Vous êtes sur la page 1sur 35

BAB I

KONSEP MEDIK

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan

peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang

mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong,

2004 : 550). Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang

disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan

karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia,

dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001: 217).

Sindroma neprotik adalah penyakit ginjal yang mengenai glomerulus

(ginjal terdiri dari tubulus, glomerulus dll.) dan ditandai proteinuria

(keluarnya protein melalui air kencing) yang masif, hipoalbuminemia

(kadar albumin di dalam darah turun), edema (bengkak) disertai

hiperlipidemia (kadar lipid atau lemak dalam darah meningkat) dan

hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat).

Jadi, sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,

proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang

terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. Sindroma

nefrotik biasanya lebih sering menyerang anak laki-laki dari pada anak

perempuan dengan perbandigan 2 : 1 dan paling banyak pada umur 2

sampai 6 tahun.

1
2. Etiologi/ faktor predisposisi

Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum

diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu

suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi :

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk

dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama

kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh : Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit

kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,

Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan kimia

seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,

Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis

membranoproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.

Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn

pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, terbagi menjadi :

2
1. Kelainan minimal.

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel

berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG

pada dinding kapiler glomerulus.

2. Nefropati membranosa.

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang

tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.

3. Glomerulonefritis proliferatif.

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel

mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkanan

sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan

penebalan batang lobular, Terdapat prolefirasi sel mesangial yang

tersebar dan penebalan batang lobular, Dengan bulan sabit (

crescent), Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel

epitel sampai kapsular dan viseral. Prognosis buruk.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai

membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA

rendah. Prognosis buruk.

5. Glomerulosklerosis fokal segmental.

Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis glomerulus. Sering

disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

3
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut muttaqin. 2012

adalah:

a. Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:

1. Glomerulonefritis.

2. Nefrotik sindrom perubahan minimal

b. Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,

seperti:

1. Diabetes mellitus.

2. Sistema lupus eritematosus.

3. Amyloidosis.

4
3. Manifestasi Klinik

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya

bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya

lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar

mata (periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen

terjadi penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi

pleura, daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan

cairan) pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal

yang menyebabkan asites.

a. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang,

warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin

terdapat hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan

vaskuler yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang

mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH).

b. Pucat.

c. Hematuri.

d. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

e. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan

keletihan umumnya terjadi.

f. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).

g. Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-

anak.

h. Hipoalbuminemia < 30 gr/l.

5
i. Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.

j. Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan

arteri.

k. Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.

l. Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.

m. Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler

yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang

mengaktifkan sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan

konstriksi pembuluh darah.

n. Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air.

4. Patofisiologi

Penyebab dari sindrom nefrotik terdiri dari primer dan sekunder,

penyebab secara primer berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal,

seperti: Glomerulonefritis,Nefrotik sindrom perubahan

minimal.Sedangkan secara sekunder yaitu akibat infeksi, penggunaan

obat, dan penyakit sistemik lain, seperti: Diabetes mellitus disertai

glomerulosklerosis interkapiler, Sistema lupus eritematosus, Amyloidosis,

dan trombosis vena renal. Kondisi dari sindrom nefrotik adalah hilangnya

plasma protein, terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu

meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk

terus mempertahankannya jika albumin terus-menerus hilang melalui

ginjal sehingga terjadi hipoalbuminemia.

6
Terjadi penurunan tekanan onkotik menyebabkan edema generalisata

akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang

caiaran ekstraseluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan

sistem renin-angiotensin menyebabkan retensi natrium dan edema lebih

lanjut. Manifestasi hilangnya protein dalam serum akan menstimulasi

sintesis lipoprotein di hati dan terjadi peningkatan konsentrasi lemak

dalam darah (hiperlipidemia).

Sindrom nefrotik dapat terjadi di hampir setiap penyakit renal intrinsik

atau sistemik yang memengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum

penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindromnefrotik

juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia..Respon perubahan

patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai

masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif

cepat (Muttaqin, 2011).

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah

proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.

Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding

kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan

hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada

sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan

protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu

banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan

dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).

7
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang

terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia,

pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah

2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi

kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic

intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial,

hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan

keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran

cairan. (Silvia A Price, 2005).

Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume

darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif,

sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang

mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan

system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh

darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume

atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang

reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone

anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus.

Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik

plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat

edema. (Husein A Latas, 2002).

Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic

hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik

8
kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang

disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein

menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun

karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat

menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002).

Pada status nefrosis hampir semua kadar lemak (kolesterol,

trigliserida) dan lipoprotein serum meningkat. Hipoproteinemia

merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein

dan katabolisme lemak menurun, karena penurunan kadar lipoprotein

lipase plasma. Sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma.

Apakah lipoprotein plasma keluar melalui urin belum jelas (Behrman,

2000).

Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik

atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum

penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik

juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia. Respon perubahan

patologis pada glomerulus secara fungsional akan memberikan berbagai

masalah keperawatan pada pasien yang mengalami glomerulus progresif

cepat.

9
5. Klasifikasi

Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:

a. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic

syndrome).

Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia

sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat

hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.

b. Sindrom Nefrotik Sekunder

Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus

eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi

system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.

c. Sindrom Nefrotik Kongenital

Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif

autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek

dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten

terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-

yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.

10
6. Komplikasi

a. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi

untuk mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena

renalis. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan

pemberian heparin.

b. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia),

akibat kehilangan immunoglobulin.

c. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya

penumpukan cairan di dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di

dalam intravaskuler.

d. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk

kedalam paru-paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.

11
7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

1. Pemeriksaan sampel urin

Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna

urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah,

hemoglobin, mioglobin, porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020

menunjukkan penyakit ginjal. Contoh glomerulonefritis, pielonefritis

dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan, menetap pada

1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7

ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan

gagal ginjal kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal

negatif). Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri

(adanya protein di dalam urin).

2. Pemeriksaan darah

Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit

menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.

Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan

perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis

sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin.

Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin

meningkat atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan

gambaran lipid. Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan

kehilangan protein dan albumin melalui urin, perpindahan cairan,

12
penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena kekurangan

asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14

tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).

Pemeriksaan darah yang harus di perhatikan sebagai berikut :

a. Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.

b. Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat),

khususnya peningkatan Low Density Lipoprotein (LDL), yang

secara umum bersamaan dengan peningkatan VLDL.

c. Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk

mengetahui fungsi ginjal

b. Pemeriksaan lain.

Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum

diketahui secara jelas, yaitu:

1. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).

2. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins,

serum electrophoresis).

13
8. Penatalaksaan

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan

menurunkan risiko komplikasi.

a. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk

mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan

hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium

sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan

menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang

diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

2. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat

digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung

pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,

dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama

pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi,

alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.

3. Dengan antibiotik bila ada infeksi harus diperiksa kemungkinan

adanya TBC.

4. Diuretikum : Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti

hidroklorotiasid, klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat

juga diberikan antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon)

atau kombinasi saluretik dan antagonis aldosteron.

14
5. Kortikosteroid

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children

(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :

a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60

mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80

mg/hari.

b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari

dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu

dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka

pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

c. Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu:

30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.

6. Lain-lain.

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.

Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000).

7. Diet.

Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu menghilangkan

edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan mengganggu fungsi

ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet tinggi protein teutama

protein dengan ilai biologik tinggi untuk mengimbangi pengeluaran

protein melalui urine, jumlah kalori harus diberikan cukup banyak.

15
Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900

sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/

hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan

ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang

dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang

persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan

protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/

hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan

untuk menjamin masukan yang adekuat.

Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4

gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema masih berat. Bila

edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet rendah natrium

tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk menggantikan

protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah

natrium.

8. Kemoterapi:

a. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang

mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari

hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali

sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat

dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau

diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya

16
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus,

konvulsi dan hipertensi.

b. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk

mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan

spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-

obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan

penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan

siklofosfamid.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama

beberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna

mengurangi edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena

adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas.

Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal

diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki

akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).

2. Terapi cairan: Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan

output diukur secara cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk

mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian.

17
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan

kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang

sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum.

Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut,

menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan.

Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum

harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,

hindarkan menggosok kulit.

