vertikal dan
tegangan utama paling kecil adalah horisontal.
b. Patahan kunci pas; ketika stres terbesar dan paling utama bertindak secara
horizontal.
c. Patahan dorong: ketika tegangan utama terbesar adalah horisontal dan
tegangan utama paling tidak adalah vertikal.

12
3) Kekar
Kekar adalah retakan di sepanjang batuan yang telah ada sedikit atau tidak
ada perpindahan atau sangat sedikit gerakan normal ke permukaan kekar. Ada dua
jenis kekar; Kekar sistematis dan kekar nonsistolik. Kekar sistematis terjadi dalam
set di mana kekar individu paralel atau sub-paralel satu sama lain. Sambungan non-
sistematik tidak memiliki pola yang pasti dan sering berakhir pada sambungan
sistematis.

Gambar. 1.6. Tipikal rencana umum dari Kekar sistematis dan tidak sistematis

Kekar yang memotong sejumlah lapisan atau satuan batuan dan yang dapat diikuti
beberapa puluh atau ratusan meter disebut sambungan induk dan sambungan yang
besarnya lebih kecil tetapi masih cukup besar dapat disebut sambungan utama.

Gambar 1.7. Orientasi geometris memanjang kekar silang dan diagonal relatif
terhadap sumbu lipat dan sumbu tegangan utama
(setelah WILUS dan Wlu..ts, 1934).

13
Selama Tahapan awal lipatan. Distribusi tegangan pada batuan yang dilipat
berubah secara bertahap, tegangan tekan di dekat sumbu lipatan perlahan-lahan
berubah dari tekan menjadi tarik dan sambungan harus terlebih dahulu dibentuk di
puncak punggungan antiklin sementara di bagian yang lebih dalam dari kaki
antiklin.

Figur 1.8. Slickensides dan step atau ridge kecil berkembang pada permukaan
geser (afterPatterson, 1958)
Dalam formasi berlapis hanya ada satu set geser yang umumnya ada. Ini terjadi
ketika lapisan telah mengalami tekanan rotasi. Studi tentang pengembangan
bersama menggunakan tanah liat sebagai bahan model yang dilakukan oleh CLoos
(1955) menjelaskan hal ini dengan sangat jelas.

14
Gambar 1.9. Patahan di batu pasir St. Peter. Kompresi longitudinal (vertikal).
Tekanan batas 5000 bar. interstitial- tekanan air 1000 bar. suhu 500 ° C
memendek 40 persen. Perhatikan zona kuarsa mylonitised yang luas. Ada sangat
sedikit kerusakan biji-bijian dari zona mylonitised (setelah GRIGGS dan
HANDIN. 1960).

4. Survei Kekar dan Analisis Kekar


Dalam analisis setiap struktur batuan, sampel kekar pada berbagai posisi
dalam massa batuan dapat diakses dengan pengeboran, singkapan, parit, poros,
terowongan, terowongan dll, yang disurvei untuk menilai berbagai sifat yang
menarik. Sampel harus cukup besar sehingga informasi yang diperoleh cukup
akurat. Bergantung pada ukuran wilayah yang terlibat, jumlah pengamatan dapat
mencapai beberapa ribu (9000 di tambang de Beer's. Afrika Selatan. ROBERTSO.
1970; 24000 di tambang S.S.. Cobar. N.SW, Australia. BARTON. 1975a, b).
Saat melakukan pengawasan lapangan, selalu disarankan untuk membagi
eksposur ke dalam zona yang berbeda dengan luas yang sama (katakanlah 3 mx 3
m [10’ x 10']). Kekar yang memotong muka dengan ukuran terbatas ini dicatat.

15
Kadang-kadang teknik pengambilan sampel garis diadopsi di mana semua Kekar
yang memotong garis tertentu dicatat.
Berbagai aspek yang harus dipertimbangkan dalam survei adalah sebagai
berikut:
(1) Frekuensi kekar
Frekuensi atau derajat sambungan adalah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan jumlah titik potong dari satu sambungan tertentu yang ditemui dalam
garis melintang linier pada sudut kanan ke bidang kekar. Dari sudut pandang
definisi, garis lurus (pita) dengan panjang I direntangkan pada permukaan tempat
frekuensi kekar diukur dan jumlah kekar (n) yang memotong garis dihitung mulai
dari kekar pertama ke kekar garis terakhir. Kecenderungan kekar ini (θ)
berhubungan dengan garis yang diregangkan diukur menggunakan kompas
geologis dan frekuensi (Jn) diberikan oleh
𝑛 cos 𝜃
𝐽n = (1.1)
𝐼

Persamaan 1 hanya berlaku jika garis survei ditempatkan pada sudut kanan
bidang kekar. Dalam kasus lain, nilai yang diperoleh harus diperbaiki untuk
memperhitungkan arah kemiringan.

Gbr. 1.10. Survei kekar.

Dalam kasus umum jika suatu garis memiliki kemiringan 𝛿𝐼dan arah kemiringan
θ𝐼 dan digunakan untuk mensurvei rangkaian kekar yang berbeda dan jika jarak
kekar dari setiap rangkaian kekar adalah Js, maka
𝐼 .cos 𝛿𝑗 .cos 𝜃𝑗
𝐽n = (1.2)
𝑛
1
Frekuensi diberikan 𝐽n = (1.3)
𝐽s

16
Namun dalam praktiknya, 𝜃𝑗 dan 𝜃j bukan bilangan tetap, tetapi memiliki distribusi
tertentu dan metode yang cocok adalah menggunakan pertengahan interval kelas
yang dipilih dalam mengkorelasikan spasi atau frekuensi.
𝐽n (δj . θj)
𝐽n = (1.4)
cos(𝜃𝐼−𝜃𝑗)x cos[(𝛿𝐼+ 𝛿𝑗)−90]

Pengukuran telah menunjukkan bahwa frekuensi kekar bergantung pada


jenis batuan dan intensitas tegangan yang menyebabkan kekar. HARRIS, TAYLOR
dan WALPER (1960) menemukan bahwa untuk litologi batuan tertentu.

