Vous êtes sur la page 1sur 14

ASKEP LABIOPALATOSKIZIS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Labioskisis dan Labio-palato-gnatoskisis merupakan kelainan diduga
terjadi akibat infeksi kronis yang diderita ibu pada kehamilan Trimester I. Bayi
akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran
pernafasan akibat aspirasi.
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa
disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang
diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir,
bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum
dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan
dibagian bibir yang tidak sumbing.
Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila
sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan
mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya
terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami
gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan
akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan
untuk meperbaiki kelainan tersebut.

B. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian dari Labio Palatoskisis?
b. Apa Etiologi dari Labio Palatoskisis?
c. Apa Patofisiologi dari Labio Palatoskisis?
d. Bagaimana Manifestasi Klinis dari Labio Palatoskisis?
e. Apa Komplikasi dari Labio Palatoskisis?
f. Apa Pemeriksaan Penunjang dari Labio Palatoskisis?
g. Bagaimana Penatalaksanaan dari Labio Palatoskisis?

1
h. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Labio Palatoskisis?

C. Tujuan
a. Untuk Mengetahui Pengertian dari Labio Palatoskisis
b. Untuk Mengetahui Etiologi dari Labio Palatoskisis
c. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Labio Palatoskisis
d. Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis dari Labio Palatoskisis
e. Untuk Mengetahui Komplikasi dari Labio Palatoskisis
f. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari Labio Palatoskisis
g. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan dari Labio Palatoskisis
h. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Labio
Palatoskisis

2
BAB II
TINJAUAN MASALAH

A. Pengertian Labio Palatoskisis


1. Labio / Palato skisis merupakan kongenital yang berupa adanya kelainan bentuk
pada struktur wajah (Ngastiah, 2005 : 167)
2. Bibir sumbing adalah malformasi yang disebabkan oleh gagalnya propsuesus
nasal median dan maksilaris untuk menyatu selama perkembangan embriotik.
(Wong, Donna L. 2003)
3. Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karena
kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (Wong, Donna
L. 2003)
Beberapa jenis bibir sumbing :
a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang
hingga ke hidung.
c. Bilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga ke
hidung.
4. Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah
mulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk
menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat, Aziz, 2005:21)

B. Etiologi Labio Palatoskisis


1. Faktor herediter
2. Kegagalan fase embrio yang penyebabnya belum diketahui
3. Akibat gagalnya prosessus maksilaris dan prosessus medialis menyatu
4. Dapat dikaitkan abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen (agen/faktor
yang menimbulkan cacat pada embrio).

3
5. Beberapa obat (korison, anti konsulfan, klorsiklizin).
6. Mutasi genetic atau teratogen.

C. Patofisiologi Labio Palatoskisis


1. Kegagalan penyatuan atau perkembangan jaringan lunak dan atau tulang selama
fase embrio pada trimester I.
2. Terbelahnya bibir dan atau hidung karena kegagalan proses nosal medial dan
maksilaris untuk menyatu terjadi selama kehamilan 6-8 minggu.
3. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh
kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
4. Penggabungan komplit garis tengah atas bibir antara 7-8 minggu masa
kehamilan.

D. Manifestasi Klinis Labio Palatoskisis


1. Deformitas pada bibir
2. Kesukaran dalam menghisap/makan
3. Kelainan susunan archumdentis.
4. Distersi nasal sehingga bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
5. Gangguan komunikasi verbal
6. Regurgitasi makanan.
7. Pada Labio skisis
a. Distorsi pada hidung
b. Tampak sebagian atau keduanya
c. Adanya celah pada bibir
8. Pada Palati skisis
a. Tampak ada celah pada tekak (unla), palato lunak, keras dan faramen
incisive.
b. Ada rongga pada hidung.
c. Distorsi hidung
d. Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
e. Kesukaran dalam menghisap/makan.

4
E. Komplikasi Labio Palatoskisis
1. Gangguan bicara
2. Terjadinya atitis media
3. Aspirasi
4. Distress pernafasan
5. Resiko infeksi saluran nafas
6. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
7. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder
akibat disfungsi tuba eustachius.
8. Masalah gigi
9. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan
jaringan paruh.