4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema

kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka

harus diswab dengan air hangat.

5. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri

abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan

memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan

darah.

6. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik

cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun

infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak

dengan steroid dan siklofosfamid.

7. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang

tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan

pencegahan dekubitus.

18
8. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali

tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini

merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan

yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan

masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan

pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan

penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka

karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.

9. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum

untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah

terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab

kematian pasien).

19
Adapula penatalaksanaan sesuai dengan klasifikasi nefrotik sindrom

sebagai berikut:

a. Sindrom nefrotik serangan pertama. Perbaiki keadaan umum

penderita :

1. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.

Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

2. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi

plasma atau albumin konsentrat.

3. Berantas infeksi.

4. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

5. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau

mengganggu aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat

antihipertensi.

6. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14

hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk

memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau

tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison

tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang

terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa

menunggu waktu 14 hari.

20
b. Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah

diagnosis relapse ditegakkan.

2. Perbaiki keadaan umum penderita.

c. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering adalah sindrom nefrotik yang

kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa 12

bulan.

1. Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)

maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari

selama 3 minggu.

2. Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m 2/48 jam,

diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

21
d. Sindrom nefrotik kambuh sering adalah sindrom nefrotik yang kambuh

> 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa 12 bulan.

1. Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari)

maksimal 80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari

selama 3 minggu.

2. Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam,

diberikan selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40

mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m 2/48

jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1

minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian

prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid

oral 2-3 mg/kg/hari diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu.

Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk merujuk

ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons

terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi,

terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi ginjal.

22
9. Phatway

23
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas : Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus

pertahun setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun.

Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik

malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.

b. Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya

bengkak pada wajah atau kaki.

c. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS ) : Pada pengkajian riwayat

kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut: Kaji berapa

lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan

bengkak pada wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan

pusing dan cepat lelah, kaji adanya anoreksia pada klien, kaji adanya

keluhan sakit kepala dan malaise

d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : Pada pengkajian riwayat kesehatan

dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah menderita

penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes

melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji

tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu adanya riwayat

alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.

24
e. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural : Adanya kelemahan fisik,

wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa cemas

dan koping yang maladaptif pada klien.

f. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat

dengan tingkat kesadaran biasanya compos mentis. Pada TTV sering

tidak didapatkan adanya perubahan.

1. Aktivitas / Istirahat

Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise.

Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus

2. Sirkulasi

Tanda: Hipotensi/ hipertensi( termasuk hipertensi malignan,

hipertensi akibat kehamilan/ eklampsia).

Disritmia jantung

Nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik( hipovolemia)

Nadi kuat( hipervolemia).

Edema jaringan umum( termasuk area periorbital, mata kaki,

sakrum).

Pucat, kecenderungan perdarahan.

3. Eleminasi

Gejala: Perubahan pola berkemih biasanya : peningkatan frekuensi,

polyuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/ oliguria(fase

akhir), Disuria, ragu- ragu, dorongan, dan retensi( inflamasi,/

obstruksi, infeksi).

25
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.

Tanda; Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat,

berawan.

Oliguria( biasanya 12-21 hari); poliuria(2-6 L/hari).

4. Makananan/ Cairan.

Gejala : Peningkatan berat badan(edema), penurunan berat

badan( dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati.

Tanda : Perubahan turgor kulit,/ kelembaban.

Edema( umum, bagian bawah).

5. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pengelihatan kabur

Kram otot/ kejang; sindrom” kaki gelisah”

Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang

perhatian, ketidak mampuan berkonsentrasi,hilang memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran( azotemia, ketidakseimbangan

elektrolit/ asam/ basa).

Kejang, aktivitas kejang, faskikulasi otot.

6. Nyeri/ kenyamanan.

Gejala : Nyeri tubuh, sakit kepala.

Tanda : Perilaku berhati- hati, gelisah.

26
7. Pernafasan.

Gejala : Nafas pendek

Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi, kedalaman

(pernafasan Kussmaul); nafas amonia.

Batuk produktif dengan sputum kental merah muda ( edema paru).

8. Keamanan

Gejala : Adanya reaksi transfuse

Tanda : Demam(sepsis, dehidrasi).