Gambar 1.11. Representasi tiga dimensi dari arah normal ke kekar dan
pengambilan sampel
(ROBERTSON. 1970)

FOCARDI dkk (1970), melaporkan hubungan nonlinier. Fenomena ini telah


dijelaskan oleh PRICE (1966) sebagai hasil dari gesekan yang ada antara lapisan
kekar yang dipertimbangkan dan lapisan adjacen. Semakin tinggi gesekan antara
lapisan, semakin kecil jarak bebas antara pengembangan tegangan tarik yang
dibutuhkan dan sambungan dimensi dan menurunkan tegangan tarik unit ketika
didistribusikan ke ketebalan lapisan. Semakin tinggi kekuatan batu semakin rendah
frekuensi.
Kekar dipetakan di lapangan menggunakan kompas geologi yang biasa dan
ditentukan sudut kemiringannya, arah jurusnya dan parameter lainnya. Ada dua
metode memplot sambungan: 1. Plot area yang sama dan 2. Diagram rose.

17
Gambar 1.12. Hubungan antara ketebalan lapisan dan jarak antara kekar
(PRICE. 1966)

Gambar 1.13. (A) Stres tarik seragam σT bertindak dalam satu unit yang
kompeten.
(B) Mengindikasikan pengurangan tegangan tarik karena pembentukan kekar
tunggal dengan perkembangan tegangan geser di sepanjang bidang alas yang
mencegah
pembukaan kekar yang berlebihan.
(c) Detail intensitas tegangan pada bagian panjang lapisan kompeten L dan
ketebalan Z
(PRICE. 1966)

Diagram rose, kadang-kadang disebut diagram bintang atau kekar rose,


adalah representasi yang berguna ketika arah sejumlah besar dari kekar telah diukur
tetapi nilai penurunan tidak diketahui (foto udara). Jarak dari pusat (lingkaran
konsentris) mewakili jumlah yang diukur (20, 40, 60, 80, dll.) dan garis radial
mewakili jurus yang diukur dari Utara searah jarum jam. Dalam plot ini, jumlah

18
total kekar dihitung pada setiap sektor 10 derajat dan diplot pada garis radial yang
membagi dua sektor dan garis-garis ditarik menghubungkan poin di berbagai
sektor.

Gambar 1.14. Plot area kontur yang sama dari sistem yang berisi dua kekar.
Belahan bawah (WAHLSTROM. 1973)

Gambar 1.15. Kekar rose menunjukkan jumlah kekar yang dihitung di setiap
sektor 10 derajat. Plot menunjukkan dua kekar dengan jurus rata-rata sekitar
N25°E dan N65 0W (WAHLSTROM. 1973)

19
Sering kali, ketika membandingkan hasil dari satu pengamatan di satu
tempat dengan yang lain di tempat yang sama atau di dua tempat yang berbeda,
kesulitan muncul dalam menggunakan plot dengan luas yang sama karena jumlah
pengamatan yang berbeda di dua tempat. Ini dapat diatasi dengan menghitung
kepadatan kekar Δ yang ditentukan oleh hubungan (DA SILVEIRA dkk, 1966)
200𝑛
𝛥= 𝑁 (1.5)
Dimana n = jumlah kekar yang meliputi 1% dari luas belahan bumi dan
N = jumlah total pengamatan
di mana 200 adalah faktor skala yang dipilih secara acak dan terbukti bermanfaat
dalam praktik. Kepadatan satuan sambungan 𝛥 = I sesuai dengan kejadian 0,5%
dari jumlah total kekar.
(2) Panjang kekar dan kontnuitas kekar
Dengan memperlakukan bahwa permukaan yang terbuka memotong berbagai
sendi dan jejaknya "dalam bentuk beberapa tali" terlihat sebagai sambungan.
panjang semua kabel yang terlihat ini diukur pada area yang dipilih pada bagian
paparan. Panjang rata-rata jejak tersebut kemudian diberikan:
total area pajanan
𝐿I =
total panjang jejak kekar x jumlah kekar
Persen kumulatif dan panjang sendi telah ditemukan memiliki hubungan
linier pada skala probabilitas log (gbr. 11-32) selama semua jejak kekar yang diukur
memiliki kelompok yang sama atau jika panjang rata-rata dari kedua kelompok
yang sama-sama. di distribusi.
Faktor kontinuitas sendi volumetrik memberikan gambaran kemungkinan
pelebaran, porositas, dan permeabilitas massa batuan secara keseluruhan.
Gambaran yang jauh lebih jelas tentang massa batuan yang dipengaruhi oleh kekar
dan kontinuitasnya muncul ketika berbagai nilai darim mereka diwakili untuk kekar
yang berbeda satu sama lain seperti pada Tabel 31 yang memperjelas penggunaan
konsep di atas dalam bentuk contoh.
Kontinuitas total planar ∑%𝑒𝑝 =8.55 𝑚2 /𝑚3

20
Tabel 1.2. Kuantifikasi khusus sambungan dari indeks atau sambungan
individual (PATCHER.1959)

Faktor kontinuitas planar


𝑥𝑒𝑝1 + 𝑥𝑒𝑝3
=1
2
𝑥𝑒𝑝2 + 𝑥𝑒𝑝3
= 0.62
2
𝑥𝑒𝑝3 + 𝑥𝑒𝑝1
= 0.62
2
%𝑒𝑝1 + %𝑒𝑝2 + %𝑒𝑝3
Faktor kontinuitas volumetrik = ( )
3

= 0.72
1 1 1
Ukuran blok rata-rata = x x
𝐽𝑛0 1 𝐽𝑛0 2 𝐽𝑛0 3

Rasio frekuensi kekar 𝐽n0 1 : 𝐽n0 2 : 𝐽n0 3 = 4.5 ∶ 4 ∶ 0.2


Jika nilai-nilai Jn dalam tiga arah adalah sama maka massa batuan dapat
digambarkan dalam bentuk blocky dan jika kedua nilai sama dan yang ketiga lebih
besar, maka massa batuan dapat digambarkan sebagai prismatik dan jika dua nilai
kecil dan ketiga nilai tinggi, ia memiliki struktur platy.

Gbr. 1.16. Kesinambungan sambungan planar, % untuk kekar yang berbeda


(setelah PACHER. 1959).

