Vous êtes sur la page 1sur 23

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1

“ GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH ( HEMOFILIA ) “

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3:

1.CAMILO BELO C (1711013)

2.IDA PARWATI (1711025)

3.LILY INDRAYANI (1711015)

4.LUTFI HUZAINI (1711006)

5.NOVI ARDIANTI (1721056)

6.NUR ASIZAH Y (1711010)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PATRIA HUSADA BLITAR

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa atas
terselesaikannya makalah ini dengan judul “ Asuhan Keperawatan Hemofilia “ . Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan
Medikal Bedah 1 “ .Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan ,
berkat bantuan dan dorongan dari teman – teman dan arahan dari dosen mata kuliah KMB 1
makalah ini dapat terselesaikan maka dari itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan , semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
semua orang , adapun kritik dan saran pada makalah ini agar menjadi lebih baik .

Blitar , 28 Oktober 2018

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................


BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Rumusan Masalah ...............................................................................
C. Tujuan .................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Klasifikasi
D. Pathofisiologi
E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
G. Pemeriksaan Diagnostik
H. Penatalaksanaan Medis
I. Komplikasi
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian ...........................................................................................
B. Diagnose Keperawatan........................................................................
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .........................................................................................
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia.
Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus tahu bahwa sistem
imunlah yang bekerja dalam menangkal semua penyakit yang menyerang tubuh kita.
Di dalam melindungi tubuh kita, sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada
baik akibat keturunan ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah
hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara sex-linked
recessive yaitu :
 Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau disfungsi faktor
pembekuan VIII (F VIIIc).
 Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau disfungsi F IX
(faktor Christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat kekurangan
faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita abad kedua
sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru hemofilia baru dimulai
dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan Inggris mengenai penyakit ini oleh
Otta (1803). Sejak itu hemofilia dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang
diturunkan secara X-linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel
diperkenalkan. Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan hemofilia dari
penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan gejala klinis, yaitu berupa
kelainan yang diturunkan dengan kecenderungan perdarahan otot serta sendi yang
berlangsung seumur hidup. Pada permulaan abad 20 hemofilia masih didiagnosis
berdasarkan riwayat keluarga dan gangguan pembekuan darah. Pada tahun 1940-1950
para ahli baru berhasil mengidentifikasi defisiensi F VIII dan F IX pada hemofilia A
dan Hemofilia B. pada tahun 1970 berhasil diisolasi F VIII dari protein pembawanya
di plasma, yitu faktor von Willebrand (F vW), sehingga sekarang dapat dibedakan
kelainan perdarahan akibat hemofilia A dan penyakit van Willebrand. Memasuki abad
21, pendekatan diagnostik dengan teknologi yang maju serta pemberian faktor
koagulasi yang diperlukan mampu membawa pasien hemofilia melakukan aktivitas
seperti orang lainnya tanpa hambatan.
Penyakit ini bermanifestasi klinis pada laki-laki. Angka kejadian hemofilia A
sekitar 1:10.000 orang dan hemofilia B sekitar 1:25.000-30.000 orang. Belum ada
angka mengenai kekerapan di Indonesia saat ini. Kasus hemofilia A lebih sering
dijumpai disbanding kasus hemofilia B, yaitu berturut-turut mencapai 80-85% dan 10-
15% tanpa memandang ras, geografi dan keadaan sosial ekonomi. Mutasi gen secara
spontan diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat
keluarga (Ilmu Penyakit Dalam, 2010). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
World Federation of Hemofilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257.182 penderita
kelainan perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125.049 penderita
hemofilia A dan 25.160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63%
seluruh penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan
jenis kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia
yaitu sebesar 39.9%.
Sebagai seorang mahasiswa keperawatan, kita harus memahami konsep dasar
tentang penyakit hemofilia ini agar dapat menjadi acuan kita dalam melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan hemofilia dan meningkatkan kualitas hidup pasien
dengan hemofilia agar tetap dapat melakukan aktivitasnya seperti biasa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul keinginan kami
sebagai calon perawat untuk membahas masalah penyakit hemofilia guna untuk
memperdalam ilmu pengetahuan mengenai penyakit hemofilia agar dapat menjadi
acuan dan konsep dasar kami untuk melakukan asuhan keperawatan pasien dengan
hemofilia.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu kepada
pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui apa itu hemofilia dan
apa saja asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia.
2. Tujuan khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi yang telah
diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat mampu :
a. Mengetahui definisi hemofilia
b. Mengetahui klasifikasi hemofilia
c. Mengetahui etiologi hemofilia
d. Mengetahui patofisiologi hemofilia
e. Mengetahui manifestasi klinis hemofilia
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia
g. Mengetahui penatalaksanaan hemofilia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X (Ginsberg,2008). Oleh karena itu, semua
anak perempuan dari laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan
anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang karier memiliki
kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia. Dapat terjadi wanita
homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini sangat
jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin
akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter terikat faktor resesif yang
dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor pembekuan esensial yang diakibatkan oleh
mutasi pada kromosom X (Wiwik Handayani, 2008)
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh).
Meskipun hemofilia merupakan penyakit herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak
memiliki riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga
terjadi mutasi spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen (Aru et al, 2010).
Hemofilia adalah kelompok gangguan perdarahan yang diturunksn dengan
karakteristik defisiensi faktor pembekuan darah. Hemofilia adalah kelainan
perdarahan kongenital terkait kromosom X dengan frekuensi kurang lebih satu per
10.000 kelahiran. Jumlah orang yang terkena di seluruh dunia diperkirakan kurang
5
lebih 400.000. Hemofilia A lebih sering dijumpai daripada hemofilia B, yang
merupakan 80-85% dari keseluruhan (Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E.
2002).

