Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Kata kunci :
Akhlaq, Al-Qur’an
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semenjak turunnya, Al-Qur‟an menempati posisi yang paling sentral di kalangan Umat
Islam. Sebagaimana yang telah dibahas dalam literatur, bagi Umat Islam Al-Qur‟an
merupakan kumpulan kalam Tuhan yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui
Malaikat Jibril yang berisi pesan, pedoman hidup dan petunjuk bagi manusia (Hudân li
Annâs),1 dan membacanya bernilai ibadah. Sehingga Umat Islam berlomba-lomba untuk
berinteraksi, mendekati, membacanya, dan bahkan memperlakukannya secara istimewa.
Sebagai teks agama, Al-Qur‟an merupakan salah satu unsur terpenting untuk mendukung
penghayatan iman, amal, dan berkomunikasi dengan Tuhan. Karena dalam tek tersebut
terkandung pewahyuan Ilahi kepada manusia. Pewahyuan ini bersifat unik, artinya terjadi
satu kali untuk selamanya dan tidak tergantikan.
Karena al-Qur’an telah menghimpun makna semua ṣuhuf dan semua kitab samawi
sebelumnya, maka al-Qur’an manjadi kitab samawi yang paling terakhir, tidak akan ada lagi
kitab samawi yang turun sesudah al-Qur’an. Karena itu, tidak akan ada pula nabi yang diutus
oleh Allah swt sesudah Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an merupakan satu-satunya kitab
samawi yang terpelihara keasliannya sampai sekarang dan selama-lamanya, karena memang
al-Qur’an dipelihara oleh Allah swt sebagaimana firman-Nya pada QS. Al-Hijr/15:9 yang
artinya “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya.”
Tidak satupun kitab yang pernah ada dan akan ada di muka bumi ini sama dengan al-
Qur’an, dibaca oleh paling banyak orang setiap harinya. Orang yang membaca al-Qur’an pun
terdiri dari berbagai kalangan, dari anak-anak hingga lanjut usia (lansia), dari pembaca
pemula hingga qāri’ atau qāriah profesional, dari rakyat jelata hingga pejabat tinggi, dari
yang tidak faham maksudnya hingga mufassir. Yang haram baginya membaca al-Qur’an
yaitu: orang yang junub, orang yang haid dan orang yang nipas. al-Qur’an boleh dibaca
dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, dalam keadaan sudah wudu, dalam keadaan tidak
ada wudu. Satu huruf al-Qur’an dibaca, satu kebaikan ganjarannya dari Allah swt dan setiap
satu kebaikan sa ma dengan sepuluh kebaikan. Hal ini sesuai dengan Hadis di bawah ini.
Dari Ibnu Mas`ūd: Siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu
kebaikan, dan satu kebaikan sama dengan sepuluh kebaikan, aku tidak mengatakan: Alif lam
mīm satu huruf, akan tetapi, alif satu huruf, lam satu huruf dan mīm satu huruf (Al-Malībārī
t.th.:57). Dari Ibnu Mas`ūd: Siapa membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu
kebaikan, dan satu kebaikan sama dengan sepuluh kebaikan, aku tidak mengatakan: Alif lam
mīm satu huruf, akan tetapi, alif satu huruf, lam satu huruf dan mīm satu huruf (Al-Malībārī
t.th.:57). Oleh karena itu, al-Qur’an yang merupakan firman Allah swt sebagai petunjuk bagi
umat manusia khususnya umat Islam, ketika dibaca oleh seorang muslim, maka hendaknya
yang membaca itu memiliki akhlak yang mulia. Akhlak seorang muslim ketika akan
membaca dan ketika sedang membaca al-Qur’an haruslah berbeda dengan ketika akan
membaca dan ketika sedang membaca kitab-kitab atau tulisan-tulisan lainnya.