21
Volume unit block (Vub) yang disebut sebagai unit batuan homogen terkecil
yang dihasilkan sebagai hasil dari berbagai sistem sambungan diberikan:
1 1 1
𝑉UB = (𝐽 ) x (𝐽 ) x (𝐽 ) (1.6)
𝑛0 1 𝑛0 2 𝑛0 3

dimana 𝐽𝑛0 1 , 𝐽𝑛0 2 , dan 𝐽𝑛0 3 adalah frekuensi dari tiga kekar ortogonal
(3) dan (4) Kekasaran Kekar dan Ketebalan Kekar
Kekasaran kekar mempengaruhi resistensi gesekan kekar maupun dilatasi
kekar. Kekasaran mikro mempengaruhi sudut gesek dan Kekasaran makro
mempengaruhi dilatasi. Resistan total terhadap geser (tanpa memisahkan pengaruh
dilatasi) meningkat seiring dengan meningkatnya kekasaran kekar. Ukuran
kekasaran kekar adalah dilatasi yang dimiliki oleh kedua permukaan pada
perpindahan sepanjang panjangnya.
Ketika kekar sangat kasar (kekasaran makro atau goncangan) dan kekasaran
bervariasi di berbagai arah, ini akan menghasilkan aksi kunci dalam satu arah dan
gerakan yang relatif lebih mudah di arah lain. Ini juga dipengaruhi bahkan pada
kekar halus pada batuan dengan orientasi fabric yang jelas. Bentuk butiran lempeng
yang disejajarkan dengan arah mana pun akan tergelincir ke arah ini dan
menghalangi arah lain. Studi yang dilakukan pada phyllites telah menunjukkan
bahwa sudut gesek untuk geser sejajar dengan garis adalah 400 dan melintasi garis
420. Sudut residual dari gesekan berkurang karena retakan 'kunci' dan material yang
pecah jatuh di antara permukaan, bertindak sebagai rol kecuali pada batuan yang
sangat lunak di mana perbedaan nilainya diabaikan. Ketika tidak mungkin untuk
menentukan kekasaran, ahli geologi dapat menentukan kekasaran menjadi lima
kategori. Ini kategori kekasaran yang dapat dengan mudah diklasifikasikan di
lapangan. Goncangan kekar dapat ditentukan dengan memplot amplitudo terhadap
panjang yang diukur dengan menggunakan tepi lurus (panjang 1 m) yang
ditempatkan pada kekasaran kekar yang terpapar dapat digambarkan dengan
menyatakan nilai dalam sudut %.

22
Tabel 1.3. Klasifikasi jarak kekar (DEERE. 1963)

Tabel 1.4. Klasifikasi ketebalan lapisan (DEERE. 1963)

Tabel 1.5. Klasifikasi jarak sambungan (I.S.R.M., 1975)

Tabel 1.6. Klasifikasi ukuran blok (I.S.R.M. 1975)

Catatan: -J.V. > 60 mewakili batu pecah khas zona hancur bebas tanah liat.

23
Gbr. 11-35. Perbanyakan bersama dalam bidang stres hipotetis tertentu

Gambar 1.17. Perilaku gesekan atau phyllite


(DUNCAN, 1969)

Gambar 1.18. Ilustrasi kekasaran relatif dari lima kategori (setelah PITEAU,
1970)

24
karena gerakan geser sepanjang kekar bergelombang. Pengetahuan tentang lubang
penting untuk menentukan kelonggaran dan konduktivitas hidrolik.
Konduktivitas hidrolik memberikan gagasan yang lebih baik tentang bukaan
kekar, jika panjang sebenarnya kekar diketahui dan jika pengujian dapat dilakukan
dalam satu kekar tunggal. Namun, area mati yang disebabkan oleh kontak yang
tidak tepat akan membuat kesulitan dalam estimasi (SHARP dan MAlNl. 1972).
Ketika teknik pengambilan sampel integral (ROCHA., 1972) diadopsi untuk
batuan-lemah, lebar bukaan dapat sangat mudah diukur dari inti yang diperoleh.
Konduktivitas hidrolik memberikan gagasan yang lebih baik tentang bukaan
sambungan, jika panjang sebenarnya sambungan diketahui dan jika pengujian dapat
dilakukan dalam satu sambungan tunggal. Namun, area mati yang disebabkan oleh
kontak yang tidak tepat akan membuat kesulitan dalam estimasi (SHARP dan
MAlNl. 1972). Ketika teknik pengambilan sampel integral (ROCHA., 1972)
diadopsi untuk batuan-lemah, lebar bukaan dapat sangat mudah diukur dari inti
yang diperoleh. Lubang dapat diklasifikasikan.

Tabel 1.7.. Klasifikasi lubang(I.S.R.M., 1975)

25
5. Kesalahan Dalam Survei Kekar
Ketika survei kekar dilakukan dari catatan bor, sudut di mana kekar
memotong lubang bor adalah faktor penting dan koreksi yang tepat harus diterapkan
seperti yang telah ditunjukkan dalam survei singkapan. Jika koreksi ini tidak
diterapkan dan hasilnya dibandingkan dengan hasil survei bersama yang dilakukan
pada singkapan, seseorang kemungkinan akan mendapatkan diagram polar dengan
interpretasi yang salah bahwa kekar pada kedalaman sangat berbeda dari pada
permukaan. Diagram seperti itu dapat digambar ulang dengan menggunakan faktor
koreksi
𝑁
𝑁90 = sin2𝛼 (1.7)
dimana N90 = jumlah kekar yang berpotongan pada 90 ° untuk ukuran panjang I
N2 = jumlah kekar berpotongan pada sudut 𝛼 untuk panjang bor yang
sama dan
𝛼 = sudut kemiringan antara kekar dan lubang bor

Gambar 1.19. Diagram kontur ideal dari kekar diamati


(a) pada singkapan horizontal dan (b) dalam lubang bor vertikal. Angka
menunjukkan kepadatan relatif kutub, nomor per unit area, pada skala acak dari 0
hingga 10
(TERZAGHI. 1965)

Namun, ketika 𝛼 adalah nol (yaitu kekar sejajar dengan lubang bor), tidak ada
koreksi yang dapat diterapkan dan bahkan versi diagram kutub yang terkoreksi akan
gagal untuk menunjukkan koint semacam itu atau banyaknya kekar yang masukkan
dengan lembut yang hanya satu atau lebih yang mungkin telah berpotongan di
lubang bor dengan panjang yang terbatas dan bisa menjadi kekar yang penting.
Akibatnya lubang bor, tergantung pada orientasinya, akan memberikan zona buta,
yang merupakan lingkaran besar 900 dari titik aksial lubang seperti yang

26
didefinisikan dalam bagian lingkup referensi. Lebar zona buta (dalam hal ini sudut)
tergantung pada panjang lubang dan jarak kekar.