9. Pretekie, area kulit ekimosis

Pruritus, kulit kering.

10. Penyuluhan/ Pembelajaran.

Gejala : Riwayat penyakit polikistik keluarga, nefritis herediter,

batu urinarius, malignansi.

27
2. Diagnosa

Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi

berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

pada klien Sindrom Nefroti yaitu:

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang

menurun.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein

sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan

pasien mengalami edema.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake

nutrisi.

d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas,

edema, penurunan pertahanan tubuh.

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelelahan.

f. Resiko kehilangan volume cairan intravaskuler berhubungan dengan

kehilangan protein, cairan dan edema.

28
3. Intervensi

a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang

menurun.

Tujuan: Daya imunitas tubuh normal, tidak terjadi tanda/ gejala infeksi

Kriteria : Tidak mengalami tanda/ gejala infeksi

No Intervensi Rasionalisasi

1 Tingkatkan cuci tangan yang Menurunkan risiko kontaminasi


baik pada pasien dan staf silang

2 Hindari prosedur invansif, Membatsi introduksi bakteri ke


instrumen, dan manipulasi dalam tubuh. Deteksi dini/
kateter tak menetap, pengobatan terjadinya infeksi dapat
kapanpun mungkin, gunakan mencegah sepsis.
teknik aseptik bila merawat /
memanipulasi IV / area
invansif. Ubah sisi/ balutan
protokol. Perhatikan edema,
drainase purulen
3 Dorong nafas dalam, batuk Mencegah atelektasis dan
dan pengubahan posisi sering. memobilisasi sekret untuk
menurunkan risiko infeksi paru

4 Awasi TTV Demam dengan peningkatan nadi


dan pernafasan adalah tanda
peningkatan laju metabolik dari
proses inflamasi, meskipun sepsis
dapat terjadi tanpa respon demam.

5 Kolaborasi: Awasi Meskipun peningkatan SDP dapat


pemeriksaan laboratorium, mengindikasikan infeksi umum,

29
contoh SDP dengan leukositosis umum terlihat pada
diferensial GGA dan dapat menunjukan
inflamasi/ cedera pada ginjal,
perpindahan diferensial ke kiri
menunjukan infeksi.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein

sekunder akibat peningkatan permiabilitas glomerulus ditandai dengan

pasien mengalami edema

Tujuan: Menunjukan keseimbangan cairan adekuat.

Kriteria hasil:

1. Menunjukan haluaran urine tepat dengan berat jenis/ hasil

laboratorium mendekati normal

2. Berat badan stabil

3. TTV dalam batas normal

4. Tidak ada edema

No Intervensi Rasionalisasi

1 Awasi denyut jantung, TD, dan Takikardi dan hipertensi terjadi karena :
CVP Kegagalan ginjal dalam mengeluarkan
urine, pembatasan cairan berlebihan
selama mengobati hipovolemia/
hipotensi , perubahan pada sistem renin-
angiotensin.

30
2 Catat pemasukan dan pengeluaran Perlu untuk menentukan fungsi ginjal,
akurat.Termasuk cairan” kebutuhan penggantian cairan, dan
tersembunyi” seperti aditif penurunan risiko kelebihan cairan
antibiotik. Ukur kehilangan GI dan
perkirakan kehilangan tak kasat
mata, contoh berkeringat. Awasi
berat jenis urine.
3 Rencanakan penggantian cairan Membantu menghindari periode tanpa
pada pasien, dalam pembatasan cairan, meminimalkan kebosanan pilihan
multipel. Berikan minuman yang yang terbatas dan menurunkan rasa
disukai sepanjang 24 jam. Berikan kekurangan dan haus.
bervariasi panas, dingin, beku.
4 Kaji kulit, wajah, area tergantung Edema terjadi terutama pada jaringan
untuk edema. Evaluasi derajat yang tergantung pada tubuh, contoh
edema( pada skala +1 sampai +4) tangan, kaki, area lumbosakral.

5 Kolaborasi: siapkan untuk dialisis Dilakukan untuk memperbaiki kelebihan


sesuai indikasi volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asam/basa, dan untuk menghilangkan
toksin.