1.2 Pernyataan Masalah
Akhlak merupakan bagian yang penting dalam sebuah agama. Dalam keseluruhan ajaran
Islam, akhlak menempati kedudukan yang sangat istimewa, sehingga Rasulullah dalam
hadisnya pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlak yang mulia. Kedudukan akhlak
dalam kehidupan sehari-hari memang tidak bisa lepas dari akhlak. Dalam hal berinteraksi
dengan masyarakat, maka akhlak yang baik sangat dibutuhkan. Akhlak yang baik merupakan
fondasi yang kokoh bagi terciptanya suatu hubungan yang harmonis dalam masyarakat,
sehingga seseorang yang memiliki akhlak yang baik, maka ia akan terus menunaikan segala
perintah Allah dan meninggalkan segala larangannya. Allah telah mengutus Nabi
Muhammad sebagai suri tauladan serta sebagai penyempurna akhlak bagi manusia, sehingga
manusia memiliki tugas untuk terus meneladani akhlak para Rasul dan Nabi. Hal itu tidak
lain bersumber dari Al-Qur’ān dan As Sunnah, akhlak tersebut terlihat pada diri Rasulullah
SAW yang menjadi tauladan baik bagi seorang muslim. Salah satu upaya yang harus
dilakukan seorang muslim agar dapat meneladani sifat-sifat Rasulullah adalah dengan
mempelajari dan mengamalkan Sunnah Rasulullah yang dapat diketahui melalui sumber
hadis yang ṣaḥīh.
1.3 Pertanyaan
1. Apa yang dimaksud Al-Qur’an ?
2. Bagaimana cara berakhlaq pada Al-Qur’an ?
3. Untuk apa kita berakhlaq pada Al-Qur’an ?
4. Kenapa kita harus membaca Al-Qur’an?
1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Al-Qur’an
2. Untuk mengetahui bagaimana cara berakhlaq pada Al-Qur’an .
3. Untuk mengetahui kenapa kita berakhlaq pada Al-Qur’an
4. Untuk mengetahui kenapa kita harus membaca Al-Qur’an
1.5 Metodologi
Data didapatkan secara kualitatif dengan mengumpulkan jurnal atau sitasi secara online.
1.6 Hasil
Hasil yang ingin didapat adalah pembaca dapat menambah wawasannya dengan mengetahu
bagaimana dan mengapa kita harus berakhlak kepada Al-Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah peneybutan bagi maf’ul dan masdar. Al-Qur’an adalah muradif bagi
qiraah sesuai firman Allah SWT.
Artinya :”Ini adalahh kitab yang akmi turunkan kepadamu penuh dnegan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran.” Q.S Shaad/38:29)
Menurut Dr. Kadar M. Yusuf, M.ag. dlaam bukunya Studi Al-qur’an ada empat hal utama
isi kandungan al-qur’an, yaitu : akidah, akhlak, hokum, dan sejarah.3
a. Akidah
Akidah lazim diidentikkan dengan keyakinan, dalam agama islam bahkan agama
yang lain manapun menduduki posisi sentral yang sama sekali tidak boleh diabaikan.
Akidah merupakan pondasi yang di atasnya ditegakkan bangunan syariat,, dan tidak ada
syariat tanpa akidah. Akidah dalam perspektif Al-Qur’an merupakan suatu sistem yang
1
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta : Pena ilmu dan amal), hlm. 578
2
Munzir Hitami, Pengantar Studi Al-Qur’an, (Yogyakarta : LKiS Yogyakarta, 2012) hlm 16
3
Kadar M yususf, Studi Al-qur’an, hlm 168.
saling berkait antara satu dengan yang lain, di mana tonggak utamanya beriman kepada
Allah. Keimanan kepada Allah mempunyai konsekuensi berupa kepercayaan kepada
malaikat, kitab suci, para rasul, dan segala sesuatu yang disampaikannya baik melalui
al-qur’an maupun hadits.4
b. Akhlak
Dalam bahasa Indonesia, akhlak lebih dikenal dengan istilah etika atau moral,
merupakan satu isi kandungan al-qur’an yang sangat mendasar jika mengingat tujuan
utama dari kenabian dan kerasulan Muhammad saw. adalah untuk menyempurnakan
akhlak, maka sungguh pada tempatnya jika dalam al-qur’an dijumpai ayat yang
mengatur akhlak.5
Akhlka yang mulia dapat memperbaiki kondisi perangai seseorang dan
masyarakat serta mendidik rohani dan umat menadi pribadi yang luhur dan umat yang
baik.
c. Hokum
Hokum islam merupakan khitab Allah yang berkaitan dnegan perbuatan para
mukallaf, baik bersifat tuntutan, pilihan, maupun ketentuan menganai sesuatu. Hokum
dibangun atas akidah tauhid, yang bertujuan mendatangkan kenyamanan, keselamatan,
dan kesejahteraan bagi umat manusia.
d. Sejarah
Sejarah yang termuat dalam al-qur’an lebih merupakan sebagai metode atau cara
pembelajaran akidah, hokum, dan akhlak. Hal itu tergambar dalam cara pemaparannya
tentang sejarah selalu dihubungkan dengan salah satu dari ketiga aspek tersebut.