Gambar 1.20. Tata letak sekelompok tiga lubang bor yang memungkinkan
pengamatan yang memadai dari semua sambungan, ditunjukkan dalam proyeksi
area yang sama (TERZAGHI. 1965)

Untuk menghindari kesalahan ini dalam survei, penting bahwa setidaknya


satu lubang bor harus tersedia yang memotong kekar pada sudut tidak kurang dari
300. Ketika sejumlah lubang bor telah dibor pada sudut yang berbeda. nilai-nilai
yang diperbaiki dari kutub (N90) dapat ditandai pada diagram kutub dan dekat zona
buta pada diagram manapun baik jumlah yang dikoreksi dari satu, atau rata-rata
jumlah yang dikoreksi dari yang lain diganti. Interpretasi akhir harus didasarkan
pada diagram kolektif yang dibangun dari semua lubang bor di tempat di mana
setiap angka yang tertulis dalam diagram ini adalah jumlah dari kutub dibagi
dengan jumlah lubang bor.

27
BAB II

1. Proses Pembentukan Kekar


Kekar adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau relative
tanpa mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Kekar dapat terjadi pada
semua jenis batuan, dengan ukuran yang hanya beberapa millimeter (kekar mikro)
hingga ratusan kilometer (kekar mayor) sedangkan yang berukuran beberapa meter
disebut dengan kekar minor. Kekar dapat terjadi akibat proses tektonik maupun
perlapukan juga perubahan temperature yang signifikan. Kekar merupakan jenis
struktur batuan dalam bentuk bidang pecah. Karena sifat bidang ini memisahkan
batuan menjadi bagian-bagian terpisah maka struktur kekar merupakan jalan atau
rongga kesarangan batuan untuk dilalui cairan dari luar beserta materi lain seperti
air, gas dan unsur-unsur lain yang menyertainya.
Kekar terjadi karena fraktur rapuh dari batu atau lapisan batuan akibat
tekanan tarik. Tekanan tarik ini diinduksi atau dipaksakan dari luar, mis. oleh
peregangan lapisan; peningkatan tekanan fluida pori sebagai hasil dari kompresi
eksternal atau injeksi cairan; atau hasil dari tekanan internal yang disebabkan oleh
penyusutan yang disebabkan oleh pendinginan atau pengeringan badan batuan atau
lapisan yang batas luarnya tetap.
Ketika tekanan tensi meregangkan tubuh atau lapisan batuan sedemikian
sehingga kekuatan tariknya terlampaui, ia pecah. Ketika ini terjadi, fraktur batuan
dalam bidang sejajar dengan tegangan utama maksimum dan tegak lurus terhadap
tegangan utama minimum (arah di mana batu tersebut diregangkan). Ini mengarah
pada pengembangan satu set sambungan sub-paralel tunggal. Deformasi yang
berkelanjutan dapat menyebabkan pengembangan satu atau lebih set sambungan
tambahan. Kehadiran set pertama sangat mempengaruhi orientasi tegangan pada
lapisan batuan, sering menyebabkan set berikutnya terbentuk pada sudut yang
tinggi, biasanya 90°, ke set pertama.
Kekar juga dapat diklasifikasikan menurut asalnya. Berdasarkan asal-
usulnya, kekar telah dibagi menjadi beberapa tipe yang berbeda yang meliputi
tektonik, hidrolik, pengelupasan kulit, pembongkaran (pelepasan), dan kekar
pendingin. Juga, asal mula kekar sering tidak jelas dan cukup ambigu. Seringkali,
penulis yang berbeda telah mengajukan beberapa hipotesis yang kontradiktif untuk

28
set dan tipe gabungan tertentu. Akhirnya, harus diingat bahwa kekar yang berbeda
dalam singkapan yang sama mungkin terbentuk pada waktu yang berbeda dan
karena alasan yang berbeda. Pengklasifikasian ini terdiri dari:

a. Kekar Tektonik
Kekar tektonik adalah kekar yang terbentuk ketika perpindahan relatif
dinding kekar adalah normal pada bidangnya sebagai akibat deformasi getas batuan
dasar sebagai respons terhadap deformasi tektonik regional atau lokal dari batuan
dasar. Kekar tersebut terbentuk ketika tekanan tektonik terarah menyebabkan
kekuatan tarik batuan dasar terlampaui sebagai akibat dari peregangan lapisan
batuan pada kondisi tekanan fluida pori yang meningkat dan tekanan tektonik
terarah. Kekar tektonik sering mencerminkan tekanan tektonik lokal yang terkait
dengan lipat lokal dan patahan. Kekar tektonik terjadi sebagai kekar nonsistematik
dan sistematis, termasuk kekar ortogonal dan konjugat.

b. Kekar Hidraulik
Kekar hidraulik adalah kekar yang diperkirakan terbentuk ketika tekanan
fluida pori meningkat karena pembebanan gravitasi vertikal. Secara sederhana,
akumulasi sedimen, gunung berapi, atau material lain menyebabkan peningkatan
tekanan pori air tanah dan cairan lain di batuan dasar ketika mereka tidak dapat
bergerak baik secara lateral secara vertikal sebagai respons terhadap tekanan ini. Ini
juga menyebabkan peningkatan tekanan pori pada retakan yang sudah ada
sebelumnya yang meningkatkan tegangan tarik pada mereka yang tegak lurus
terhadap tegangan utama minimum (arah di mana batuan diregangkan). Jika
tegangan tarik melebihi besarnya tegangan tekan utama, batuan akan gagal dalam
cara rapuh dan retakan ini menjalar dalam proses yang disebut rekahan hidrolik.
Kekar hidraulik terjadi sebagai kekar nonsistematis dan sistematis, termasuk kekar
ortogonal dan konjugat. Dalam beberapa kasus, kekar dapat menjadi hibrida
tektonik - hidrolik.

c. Kekar Pengelupasan
Kekar pengelupasan adalah rangkaian sambungan datar, melengkung, dan
besar yang terbatas pada permukaan batu yang terpapar secara masif di lanskap

29
yang sangat terkikis.Kekar pengelupasan terdiri dari fraktur berbentuk kipas yang
bervariasi dari beberapa meter hingga puluhan meter yang terletak di bawah paralel
dengan topografi. Vertikal, beban gravitasi dari massa batuan dasar ukuran gunung
mendorong pemisahan longitudinal dan menyebabkan tekuk ke arah luar menuju
udara bebas. Selain itu, paleostress yang disegel dalam granit sebelum granit digali
oleh erosi dan dilepaskan oleh penggalian dan pemotongan ngarai juga merupakan
kekuatan pendorong untuk spalling yang sebenarnya.