B. Klasifikasi
Menurut Hadayani (2008) hemofilia dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.
1. Hemofilia A; dikarakteristikkan oleh defisiensi F VIII, bentuk paling umum yang
ditemukan, terutama pada pria.
2. Hemofilia B; dikarakteristikkan oleh defesiensi F IX yang terutama ditemukan
pada pria.
3. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkam oleh defek pada perlekatan trombosit
dan defesiensi F VIII dapat terjadi pada pria dan wanita.
Hemofilia juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII clotting activity (F VIIIC) dapat
karena sintesis menurun atau pembekuan F VIIIC dangan struktur abnormal.
2. Hemofilia B disebabkan karena defisiensi F IX .
F VIII diperlukan dalam pembentukkan tenase complex yang akan mengaktifkan
F X. defisiensi F VIII menganggu jalur intrinsic sehingga menyebabkan
berkurangnya pembentukkan fibrin. Akibatnya terjadilah gangguan koagulasi.
Hemofilia diturunkan secara sex-linked recessive. Lebih dari 30% kasus hemofilia
tidak disertai riwayat keluarga, mutasi timbul secara spontan (I Made Bakta,
2006).
Hemofilia adalah diatesis hemoragik yang terjadi dalam 2 bentuk: hemofiia A,
defisiensi faktor koagulasi VIII, dan hemofilia B, defisiensi faktor koagulasi IX.
Kedua bentuk ditentukan oleh sebuah gen mutan dekat telomer lengan panjang
kromosom X (Xq), tetapi pada lokus yang berbeda, dan ditandai oleh pendarahan
intramuskular dan subkutis; perdarahan mulut, gusi, bibir, dan lidah; hematuria; serta
hemartrosis.
1. Hemofilia A, hemofilia yang paling umum ditemukan, keadaan terkait –X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi VIII. Disebut juga hemofilia klasik
2. Hemofilia B, jenis hemofilia yang umum ditemukan, keadaan terkait-X yang
disebabkan oleh kekurangan faktor koagulasi IX. Disebut juga chrismast disease.
Hemofilia B Leyden, bentuk peralihan defisiensi faktor koagulasi IX, tendensi
perdarahan menurun setelah pubertas.
3. Hemofilia C, gangguan autosomal yang disebabkan oleh kekurangan faktor
koagulasi XI, terutama terlihat pada orang turunan Yahudi Aohkenazi dan
ditandai dengan episode berulang perdarahan dan memar ringan, menoragia,
perdarahan pascabedah yang hebat dan lama, dan masa rekalsifikasi dan
tromboplastin parsial yang memanjang. Disebut juga plasma tromboplastin
antecedent deficiency. PTA deficiency, dan Rosenthal syndrome. (Dorland’s
Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002).
Derajat penyakit pada hemofilia :
1. Berat : Kurang dari 1 % dari jumlah normal. Penderita hemofilia berat dapat
mengalami beberapa kali perdarahan dalam sebulan. Kadang-kadang perdarahan
terjadi begitu saja tanpa sebab yang jelas.
2. Sedang: 1% – 5% dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia sedang lebih jarang
mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi
akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olahraga yang berlebihan.
3. Ringan : 6 % – 50 % dari jumlah normalnya. Penderita hemofilia ringan
mengalami perdarahan hanya dalam situasi tertentu, seperti operasi, cabut gigi,
atau mengalami luka yang serius (Betz, Cecily Lynn. 2009).