Perbincangan sejarah selalu dihubungkan dengan ketaatan, keingkaran, keimanan, dan
kekafiran. Oleh sebab itu, perbincangan al-qur’an mengenai sejarah mengantarkan
manusia kepada pribadi yang sadar bahwwwa ia adalah makhluk Tuhan yang perlu
patuh dan bersyukur kepada-Nya.
2.2 Cara Berakhlaq pada Al-Qur’an
Adab membaca Al-Qur’an adalah suatu kegiatan/aktifitas melihat serta memahami sesuai
dengan aturan yang ada dalam Al-Qur’an dan melafalkan kalam Allah (Al-Qur‟an) dengan
lesan yang merupakan mu‟jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan
perantara malaikat Jibril sampai kepada kita secara mutawatir dan membacanya merupakan
ibadah.
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan, dipegang dan dijaga, sebelum dan disaat
membaca al-Qur’an agar bermanfaat, berkah dan dapat menghasilkan buahnya berupa
tadabbur, selalu istiqomah dalam melakukannya dan sesuai sebagaimana Rasulullah SAW
dan para sahabatnya melakukan.
Adab Membaca al-Qur’an yang harus dilakukan bagi seorang pembaca al-Qur’an, di
antaranya adalah sebagai berikut:
4
Kadar M Yusuf, Studi al-Qur’an, hlm 170
5
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, hlm 103
a. Berguru Secara Musyafahah (Berhadapan)
Seorang murid sebelum membaca ayat-ayat Al-Qur’an terlebih dahulu berguru
dengan seorang guru yang ahli dalam bidang Al-Qur’an secara langsung.
b. Niat Membaca Dengan Ikhlas
Seseorang yang membaca Al-Qur’an hendaknya tidak mengharapkan manfaat
duniawi dan gaji atas bacaannya, jangan sampai bertujuan untuk meraih hal-hal
duniawi seperti harta, pangkat, pekerjaan, dan menyaingi sesama.21 Jadi, Seseorang
yang membaca Al-Qur’an hendaknya berniat yang baik, yaitu niat beribadah yang
ikhlas karena Allah SWT untuk mencari ridha-Nya.
c. Dalam Keadaan Suci
Seseorang yang hendak membaca Al-Qur’an harus dalam keadaan suci baik dari
hadas kecil, hadas besar, dan segala najis.
d. Memilih Tempat Yang Pantas dan Suci
Tidak seluruh tempat sesuai untuk membaca al-Qur‟an. Ada beberapa tempat yang
tidak sesuai untuk membaca al-Qur‟an, seperti: kamar mandi, WC, tempat-tempat
kotor, dan lain-lain. Hendaknya pembaca Al-Qur’an memilih tempat yang suci dan
tenang, seperti: masjid, mushalla, rumah, dan lain-lain yang dipandang pantas dan
terhormat
e. Menghadap Kiblat dan Berpakaian Sopan
Pembaca Al-Qur’an disunnahkan menghadap kiblat secara khusyu‟, tenang, dan
berpakaian sopan, karena membaca Al-Qur’an adalah beribadah kepada Allah SWT.
f. Bersiwak (Gosok Gigi)
Adab membaca Al-Qur’an di antaranya adalah bersiwak atau gosok gigi terlebih
dahulu sebelum membaca al-Qur‟an, agar harum bau mulutnya dan bersih dari sisa-
sisa makanan atau bau tidak enak.
g. Membaca Ta’awwudz dan Basmalah
Membaca Al-Qur’an hendaknya membaca beristidzah kepada Allah SWT dan
membaca basmalah ketika akan membaca al-Qur‟an.25 Sebagaimana firman Allah
yang diterangkan dalam QS. Al-Nahl: 98.