d. Kekar Bongkar
Kekar bongkar atau kekar rilis adalah kekar yang dibentuk di dekat
permukaan selama pengangkatan dan erosi. Saat batuan sedimen yang terbungkus
dibawa lebih dekat ke permukaan selama pengangkatan dan erosi, batuan tersebut
mendingin, berkontraksi, dan menjadi rileks secara elastis. Hal ini menyebabkan
penumpukan stres yang akhirnya melebihi kekuatan tarik dari batuan dasar dan
menghasilkan pembentukan sambungan. Dalam kasus pembongkaran sambungan,
tegangan tekan dilepaskan baik di sepanjang elemen struktural yang sudah ada
sebelumnya (seperti pembelahan) atau tegak lurus dengan arah kompresi tektonik
sebelumnya.

e. Kekar Dingin
Kekar pendingin adalah sambungan kolumnar yang dihasilkan dari
pendinginan salah satu lava dari permukaan danau lava yang terbuka atau aliran
basal banjir atau sisi-sisi tabular beku, biasanya basaltik, intrusi. Mereka
menunjukkan pola sambungan yang bergabung bersama di persimpangan rangkap
tiga baik pada atau sekitar 120 ° sudut. Mereka membagi badan batu menjadi
panjang, prisma atau kolom yang biasanya heksagonal, meskipun kolom sisi 3, 4, 5
dan 7 relatif umum. Mereka terbentuk sebagai akibat dari bagian depan pendingin
yang bergerak dari beberapa permukaan, baik permukaan yang terbuka dari danau
lava atau aliran basal banjir atau sisi-sisi intrusi beku tabular ke salah satu lava
danau atau aliran lava atau magma dari tanggul atau ambang.

30
2. Pengaruh Konfigurasi Sistem Mengenai Bidang Stres
Pengaruh konfigurasi sistem kekar sehubungan dengan bidang stres adalah
masalah yang kompleks dan studi telah dilakukan hanya dalam sejumlah kasus
sederhana. Sebagian besar studi teoritis yang dilakukan sejauh ini berkaitan dengan
aspek-aspek berikut:
1. Orientasi kekar tunggal.
2. Orientasi kekar ganda atau berganda.

a. Orientasi kekar tunggal


Pengaruh orientasi sendi tunggal telah dijelaskan dengan mempertimbangkan
teori dua dimensi, dengan asumsi bahwa kriteria sederhana tergelincir di sepanjang
bidang seperti yang diberikan oleh Persamaan 2.10 berlaku. Dalam kasus stres
bidang biaksial, dapat dengan mudah dibuktikan bahwa (Gbr. 2.1)

𝜎𝑛 = 1⁄2 (𝜎1 + 𝜎2 ) + 1⁄2 (𝜎1 − 𝜎2 )𝑐𝑜𝑠2𝛼 (2.1)

dan 𝜏 = − 1⁄2 (𝜎1 − 𝜎2 )𝑠𝑖𝑛2𝛼 (2.2)

dimana 𝜎1 dan 𝜎2 = tekanan utama

𝛼 = sudut yang dibuat normal ke bidang lemah dengan tekanan utama 𝜎1 dan

𝜎𝑛 dan 𝜏 = tekanan normal dan geser pada bidang lemah.

Gambar 2.1. Pergeseran pada bidang lemah: teori dua dimensi.

Menempatkan

𝜎𝑚 = 1⁄2 (𝜎1 + 𝜎2 )

𝜏𝑚 = 1⁄2 (𝜎1 − 𝜎2 )

31
Ke dalam persamaan 2.1 dan 2.2

𝜎𝑛 = 𝜎𝑚 + 𝜏𝑚 𝑐𝑜𝑠2𝛼 (2.3)

𝜏 = − 𝜏𝑚 𝑠𝑖𝑛2𝛼 (2.4)

Menempatkan tan 𝜙𝜇 dan menggunakan persamaan 2.3 dan 2.4, persamaan 2.10
dapat ditulis kembali dengan format (Jaeger dan Cook, 1969a)

𝜏𝑚 = [𝑠𝑖𝑛2𝛼 − 𝑡𝑎𝑛𝜙𝜇 𝑐𝑜𝑠2𝛼] = 𝐾 + 𝜎𝑚 𝑡𝑎𝑛𝜙𝜇 (2.5)

atau 𝜏𝑚 = (𝜎𝑚 + 𝐾𝑐𝑜𝑡𝜙𝜇 )𝑡𝑎𝑛𝛿 (2.6)

dimana 𝑡𝑎𝑛𝛿 = 𝑠𝑖𝑛𝜙𝜇 𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐(2𝛼 − 𝜙𝜇 ) (2.7)

Atau, kriteria slip dapat dituliskan

2𝐾+2𝜇𝜎
2
𝜎1 − 𝜎2 = (1−𝜇𝑐𝑜𝑡𝛼)𝑠𝑖𝑛2𝛼 (2.8)

𝜎
Dan jika 𝑛 = 𝜎2 , lalu
1

2𝐾𝑐𝑜𝑡𝜙𝜇
𝜎1 = (1−𝑛) (2.9)
sin(2𝛼−𝜙𝜇 )𝑐𝑜𝑠𝑒𝑐𝜙𝜇 −(1+𝑛)

Persamaan 2.5, 2.6, 2.8 dan 2.9 adalah cara-cara yang berbeda yang mewakili
kriteria yang sama. Itu terlihat dari Persamaan. 2.8 bahwa perbedaan tegangan yang
𝜋
diperlukan untuk menyebabkan retakan bervariasi dengan 𝑥 dan 𝑥 → sebagai
2

bidang bergerak ke arah 𝜎1 , 𝜎1 → 𝜎2 → ∞. Juga, ketika 𝑥 → 𝑡𝑎𝑛−1 𝜇 = 𝜙𝜇 , nilai


𝜋
𝜎1 → 𝜎2 → ∞. Ini berarti retakan hanya mungkin terjadi ketika 𝜙𝜇 < 𝑥 < 2 . Dan

nilai minimum (𝜎1 − 𝜎2 ) dapat diberikan oleh


1
(𝜎1 − 𝜎2 ) = 2(𝐾 + 𝜇𝜎2 )[(𝜇2 + 1)2 + 𝜇] (2.10)