6 Kolaborasi dalam pemberian obat Diuretik diberikan untuk meningkatkan


sesuai indikasi( msl diuretik, volume urine adekuat.
antihipertensif) Antihipertensif diberikan untuk
mengatasi hipertensi dengan efek
berbalikan dari penurunan aluran darah
ginjal, dan/atau kelebihan volume
sirkulasi.

31
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan kurangnya intake

nutrisi.

Tujuan: Nutrisi pasien terpenuhi

Kriteria hasil: Mempertahankan/ meningkatkan berat badan seperti

yang diindikasikan oleh situasi individu, bebas edema.

No Intervensi Rasionalisasi
1 Berikan makanan sedikit tapi Meminimalkan anoreksia dan mual
sering sehubungan dengan status uremik/
menurunnya peristaltik
2 Timbang berat badan tiap hari Pasien puasa / katabolik akan segera
normal kehilangan 0,2 – 0,5 kg dapat
menunjukan perpindahan keseimbangan
cairan
3 Berikan pasien/ orang terdekat Memberikan pasien tindakan kontrol
daftar makanan/ cairan yang dalam pembatasan diet. Makanan dari
diizinkan dan dorong terlibat pada rumah dapat meningkatkan nafsu makan
pilihan menu
4 Kaji / catat pemasukan diet Membantu dalam mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi
fisik umum, gejala uremik( mual,
muntah, anoreksia), dan pembatasan diet
multipel mempengaruhi pemasukan
makanan

32
5 Kolaborasi: Konsul dengan ahli Menentukan kalori individu dan
gizi/ tim pendukung nutrisi kebutuhan nutrisi dalam pembatasan, dan
mengidentifikasi rute paling efektif dan
produknya, contoh tambahan oral,
makanan selang.
6 Kolaborasi: Berikan kalori tinggi, Jumlah protein eksogen yang dibutuhkan
diet rendah/ sedang protein. kurang dari normal, kecuali pada pasien
Termasuk kompleks karbohidrat dialisis . Karbohidrat memenuhi
dan sumber lemak untuk kebutuhan energi dan membatasi
memenuhi kebutuhan kalori( jaringan katabolisme, mencegah
hindari sumber gula pekat) pembentukan asam keto dari oksidasi
protein dan lemak.Intoleran karbohidrat
menunjukan DM dapat terjadi gagal
ginjal berat. Asam amino esensial
memperbaiki keseimbangan dan status
nutrisi.

d. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas,

edema, penurunan pertahanan tubuh

Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

Kriteria Hasil : Tidak terdapat tanda-tanda kerusakan kulit dan iritasi.

Intevensi :

1. Ubah posisi tidur tiap 4 jam.

2. Gunakan bantal atau alas bantal yang lunak untuk mengurangi

daerah yang tertekan.

3. Lakukan massage pada daerah yang tertekan dengan baby oil.

4. Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi.

33
BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi

hal-hal: Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema,

Hiperlipidemia. Manifestasi dari keempat kondisi tersebut yang sangat

merusak membran kapiler glomelurus dan menyebabkan peningkatan

permeabilitas glomerulus. (Muttaqin,

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan

protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan

serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah

(hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).

Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis

dan nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus,

Sistema Lupus Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui

penyebabnya).Tanda paling umum adalah peningkatan cairan di dalam

tubuh. Sehingga masalah keperawatan yang mungkin muncul adalah

kelebihan volume cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.

3.2.Saran

Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah

yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan

pembaca sekalian.

34
Daftar Pustaka

Behrman, R.E. MD, dkk. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.

Jakarta: EGC

Dr. Nursalam, pransisca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

sistem perkemihan. Salemba medika. Jakarta.

Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Satu Diagnosa Keperawatan

Nanda NIC NOC, Edisi 9. EGC. Jakarta

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:

Salemba Medika

Mansjoer, Arif, dkk, (2012), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid 1, Media

Aesculapius: Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC

Price A & Wilson L. 2005. Pathofisiology Clinical Concept of Disease Process

(Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit). Jakarta: EGC.

Suharyanto, tato, & mudjid, abdul. 2009. Asuhan keperawatan pada klien dengan

gangguan sistem perkemihan. Salemba Medika. Jakarta.

35

Vous aimerez peut-être aussi