C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A dan B,
kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk penyakit resesif
terkait –X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari laki-laki yang menderita
hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki dari
perempuan yang kerier memiliki kemungkinan 50% untuk menderita penyakit
hemofilia dapat terjadi pada wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu
karier) tetapi keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki
riwayat keluarga dan mungkin akibat mutasi spontan (Hoffbrand, Pettit, 1993).
Hemofilia juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. (Muscari, Mary E. 2005)
Menurut Robbins (2007) 70-80% penderita Hemofilia mendapatkan mutasi gen
resesif X-linked dari pihak Ibu. Gen F VIII dan F IX terletak pada kromosom X dan
bersifat resesif., maka penyakit ini dibawa oleh perempuan (karier, XXh) dan
bermanifestasi klinis pada laki-laki (laki-laki, XhY); dapat bermanifestasi klinis pada
perempuan bila kromosom X pada perempuan terdapat kelainan (XhXh). Penyebab
hemofilia karena adanya defisiensi salah satu faktor yang diperlukan untuk koagulasi
darah akibat kekurangna faktor VIII atau XI, terjadi hambatan pembentukan trombin
yang sangat penting untuk pembentukan normal bekuan fibrin fungsional yang normal
dan pemadatan sumbat trombosit yang telah terbentuk pada daerah jejas vaskular.
Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi F VIII, sedangkan hemofilia B disebabkan
karena defisiensi F IX.
Terdapat faktor risiko pada penyakit hemofilia yaitu riwayat keluarga dari
duapertiga anak-anak yang terkena menunjukkan bentuk bawaaan resesif terkait-x.
Hemofilia A (defisiensi faktor VIII terjadi pada 1 dari 5000 laki-laki. Hemofilia B (
defisiensi faktor IX) terjadi pada seperlimanya.

D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital karena anak
kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor IX (hemofilia B, atau
penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini diturunkan oleh gen resesif terkait-X
dari pihak ibu. F VIII dam F IX adalah protein plasma yang merupakan komponen
yang yang diperlukan untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan
untuk pembentukan bekuan fibrin pada tempat cidera vascular (Cecily Lynn Betz,
2009)
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi bekuan darah,
pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan, dan
pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan penyembuhan pembuluh
darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von Willebrand
(vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses ini, adenosine
diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit dilepaskan granul yang
berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi trombosit dan perekrutan
trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan
mengubah permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah
dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan
oleh faktor XIII.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu penderita
hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit berhenti. Pada
perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses perdarahan terhenti
akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka dimana efek tamponade tidak
ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan darah yang terbentuk tidak kuat dan
perdarahan ulang dapat terjadi akibat proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9. Gen
F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan gen F9
terletak di regio Xq27.2,14 Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat terjadi,
namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan F9 ini diturunkan
secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria dari pihak ibu yang
menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan dapat terjadi sehingga
tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia pada kasus demikian.

Gambar.1
E. PATHWAY
DNA

X-Mutasi

Kekurangan Faktor VIII dan IX

Apabila mengalami trauma (tajam , tumpul )