Variasi 𝜎1 dengan 𝑧 untuk kasus 𝜇 = 0.5 ditunjukkan pada Gambar. 10-13 untuk
berbagai nilai 𝜎2 . Situasi ini juga dibuat dari diagram MOHR (Gambar 10-12b).
Kriteria untuk retakan diwakili oleh garis P-Q-R

32
Gambar 2.2. Variasi 𝜎1 dengan 𝑧 untuk meluncur di bidang lemah dengan 𝜇 =
0.5. Angka pada kurva adalah nilai 𝜎2 /𝐾 (setelah Jaeger dan Cook. 1969a).
cenderung pada sudut 𝜙𝜇 ke 0 − 𝜎 sumbu dan membuat intersep 𝑂𝑃 = −𝐾 cot 𝜙𝜇
pada sumbu ini. Jika 𝜎1 dan 𝜎2 adalah tegangan utama, normal dan geser di seluruh
bidang yang normalnya condong pada 𝑥 ke arah 𝜎1 diwakili oleh titik 𝐷 pada
lingkaran MOHR pada 𝐴𝐶 sebagai diameter. Jika 𝐷 terletak pada salah satu dari
busur 𝐴 − 𝑄 atau 𝑅 – 𝐶, tekanan ini tidak akan cukup menyebabkan slip, tetapi
jika terletak di busur 𝑄 − 𝑅, maka tekanan akan cukup untuk menyebabkan slip.

Gambar 2.3. (a) Fraktur di dalam dan di seluruh bidang paralel kelemahan dalam
suatu bahan (b) Variasi 𝜎1 dengan 𝑥 untuk kasus 𝜇 = 0.5. 𝜇0 = 0.7. 𝑆0 = 2𝐾
Angka pada kurva merujuk dengan rasio 𝜎2 /𝐾
(setelah JAEGER dan Com, 1969a).

33
b. Orientasi Kekar Ganda atau Berganda
Kasus orientasi kekar berganda dapat dipelajari dengan mempertimbangkan
kasus tiga dimensi. Kasus tiga dimensi dapat direpresentasikan dengan mudah oleh
representasi Mohr. Gambar 2.1b dapat sedikit dimodifikasi dengan menggeser garis
asal dari 0 ke titik 𝑃 yang berarti bahwa tekanan yang berbeda 𝜎1 dan 𝜎2 telah
𝐾
ditingkatkan dengan jumlah 𝑂𝑃 = . Demikian pula, jika ada tekanan pori yang
𝜇

harus diperhitungkan, ini dapat dengan mudah dilakukan dengan memanfaatkan


"konsep tegangan efektif" yang menggantikan 𝜎1 , 𝜎2 dan 𝜎3 oleh 𝜎1 − 𝑝, 𝜎2 − 𝑝,
0", 𝜎3 − 𝑝. Jadi untuk kasus umum, Mohr dapat direpresentasikan dengan
mengganti nilai 𝜎1 , 𝜎2 dan 𝜎3 dengan nilai tegangan efektif sebagai berikut:

𝐾
𝜎1′ = 𝜎1 − 𝑝 + ( )
𝜇
𝐾
𝜎2′ = 𝜎2 − 𝑝 + (𝜇 ) (2.11)

𝐾
𝜎3′ = 𝜎3 − 𝑝 + ( )
𝜇
dan kriteria Coulomb dikurangi menjadi

𝜏 = 𝜇𝜎 (2.12)

Dua kasus ekstrem dapat dipertimbangkan: pertama ketika 𝜎1′ > 𝜎2′ = 𝜎3′ dan yang
kedua 𝜎1′ = 𝜎2′ > 𝜎3′ . Dalam kasus pertama ada simetri tentang sumbu 𝜎1′ dan dalam
kasus kedua ada simetri tentang sumbu 𝜎3′ . Kasus-kasus ini dapat diwakili oleh
Gambar 2.4a. Dengan asumsi bahwa 𝜎1′ adalah tekanan utama terbesar dan 𝜎3′
adalah tegangan prinsip yang paling sedikit, nilai 𝜎2′ terletak di antara dua ekstrim.
Garis 0 − 𝐶 mewakili kriteria kegagalan. Geser hanya dapat terjadi jika normal
pada sambungan sesuai dengan titik pada busur 𝑀 dan 𝑁 dan buat sudut 𝑥1 dan 𝑥2
dengan arah 𝜎1′ . Hasil ini juga dapat diwakili dalam Gambar. 2.4b yang
menunjukkan arah tegangan utama dalam oktan dari satuan satuan. Di bawah
kondisi 𝜎1′ > 𝜎2′ = 𝜎3′, kemungkinan bidang slip adalah yang normalnya membuat
sudut 𝑥1 dan 𝑥2 dengan 𝜎1′ dan berada di zona 𝐴𝐵𝐶𝐷 simetris dengan sumbu 𝜎1′ . Di
bawah kondisi 𝜎1′ = 𝜎2′ > 𝜎3′ kemungkinan bidang gelincir adalah mereka yang

34
normalnya membuat sudut 90 − 𝑥1 dan90 − 𝑥2 dengan𝜎3′ dan berbaring di zona
𝐴𝐷𝐸𝐹 simetris dengan sumbu 𝜎3′ .

Gambar 2.4. (a) Diagram MOHR untuk kasus-kasus 𝜎2′ = 𝜎3′ atau 𝜎2′ = 𝜎1′
(B) Octant dari bola menunjukkan ABCD wilayah di mana geser mungkin jika
CTZ '"" <11' dan ADEF wilayah di mana geser dimungkinkan ketika 𝜎2′ = 𝜎3′ ,
(setelah Jaeger dan Cook. 1969a).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gesekan Resistensi Permukaan


Batu
Berbagai faktor yang mempengaruhi gesekan antar permukaan kekar adalah:
1. Kekasaran permukaan
2. Riwayat perpindahan
3. Tegangan normal
4. Air
5. Material pengisi.
Pengaruh mereka secara rinci dibahas di bawah ini.
a. Kekasaran permukaan
Kekasaran permukaan mungkin merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi gesekan antar permukaan sambungan. Tschebotarioff dan Welch
(1948) melakukan uji gesekan antara blok kuarsa yang meluncur di atas partikel
kuarsa yang pertama dipoles dan kemudian dikasarkan. Mereka menemukan bahwa
sementara koefisien gesekan untuk malai mineral dipoles di bawah kondisi
dessicator (CaCl2) adalah 0.106 nilainya naik menjadi 0.370 untuk partikel yang
kasar.