F. Pemeriksaan Penunjang Labio Palatoskisis


1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan prabedan rutin (misalnya hitung darah lengkap)
2. Pemeriksaan Diagnosis
a. Foto Rontgen
b. Pemeriksaan fisik
c. MRI untuk evaluasi abnormal

G. Penatalaksanaan Labio Palatoskisis


1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan bibir sumbing adalah tindakan bedah efektif yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Adanya
kemajuan teknik bedah, orbodantis,dokter anak, dokter THT, serta hasil akhir
tindakan koreksi kosmetik dan fungsional menjadi lebih baik. Tergantung dari
berat ringan yang ada, maka tindakan bedah maupun ortidentik dilakukan
secara bertahap.
Biasanya penutupan celah bibir melalui pembedahan dilakukan bila bayi
tersebut telah berumur 1-2 bulan. Setelah memperlihatkan penambahan berat

5
badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi induk, saluran nafas atau
sistemis.
Perbedaan asal ini dapat diperbaiki kembali pada usia 4-5 tahun. Pada
kebanyakan kasus, pembedahan pada hidung hendaknya ditunda hingga
mencapi usia pubertas.
Karena celah-celah pada langit-langit mempunyai ukuran, bentuk
danderajat cerat yang cukup besar, maka pada saat pembedahan, perbaikan
harus disesuaikan bagi masing-masing penderita.
Waktu optimal untuk melakukan pembedahan langit-langit bervariasi dari
6 bulan – 5 tahun. Jika perbaikan pembedahan tertunda hingga berumur 3 tahun,
maka sebuah balon bicara dapat dilekatkan pada bagian belakang geligi maksila
sehingga kontraksi otot-otot faring dan velfaring dapat menyebabkan jaringan-
jaringan bersentuhan dengan balon tadi untuk menghasilkan penutup
nasoporing.
2. Pentalaksanaan Keperawatan
a. Perawatan Pra-Operasi:
1) Fasilitas penyesuaian yang positif dari orangtua terhadap bayi.
a) Bantu orangtua dalam mengatasi reaksi berduka
b) Dorong orangtua untuk mengekspresikan perasaannya
c) Diskusikan tentang pembedahan
d) Berikan informasi yang membangkitkan harapan dan perasaan yang
positif terhadap bayi.
e) Tunjukkan sikap penerimaan terhadap bayi.
2) Berikan dan kuatkan informasi pada orangtua tentang prognosis dan
pengobatan bayi.
a) Tahap-tahap intervensi bedah
b) Teknik pemberian makan
c) Penyebab devitasi
3) Tingkatkan dan pertahankan asupan dan nutrisi yang adequate.
a) Fasilitasi menyusui dengan ASI atau susu formula dengan botol atau
dot yang cocok.Monitor atau mengobservasi kemampuan menelan
dan menghisap.

6
b) Tempatkan bayi pada posisi yang tegak dan arahkan aliran susu ke
dinding mulut.
c) Arahkan cairan ke sebalah dalam gusi di dekat lidah.
d) Sendawkan bayi dengan sering selama pemberian makan
e) Kaji respon bayi terhadap pemberian susu.
f) Akhiri pemberian susu dengan air.
4) Tingkatkan dan pertahankan kepatenan jalan nafas
a) Pantau status pernafasan
b) Posisikan bayi miring kekanan dengan sedikit ditinggikan
c) Letakkan selalu alat penghisap di dekat bayi
b. Perawatan Pasca-Operasi
1) Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adequate
a) Berikan makan cair selama 3 minggu mempergunakan alat penetes
atau sendok
b) Lanjutkan dengan makanan formula sesuai toleransi.
c) Lanjutkan dengan diet lunak
d) Sendawakan bayi selama pemberian makanan.
2) Tingkatkan penyembuhan dan pertahankan integritas daerah insisi anak.
a) Bersihkan garis sutura dengan hati-hati
b) Oleskan salep antibiotik pada garis sutura (Keiloskisis)
c) Bilas mulut dengan air sebelum dan sesudah pemberian makan.
d) Hindari memasukkan obyek ke dalam mulut anak sesudah
pemberian makan untuk mencegah terjadinya aspirasi.
e) Pantau tanda-tanda infeksi pada tempat operasi dan secara sistemik.
f) Pantau tingkat nyeri pada bayi dan perlunya obat pereda nyeri.
g) Perhatikan pendarahan, cdema, drainage.
h) Monitor keutuhan jaringan kulit
i) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat
tidak steril, missal alat tensi

7
H. Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Labio Palatoskisis
PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiotalatos kisis dari keluarga,
berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat
badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik
sumbing.
b. Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c. Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d. Kaji tanda-tanda infeksi
e. Palpasi dengan menggunakan jari
f. Kaji tingkat nyeri pada bayi
3. Pengkajia Keluarga
a. Observasi infeksi bayi dan keluarga
b. Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c. Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d. Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur
perawatan di rumah.
e. Kaji tingkat pengetahuan keluarga

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam
meneteki ASI b/d ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder
dari kecacatan dan pembedahan.
2. Risiko aspirasi b/d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato
skisis
3. Risiko infeksi b/d kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan
4. Kurang pengetahuan keluarga b/d teknik pemberian makan, dan perawatan
dirumah
5. Nyeri b/d insisi pembedahan