Pembuluh darah mengkerut

Kekurangan jumlah faktor pembeku darah

Benang fibrin penutup luka tidak terbentuk sempurna

Darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh

Perdarahan lama Gangguan perfusi jaringan

Perdarahan pada sendi dan otot Nyeri


Kekurangan Cairan

Ketrampilan

Resiko nyeri Kerusakan mobilitas fisik


F.Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Pada penderita hemofilia ringan perdarahan spontan jarang terjadi dan
perdarahan terjadi setelah trauma berat atau operasi,. Pada hemofilia sedang,
perdarahan spontan dapat terjadi atau dengan trauma ringan. Sedangkan pada
hemofilia berat perdarahan spontan sering terjadi dengan perdarahan ke dalam sendi,
otot dan organ dalam. Perdarahan dapat mulai terjadi semasa janin atau pada proses
persalinan. Umumnya penderita hemofilia berat perdarahan sudah mulai terjadi pada
usia di bawah 1 tahun. Perdarahan dapat terjadi di mukosa mulut, gusi, hidung,
saluran kemih, sendi lutut, pergelangan kaki dan siku tangan, otot iliospoas, betis dan
lengan bawah. Perdarahan di dalam otak, leher atau tenggorokan dan saluran cerna
yang masif dapat mengancam jiwa.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam menyatakan bahwa Hemartrosis paling sering
ditemukan (85%) dengan lokasi berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku,
pergelangan kaki, bahu, pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering
mengalami hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru karena
ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada saat gerakan
volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih mampu menahan beban
tersebut karena fungsinya.
Tabel.1 Hubungan aktivitas F VIII dan F IX dengan manifestasi klinis
perdarahan.
Berat Sedang Ringan
Aktivitas F VIII/F IX <0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)
U/ml (%)
Frek Hemofilia A (%) 70 15 15
Frek Hemofilia B (%) 50 30 20
Usia awitan ≤ 1 tahun 1-2 tahun  2 tahun
Gejala neonates Sering PCB Sering PCB Tak pernah PCB
Kejadian ICB Jarang ICB Jarang sekali
ICB
Perdarahan otot/sendi Tanpa trauma Trauma ringan Trauma cukup
kuat
Perdarahan SSP Resiko tinggi Resiko sedang Jarang
Perdaran post-op Sering dan fatal Butuh bebat Pada operasi
besar
Perdarahan oral Sering terjadi Dapat terjadi Kadang terjadi
(trauma, cabut gigi)
PCB : post circumsional bleeding
ICB : intracranial hemorrhage

G.Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated Partial
Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil normal dan APPT
memanjang, memberi kesan adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas
satu atau lebih factor koagulasi plasma (F XII, F XI, F IX, F VIII)
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien dengan perdarahan
yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan pemeriksaan assay kuantitatif
terhadap F VIII dan F IX untuk memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX

H.Penatalaksanaan

1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas
faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada lokasi perdarahan
untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut
yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri hebat, hindari
analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistic dalam sebuah tim karena keterlambatan pengelolaan akan
menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi psikososial dan
terapi rekreasi serta edukasi.

2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan


Dilakukan dengan memberikan F VIII atau F IX baik rekombinan, kosentrat
maupun komponen darah yang mengandung cukup banyak factor pembekuan
tersebut. Hal ini berfungsi untuk profilaktif/untuk mengatasi episode perdarahan.
Jumlah yang diberikan bergantung pada factor yang kurang.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan hemofili A ringan
sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang mengganggu aktivitas
harian serta menurunkan kualitas hidup pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami perdarahan otak dan
sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)

I.Komplikasi

Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien


hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily Lynn Betz,
2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis

Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1
kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja
(carrier)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada jaringan
lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral, ekimosis subkutan
diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering terjadi infeksi
pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi akibat perdarahan yang terus
menerus dan apabila sering terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah
sendi akan mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak
adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada sendi engsel
mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan, akibatnya sering terjadi
perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru seperti panggul dan bahu, jarang
terjadi perdarahan karena pada sendi peluru mempunyai perlindungan yang
baik. Apabila terjadi perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti kekurangan
faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
 Kurang dari 1% tergolong berat
 Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
 Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya yang ada
kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat menimbulkan
anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola Aktifitas
Klien sering mengalami nyeri dan perdarahan yang memungkinkan dapat
mengganggu pola aktifitas klien. Pola istirahat akan terganggu dengan adanya
nyeri anak sering menangis.
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini mencakup yang
berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan
2. Nyeri akut
3. Kekurangan dehidrasi cairan
4. Gangguan mobilitas fisik