35
Ripley dan Lee (1961) menguji spesimen dari batupasir, batulanau dan serpih.
Nilai gesekan yang diukur dikoreksi untuk dilatasi (geser ke atas) dan menemukan
bahwa nilai koefisien yang diperoleh lebih tinggi untuk permukaan kasar daripada
permukaan tanah (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Sudut gesekan tahanan geser diperoleh dari bidang dan permukaan
kasar (RIPLEY dan LEE. 1961)
Plane surfaces (Series B) 2.3 in Natural rough surfaces (Series A) 6 in (150
(58mm) square mm) diameter
Ground Sand- Corrected Measured
smooth blast lower peak lower peak
Sandstone 25° 29° 27° 36° 40° 54°
Siltstone 25 31 32 34 43 47
31 45
21 24 26 34
Shale 26 27 24 35 26 35
25 39 31 39

b. Riwayat perpindahan
Ini adalah pengamatan umum di banyak in situ dan geser laboratorium
bersandar bahwa gaya geser meningkat dengan perpindahan sampai mencapai nilai
maksimum dan kemudian turun ke nilai residu tertentu.
Byerlee (1966) melakukan pengujian pada spesimen granit Westerly dengan
panjang 3 sampai 8 cm (1,2 hingga 3,1 in), diameter 1,58 cm (0,62 in) dengan
permukaan geser 45° pada sumbu spesimen dan menemukan bahwa untuk spesimen
tanah gaya gesek meningkat dengan perpindahan sampai maksimum tercapai
setelah kira-kira 0,1 cm (0,04 in) geser dan kemudian menurun ke nilai konstan
setelah sekitar 0,5 cm (0,22 in) perpindahan relatif antara kedua permukaan.
Perbedaan nilai maksimum dan residual gaya gesek hanya sekitar 7%.
Barton (1971 a, b) melakukan serangkaian pengujian pada sambungan
tegangan kasar dalam bahan model yang lemah dan melaporkan bahwa kekuatan
puncak tercapai setelah perpindahan tangensial sekitar 1% dari panjang sambungan
dan bahwa penurunan kekuatan puncak terhadap residu kekuatan terjadi pada
displacemeot sekitar 10% dari panjang kekar.
Hoskins, Jaeger dan Rosengren (1968), menguji sifat gesekan permukaan yang
disiapkan laboratorium dalam peralatan geser ganda, menunjukkan bahwa pada

36
beban normal yang berbeda: gaya gesek untuk permukaan kasar pertama-tama
meningkat dengan cepat dengan perpindahan dan kemudian dengan laju yang terus
menurun. Gaya geser bervariasi dengan jumlah perpindahan yang telah dialami
kedua permukaan dan tergantung pada karakteristik akhir permukaan dan mungkin
tegangan normal.

Tabel 2.2. Karakteristik kurva perpindahan beban (Jaeger dan Rosengren. 1969)
No Jenis perilaku Karakteristik kekar
1 Tidak terpeleset sampai beban Sambungan dengan asperitas besar
puncak kemudian turun secara yang saling terkait: bidang alas tidur
bertahap ke nilai sisa dengan riak silang: patahan dengan
slickenside atau lekukan silang.
2 Slip awal terdefinisi dengan baik Sambungan dengan permukaan keras,
yang berlanjut pada beban cukup halus: juga kuarsit Narrandera.
konstan
3 Slip awal yang terdefinisi dengan Permukaan yang relatif kasar, dilapisi
baik yang berlanjut dengan klorit atau grafit: permukaan keras
meningkatnya beban yang sangat halus.
4 Kurva kontinu dari perpindahan Patahan dengan permukaan klorit
beban yang halus atau dipoles.

c. Tegangan normal
Nilai koefisien gesekan 𝜇 tidak tetap konstan dengan perubahan nilai
tegangan normal. Gaya gesekan residual dari mana koefisien gesekan dihitung tidak
hanya karena geser murni dari dua blok tetapi juga dipengaruhi oleh penghancuran
asperitas yang rusak, dan penggulungan dan indurasi ke permukaan penutup.
Kemungkinan menghancurkan potongan-potongan ini meningkat dengan
meningkatnya nilai gaya normal dan karenanya pada nilai gaya normal yang lebih
tinggi, gerakan harus semakin banyak diperintah dengan memutar potongan-
potongan yang hancur dan semakin sedikit karena geser dari kekasaran. Dengan
demikian, nilai koefisien gesekan yang dihitung cenderung lebih kecil dengan nilai
gaya normal yang lebih tinggi.

37
MAURER (1966) melakukan beberapa tes pada batu pasir, batu kapur,
marmer, serpih, dolomit, granit dan basal pada berbagai tekanan normal dan
menemukan bahwa koefisien gesekan ketika ditentukan dari resistansi geser
residual tergantung pada tegangan normal dan berkurang dengan meningkatnya
tekanan kontak. Menurutnya, koefisien gesekan dapat dikaitkan dengan tekanan
normal oleh persamaan
tan 𝜙𝑟 = 𝑎(𝜎𝑛 )𝑘

Nilai 𝑎 dan 𝑘 akan diberikan pada table 2.3.


Tabel 2.3. Nilai 𝑎 dan 𝑘 (Maurer, 1966)
Rock type 𝑎 𝑘
Beekmantown dolomite 36.0 0.60
Berea sandstone 6.4 0.80
Carthage marble 19.0 0.63
Chico limestone 22.0 0.65
Georgia granite 46.0 0.55
Indiana limestone 60.0 0.46
Knippa basalt 48.S 0.S6
Rush Springs sandstone 14.0 0.71
Seminole shale 3.7 0.73

d. Air
Tschebotarioff dan Welch (1948) menemukan bahwa ada perbedaan yang
cukup besar dalam nilai gesekan antara kondisi kering dan lembab dan bahwa
sedikit kelembaban di sekitarnya dengan cepat mempengaruhi hasil gesekan.
Koefisien nilai gesekan yang diperoleh oleh mereka untuk mineral yang berbeda
diberikan pada Tabel 4. Ada peningkatan nilai koefisien gesekan hanya untuk
kuarsa dan kalsit. Mereka menjelaskan perbedaan ini mungkin karena lapisan air
yang terserap pada permukaan mineral ini.