8
INTERVENSI
DX I
Tujuan : Nutrisi yang adekuat dapat dipertahankan yang ditandai adanya
peningkatan berat badan dan adaptasi dengan metode makan yang sesuai
1) Observasi intak dan output
2) Timbang berat badan sesuai indikasi
3) Observasi kemampuan menelan dan mengisap
4) Gunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang yang
sesuai untuk pemberian minum
5) Tempatka dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan/minuman kedalam
6) Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
7) Berikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
8) Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi

DX II
Tujuan : Anak akan bebas dari aspirasi
1) Kaji status pernafasan selama pemberian makan
2) Gunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
3) Perhatikan posisi bayi saat memberi makan, tegak atau setengah duduk
4) Beri makan secara perlahan
5) Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

DX III
Tujuan : Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi sebelum dan sesudah operasi, luka
tampak bersih, kering dan tidak edema.
1) Berikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak sedikit
tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat berakibat
pnemonia
2) Observasi tanda-tanda infeksi.
3) Lakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik steril

9
4) Perhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak
steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
5) Hindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu
6) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik

DX IV
Tujuan : Orang tua dapat memahami dan dapat mendemonstrasikan dengan metode
pemberian makan pada anak, pengobatan setelah pembedahan dan, harapan perawat
sebelum dan sesudah operasi.
1) Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
2) Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian makan/minum
dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat
pemberian makan/minum, lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut
setelah makan

DX V
Tujuan : Rasa nyaman anak dapat dipertahankan yang ditandai dengan anak tidak
menangis, tidsk lsbil dan tidak gelisah.
1) Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
2) Tenangkan bayi
3) Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan
kondisinya
4) Lakukan tekhnik manajaemen nyeri (distraksi)
5) Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai program

IMPLEMENTASI
DX I
 Mengobservasi intake dan output
 Menimbang berat badan sesuai indikasi
 Mengobservasi kemampuan menelan dan mengisap
 Menggunakan dot botol yang lunak yang besar, atau dot khusus dengan lubang
yang sesuai untuk pemberian minum

10
 Mempatkan dot pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong
makan/minuman kedalam
 Memberikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
 Memberikan makan pada anak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan
 Mengkolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi

DX II
 Mengkaji status pernafasan selama pemberian makan
 Menggunakan dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
 Memperhatikan posisi bayi saat memberi makan, tegak atau setengah duduk
 Memberi makan secara perlahan
 Melakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

DX III
 Memberikan posisi yang tepat setelah makan, miring kekanan kepala agak
sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi yang dapat
berakibat pnemonia
 Mengobservasi tanda-tanda infeksi.
 Melakukan perawatan luka dengan hati-hat dengan menggunakan teknik steril
 Memperhatikan posisi jahitan, hindari jangan kontak dengan alat-alat yang tidak
steril, misalnya alat tenun dan lainnya.
 Menghindari gosok gigi pada anak kira-kira 1-2 minggu
 Mengkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotik

DX IV
 Jelaskan prosedur operasi sebelum dan sesudah operasi
 Ajarkan pada ornag tua dalam perawatan anak ; cara pemberian makan/minum
dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat
pemberian makan/minum, lakukanpenepukan punggung, bersihkan mulut
setelah makan

11
DX V
 Kaji pola istirahat bayi dan kegelisahan
 Tenangkan bayi
 Bila klien anak, berikan aktivitas bermain yang sesuai dengan usia dan
kondisinya
 Lakukan tekhnik manajaemen nyeri (distraksi)Kolaborasi dalam pemberian
analgetik sesuai program

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dimana material genetic dalam kromosom yang mempengaruhi/. Dimana
dapat terjadi karena adaya adanya mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada
setiap sel yang normal mempunyai 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang
kromosom non-sex ( kromosom 1 s/d 22 ) dan 1 pasang kromosom sex
( kromosom X dan Y ) yang menentukan jenis kelamin. Pada penderita bibir
sumbing terjadi Trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3 untai kromosom
13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom pada tiap selnya
adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan bibir sumbing akan
menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung, dan ginjal.
Namun kelainan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari 8000-10000
bayi yang lahir.
Kurang Nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6, vitamin C pada waktu
hamil, kekurangan asam folat.
Radiasi
Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama. Infeksi pada ibu yang
dapat mempengaruhi janin contohnya seperti infeksi Rubella dan Sifilis,
toxoplasmosis dan klamidia Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan
kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan
alkohol, terapi penitonin. Multifaktoral dan mutasi genetic Diplasia ektodermal

B. Saran
Diharapkan kepada setiap para pembaca mampu memahami tentang makalah ini
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Labiopalatokisis”,
dimana untuk menambah pengetahuan dalam bidang ilmu keperawatan
Komunitas. Dan diharapkan para pembaca mampu memahami isi makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.

14

Vous aimerez peut-être aussi