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 GANGGUAN PERFUSI JARINGAN: PERAWATAN EMBOLI:
PERFUSI PERIFER PERIFER
JARINGAN  TTV:  Berikan nilai komprehensif
 TD dalam batas sirkulasi perifer (yaitu:
normal memeriksa denyut perifer,
 Nadi dalam batas edema, pengisian kapiler,
normal warna, dan suhu ujung kaki
 Suhu dalam batas dan tangan
normal  Monitor nyeri di didaerah
 CRT < 3 detik yang terkena
 Kelemahan pada otot  Monitor tanda-tanda
 Edema perifer sirkulasi vena menurun
 Muka pucat diujung kaki dan tangan,
pembengkakan yang
menyakitkan dan nyeri,
nyeri memburuk dalam
posisi terlipat, nyeri saat
menggunakan ujung kaki
dan tangan,vena saat
diraba, pembesaran
pembuluh darah
superfisial, kram
berat,kemerahan dan panas,
mati rasa dan
kesemutan,perubahan
warna kulit, demam)
2 NYERI AKUT KONTROL NYERI MANAGEMEN NYERI
 Mengenali kapan nyeri  Monitor Skala nyeri
terjadi  P: Hemafilia
 Menggambarkan faktor  Q; Seperti tertusuk-tusuk
penyebab  R: Otot sendi
 Menggunakan tindakan  S: 5-6
pengurangan [nyeri]  T: Hilang timbul
tanpa analgesik  Lakukan pengkajian nyeri
 Mengenali apa yang konprehensif yang meliputi
terkai dengan nyeri lokasi, karakteristik,
 Melaporkan nyeri yang onset/durasi,
terkontrol frekuansi,kualitas,intensitas,
 Skala nyeri atau beratnya nyeri dan
 Ringan: 1-3 faktor pencetus
 Sedang: 4-6  Gunakan stategi komunikasi
 Berat: 7-10 terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien terhadap nyeri
 Dukung istirahat tidur yang
adekuatuntuk membantu
penurunan nyeri
 Ajarkan teknik
nonfarmakologi ( relaksasi
nafas dalam)
 Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian analgesiik
3 KEKURANGAN HIDRASI MENEJEMEN CAIRAN
CAIRAN  Turgo kulit  Jaga intake/asupan yang
 Membran mulkosa akurat dan cacat output
lembab [pasien]
 Intake cairan  Monitor status hidrasi
 Output urin (misalnya, membran
 Haus mulkosa, lembab, denyut
 Warna urin keruh nadi adekuat,dan tekanan
 Bola mata cekung dan darah ortostatik)
lunak  Monitor tanda-tanda vital
 Fontanel cekung pasien
 Penurunan tekanan  Berikan terapi IV, seperti
darah yang ditentukan
 Nadi cepat dan lemah  Berikan cairan,dengan tepat
 Diare  Distribusikan asupan cairan
 Peningkatan suhu tubuh selama 24 jam
 Dukung pasien dan keluarga
untuk membantu dalam
pemberian makan dengan
baik
4 HAMBATAN PERGERAKAN TERAPI LATIHAN:
MOBILITAS FISIK  Keseimbangan KESEIMBANGAN
 Gerakan otot dan sendi  Kolaborasi dengan terapi
 Dapat berjalan dan fisik,okupasional,dan terapis
bergerak dengan mudah rekreasi dalam
mengembangkan dan
melaksanakan program
latihan, yang sesuai
 Beri kesempatan untuk
mendiskusikan faktor-faktor
yang mempengaruhi
ketakutan akan jatuh
 Sediakan lingkungan yang
aman untuk latihan
 Dorong program latian
dengan intensitas rendah
dengan memberikan
kesempatan untuk berbagi
perasaan
 Sediakan alat-alat bantu
(misalnya; tongkat,
bantal,walker) untuk
mendukung pasien dalam
melakukan latihan
 Monitor respon pasien pada
latihankeseimbangan
 Sediakan sumber daya untuk
program keseimbangan,
latihan,atau program edukasi
[pencegahan] jatuh
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling
sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia
disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau faktor IX (F IX), dikelompokkan
sebagai hemofolia A dan hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X,
sehingga termasuk penyakit resesif terkait-X,
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia adalah
adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakan,
nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta keterbatasan gerak.
Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal juga kecacatan terjadi akibat
kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi manusia
sebelum diciptakannya F VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan dan
perdarahan gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.

B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka untuk penderita
hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha untuk pengobatan rutin.
Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan mencegah dampak dari hemofilia.
DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Hoffard, A.V. 2005. Hematologi: Edisi IV. Jakarta: EGC
I Made Bakta. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Dorland’s Ilustrated Medical Dictionary, 29/E. 2002. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : Departemen
Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Vous aimerez peut-être aussi