Jika kamu hendak membaca Al Qur’an maka memohonlah kepada Allah SWT agar
melindungimu dari godaan syetan yang terkutuk, supaya dia tidak mengacaukan bacaanmu,
tidak pula menghalang-halangimu dari memikirkan dan merenungkannya.
h. Membaca Al-Qur’an dengan tartil seperti firman Allah dalam Al-qur’an surah Al-
Muzammil /7:4
i. Merenungkan makna Al-Qur’an dengan menggerakkan hati untuk memahami kata-
kata Al-Qur’an yang dibaca semampunya untuk memahami dan kemudian diamalkan
dalam kehidupan.
j. Khusyu’ dan Khudhu’ yaitu merendahkan hati dan seluruh tubuh kepada Allah SWT,
sehingga Al-Qur’an yang dibaca mempunyai pengaruh besar bagi pembacanya.
Artinya : “Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang mulia,, pada kitab
yang terpelihara Lauhul Mahfz) Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang
disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah kamu menganggap
remeh al-qur’an ini?”
b. Suci dari hadas kecil, meliputi : buang air besar dan baung air kecil, orang dalam
keadaan seperti ini cukup berwudu setelah dia membersihkan dirinya dari hadas
tersebut.
2. Akhlak saat membaca al-qur’an
a. Dimulai dengan isti’adzah/taawuz, sebagaimana Allah berfirman dalam QS An-
Nahl/16:9 yang artinya “Apabila kamu membaca al-Qur’an maka minta
perlindunganlah kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.”
b. Dimulai dengan Basmallah sebagimana Rasulullah bersabda bahwa setiap urusan
yang penting yang tidak dimulah dengan Bismillahhirohmanirrahim terputus
berkahnya. Rasulullah saw memerintahkan penulisan wahyu dengan tulisan
basmalah pada awal setiap surahnya. Rasulullah saw tidak mengetahui akhir suatu
surah sebelum basmalaah turrun atas surah itu. Dalil inilah yang menunjukkan
bahwa basmalah itu turun berkali-kali (Al-Sayyid, 1992:7).
c. Mengucapkan Aamin setelah membaca al-Fatihah, diriwayatkan oleh Abu Dawud
dari Wa’il Bin Hijjr bahwa Rasulullah selesai membaca surat al-Fatihah, beliau
selalu membaca Aamiin.
d. Membca dengan tartil disebutkan dalam QS Al-Muzammil/73:
e. Membaca dengan suara indah, seperti sabda Rasulullah bahwa “Hiasilah al-Qu’an
dnegan suaramu.
f. Membaca dengan khusyu’
g. Membaca dnegan tidak mengganggu orang lain
h. Memahami dan menghayati isi al-qur’an
3. Akhlak sesudah membaca al-qur’an
Setelah membaca al-Qur’an, ada baiknya untuk berdoa. Sebagaimana sahabat
Rasulullah saw. melakukan hal itu, sebagaiman dalam suatu riwayat dijelaskan
Artinya :” Diriwayatkan dari Anas r.a.: Bahwasanya apabila dia (Anas Bin Mālik)
menamatkan al-Qur’an, dia mengumpulkan keluarganya dan berdoa (Hadis
diriwayatkan oleh Abu Dawud).
2.3 Etika pada Al-Qur’an
1. Etika memperlakukan mushaf al-qur’an
Al-qur’an mengajarkan malakat jin, dan manusia mengenai kebbijaksanaan Allah,
memiliki keistimewaan suci, setiap huruf berisi kebaikan, dna tidak ada sesuatu yang
sepadan dengan al-qur’an. Maka sebagai makhluk yang paling sempurna perlu untuk
menghormati al-qur’an dnegan cara yang berlaku dalam beberapa hal sebagai berikut :
a. Meletakkannya, letalaknlah al-qur’an itu idtempat yang terhormat menurut
pandangan agama, baik di rumah, masjid, sekolah, perpustakaan dan lainnya.
b. Membawanya, bawalah al-qur’an dengan cara yang terhormat, seperti dijunjung di
atas kepala atau dipangku.