38
Tabel 2.4. Nilai rata-rata koefisien gesekan yang diperoleh dalam kondisi kering
dan lembab (Tschebotarioff dan Welch. 1948)
Mineral Kering Lembab Terendam
Quartz on quartz 0.106 0.455 0.455
Calcite on calcite 0.107 0.268 0.263
Pyrophyllite on
pyrophyllite 0.163 0.120 0.112
Pagodite on pagodite 0.198 0.166 0.165
Quartz on calcite 0.098 0.266 0.333
Quartz on pyrophyllite 0.152 0.194 0.180
Quartz on pagodite 0.179 0.162 0.168
Calcite on pagodite 0.168 0.157 0.152
Calcite on pyrophyllite 0.233 0.127 0.134
PyrophyUite on pagodite 0.179 0.113 0.113

e. Material pengisi
Material pengisi dalam kekar dapat terdiri dari sedimen karena endapan
hidrotermal yang sama kuatnya dengan batuan penutup atau sebagian lepas ke tanah
tanpa kohesi yang sepenuhnya longgar (tanah liat, pasir, bahan fragmen kasar, dll.)
Yang diendapkan ke dalam kekar terbuka atau dibentuk di tempat karena pelapukan
permukaan kekar. Dengan demikian, material pengisi dapat dibagi menjadi empat
jenis berikut:
1) Bahan lepas dari zona tektonik hancur.
2) Produk dekomposisi dan pelapukan dinding kekar.
3) Endapan oleh aliran air tanah yang mengandung produk pencucian batuan
berkapur.
4) Material pengisi yang dibawa dari permukaan.
Perilaku mekanis kekar yang diisi dengan bahan apa pun tergantung pada
jenis material pengisi, ketebalan material pengisi dan tingkat kekasaran.

4. Dilatasi Kekar
Dua cara representasi dilatasi (atau dilasi) telah sering digunakan oleh
peneliti. Metode representasi yang paling umum digunakan adalah perpindahan
vertikal terhadap perpindahan horizontal. Jumlah perpindahan vertikal setiap saat
tergantung pada posisi relatif dari berbagai perbedaan permukaan geser (Gbr. 2.5).

39
Dalam metode representasi kedua. hubungan antara perpindahan vertikal
sehubungan dengan perpindahan horisontal (𝑑𝑣/𝑑ℎ) (di mana 𝑑𝑣 = perpindahan
vertikal tegak lurus dengan arah gaya geser, 𝑑ℎ = perpindahan horisontal ke arah
penerapan gaya geser) terhadap suatu dimensi tanpa dimensi rasio seperti 𝜏/𝜎𝑛 atau
𝜎
( 𝜎𝑛) diplot. Metode ini memberikan hasil yang lebih berguna di mana sudut
𝑐

pelebaran maksimum pada setiap tahap perpindahan atau dalam kondisi 𝜏, 𝜎𝑛 dan
lain-lain dapat dibaca.
Barton (1971a) melakukan serangkaian uji model pada sambungan tegangan
menggunakan bahan mode dan menemukan bahwa ada variasi linear sudut
𝜏
pelebaran puncak 𝜎𝑛 dan rasio tegangan puncak tan-1(𝜎 ) (Gambar. 2.5) yang dapat
𝑛

diwakili oleh hubungan


𝜏
(𝜎 ) = tan (1.78𝑥𝑛 + 32.88)
𝑛

Gambar 2.5. Variasi linear dari sudut pelebaran puncak dengan rasio tegangan
puncak (Barton. 1971b).

40
5. Efek Skala pada Kekar
Seperti yang telah diperlihatkan, sifat-sifat spesimen batuan tergantung pada
dimensi spesimen dan jelas perlu untuk menyelidiki perilaku sifat-sifat kekar
sehubungan dengan luas penampang kekar.
Dalam diskusi tentang pengukuran kekasaran permukaan sambungan, telah
ditunjukkan bahwa sudut kekasaran 𝑥, yang mewakili kekasaran permukaan
tergantung pada pangkalan yang dipilih. Dengan demikian. nilai kecenderungan
kekasaran (𝑖) akan tergantung pada skala di mana ini telah diukur dan diwakili.
Karena kekuatan geser permukaan sambungan tergantung pada sudut (𝑖).
kemungkinan bahwa sifat gabungan dari spesimen laboratorium kecil berukuran 5,1
hingga 15,2 em (2 hingga 6 in) dan bahkan dari pengujian in situ yang lebih kecil
0,91 hingga 3,05 m (3 hingga 10 kaki) tidak akan mewakili nilai sebenarnya karena
spesimen kecil ini hanya bisa mewakili kekasaran permukaan urutan kedua dan
ketiga. Ini mungkin lebih benar untuk sambungan tegangan kasar dan beberapa
kesalahan daripada sambungan halus. Juga, nilai kecenderungan diskontinuitas
urutan pertama dan kedua sangat berbeda dan sulit untuk diperhitungkan dalam
analisis lapangan lereng. Contoh nilai yang berbeda yang diperoleh diberikan pada
Gambar. 2.6.
Barton (1971b) melakukan serangkaian tes pada 4 bahan model berbeda yang
mewakili prototipe yang sama pada rasio skala yang berbeda. Dia, bagaimanapun,
tidak menemukan hubungan ukuran yang signifikan untuk sambungan tegangan
kasar. Menurutnya, asperitas curam sma tampaknya mengendalikan kekuatan
puncak hingga tingkat yang lebih besar daripada amplitudo lurge rendah
kecenderungan asperitas orde pertama. Ini menjadi tekanan pada perpindahan yang
lebih penting hanya pada normal jauh lebih tinggi daripada yang dibutuhkan untuk
mengembangkan kekuatan peuk.

41
Gambar 2.6. Sebuah contoh dari diskontinuitas yang menggambarkan
penyimpangan urutan pertama dan kedua (Patton. 1966a).

42
Referensi

Bonewitz, Ronald Louis. (2012). Nature Guide Rocks and Minerals. Dorling
Kindersley Limited: New York.
Davis, G.H., S.J. Reynolds, and C. Kluth (2012). Structural Geology of Rocks and
Regions (3rd ed.). John Wiley and Sons, Inc.: New york, New York. 864 pp.
ISBN 978-0471152316.
Lama, R.D, Vutukuri, V.S., (1978), Handbook on Mechanical Properties of Rocks.
4th, Trans Tech Publications: Switzerland.
Noor, Djauhari. (2012). Pengantar Geologi. Universitas Pakuan: Bogor.

43

Vous aimerez peut-être aussi