c. Kalau ditemukan robekan al-qqur’an atau kertas yang bertuliskan ayat al-qur’an
maka hendaklah diambil, lalu disimpan di tempat yang terhormat atau dibakar saja.6
Dalam kitab at Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an dijelaskan bahwa orang yang
mencela dan mendustakan al-Qur’an termasuk orang kafir :
“Ketahuilah siapa yang meremehkan al-qur’an atau mushafnya, atau benda apapun
yang terdapat tulisan al-qur’an,, atau ia mencelanya, atau mendustakan satu huruf saja,
atau mendustakan suatu perkara yang telah jelas diterangkan dalam al-Qur’an, baik
beru[a suatu hokum ataupun kabar berita, atau ia menetapkan apa yang dinafikan oleh
al-Qur’an, atau menafikana aoa yang ditetapkan Al-Qur’an, padahal ia dalam keadaan
6
Syahminan Zaini, Kewajiban Orang Beriman Terhadap Al- Qur’an, (Surabaya:Al-Ikhlas,1982), hlm.237-239
mengetahui (tidak jahil) terhadap hal itu, atau meragukan satu bagian dari al-Qur’an,
maka ia kafir dengan kesepakatan kaum muslimin.”7
Ketika mushaf sudah rusak atau sudah tidak bias lagi digunakan dan tidak bias dibaca
lagi dan takut tidak bias menjaganya dnegan baik takut merendahkannya), maka boleh
untuk melakukan hal diatas. Seperti yang dilakukan oleh para sahabat yang pernah
mengubur atau membakar beberapa mushaf selain mushaf usmani.9
7
Abi Zakariyya Yahya bin Syarifuddin An Nawawi as Syafi‟i, At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an,(Surabaya :
al-Hidayah, 1403 H), hlm. 131
8
Al-Quran Surat Al-Hajj ayat 22-23
9
Sholih Fauzan al-Fauzan, Majmu’ Fatawa Fadlilatus As-Syaikh Sholih bin Fauzan Al-Fauzan, juz 1, (Al-Jazair :
Daar Ibnu Khuzaimah, 2016), hlm. 127.
“Telah mendengar Abdullah bin Mas‟ud mengatakan Rasulullah SAW bersabda:
sesiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah akan mendapat satu kebaikan
berlipat sepuluh kali tidak dikatakan alif lam mim satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam
satu huruf, dan mim satu huruf”.(HR. Al-Tirmidzi).
B. Tujuan Membaca Al-Qur’an
Sebenarnya , tujuan dari membaca al-Qqur’an adalah agar seseorang memperoleh
sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti yang selaras
dengan kebutuhan ruang dan waktu selaras dengan norma dan nilai moral yang berlaku
baik bersifat religious maupun tradisional dan kultural.
Tujuan yang hendak dicapai dalam membaca Al-Qur’an adalah tadabbur Al-
Qur’an, sebagai firman Allah dalam QS Shaad : 29 yang artinya “Ini adalah sebuah
kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.”
Dijelaskan dalam buku Mudzakir AS, Muhammad Yunus menyebutkan tujuan
membaca Al-Qur’an yaitu sebagai berikut :
1. Memelihara kitab suci dan membacanya serta memperhatikan isinya, untuk
menjadi petunjuk dan pengajaran bagi kita dalam hidup di dunia.
2. Mengingat hokum agam yang termaktub dalam al-qur’an serta menguatkan,
mendiring bebruat kebaikan dan menjauhi kejahatan.
3. Mengharap keridhaan dari Allah
4. Menanamkan akhlak mulia dan mengambil ibarat dan perlu pelajaran serta
teladan yang termaktub dalam Al-Qur’an.
5. Menanamkan keagamaan dalam hati dan menumbuhkannya sehingga
bertambah mantab keimanan dan bertambah dekat dnegan Allah.
BAB III
PENUTUP
Membaca Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai ibadah apabila membacanya tidak dilakukan
dengan sembarangan. Membaca Al-Qur’an tidak sama seperti membaca koran atau buku-buku lain
yang merupakan kalam atau perkataan manusia belaka. Oleh karena itu ada beberapa adab dan
tatacara yang harus diperhatikan, dipegang dan dijaga sebelum dan disaat membaca Al Qur’an
agar bacaan Al-Qur’an bermanfaat, dapat menghasilkan buahnya berupa tadabbur, kesan dan
istiqomah, dan membaca sebagaimana Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Seseoran yang
senantiasa membaca Al-Qur’an sesuai dengan adab-adab membaca Al-Qur’an akan
mempengaruhi jiwa seseorang menjadi tenang. Karena dengan membacanya secara teratur dan
konsisten seseorang bisa memahami hikmah-hikmah dan manfaat yang terkandung di dalam Al
Qur’an. Setiap bacaan akan menimbulkan hubungan dan pengaruh basar dalam diri kita. Allah
selalu mengajak untuk berfikir, melatih fungsi otak dan hati seseorang.55 Membaca Al-Qur’an
yaitu sebagai penyeimbang agar kita tetap memiliki pegangan yang kuat dan tidak terjerumus pada
pemikiran-pemikiran yang keliru yang menyengsarakan kehidupan kita.
Membaca Al Qur’an mempunyai hubungan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan
perkembangan jiwa umat islam, contohnya yaitu terhadap akhlak. Akhlak juga merupakan suatu
perbuatan yang harus kita tanamkan dalam diri kita sejak usia dini mungkin, karena akhlak adalah
suatu sifat yang ada pada diri manusia yang kita mengerjakannya tanpa memerlukan pemikiran.
Jika seseorang terbiasa membaca Al-Qur’an maka dari padanya akan melakukan kebiasaan
membaca Al-Qur’an tanpa ada yang menyuruh. Dengan membaca Al-Qur’an dapat menumbuhkan
akhlak yang mahmudah seseorang akan terhindar dari sifat yang tercela dan dengan membaca Al-
Qur’an pula seseorang akan mendapatkan rizqi yang berkah, dan hidupnya akan bahagia di dunia
maupun di akhirat.
Setiap bacaan akan menimbulkan hubungan dan pengaruh basar dalam diri kita. Allah
selalu mengajak untuk berfikir, melatih fungsi otak dan hati seseorang.55 Membaca Al-Qur’an
yaitu sebagai penyeimbang agar kita tetap memiliki pegangan yang kuat dan tidak terjerumus pada
pemikiran-pemikiran yang keliru yang menyengsarakan kehidupan kita. Membaca Al-Qur’an
mempunyai hubungan yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan jiwa umat
islam, contohnya yaitu terhadap akhlak. Akhlak juga merupakan suatu perbuatan yang harus kita
tanamkan dalam diri kita sejak usia dini mungkin, karena akhlak adalah suatu sifat yang ada pada
diri manusia yang kita mengerjakannya tanpa memerlukan pemikiran.
Jika seseorang terbiasa membaca Al-Qur’an maka dari padanya akan melakukan kebiasaan
membaca Al-Qur’an tanpa ada yang menyuruh. Dengan membaca Al-Qur’an dapat menumbuhkan
akhlak yang mahmudah seseorang akan terhindar dari sifat yang tercela dan dengan membaca Al-
Qur’an pula seseorang akan mendapatkan rizqi yang berkah, dan hidupnya akan bahagia di dunia
maupun di akhirat.
Secara umum hubungan dan pengaruh yang besar dari membaca Al-Qur’an dengan akhlak
yaitu sangatlah mudah menggetarkan hati dan mengikat jiwa siapa saja yang masih bersih dan suci
dari berbagai pengaruh dari luar dirinya. Al-Qur’an merupakan kitab yang meliputi semua sisi
agama. Ia merupakan roh keberadaan Islam yang kepadanya aqidah disandarkan, ibadah diambil,
akhlak dicari dan menghimpun dasar-dasar syari‟at dan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, BAB II-Hukum Dan Etika Terhadap Mushaf Al-Qur’an, hlm. 24-36
Amri, AKHLAK KEPADA AL-QUR’AN, hlm. ,dikutip dari http://ejournal.iainkendari.ac.id/al-
munzir pada 9 Maret 2019
Limustofa Hudal,2015, STUDI KORELASI PENERAPAN ADAB MEMBACA AL-QUR’AN
DENGAN AKHLAK SISWA DI KELAS XI SMA NEGERI 01 WELERI KENDAL TAHUN
AJARAN 2014/2015, hlm. 10-13